Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat
menyebabkan AIDS. HIV termasuk keluarga virus retro yaitu virus yang
memasukan materi genetiknya ke dalam sel tuan rumah ketika melakukan cara
infeksi dengan cara yang berbeda (retro), yaitu dari RNA menjadi DNA, yang
kemudian menyatu dalam DNA sel tuan rumah, membentuk pro virus dan
kemudian melakukan replikasi.
Virus HIV ini dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah
putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh
manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun
yang sangat ringan sekalipun.
Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat berkembang
biak Virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi.
Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan
tubuh maka ketika diserang penyakit maka tubuh kita tidak memiliki pelindung.
Dampaknya adalah kita dapat meninggal dunia akibat terkena pilek biasa.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan dampak atau
efek dari perkembang biakan virus HIV dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV
membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan
sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya
sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih
yang banyak dirusak oleh Virus HIV.
Ketika kita terkena Virus HIV kita tidak langsung terkena AIDS. Untuk
menjadi AIDS dibutuhkan waktu yang lama, yaitu beberapa tahun untuk dapat
menjadi AIDS yang mematikan. Saat ini tidak ada obat, serum maupun vaksin yang
dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS.
Orang yang telah mengidap virus AIDS akan menjadi pembawa dan penular AIDS
selama hidupnya, walaupun tidak merasa sakit dan tampak sehat. AIDS juga

1
dikatakan penyakit yang berbahaya karena sampai saat ini belum ada obat atau
vaksin yang bisa mencegah virus AIDS. Selain itu orang terinfeksi virus
AIDS akan merasakan tekanan mental dan penderitaan batin karena sebagian
besar orang di sekitarnya akan mengucilkan atau menjauhinya. Dan penderitaan itu
akan bertambah lagi akibat tingginya biaya pengobatan. Bahaya AIDS yang lain
adalah menurunnya sistim kekebalan tubuh. Sehingga serangan penyakit yang
biasanya tidak berbahaya pun akan menyebabkan sakit atau bahkan meninggal.

2.2 ANATOMI FISIOLOGI


HIV, yang dahulu disebut virus limfotrofik sel-T manusia tipe III (HTLV-III)
atau virus limfadenopati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari
famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam
deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV-1 dan HIV-2
adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS di seluruh
dunia.
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek
siklus hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan
yaitu bahwa protein HIV-1,Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya
diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infeksi-vitas (daya tular)
dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan
meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam serum
dari para perempuan Afrika Barat (warga Senegal) pada tahun 1985, menyebabkan
penyakit klinis tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-.

2
2.3 ETIOLOGI
HIV tidak ditularkan atau disebarkan melalui hubungan sosial yang biasa
seperti jabatan tangan, bersentuhan, berciuman biasa, berpelukan, penggunaan
peralatan makan dan minum, gigitan nyamuk, kolam renang, penggunaan kamar
mandi atau WC/Jamban yang sama atau tinggal serumah bersama Orang Dengan
HIV/AIDS (ODHA). ODHA yaitu pengidap HIV atau AIDS. Sedangkan OHIDA
(Orang hidup dengan HIV atau AIDS) yakni keluarga (anak, istri, suami, ayah, ibu)
atau teman-teman pengidap HIV atau AIDS.
Lebih dari 80% infeksi HIV diderita oleh kelompok usia produktif terutama
laki-laki, tetapi proporsi penderita HIV perempuan cenderung meningkat. Infeksi
pada bayi dan anak, 90 % terjadi dari Ibu pengidap HIV. Hingga beberapa tahun,
seorang pengidap HIV tidak menunjukkan gejala-gejala klinis tertular HIV, namun
demikian orang tersebut dapat menularkan kepada orang lain.

2.4 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi HIV (human immunodeficiency virus) dimulai dari transmisi
virus ke dalam tubuh yang menyebabkan infeksi yang terjadi dalam 3 fase:
serokonversi, asimtomatik, dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).

3
1. Transmisi HIV
HIV ditransmisikan melalui cairan tubuh dari orang yang terinfeksi HIV,
seperti darah, ASI, semen dan sekret vagina. Virus masuk ke dalam tubuh manusia
melalui port d’entree yang terdapat pada tubuh, umumnya kemungkinan ini
meningkat melalui perilaku berisiko yang dilakukan.
Virus kemudian masuk ke dalam sel dengan menempel pada reseptor CD4
melalui pembungkus glikoprotein. Sebagai retrovirus, HIV menggunakan
enzim reverse-transcriptase, memungkinkan terbentuknya DNA-copy, untuk
terbentuk dari RNA-virus. Virus kemudian menempel dan merusak CD4, sehingga
terjadi deplesi nilai CD4 dalam darah, seiring dengan terjadinya peningkatan
replikasi virus yang direfleksikan dari hasil nilai viral load yang tinggi,
menandakan tingkat virulensi yang tinggi.
2. Fase Infeksi HIV
Infeksi HIV terdiri dari 3 fase: serokonversi, asimtomatik, dan AIDS.
a. Serokonversi
Fase serokonversi terjadi di masa awal infeksi HIV. Pada fase ini, terjadi
viremia plasma dengan penyebaran yang luas dalam tubuh, selama 4-11 hari setelah
virus masuk melalui mukosa tubuh. Kondisi ini dapat bertahan selama beberapa
minggu, dengan gejala yang cukup ringan dan tidak spesifik, umumnya berupa
demam, flu-like syndrome, limfadenopati dan ruam-ruam. Kemudian, keluhan akan
berkurang dan bertahan tanpa gejala mengganggu. Pada masa ini, umumnya akan
mulai terjadi penurunan nilai CD4, dan peningkatan viral-load.
b. Fase Asimtomatik
Pada fase asimtomatik, HIV sudah dapat terdeteksi melalui pemeriksaan
darah. Penderita infeksi HIV dapat hidup bebas gejala hingga 5-10 tahun walau
tanpa intervensi pengobatan. Pada fase ini, replikasi virus terus berjalan, virulensi
tinggi, viral load stabil tinggi, serta terjadi penurunan CD4 secara konstan.

2.5 MANIFESTASI KLINIS


Setelah itu, AIDS mulai berkembang dan menunjukkan tanda-tanda atau
gejala-gejala.Tanda-tanda klinis penderita AIDS :
1. Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan

4
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3. Demam berkepanjangan lebih dari1 bulan
4. Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis
5. Dimensia/HIV ensefalopati
Gejala minor :
1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
2. Dermatitis generalisata yang gatal
3. Adanya Herpes zoster multisegmental dan berulang
4. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
HIV dan AIDS dapat menyerang siapa saja. Namun pada kelompok rawan
mempunyai risiko besar tertular HIV penyebab AIDS, yaitu :
1. Orang yang berperilaku seksual dengan berganti-ganti pasangan tanpa
menggunakan kondom
2. Pengguna narkoba suntik yang menggunakan jarum suntik secara bersama-
sama
3. Pasangan seksual pengguna narkoba suntik
4. Bayi yang ibunya positif HIV
Para ahli menjelaskan bahwa Tanda dan Gejala Penyakit AIDS seseorang
yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidak memberikan tanda
dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6
minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut.
Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat
dalam beberapa tahun dan perlahan kekebelan tubuhnya menurun/lemah hingga
jatuh sakit karena serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat
kepastian adalah dengan menjalani Uji Antibodi HIV terutamanya jika seseorang
merasa telah melakukan aktivitas yang berisiko terkena virus HIV.
Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit AIDS
diantaranya adalah seperti dibawah ini :
1. Saluran pernafasan. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak,
batuk, nyeri dada dan demam seprti terserang infeksi virus lainnya
(Pneumonia). Tidak jarang diagnosa pada stadium awal penyakit HIV AIDS
diduga sebagai TBC.

5
2. Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan gejala
seperti hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit
jamur pada rongga mulut dan kerongkongan, serta mengalami diarhea yang
kronik.
3. Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting
syndrome, yaitu kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal
karena gangguan pada sistem protein dan energy didalam tubuh seperti yang
dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga karena gangguan
absorbsi/penyerapan makanan pada sistem pencernaan yang mengakibatkan
diarhea kronik, kondisi letih dan lemah kurang bertenaga.
System Persyarafan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central yang
mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak
kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada system persyarafan ujung
(Peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki,
reflek tendon yang kurang, selalu mengalami tensi darah rendah dan Impoten.
System Integument (Jaringan kulit). Penderita mengalami serangan virus
cacar air (herpes simplex) atau carar api (herpes zoster) dan berbagai macam
penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah
mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit (Folliculities), kulit kering berbercak
(kulit lapisan luar retak-retak) serta Eczema atau psoriasis.
Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita. Penderita seringkali mengalami
penyakit jamur pada vagina, hal ini sebagai tanda awal terinfeksi virus HIV. Luka
pada saluran kemih, menderita penyakit syphillis dan dibandingkan Pria maka
wanita lebih banyak jumlahnya yang menderita penyakit cacar. Lainnya adalah
penderita AIDS wanita banyak yang mengalami peradangan rongga (tulang) pelvic
dikenal sebagai istilah 'pelvic inflammatory disease (PID)' dan mengalami masa
haid yang tidak teratur (abnormal).

2.6 CARA PENULARAN


Cara penularan HIV  ada tiga :
1. Hubungan seksual, baik secara vaginal, oral, ataupun anal dengan seorang
pengidap. Ini adalah cara yang paling umum terjadi,. Lebih mudah terjadi

6
penularan bila terdapat lesi penyakit kelamin dengan ulkus atau peradangan
jaringan seperti herpes genitalis, sifilis, gonorea, klamidia, kankroid, dan
trikomoniasis. Resiko pada seks anal lebih besar disbanding seks vaginal dan
resiko juga lebih besar pada yang reseptive dari pada yang insertive.
2. Kontak langsung dengan darah / produk darah / jarum suntik.
3. Transfusi darah yang tercemar HIV
4. Pemakaian jarum tidak steril/pemakaian bersama jarum suntik dan
sempritnya pada para pencandu narkotik suntik.
5. Penularan lewat kecelakaan tertusuk jarum pada petugas kesehatan.
Secara vertical dari ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya, baik selam
hamil, saat melahirkan ataupun setelah melahirkan. Infeksi HIV kadang-kadang
ditularkan ke bayi melalui air susu ibu (ASI). Saat ini belum diketahui dengan pasti
frekuensi kejadian seperti ini atau mengapa hanya terjadi pada beberapa bayi
tertentu tetapi tidak pada bayi yang lain. Di ASI terdapat lebih banyak virus HIV
pada ibu-ibu yang baru saja terkena infeksi dan ibu-ibu yang telah memperlihatkan
tanda-tanda penyakit AIDS.
Setelah 6 bulan, sewaktu bayi menjadi lebih kuat dan besar, bahaya diare dan
infeksi menjadi lebih baik. ASI dapat diganti dengan susu lain dan memberikan
makanan tambahan. Dengan cara ini bayi akan mendapat manfaat ASI dengan
resiko lebih kecil untuk terkena HIV.

2.7 PENCEGAHAN DAN PENANGANAN HIV/AIDS


1. Hindarkan hubungan seksual diluar nikah. Usahakan hanya berhubungan
dengan satu orang pasangan seksual, tidak berhubungan dengan orang lain.
2. Pergunakan kondom bagi resiko tinggi apabila melakukan hubungan seksual.
3. Ibu yang darahnya telah diperiksa dan ternyata mengandung virus, hendaknya
jangan hamil. Karena akan memindahkan virus AIDS pada janinnya.
4. Kelompok resiko tinggi di anjurkan untuk menjadi donor darah.
5. Penggunaan jarum suntik dan alat lainnya ( akupuntur, tato, tindik ) harus
dijamin sterilisasinya.
Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan pemerintah dalam usaha untuk
mencegah penularan AIDS yaitu, misalnya : memberikan penyuluhan-penyuluhan

7
atau informasi kepada seluruh masyarakat tentang segala sesuatau yang berkaitan
dengan AIDS, yaitu melalui seminar-seminar terbuka, melalui penyebaran brosur
atau poster-poster yang berhubungan dengan AIDS, ataupun melalui iklan
diberbagai media massa baik media cetak maupun media elektronik.penyuluhan
atau informasi tersebut dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan,
kepada semua lapisan masyarakat, agar seluarh masyarakat dapat mengetahui
bahaya AIDS, sehingga berusaha menghindarkan diri dari segala sesuatu yang bisa
menimbulkan virus AIDS.
Penanganan Umum:
Setelah dilakukan diagnosa HIV, pengobatan dilakukan untuk
memperlambat tingkat replikasi virus. Berbagai macam obat diresepkan untuk
mencapai tujuan ini dan berbagai macam kombinasi obat-obatan terus diteliti.
Untuk menemukan obat penyembuhannya.
Pengobatan-pengobatan ini tentu saja memiliki efek samping, namun
demikian ternyata mereka benar-benar mampu memperlambat laju perkembangan
HIV didalam tubuh.
Pengobatan infeksi-infeksi appertunistik tergantung pada zat-zat khusus
obat-obatan anti virus seringkali diberikan secara rutin untuk mencegah infeksi agar
tidak menjalar dan menjadi semakin parah
Penanganan Khusus:
Penapisan dilakukan sejak asuhan antenatal dan pengujian dilakukan atas
permintaan pasien dimana setelah proses konseling risiko PMS dan hubungannya
dengan HIV, yang bersangkutan memandang perlu pemeriksaan tersebut.
1. Upayakan ketersediaan uji serologic
2. Konseling spesifik bagi mereka yang tertular HIV, terutama yang berkiatan
dengan kehamilan da risiko yang dihadapi
3. Bagi golongan risiko tinggi tetapi hasil pengujian negative lakukan konseling
untuk upaya preventif (penggunaan kondom)
4. Berikan nutrisi dengan nilai gizi yang tinggi, atasi infeksi oportunistik.
5. Lakukan terapi (AZT sesegera mungkin, terutama bila konsentrsi virus
(30.000-50.000) kopi RNA/Ml atau jika CD4 menurun secara dratis

8
6. Tatalaksana persalinan sesuai dengan pertimbangan kondisi yang dihadapi
(pervaginanm atau perabdominam, perhatikan prinsip pencegahan infeksi).

2.8 PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Terdapat dua uji yang khas digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap
HIV. Yang pertama, enzymelinked immunosorbent assay(ELISA), bereaksi
terhadap adanya antibodi dalam serum dengan memperlihatkan warna yang lebih
jelas apabila terdeteksi antibodi virus dalam jumlah besar. Karena hasil positif-
palsu dapat menimbulkan dampak psikologis yang besar, maka hasil uji ELISA
yang positif diulang, dan apabila keduanya positif, maka dilakukan uji yang lebih
spesifik, Western blot.
Uji Western blot juga dikonfirmasi dua kali. Uji ini lebih kecil
kemungkinannya memberi hasil positif-palsu atau  negatif-palsu. Juga dapat terjadi
hasil uji yang tidak konklusif, misalnya saat ELISA atau Western blot bereaksi
lemah dan agak mencurigakan. Hal ini dapat terjadi pada awal infeksi HIV, pada
infeksi yang sedang berkembang (sampai semua pita penting pada uji Western blot
tersedia lengkap), atau pada reaktivitas-silang dengan titer retrovirus tinggi lain,
misalnya HIV-2 atau HTLV-1.
Setelah konfirmasi, pasien dikatakan seropositif HIV. Pada tahap ini,
dilakukan pemeriksaan klinis dan imunologik lain untuk mengevaluasi derajat
penyakit dan dimulai usaha-usaha untuk mengendalikan infeksi.
HIV juga dapat dideteksi dengan uji lain, yang memeriksa ada tidaknya virus
atau komponen virus sebelum ELISA atau Western blot dapat mendeteksi antibodi.
Prosedur-prosedur ini mencakup biakan virus, pengukuran antigen p24, dan
pengukuran DNA dan RNA HIV yang menggunakan reaksi berantai polimerase
(PCR) dan RNA HIV-1 plasma. Uji-uji semacam ini bermanfaat dalam studi
mengenai imunopatogenesis, sebagai penanda penyakit, pada deteksi dini infeksi,
dan pada penularan neonatus. Bayi yang lahir dari ibu positif-HIV dapat memiliki
antibodi anti-HIV ibu dalam darah mereka sampai usia 18 bulan, tanpa bergantung
apakah mereka terinfeksi atau tidak.

9
2.9 KOMPLIKASI
1. Pneumocystis pneumonia (PCP)
Komplikasi HIV dan AIDS bisa memicu terjadinya PCP. Infeksi jamur ini
bisa menyebabkan penyakit parah. Di Amerika Serikat, PCP masih menjadi
penyebab pneumonia paling umum pada orang yang terinfeksi HIV.
2. Kandidiasis
Kandidiasis adalah komplikasi HIV yang terbilang umum. Kondisi Ini
menyebabkan peradangan dan lapisan putih tebal di mulut, lidah, kerongkongan,
atau vagina.
3. Tuberkulosis (TB)
Di beberapa negara, TB adalah infeksi oportunistik paling umum yang terkait
dengan HIV. Penyakit ini menjadi penyebab utama kematian di antara orang-orang
dengan AIDS.
4. Sitomegalovirus
Virus herpes yang umum ini ditularkan melalui cairan tubuh seperti air liur,
darah, urine, air mani dan ASI. Sistem imun yang sehat akan menonaktifkan virus,
sehingga virus tetap tidak aktif di tubuh.
Namun, ketika sistem kekebalan tubuh melemah (akibat AIDS), virus dapat
muncul kembali. Hati-hati, kondisi ini bisa menyebabkan kerusakan pada mata,
saluran pencernaan, paru-paru, atau organ lainnya.
5. Meningitis kriptokokus
Meningitis adalah peradangan pada selaput dan cairan yang mengelilingi otak
dan sumsum tulang belakang (meninges). Sedangkan meningitis kriptokokus adalah
infeksi sistem saraf pusat yang umum terkait dengan HIV. Penyakit ini disebabkan
oleh jamur yang ditemukan di tanah.

10

Anda mungkin juga menyukai