Abstrak
Sebagai hadis yang bersumber dari sahabat, hadis mauquf tidak selalu seirama
dengan hadis Nabi (hadis marfu’). Terkadang muatan hadis mauquf terlihat
bertentangan dengan matan hadis marfu’. Pada bab nikah mut’ah misalnya,
ditemukan hadis mauqufyang menginformasikan terjadinya praktik nikah mut’ah
pada masa sahabat (pasca wafatnya Rasulullah). Informasi ini terlihat tidak sejalan
dengan hadis marfu’ yang justru memuat pengharaman abadi nikah mut’ah oleh
Rasulullah. Dua hadis ini sama-sama termaktub dalam Sahih Muslim(salah satu
kitab kompilasi hadis yang diklaim penyusunnya hanya memuat hadis sahih),
sehingga penelitian terhadap hadis tersebut sekaligus menjadi batu ujian bagi
konsistensi Imam Muslim (penyusun Sahih Muslim) dalam menerapkan kriteria
kesahihan hadisnya. Berangkat dari latar belakang masalah ini, penulis tertarik
meneliti kualitas hadis mauquftentang praktik nikah mut’ah pada masa sahabat serta
konsistensi Imam Muslim dalam menerapkan kriteria kesahihan hadisnya terhadap
hadis mauquf yang secara lahir terlihat menyalahi hadis marfu’ tersebut. Adapun
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hadis mauquf tentang praktik nikah mut’ah
pada masa sahabat dalam Sahih Muslimberkualitas maqbul (sanadnya berstatus
hasan li gairih dan matannya bernilai sahih). Kualitas maqbul hadis mauquf tentang
praktik nikah mut’ah pada masa sahabat ini menjadi indikasi konsistensi Imam
Muslim dalam menerapkan kriteria kesahihan hadisnya terhadap hadis mauquf
tersebut.
21
22 Jurnal Ulunnuha Vol. 8 No.1/Juni 2019
apa yang terlihat (zahir) pada keadaan akhirnya, serta hadis tersebut
seorang perawi, sementara al-jarih terhindar dari syuzuz dan ‘illah.”
(pen-tajrih) mengabarkan apa yang Sementara Ibn Hajar al-
tidak terlihat (batin) pada keadaan ‘Asqalani, sebagaimana dikutip M.
seorang perawi yang tersembunyi bagi Syuhudi Ismail, menyebutkan bahwa
mu’addil. Adapun jarh yang dimaksud kriteria kesahihan hadis menurut Imam
adalah jarh yang dijelaskan sebab- Muslim adalah: (1) rangkaian perawi
sebabnya atau jarh yang mufassar dalam sanad hadis itu harus
(terperinci).” bersambung mulai dari perawi pertama
Adapun untuk mengetahui sampai perawi terakhir, (2) para perawi
pemahaman ulama terhadap hadis dalam sanad hadis itu haruslah orang-
mauquf tentang praktik nikah mut’ah orang yang dikenal siqah, dalam arti
pada masa sahabat, penulis merujuk ke ‘adildan dabit, (3) hadis itu terhindar
kitab-kitab syarah hadis, seperti Sahih dari cacat (‘illah) dan kejanggalan
Muslim bi Syarh an-Nawawi, serta (syuzuz), serta (4) para perawi yang
sumber-sumber atau referensi lainnya terdekat dalam sanad harus
16
yang memuat pembahasan tentang sezaman. Kriteria kesahihan hadis
nikah mut’ah dan hadis mauquf tentang Imam Muslim sebagaimana yang
praktik nikah mut’ah pada masa digambarkan Ibn Hajar al-‘Asqalani ini
sahabat. sesungguhnya sama dengan kriteria
yang dipaparkan Ibn as-Salah di
Kriteria Kesahihan Hadis Menurut atas.Hanya saja Ibn Hajar al-‘Asqalani
Imam Muslim menambahkan satu butir syarat, yakni
Ibn as-Salah, sebagaimana “kesezamanan para perawi yang
dikutip Imam an-Nawawi, terdekat.”Pada hemat penulis, syarat
menyebutkan kriteria kesahihan hadis tersebut telah dicakup oleh syarat
menurut Imam Muslim setelah meneliti “kebersambungan sanad,” karena
berbagai penjelasan Imam Muslim dan “kesezamanan para perawi yang
meneliti SahihMuslim.Ia berkata: terdekat” merupakan indikator
ﺷﺮط ﻣﺴﻠﻢ رﲪﻪ اﷲ ﺗﻌﺎﱃ ﰲ ﺻﺤﻴﺤﻪ أن kebersambungan sanad. Kemudian
kriteria “siqah” yang dikemukakan Ibn
ﻳﻜﻮن اﳊﺪﻳﺚ ﻣﺘﺼﻞ اﻻﺳﻨﺎد ﺑﻨﻘﻞ اﻟﺜﻘﺔ ﻋﻦ as-Salah dijelaskan maksudnya oleh
Ibn Hajar al-‘Asqalani dengan ‘adil
اﻟﺜﻘﺔ ﻣﻦ أوﻟﻪ اﱃ ﻣﻨﺘﻬﺎﻩ ﺳﺎﳌﺎ ﻣﻦ اﻟﺸﺬوذ dan dabit. Berikut ini pemaparan setiap
butir dari kriteria kesahihan hadis
15
واﻟﻌﻠﺔ Imam Muslim tersebut.
Artinya: “Syarat yang ditetapkan
Imam Muslim rah. dalam kitab Sahih- 1. Kebersambungan (Ittisal) Sanad
nya adalah hendaknya hadis yang Istilah ittisal as-sanad
disebutkan memiliki sanad yang menunjukkan kalau kriteria kesahihan
muttasil (bersambung) dengan hadis yang pertama ini hanya terkait
penukilan perawi siqah dari perawi dengan kesahihan sanad. Secara
siqah, mulai dari awal sanad hingga
16
M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan
Sanad Hadis, Telaah Kritis dan Tinjauan
15
Abu Zakariya Muhyi ad-Din Yahya dengan Pendekatan Ilmu Sejarah, (Jakarta:
bin Syarfan-Nawawi, op. cit., Juz1, h. 15 Bulan Bintang, 1988), h.108
26 Jurnal Ulunnuha Vol. 8 No.1/Juni 2019
َوأَ ﱠن َﺷ َﻬ َﺎد َة َﻏ ِْﲑ اﻟْ َﻌ ْﺪ ِل،ﻮل ٍ ﻂ َﻏﻴـﺮ ﻣ ْﻘﺒ ِ sesuatu, dan sempurna
ُ َ ُ ْ ٌ َﺳﺎﻗ
33
hafalannya. Sedangkan secara istilah,
ِاﳋﺒـﺮ وإِ ْن ﻓَﺎر َق ﻣﻌﻨَﺎﻩ ﻣﻌﲎ اﻟﺸﱠﻬﺎدة
َ ْ َ ُ ْ َ َ َ ُ ََْ َو،ٌودة َ َﻣ ْﺮُد
menurut Muhammad‘Ajjajal-Khatib,
ََ dabitialah perawi yang terdapat dalam
ﺎن ِﰲ أ َْﻋﻈَ ِﻢ ِ ﻓَـ َﻘ ْﺪ َﳚﺘَ ِﻤﻌ،ِﺾ اﻟْﻮﺟﻮﻩ
ُ ُ ِ ِﰲ ﺑَـ ْﻌ
dirinya dabt. Sementara dabt
َ ْ maksudnya:
ﻮل ِﻋْﻨ َﺪ ٍ ﺎﺳ ِﻖ َﻏﻴـﺮ ﻣ ْﻘﺒ
ُ َ َْ
ِ إِ ْذ َﻛﺎ َن ﺧﺒـﺮ اﻟْ َﻔ،ﻣﻌﺎﻧِﻴ ِﻬﻤﺎ
ََُ َ َ َ ﺗﻴﻘﻆ اﻟﺮاوي ﺣﲔ ﲢﻤﻠﻪ و ﻓﻬﻤﻪ ﳌﺎ ﲰﻌﻪ و
ودةٌ ِﻋْﻨ َﺪ ِ
َ ﺣﻔﻈﻪ ﻟﺬﻟﻚ ﻣﻦ وﻗﺖ اﻟﺘﺤﻤﻞ اﱃ وﻗﺖ اﻷداء أ َْﻫ ِﻞ اﻟْﻌ ْﻠ ِﻢ َﻛ َﻤﺎ أَ ﱠن َﺷ َﻬ َﺎدﺗَﻪُ َﻣ ْﺮُد
٣٢ ِ ِ ِ
أي أن ﻳﻜﻮن ﺣﺎﻓﻈﺎ ﻋﺎﳌﺎ ﲟﺎ ﻳﺮوﻳﻪ ان ﺣﺪث َﲨﻴﻌﻬ ْﻢ
Artinya: “Maka ayat-ayat yang
telah kami sebutkan ini (Qs. al- ﻣﻦ ﺣﻔﻈﻪ ﻓﺎﳘﺎ ان ﺣﺪث ﻋﻠﻰ اﳌﻌﲎ و ﺣﺎﻓﻈﺎ
Hujurat: 6, Qs. al-Baqarah: 282, dan
Qs. at-Talaq: 2) menunjukkan bahwa
ﻟﻜﺘﺎﺑﻪ ﻣﻦ دﺧﻮل اﻟﺘﺤﺮﻳﻒ أو اﻟﺘﺒﺪﻳﻞ أو
kabar dari orang fasik menjadi gugur ٣٤
اﻟﻨﻘﺺ ﻋﻠﻴﻪ ان ﺣﺪث ﻣﻦ ﻛﺘﺎﺑﻪ
(tidak dapat diterima) dan kesaksian
Artinya: “Keadaan sadar perawi
orang yang tidak ‘adil tertolak. Sebuah
ketika menerima hadis, paham ketika
kabar berita, walaupun maknanya
mendengarnya, dan menghafalnya
memiliki perbedaan dengan makna
sejak saat menerima hadis sampai saat
kesaksian pada beberapa segi, tetapi
menyampaikannya. Artinya, seorang
sebenarnya keduanya memiliki banyak
persamaan makna.Oleh karena itu, perawi harus hafal dan mengerti apa
yang diriwayatkannya, jika ia
kabar berita yang disampaikan
meriwayatkan hadis dari hafalannya,
seorang yang fasik, menurut para ahli
serta memahaminya, jika ia
ilmu, tidak bisa diterima.Demikian
meriwayatkannya secara makna. Selain
juga dengan kesaksiannya yang
itu, perawi harus menjaga tulisannya
dianggap tertolak menurut kebanyakan
dari terjadinya perubahan,
ahli ilmu.”
penggantian, ataupun pengurangan,
27 jika ia meriwayatkannya dari
Ibid.
28
Ibid., Juz 1, h. 28 tulisannya.”
29
Qs. al-Hujurat: 6: Adapun Imam Muslim sendiri,
ﺼﻴﺒُﻮا ِ َﻳﺎ أَﻳﱡـﻬﺎ اﻟﱠ ِﺬﻳﻦ آﻣﻨُﻮا إِ ْن ﺟﺎء ُﻛﻢ ﻓ
ِ ُﺎﺳ ٌﻖ ﺑِﻨَﺒٍﺈ ﻓَـﺘَﺒـﻴﱠـﻨُﻮا أَ ْن ﺗ tidak mengemukakan rumusan dan
َ َ ْ ََ َ َ َ َ
ﻴﻦ ﻣِ ِ َﺼﺒِﺤﻮا َﻋﻠَﻰ ﻣﺎ ﻓَـﻌﻠْﺘُﻢ ﻧ
ﺎد ٍ ِ definisi dabit secara tegas.Hanya saja,
َ ْ َ َ ُ ْ ُ َ َ ﻗَـ ْﻮًﻣﺎ
ﺘ ـَﻓ َﺔﻟ ﺎﻬﺠ ﺑ
30
Qs. al-Baqarah: 282: Imam Muslim, dalam mukadimah
ﱡﻬ َﺪاء ِ َ ِﻣ ﱠﻤﻦ ﺗَـﺮ Sahih-nya, mengklasifikasikan perawi
َ ﺿ ْﻮ َن ﻣ َﻦ اﻟﺸ ْ ْ
31
Qs. at-Talaq: 2: menjadi tiga kategori berdasarkan
َوأَ ْﺷ ِﻬ ُﺪوا ذَ َو ْي َﻋ ْﺪ ٍل ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ
32 33
Muslim binal-Hajjaj Abu al-Hasan al- Luwis Ma’luf al-Yusu’i,op. cit., h. 445
34
Qusyairian-Naisaburi,op. cit., Juz 1, h. 8 Muhammad‘Ajjajal-Khatib, loc. cit.
Muhammad Fauzan ‘Azhima, dkk. Studi Hadis Muslim... 29
siqah– tidak siqah -nya perawi b. Perawi yang tidak disifati dengan
tersebut.Sebagaimana yang telah al-hifz (kuat hafalan) dan al-itqan
penulis singgung pada uraian yang (kokoh atau sempurna dalam
terdahulu, istilah siqah digunakan penukilan hadis) seperti al-hifz dan
ulama untuk menyebut perawi yang al-itqan pada jenis perawi kategori
telah terkumpul dalam dirinya sifat pertama. Sekalipun derajat mereka
‘adil dan dabit. Adapun tiga kategori berada di bawah derajat perawi
perawi perspektif Imam Muslim kategori pertama, namun mereka
tersebut, yaitu: adalah perawi yang terpelihara,
a. Para perawi yang istiqamah dalam jujur (dapat dipercaya), serta
periwayatan hadis dan itqan (kokoh memiliki kompetensi keilmuan
atau sempurna) dalam penukilan 37
hadis Merujuk pada pernyataan
hadis.Tidak ditemukan dalam
Imam Muslim tersebut, derajat
periwayatan mereka unsur
perawi kategori kedua ini berada di
kontroversial yang keras dan unsur
35 bawah derajat perawi kategori
campuran yang buruk. Imam an- pertama, dalam arti kekuatan
Nawawi, dalam kitab syarahnya hafalannya tidak seunggul dan
terhadap Sahih Muslim, sesempurna perawi kategori
menjelaskan bahwa unsur pertama. Berdasarkan penjelasan
kontroversial maksudnya Imam Muslim ini, dapat dikatakan
pertentangan riwayat perawi bahwa perbedaan perawi kategori
dengan riwayat perawi lain yang kedua dengan kategori pertama
telah terbukti siqah. Sementara tidak terletak pada ke-‘adalah-
unsur campuran, maksudnya unsur annya. Akan tetapi, perbedaan
luar yang bukan bagian dari suatu tersebut terletak pada kriteria dabit.
riwayat yang masuk dan tercampur Dalam arti, derajat ke-dabit-an
ke dalam riwayat tersebut. Lebih (dalam hal ini ditandai dengan
lanjut Imam an-Nawawi kekuatan hafalan) perawi kategori
menuturkan bahwa riwayat perawi pertama berada di atas derajat ke-
kategori pertama tersebut tidak dabit-an perawi kategori kedua.
disyaratkan benar-benar tidak Berdasarkan hal ini juga, dapat
pernah mengandung unsur dinyatakan bahwa Imam Muslim
kontroversial dan unsur campuran juga menilai taraf ke-dabit-an para
sama sekali. Akan tetapi, hanya perawi hadis itu bertingkat-tingkat.
disyaratkan riwayat mereka jarang c. Para perawi yang menurut para ahli
mengandung unsur kontroversial hadis atau menurut kebanyakan ahli
36 hadis masih berstatus tidak jelas
dan unsur campuran tersebut.
35
Muslim binal-Hajjaj Abu al-Hasan al- tidak dabit, umumnya atau kebanyakannya,
Qusyairian-Naisaburi,op. cit., Juz 1, h. 4 ditolak oleh Imam Muslim.Adapun dalam
36
Abu Zakariya Muhyi ad-Din Yahya konteks khusus yang sifatnya kasuistik, Imam
bin Syarfan-Nawawi,op. cit., Juz 1, h. 82. Muslim menerima riwayat perawi yang
Penolakan Imam Muslim terhadap riwayat tidakdabitdengan syarat riwayat tersebut
perawi yang rusak ke-dabit-annya (perawi yang didukung oleh riwayat perawisiqah.Lihat: Ibid.,
tidak dabit), sebagaimana yang dijelaskan Juz 1, h. 38 dan 47.
37
Imam an-Nawawi ini, mesti dipahami dalam Muslim binal-Hajjaj Abu al-Hasan al-
konteks umum.Artinya, riwayat perawi yang Qusyairian-Naisaburi,op. cit., Juz 1, h. 5
30 Jurnal Ulunnuha Vol. 8 No.1/Juni 2019
Syafi’i di atas yang juga diamini Imam Syuzuz tersebut dapat terjadi pada
Muslim dikembangkan oleh sebagian sanad dan atau matan.47Oleh karena itu,
ulama yang mengikuti konsep kriteria keterhindaran hadis dari syuzuz
tersebut.Pengembangan atau perluasan diaplikasikan pada sanad dan matan.
konsep hadis syaz oleh sebagian ulama Hal ini berbeda dengan tiga kriteria
itu terlihat pada definisi hadis syaz kesahihan hadis sebelumnya
yang dikemukakannya.Mahmudat- (kebersambungan sanad, ke-‘adalah-an
Tahhan dan Muhammad‘Ajjajal-Khatib para perawi, dan ke-dabit-an para
misalnya, mereka mengatakan bahwa perawi) yang hanya diterapkan pada
hadis syaz adalah hadis yang sanad.
diriwayatkan oleh perawi yang Pada hadis yang sanadnya
maqbul(diterima) atau siqah yang mengalami syuzuz, pertentangan antara
menyelisihi hadis yang diriwayatkan sanad syaz dengan sanad mahfuz
oleh perawi yang lebih utama atau terletak pada format sanad.Adapun
lebih kuat, baik karena lebih dabit, syuzuzpada matan, pertentangan antara
lebih banyak jumlah perawinya, atau matan syaz dengan matan mahfuz
karena pertimbangan lainnya.46 terletak pada format matan dan atau
Mencermati definisi tersebut, substansi matan.48
dapat dilihat kalau Mahmudat-Tahhan
dan Muhammad‘Ajjajal-Khatib tidak 5. Hadis Terhindar dari ‘Illah
hanya menjadikan jumlah perawi siqah Selain empat kriteria yang telah
yang lebih banyak sebagai penyebab dibahas di atas, mayoritas ulama
keunggulan hadis mahfuz (lawan hadis (termasuk Imam Muslim) juga
syaz) atas hadis syaz, sebagaimana menjadikan keterhindaran hadis dari
yang dikemukakan Imam asy-Syafi’i ‘illah sebagai kriteria kesahihan
dan diikuti Imam Muslim.Akan tetapi, hadis.49Secara etimologi, kata ‘illah
mereka juga menjadikan status lebih berarti al-marad (penyakit). Kata ‘illah
siqah-nya perawi (dalam arti lebih tersebut berbentuk masdar yang
dabit atau lebih kuat hafalan) sebagai terambil dari kata ﻋﻞ –ﻳﻌﻞ.50Sementara
penyebab keunggulan hadis mahfuz dalam terminologi ilmu hadis, ‘illah
atas hadis syaz.
Berdasarkan pengembangan 47
Buchari, op. cit., h. 216
konsep hadis syaz di atas, dapat 48
Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadis,
disimpulkan bahwa syuzuz adalah Versus Muhaddisin dan Fuqaha, (Yogyakarta:
tafarrud atau kesendirian seorang Kalimedia, 2016), h. 107. Lihat juga:
perawi siqah dalam meriwayatkan Muhibbin, “Kajian Kritis Atas Kriteria
suatu hadis yang hadisnya tersebut juga Kesahihan Hadis-Hadis Al-Jami’ Al-Shahih,”
Autentisitas dan Otoritas Hadis Dalam
mukhalafah atau menyelisihi Khazanah Keilmuan dan Tradisi Islam,
(bertentangan dengan) hadis banyak (Yogyakarta: Majelis Tarjih dan
perawi siqah lainnya atau bertentangan Pengembangan Pemikiran Islam dan LPPI
dengan hadis perawi yang lebih siqah UMY, 2004), h. 48
49
(dalam arti lebih dabit). Jalal ad-Din ‘Abd ar-Rahman bin Abi
Bakr as-Suyuti, Tadrib ar-Rawi fi Syarh Taqrib
an-Nawawi, (Madinah: al-Maktabah al-
‘Ilmiyyah, 1972), h. 63. Lihat juga: Abu
Zakariya Muhyi ad-Din Yahya bin Syarfan-
46
Mahmudat-Tahhan, loc. cit. Lihat Nawawi,op. cit., Juz 1, h. 15
50
juga: Muhammad‘Ajjajal-Khatib, loc. cit. Luwis Ma’lufal-Yusu’i,op. cit., h. 523
32 Jurnal Ulunnuha Vol. 8 No.1/Juni 2019
ﻓَـﻠَ ْﻦ أُوﺗَﻰ ﺑَِﺮ ُﺟ ٍﻞ ﻧَ َﻜ َﺢ ْاﻣَﺮأًَة إِ َﱃ،ﱢﺴ ِﺎء ِِ tersebut pasca keluarnya larangan
َ َﻫﺬﻩ اﻟﻨ ‘Umar. Penting juga dicatat, redaksi
٥٨ ِ
ﺎﳊِ َﺠ َﺎرةْ ِ إِﱠﻻ َرﲨَْﺘُﻪُ ﺑ،َﺟ ٍﻞَأ
matan yang kedua ini juga memberikan
tambahan informasi bahwa mut’ah
yang masih terus dipraktikkan sahabat
sepeninggal Rasulullah saw. hingga
Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, (Beirut: Dar al-
Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003), Juz 7, h. 388 kemudian Khalifah ‘Umar
57
Redaksi matan yang kedua ini beserta melarangnya tersebut bukan hanya
jalur sanadnya, dalam Sahih Muslim terletak nikah mut’ah, tetapi juga mut’ah haji
pada dua tempat, yakni pada kitab an-Nikah,
babNikah al-Mut’ahwa Bayan Annahu Ubiha
summa Nusikha summa Ubiha summa Nusikha
wa Istaqarra Tahrimuhu ila Yaum al-Qiyamah
dan kitab al-Hajj, bab at-Taqsir fi al-‘Umrah. diriwayatkan juga oleh Imam al- Baihaqi dalam
Lihat: Ibid., Juz 2, h. 1023 dan Juz 2, h. 914. Sunan al-Kubra-nya dengan sanad yang
58
Ibid.,Juz 2, h. 885. Redaksi matan berbeda. Lihat: Ahmad bin al-Husain bin ‘Ali
yang mirip dengan redaksi matan ini al-Baihaqi, op. cit., Juz 5, h. 31
34 Jurnal Ulunnuha Vol. 8 No.1/Juni 2019