Anda di halaman 1dari 26

STUDI HADIS MUSLIM

(KASUS HADIS MAUQUFTENTANG PRAKTIK NIKAH


MUT’AH PADA MASA SAHABAT)
Muhammad Fauzhan ’Azima, Edi Safri, Zulfikri
UIN Imam Bonjol Padang
E-mail: fauzanjambak@gmail.com

Abstrak
Sebagai hadis yang bersumber dari sahabat, hadis mauquf tidak selalu seirama
dengan hadis Nabi (hadis marfu’). Terkadang muatan hadis mauquf terlihat
bertentangan dengan matan hadis marfu’. Pada bab nikah mut’ah misalnya,
ditemukan hadis mauqufyang menginformasikan terjadinya praktik nikah mut’ah
pada masa sahabat (pasca wafatnya Rasulullah). Informasi ini terlihat tidak sejalan
dengan hadis marfu’ yang justru memuat pengharaman abadi nikah mut’ah oleh
Rasulullah. Dua hadis ini sama-sama termaktub dalam Sahih Muslim(salah satu
kitab kompilasi hadis yang diklaim penyusunnya hanya memuat hadis sahih),
sehingga penelitian terhadap hadis tersebut sekaligus menjadi batu ujian bagi
konsistensi Imam Muslim (penyusun Sahih Muslim) dalam menerapkan kriteria
kesahihan hadisnya. Berangkat dari latar belakang masalah ini, penulis tertarik
meneliti kualitas hadis mauquftentang praktik nikah mut’ah pada masa sahabat serta
konsistensi Imam Muslim dalam menerapkan kriteria kesahihan hadisnya terhadap
hadis mauquf yang secara lahir terlihat menyalahi hadis marfu’ tersebut. Adapun
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hadis mauquf tentang praktik nikah mut’ah
pada masa sahabat dalam Sahih Muslimberkualitas maqbul (sanadnya berstatus
hasan li gairih dan matannya bernilai sahih). Kualitas maqbul hadis mauquf tentang
praktik nikah mut’ah pada masa sahabat ini menjadi indikasi konsistensi Imam
Muslim dalam menerapkan kriteria kesahihan hadisnya terhadap hadis mauquf
tersebut.

Keywords: Hadis Muslim, Mauquf, Nikah Mut’ah, Sahabat

Pendahuluan di samping al-Qur’an.Dalam


Hadis marfu’1 atau yang secara kedudukannya sebagai sumber hukum
umum dimutlakkan dengan istilah Islam di samping al-Qur’an tersebut,
hadis2 merupakan sumber hukum Islam hadis berfungsi sebagai bayan ta’kid
terhadap petunjuk al-Qur’an yang
1
bersifat rinci.Artinya, hadis berfungsi
Secara terminologi, hadis marfu’ menguatkan atau menggarisbawahi
adalah segala sesuatu yang dinisbatkan kepada
Nabi Muhammadsaw., baik berupa perkataan, kembali informasi yang terdapat di
perbuatan, taqrir, dan sifat. Lihat: Mahmud at- dalam al-Qur’an.Sedangkan terhadap
Tahhan, Taisir Mustalah al-Hadis, (Jeddah:
Haramain, tt.), h. 128-129
2
Jika istilah hadis disebut secara mutlak, Muhammad‘Ajjaj al-Khatib,Usul al-Hadis,
maka yang dimaksud adalah segala sesuatu ‘Ulumuhu wa Mustalahuh, (Beirut: Dar al-Fikr,
yang disandarkan kepada Nabi saw. Lihat: 1989), h. 28

21
22 Jurnal Ulunnuha Vol. 8 No.1/Juni 2019

petunjuk al-Qur’an yang bersifat Khattab.7Persoalan muncul ketika


global, hadis berperan memperjelas, informasi yang dikandung hadis
merinci, bahkan membatasi pengertian mauquf tidak sejalan dengan informasi
lahir dari ayat-ayat al-Qur’an. Fungsi yang terdapat dalam hadis marfu’. Pada
yang kedua ini dikenal dengan istilah kasus nikah mut’ah8 misalnya,
bayan tafsir.3Selain itu, hadis juga ditemukan hadis mauquf dari Jabir
berfungsi sebagai bayan tasyri’, yakni bin‘Abd Allah yang diriwayatkan
menetapkan suatu hukum yang tidak Imam Muslim dalam kitab Sahih-nya
ditetapkan oleh al-Qur’an.4 sebagai berikut:
،‫ﱠاق‬ ِ ‫ ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻋﺒ ُﺪ اﻟﱠﺮز‬،‫اﳊ ْﻠﻮِاﱐﱡ‬ ْ ‫وﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ‬
َ ُْ ‫اﳊَ َﺴ ُﻦ‬
Selain hadis marfu', dalam
diskursus ilmu hadis dikenal juga َْ َ َ
istilah hadis mauquf.Hadis mauquf ‫ ﻗَ ِﺪ َم َﺟﺎﺑُِﺮ‬:ٌ‫ﺎل َﻋﻄَﺎء‬ َ َ‫ ﻗ‬:‫ﺎل‬ َ َ‫ ﻗ‬،‫َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ اﺑْ ُﻦ ُﺟَﺮﻳْ ٍﺞ‬ْ‫أ‬
yang menjadi term untuk hadis yang
ِِ ِ ِ ِ ِ
disandarkan kepada sahabat5 juga ُ‫ ﻓَ َﺴﺄَﻟَﻪ‬،‫ ﻓَﺠْﺌـﻨَﺎﻩُ ِﰲ َﻣْﻨ ِﺰﻟﻪ‬،‫ﺑْ ُﻦ َﻋْﺒﺪ اﷲ ُﻣ ْﻌﺘَﻤًﺮا‬
memiliki peranan penting dalam
hukum Islam. Urgensi hadis mauquf ،‫ »ﻧـَ َﻌ ْﻢ‬:‫ﺎل‬َ ‫ ﻓَـ َﻘ‬،َ‫ ﰒُﱠ ذَ َﻛ ُﺮوا اﻟْ ُﻤْﺘـ َﻌﺔ‬،َ‫اﻟْ َﻘ ْﻮُم َﻋ ْﻦ أَ ْﺷﻴَﺎء‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬ ِ ِ ِ
َ ‫اﺳﺘَ ْﻤﺘَـ ْﻌﻨَﺎ َﻋﻠَﻰ َﻋ ْﻬﺪ َر ُﺳﻮل اﷲ‬
atau sunnah sahabat dalam hukum
Islam tersebut sejalan dengan ْ
keutamaan generasi sahabat dan
٩
«‫ َوﻋُ َﻤَﺮ‬،‫ َوأَِﰊ ﺑَ ْﻜ ٍﺮ‬،‫َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬
peranannya dalam pembentukan Artinya: “Al-Hasan al-Hulwani
6
hukum Islam. telah menceritakan kepada kami, ‘Abd
Mengamini uraian di atas, ar-Razzaq telah menceritakan kepada
khazanah fikih juga memuat hukum kami, Ibn Juraij telah mengabarkan
Islam dan atau praktik ibadah yang kepada kami, ia berkata: ‘Ata’ berkata:
berdasar pada hadis mauquf.Misalnya Jabir bin ‘Abd Allah pulang dari
perihal tidak wajibnya melakukan menunaikan ‘umrah, lalu kami
sujud tilawah yang didasarkan pada mendatanginya di rumahnya. Beberapa
hadis mauquf dari ‘Umar binal- orang bertanya kepadanya tentang
3
beberapa hal.Mereka kemudian
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-
Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
memperbincangkan nikah mut’ah.
Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, Kemudian Jabir berkata: Ya, kami
2009), h. 189 pernah melakukan nikah mut’ah pada
4
Muhammad Muhammad Abu Zahw, masa Rasulullah saw.,Abu Bakr, dan
al-Hadiswa al-Muhaddisun, (Kairo: Dar Fikr ‘Umar” (H.R. Muslim).
al-‘Arabi, tt.), h. 39. Lihat juga: M. Syuhudi
Ismail, Pengantar Ilmu Hadis, (Bandung:
Hadismauquf yang bersumber
Penerbit Angkasa, 1987), h. 58 dari Jabir bin‘Abd Allahtersebut secara
5
Muhammad‘Ajjaj al-Khatib,op. cit., h. sarih menyebutkan kalau sebagian
380. Lihat juga: Buchari, Kaidah Keshahihan
Matn Hadits, (Padang: Penerbit Azka, 2004), h.
7
23 Lihat: Muhammad bin Isma’il Abu
6
Para sahabat banyak berperan dalam ‘Abd Allahal-Bukhari,op. cit., Juz 2, h. 42
8
pembentukan hukum Islam (fikih).Keputusan- Nikah mut’ah adalah pernikahan yang
keputusan hukum yang lahir dari ijtihad dibatasi dengan jangka waktu tertentu. Lihat:
mereka meliputi berbagai aspek masalah fikih. Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa
Lihat: Zulkarnaini, Kehujahan Qaul Sahabi Adillatuhu, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1985), Juz
(Kajian Terhadap Pemikiran Ushul Fikih dan 7, h. 118
9
Fikih Al-Syaukani), (Jakarta: The Minangkabau Muslim binal-Hajjaj Abual-Hasan al-
Foundation, 2001), h. 113 Qusyairi an-Naisaburi,op. cit., Juz 2, h. 1023
Muhammad Fauzan ‘Azhima, dkk. Studi Hadis Muslim... 23

sahabat masih mempraktikkan nikah mempunyai sesuatu (hak) terhadap


mut’ah pada masa Abu Bakr dan kaum wanita, maka hendaklah ia
sebagian masa ‘Umar binal-Khattab. melapangkan jalannya
Praktik nikah mut’ah tersebut terus (menceraikannya), dan janganlah
berlangsung hingga kemudian ‘Umar kalian mengambil sesuatu dari apa
binal-Khattab melarangnya.Informasi yang telah kalian berikan kepada
hadis mauquf ini terlihat menyalahi mereka”(H.R. Muslim).
hadis marfu’yang memuat pelarangan Hadis di atas mengisyaratkan
nikah mut’ah secara tegas oleh Nabi kalau nikah mut’ah pernah dibolehkan
saw. setelah sebelumnya dibolehkan. pada awal-awal perkembangan
Hadis marfu’ yang penulis maksud Islam.Kebolehan tersebut kemudian di-
tersebut juga terdapat dalam Sahih nasakh dengan pelarangan yang
Muslim, sebagai berikut: menegaskan kalau nikah mut’ah telah
،‫ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أَِﰊ‬،‫اﷲ ﺑْ ِﻦ ُﳕٍَْﲑ‬ ِ ‫ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﳏ ﱠﻤ ُﺪ ﺑﻦ ﻋﺒ ِﺪ‬ diharamkan sampai hari
َْ ُ ْ َ َ 11
kiamat. Idealnya, ketika Nabi saw.
ُ ِ‫ َﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ اﻟﱠﺮﺑ‬،‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟْ َﻌ ِﺰﻳ ِﺰ ﺑْ ُﻦ ُﻋ َﻤَﺮ‬
‫ﻴﻊ ﺑْ ُﻦ‬ telah mengumumkan keharaman nikah
mut’ah sebagai nasakh terhadap
‫ﻮل‬ِ ‫ أَﻧﱠﻪ َﻛﺎ َن ﻣﻊ رﺳ‬،‫ ﺣ ﱠﺪﺛَﻪ‬،‫ أَ ﱠن أَﺑﺎﻩ‬،‫ﲏ‬ ‫َﺳْﺒـَﺮةَ ا ْﳉُ َﻬ ِ ﱡ‬
َُ ََ ُ ُ َ َُ kebolehan nikah mut’ah yang telah
َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻓَـ َﻘ‬ ِ ditetapkan sebelumnya, sahabat
ُ ‫ »ﻳَﺎ أَﻳـﱡ َﻬﺎ اﻟﻨ‬:‫ﺎل‬
،‫ﱠﺎس‬ َ ‫اﷲ‬ menghentikan praktik nikah mut’ah
‫ﺖ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ِﰲ ِاﻻ ْﺳﺘِ ْﻤﺘَ ِﺎع ِﻣ َﻦ‬ ِ ‫إِ ﱢﱐ ﻗَ ْﺪ ُﻛْﻨ‬
ُ ْ‫ﺖ أَذﻧ‬
tersebut. Akan tetapi,hadis mauquf dari
ُ Jabir bin‘Abd Allah di atas
ِ،‫ﻚ إِ َﱃ ﻳـﻮِم اﻟْ ِﻘﻴﺎﻣﺔ‬ ِ‫ وإِ ﱠن اﷲ ﻗَ ْﺪ ﺣﱠﺮم َذﻟ‬،‫اﻟﻨﱢﺴ ِﺎء‬
َ ََ َ َ َ
َ َ َْ menginformasikan kalau sebagian

‫ َوَﻻ‬،ُ‫ﻓَ َﻤ ْﻦ َﻛﺎ َن ِﻋْﻨ َﺪﻩُ ِﻣْﻨـ ُﻬ ﱠﻦ َﺷ ْﻲءٌ ﻓَـ ْﻠﻴُ َﺨ ﱢﻞ َﺳﺒِﻴﻠَﻪ‬


sahabat masih melakukan nikah mut’ah
pada masa Abu Bakr dan sebagian
ِ
«‫ﻮﻫ ﱠﻦ َﺷْﻴﺌًﺎ‬ ُ ‫ﺗَﺄْ ُﺧ ُﺬوا ﳑﱠﺎ آﺗَـْﻴﺘُ ُﻤ‬
١٠ masa ‘Umar binal-Khattab. Artinya,
nikah mut’ah masih terus terjadi di
Artinya: “Muhammad bin ‘Abd kalangan sahabat setelah Nabi saw.
Allah bin Numair telah menceritakan menyatakan keharamannya. Hal ini
kepada kami, ayahku telah mengindikasikan ketidaksejalanan
menceritakan kepada kami, ‘Abd al- antara informasi yang dimuat hadis
‘Aziz bin ‘Umar telah menceritakan mauquf (dalam hal ini hadis Jabir bin
kepada kami, ar-Rabi’ bin Sabrah al- ‘Abd Allah) dengan hadis marfu’ yang
Juhani telah menceritakan kepadaku, menyebutkan pengharaman nikah
bahwa ayahnya telah menceritakan mut’ah.
kepadanya, bahwa ia pernah bersama Sebagaimana yang telah penulis
Rasulullah saw, kemudian Rasulullah sebut di atas, dua hadis tentang nikah
saw. bersabda: Wahai manusia, mut’ah yang lahirnya terlihat tidak
sesungguhnya aku dahulu pernah sejalan ini (hadis mauquf dari Jabir bin
mengizinkan kalian untuk menikahi ‘Abd Allah dan hadis marfu’
kaum wanita secara mut’ah, dan dariSabrah al-Juhani) sama-sama
sesungguhnya Allah benar-benar telah termaktub dalam Sahih Muslim. Hal ini
mengharamkan hal itu sampai hari juga berarti Imam Muslim
kiamat. Maka siapa yang masih
11
Abu Zakariya Muhyi ad-Din Yahya
10
Ibid., Juz 2, h. 1025 bin Syarf an-Nawawi,op. cit., Jilid 9, h. 186
24 Jurnal Ulunnuha Vol. 8 No.1/Juni 2019

mensahihkan kedua hadis tersebut, hadisnya pada hadis-hadis tentang


sebab Imam Muslim sendiri nikah mut’ah tersebut.
menyatakan bahwa kitab Sahih-nya Berdasarkan uraiandi atas,
hanya memuat hadis yang telah penulis tertarik untuk meneliti lebih
dinilainya sahih.12 lanjut kualitas hadis mauquftentang
Pensahihan Imam Muslim praktik nikah mut’ah pada masa
terhadap dua hadis tentang nikah sahabat yang secara lahir terlihat
mut’ah tersebut terlihat tidak sesuai menyalahi hadis marfu’ dan konsistensi
dengan salah satu kriteria kesahihan Imam Muslim dalam menerapkan
hadis versi Imam Muslim, yakni kriteria kesahihan hadisnya terhadap
terhindarnya hadis dari syuzuz13 yang hadis mauquf tersebut.
menutup kemungkinan adanya dua
hadis sahih yang saling Metodologi Penelitian
bertentangan.Jika ada dua hadis yang Penelitian ini merupakan
diriwayatkan para perawi yang siqah penelitian kepustakaan (library
yang bertentangan atau tidak sejalan, research) yang membatasi kegiatannya
maka salah satunya mesti dihukumi hanya pada bahan-bahan koleksi
sebagai hadis syaz yang berarti da’if, perpustakaan dan studi dokumen
dan yang lainnya sebagai hadis mahfuz saja.Adapun hadis-hadismauquf
(sahih).Sementara pada kasus dua hadis tentang praktik nikah mut’ah pada
tentang nikah mut’ah (hadis mauquf masa sahabat yang diteliti penulis
dan hadis marfu’) yang lahirnya terlihat ambil dari kitabSahih Muslim, sebagai
tidak sejalan(bertentangan)di atas, sumber primer penelitian ini.Kemudian
Imam Muslim justru mensahihkan untuk meneliti kualitas hadis (kritik
kedua hadis tersebut.Inilah yang sanad), penulis merujuk ke kitab-kitab
penulis asumsikan sebagai pensahihan rijal hadis. Pada kritik sanad tersebut,
yang tidak sesuai dengan kriteria ketika penulis menemukan ta’arud
terhindarnya hadis dari syuzuz, atau (pertentangan) antara jarh dan ta’dil
dengan kata lain Imam Muslim seolah pada seorang perawi, penulis
terlihat tidak konsisten ketika menyelesaikannya dengan
menerapkan kriteria kesahihan menggunakan metode yang
dirumuskan mayoritas ulama hadis,
yakni:
12
Imam Muslim, sebagaimana dikutip
Ibn as-Salah, mengatakan, “Tidak setiap hadis ‫اذا اﺟﺘﻤﻊ ﰲ ﺷﺨﺺ ﺟﺮح و ﺗﻌﺪﻳﻞ ﻓﺎﳉﺮح‬
yang menurut saya berkualitas sahih, saya
letakkan di dalam kitab ini (Sahih Muslim). ‫ﻣﻘﺪم ﻷن اﳌﻌﺪل ﳜﱪ ﻋﻤﺎ ﻇﻬﺮ ﻣﻦ ﺣﺎﻟﻪ و‬
‫ اﳉﺮح‬.‫اﳉﺎرح ﳜﱪ ﻋﻦ ﺑﺎﻃﻦ ﺧﻔﻲ ﻋﻠﻰ اﳌﻌﺪل‬
Hadis yang saya letakkan di dalam kitab ini
(Sahih Muslim) hanya hadis-hadis yang
kesahihannya telah disepakati.” Lihat: Abu
‘Amr ‘Usman bin‘Abd ar-Rahman asy-
١٤
‫أي ﻣﺒﲔ اﻟﺴﺒﺐ أو اﳌﻔﺴﺮ‬
Syahrazuri, Muqaddimah Ibn as-Salahfi ‘Ulum
Artinya: “Apabila berkumpul
al-Hadis, (Beirut: Dar Kutub al-‘Ilmiyyah,
1995), h. 22 pada seorang perawi jarh dan ta’dil
13
Syuzuz adalah: maka jarh didahulukan karena
‫ﻣﺨﺎﻟﻔﺔ اﻟﺜﻘﺔ ﻟﻤﻦ ﻫﻮ‬ mu’addil (pen- ta’dil) mengabarkan
Artinya: “Pertentangan antara (riwayat)
perawi yang siqah dengan (riwayat) perawi
14
yang lebih siqah.” Lihat: Ibid., h. 16 Ibid., h. 87
Muhammad Fauzan ‘Azhima, dkk. Studi Hadis Muslim... 25

apa yang terlihat (zahir) pada keadaan akhirnya, serta hadis tersebut
seorang perawi, sementara al-jarih terhindar dari syuzuz dan ‘illah.”
(pen-tajrih) mengabarkan apa yang Sementara Ibn Hajar al-
tidak terlihat (batin) pada keadaan ‘Asqalani, sebagaimana dikutip M.
seorang perawi yang tersembunyi bagi Syuhudi Ismail, menyebutkan bahwa
mu’addil. Adapun jarh yang dimaksud kriteria kesahihan hadis menurut Imam
adalah jarh yang dijelaskan sebab- Muslim adalah: (1) rangkaian perawi
sebabnya atau jarh yang mufassar dalam sanad hadis itu harus
(terperinci).” bersambung mulai dari perawi pertama
Adapun untuk mengetahui sampai perawi terakhir, (2) para perawi
pemahaman ulama terhadap hadis dalam sanad hadis itu haruslah orang-
mauquf tentang praktik nikah mut’ah orang yang dikenal siqah, dalam arti
pada masa sahabat, penulis merujuk ke ‘adildan dabit, (3) hadis itu terhindar
kitab-kitab syarah hadis, seperti Sahih dari cacat (‘illah) dan kejanggalan
Muslim bi Syarh an-Nawawi, serta (syuzuz), serta (4) para perawi yang
sumber-sumber atau referensi lainnya terdekat dalam sanad harus
16
yang memuat pembahasan tentang sezaman. Kriteria kesahihan hadis
nikah mut’ah dan hadis mauquf tentang Imam Muslim sebagaimana yang
praktik nikah mut’ah pada masa digambarkan Ibn Hajar al-‘Asqalani ini
sahabat. sesungguhnya sama dengan kriteria
yang dipaparkan Ibn as-Salah di
Kriteria Kesahihan Hadis Menurut atas.Hanya saja Ibn Hajar al-‘Asqalani
Imam Muslim menambahkan satu butir syarat, yakni
Ibn as-Salah, sebagaimana “kesezamanan para perawi yang
dikutip Imam an-Nawawi, terdekat.”Pada hemat penulis, syarat
menyebutkan kriteria kesahihan hadis tersebut telah dicakup oleh syarat
menurut Imam Muslim setelah meneliti “kebersambungan sanad,” karena
berbagai penjelasan Imam Muslim dan “kesezamanan para perawi yang
meneliti SahihMuslim.Ia berkata: terdekat” merupakan indikator
‫ﺷﺮط ﻣﺴﻠﻢ رﲪﻪ اﷲ ﺗﻌﺎﱃ ﰲ ﺻﺤﻴﺤﻪ أن‬ kebersambungan sanad. Kemudian
kriteria “siqah” yang dikemukakan Ibn
‫ﻳﻜﻮن اﳊﺪﻳﺚ ﻣﺘﺼﻞ اﻻﺳﻨﺎد ﺑﻨﻘﻞ اﻟﺜﻘﺔ ﻋﻦ‬ as-Salah dijelaskan maksudnya oleh
Ibn Hajar al-‘Asqalani dengan ‘adil
‫اﻟﺜﻘﺔ ﻣﻦ أوﻟﻪ اﱃ ﻣﻨﺘﻬﺎﻩ ﺳﺎﳌﺎ ﻣﻦ اﻟﺸﺬوذ‬ dan dabit. Berikut ini pemaparan setiap
butir dari kriteria kesahihan hadis
15
‫واﻟﻌﻠﺔ‬ Imam Muslim tersebut.
Artinya: “Syarat yang ditetapkan
Imam Muslim rah. dalam kitab Sahih- 1. Kebersambungan (Ittisal) Sanad
nya adalah hendaknya hadis yang Istilah ittisal as-sanad
disebutkan memiliki sanad yang menunjukkan kalau kriteria kesahihan
muttasil (bersambung) dengan hadis yang pertama ini hanya terkait
penukilan perawi siqah dari perawi dengan kesahihan sanad. Secara
siqah, mulai dari awal sanad hingga
16
M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan
Sanad Hadis, Telaah Kritis dan Tinjauan
15
Abu Zakariya Muhyi ad-Din Yahya dengan Pendekatan Ilmu Sejarah, (Jakarta:
bin Syarfan-Nawawi, op. cit., Juz1, h. 15 Bulan Bintang, 1988), h.108
26 Jurnal Ulunnuha Vol. 8 No.1/Juni 2019

bahasa, kata ittisal berarti bersambung bahwa kriteria kebersambungan sanad


atau berhubungan yang sempurna, terkait dengan keriteria kesahihan hadis
mulai dari awal hingga yang kedua dan ketiga (yakni kriteria
17
akhirnya. Adapun secara istilah, ke-‘adalah -an dan ke-dabit-an para
maksud ittisal as-sanad atau perawi). Dikatakan demikian, karena
kebersambungan sanad adalah bahwa ketidakbersambungan suatu sanad
setiap perawi hadis yang bersangkutan mengindikasikan kemungkinan
benar-benar menerima hadis tersebut terlibatnya perawi yang tidak ‘adil dan
dari perawi yang berada di atasnya dan atau tidak dabit dalam periwayatan
begitu selanjutnya sampai kepada matan suatu hadis, sehingga hadis
pembawa yang pertama.18 Jadi, tersebut menjadi tidak sahih.Perawi
keadaan yang demikian mesti terjadi yang gugur (tidak disebutkan namanya
dan dapat dibuktikan dari sejak perawi dalam sanad) tersebut boleh jadi
terakhir yang mencatat dan sengaja digugurkan untuk menutupi
mengkodifikasikan hadis tersebut, cacatnya dan boleh jadi digugurkan
seperti Imam Muslim, sampai kepada secara tidak sengaja.
perawi pertama, yakni generasi sahabat Menurut Imam Muslim, suatu
yang menerima hadis tersebut langsung sanad baru bisa disebut ittisal
dari Nabi saw. (bersambung) apabila setiap perawi
Kriteria ittisal as-sanad atau dalam rangkaian sanad tersebut terbukti
kebersambungan sanad ini juga sezaman (al-mu’asarah) dengan perawi
bermakna bahwa matan suatu hadis yang terdekat dengannya (guru dan
tidak melalui perantaraan tangan orang muridnya). Untuk membuktikan
lain yang bukan termasuk dalam kebersambungan suatu sanad tersebut,
rangkaian perawi yang disebutkan di Imam Muslim tidak mengharuskan
dalam sanad.19 Jika periwayatan matan ditemukannya bukti atau catatan
suatu hadis melalui orang lain yang sejarah tentang pertemuan (al-liqa’)
tidak termasuk perawi yang disebutkan perawi dengan guru dan muridnya.
dalam sanad, maka sanad hadis tersebut Dengan kata lain, pertemuan antara
menjadi tidak sahih. Sebab, boleh jadi perawi dengan guru dan muridnya
perawi yang namanya tidak disebutkan tersebut tidak harus dibuktikan. Bagi
dalam rangkaian sanad itu adalah Imam Muslim, yang penting ialah
seorang yang tidak ‘adil dan atau tidak adanya kemungkinan bertemu antara
dabit, sehingga riwayat hadis tersebut perawi dengan guru dan muridnya yang
menjadi tertolak (tidak sahih).20 ditandai dengan kesezamanan di antara
Berdasarkan hal ini, dapat dikatakan mereka.21
Adapun argumen Imam Muslim
17
Luwis Ma’luf al-Yusu’i, al-Munjid terkait kriterianya yang menjadikan al-
fial-Lugah wa al-A’lam, (Beirut:Daral- mu’asarah (kesezamanan) sebagai
Masyriq, 1986), h. 903 bukti kebersambungan sanad serta
18
Usman Sya’roni, Otentisitas Hadis tidak mengharuskan adanya bukti al-
Menurut Ahli Hadis dan Kaum Sufi, (Jakarta: liqa’ tersebut ialah bahwa ke-siqah-an
Pustaka Firdaus, 2008), h. 20
19
Nawir Yuslem, Metodologi Penelitian seorang perawi memestikan ia tidak
Hadis: Teori dan Implementasinya dalam
21
Penelitian Hadis, (Bandung: Citapustaka Muslim binal-Hajjaj Abu al-Hasan al-
Media Perintis, 2008), h. 6 Qusyairian-Naisaburi, op. cit., Juz 1, h. 29.
20
Ibid. Lihat juga: Ibid., Juz 1, h. 34
Muhammad Fauzan ‘Azhima, dkk. Studi Hadis Muslim... 27

akan meriwayatkan kecuali dari orang tingkatan di bawahnya yang secara


yang ia dengar dan tidak akan sengaja atau tidak sengaja
meriwayatkan dari orang itu kecuali menggugurkan seorang perawi di
hadis-hadis yang atasnya.Oleh karena itu, untuk dapat
didengarnya.22Merujuk pada melacak secara lebih cermat ada
argumennya ini, dapat dikatakan bahwa tidaknya perawi yang gugur dalam
konsep al-mu’asarah Imam Muslim di sanad tersebut, diperlukan bukti atau
atas tidak berdiri sendiri, tetapi terkait catatan sejarah pertemuan (al-liqa’)
dengan kriteria ke-siqah-an antara perawi, seperti yang disyaratkan
perawi.Artinya, al-mu’asarah atau Imam al-Bukhari.Hal inilah yang
kesezamanan antara para perawi yang menjadikan konsep al-liqa’ Imam Al-
terdekat (guru dan murid) itu dapat Bukhari dalam membuktikan
menjadi bukti kebersambungan sanad kebersambungan sanad lebih ketat dan
dengan catatan para perawi yang lebih berhati-hati dari konsep Imam
terdekat (guru dan murid) tersebut Muslim.
berkualitas siqah.23
Berbeda dengan Imam Muslim, 2. Ke-‘adalah-an Para Perawi
Imam al-Bukhari tidak mencukupkan Kata ‘adalah berasal dari bahasa
bukti kebersambungan sanad dengan Arab. Ia merupakan masdar dari kata
al-mu’asarah (kesezamanan) antara ‫ ﻋﺪل – ﻳﻌﺪل‬. Secara bahasa, kata ‘adalah
para perawi yang terdekat saja.Untuk memiliki banyak arti, antara lain: al-
dapat menyebut suatu sanad ‘adalat atau al-‘udulat (keadilan), al-
bersambung, Imam al-Bukhari juga i’tidal (pertengahan), al-istiqamah
mengharuskan adanya riwayat (catatan (lurus), dan al-mail ila al-haq (condong
sejarah) yang valid tentang pertemuan kepada kebenaran). Orang yang
(al-liqa’) setiap perawi dalam sanad memiliki ‘adalah disebut al-‘adil
dengan guru dan muridnya, meskipun dalam bentuk mufrad dan al-‘udul
catatan sejarah itu hanya dalam bentuk jamak.25
menginformasikan satu kali Adapun dalam terminologi ilmu
24
pertemuan. hadis, seorang perawi dapat disebut
Pada hemat penulis, konsep ‘adilapabila ia memenuhi syarat-syarat
Imam al-Bukhari dalam menentukan tertentu. Menurut Imam Muslim,
kebersambungan sanad lebih ketat dan kriteria yang harus dipenuhi oleh
lebih berhati-hati dari konsep yang seorang perawi untuk dapat disebut
diajukan Imam Muslim. Menanggapi ‘adil adalah tidak fasik, bukan ahli
argumen Imam Muslim di atas, bid’ah, jujur, dan amanah. Kriteria ini
memang benar perawi yang siqah tidak tergambar dari pernyataan Imam
akan berdusta tentang pertemuannya Muslim dalam mukadimah Sahih-nya
dengan perawi yang sezaman yang melarang dengan tegas
dengannya. Hanya saja, kesalahan mengambil riwayat hadis dari orang
dapat terjadi pada perawi pada fasik,26 ahli bid’ah,27 orang yang tidak
jujur, serta orang yang tidak amanah.28
22
Muhammad‘Ajjajal-Khatib, op. cit., h.
25
316 Ibn Manzur, Lisan al-‘Arab, (Kairo:
23
Muslim binal-Hajjaj Abu al-Hasan al- Dar al-Ma’arif, tt.), Juz 4, h. 2838-2839
26
Qusyairian-Naisaburi,op. cit., Juz 1, h. 29 Muslim binal-Hajjaj Abu al-Hasan al-
24
Muhammad‘Ajjajal-Khatib, loc. cit. Qusyairian-Naisaburi,op. cit., Juz 1, h. 8
28 Jurnal Ulunnuha Vol. 8 No.1/Juni 2019

Dalam mukadimah Sahih-nya 3. Ke-dabit-an Para Perawi


tersebut, setelah mengutip firman Allah Secara bahasa, kata dabit
dalam Qs. al-Hujurat: 6,29 Qs. al- merupakan isim fa’il yang berasal dari
Baqarah: 282,30 dan Qs. at-Talaq: 2,31 kata ‫ ﺿﺒﻂ – ﻳﻀﺒﻂ – ﺿﺒﻄﺎ‬. Kata ini
Imam Muslim berkata: memiliki banyak arti, antara lain: yang
‫ﺎﺳ ِﻖ‬ ِ ‫ﻓَ َﺪ ﱠل ِﲟَﺎ ذَ َﻛﺮﻧَﺎ ِﻣﻦ ﻫ ِﺬ ِﻩ ْاﻵ ِي أَ ﱠن ﺧﺒـﺮ اﻟْ َﻔ‬
َََ َ ْ ْ kuat, yang kokoh, yang tepat, menjaga

‫ َوأَ ﱠن َﺷ َﻬ َﺎد َة َﻏ ِْﲑ اﻟْ َﻌ ْﺪ ِل‬،‫ﻮل‬ ٍ ‫ﻂ َﻏﻴـﺮ ﻣ ْﻘﺒ‬ ِ sesuatu, dan sempurna
ُ َ ُ ْ ٌ ‫َﺳﺎﻗ‬
33
hafalannya. Sedangkan secara istilah,
ِ‫اﳋﺒـﺮ وإِ ْن ﻓَﺎر َق ﻣﻌﻨَﺎﻩ ﻣﻌﲎ اﻟﺸﱠﻬﺎدة‬
َ ْ َ ُ ْ َ َ َ ُ ََْ ‫ َو‬،ٌ‫ودة‬ َ ‫َﻣ ْﺮُد‬
menurut Muhammad‘Ajjajal-Khatib,
ََ dabitialah perawi yang terdapat dalam
‫ﺎن ِﰲ أ َْﻋﻈَ ِﻢ‬ ِ ‫ ﻓَـ َﻘ ْﺪ َﳚﺘَ ِﻤﻌ‬،ِ‫ﺾ اﻟْﻮﺟﻮﻩ‬
ُ ُ ِ ‫ِﰲ ﺑَـ ْﻌ‬
dirinya dabt. Sementara dabt
َ ْ maksudnya:
‫ﻮل ِﻋْﻨ َﺪ‬ ٍ ‫ﺎﺳ ِﻖ َﻏﻴـﺮ ﻣ ْﻘﺒ‬
ُ َ َْ
ِ ‫ إِ ْذ َﻛﺎ َن ﺧﺒـﺮ اﻟْ َﻔ‬،‫ﻣﻌﺎﻧِﻴ ِﻬﻤﺎ‬
ََُ َ َ َ ‫ﺗﻴﻘﻆ اﻟﺮاوي ﺣﲔ ﲢﻤﻠﻪ و ﻓﻬﻤﻪ ﳌﺎ ﲰﻌﻪ و‬
‫ودةٌ ِﻋْﻨ َﺪ‬ ِ
َ ‫ﺣﻔﻈﻪ ﻟﺬﻟﻚ ﻣﻦ وﻗﺖ اﻟﺘﺤﻤﻞ اﱃ وﻗﺖ اﻷداء أ َْﻫ ِﻞ اﻟْﻌ ْﻠ ِﻢ َﻛ َﻤﺎ أَ ﱠن َﺷ َﻬ َﺎدﺗَﻪُ َﻣ ْﺮُد‬
٣٢ ِ ِ ِ
‫أي أن ﻳﻜﻮن ﺣﺎﻓﻈﺎ ﻋﺎﳌﺎ ﲟﺎ ﻳﺮوﻳﻪ ان ﺣﺪث َﲨﻴﻌﻬ ْﻢ‬
Artinya: “Maka ayat-ayat yang
telah kami sebutkan ini (Qs. al- ‫ﻣﻦ ﺣﻔﻈﻪ ﻓﺎﳘﺎ ان ﺣﺪث ﻋﻠﻰ اﳌﻌﲎ و ﺣﺎﻓﻈﺎ‬
Hujurat: 6, Qs. al-Baqarah: 282, dan
Qs. at-Talaq: 2) menunjukkan bahwa
‫ﻟﻜﺘﺎﺑﻪ ﻣﻦ دﺧﻮل اﻟﺘﺤﺮﻳﻒ أو اﻟﺘﺒﺪﻳﻞ أو‬
kabar dari orang fasik menjadi gugur ٣٤
‫اﻟﻨﻘﺺ ﻋﻠﻴﻪ ان ﺣﺪث ﻣﻦ ﻛﺘﺎﺑﻪ‬
(tidak dapat diterima) dan kesaksian
Artinya: “Keadaan sadar perawi
orang yang tidak ‘adil tertolak. Sebuah
ketika menerima hadis, paham ketika
kabar berita, walaupun maknanya
mendengarnya, dan menghafalnya
memiliki perbedaan dengan makna
sejak saat menerima hadis sampai saat
kesaksian pada beberapa segi, tetapi
menyampaikannya. Artinya, seorang
sebenarnya keduanya memiliki banyak
persamaan makna.Oleh karena itu, perawi harus hafal dan mengerti apa
yang diriwayatkannya, jika ia
kabar berita yang disampaikan
meriwayatkan hadis dari hafalannya,
seorang yang fasik, menurut para ahli
serta memahaminya, jika ia
ilmu, tidak bisa diterima.Demikian
meriwayatkannya secara makna. Selain
juga dengan kesaksiannya yang
itu, perawi harus menjaga tulisannya
dianggap tertolak menurut kebanyakan
dari terjadinya perubahan,
ahli ilmu.”
penggantian, ataupun pengurangan,
27 jika ia meriwayatkannya dari
Ibid.
28
Ibid., Juz 1, h. 28 tulisannya.”
29
Qs. al-Hujurat: 6: Adapun Imam Muslim sendiri,
‫ﺼﻴﺒُﻮا‬ ِ َ‫ﻳﺎ أَﻳﱡـﻬﺎ اﻟﱠ ِﺬﻳﻦ آﻣﻨُﻮا إِ ْن ﺟﺎء ُﻛﻢ ﻓ‬
ِ ُ‫ﺎﺳ ٌﻖ ﺑِﻨَﺒٍﺈ ﻓَـﺘَﺒـﻴﱠـﻨُﻮا أَ ْن ﺗ‬ tidak mengemukakan rumusan dan
َ َ ْ ََ َ َ َ َ
‫ﻴﻦ‬ ‫ﻣ‬ِ ِ َ‫ﺼﺒِﺤﻮا َﻋﻠَﻰ ﻣﺎ ﻓَـﻌﻠْﺘُﻢ ﻧ‬
‫ﺎد‬ ٍ ِ definisi dabit secara tegas.Hanya saja,
َ ْ َ َ ُ ْ ُ َ َ ‫ﻗَـ ْﻮًﻣﺎ‬
‫ﺘ‬ ‫ـ‬َ‫ﻓ‬ ‫َﺔ‬‫ﻟ‬ ‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺠ‬ ‫ﺑ‬
30
Qs. al-Baqarah: 282: Imam Muslim, dalam mukadimah
‫ﱡﻬ َﺪاء‬ ِ َ ‫ِﻣ ﱠﻤﻦ ﺗَـﺮ‬ Sahih-nya, mengklasifikasikan perawi
َ ‫ﺿ ْﻮ َن ﻣ َﻦ اﻟﺸ‬ ْ ْ
31
Qs. at-Talaq: 2: menjadi tiga kategori berdasarkan
‫َوأَ ْﺷ ِﻬ ُﺪوا ذَ َو ْي َﻋ ْﺪ ٍل ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ‬
32 33
Muslim binal-Hajjaj Abu al-Hasan al- Luwis Ma’luf al-Yusu’i,op. cit., h. 445
34
Qusyairian-Naisaburi,op. cit., Juz 1, h. 8 Muhammad‘Ajjajal-Khatib, loc. cit.
Muhammad Fauzan ‘Azhima, dkk. Studi Hadis Muslim... 29

siqah– tidak siqah -nya perawi b. Perawi yang tidak disifati dengan
tersebut.Sebagaimana yang telah al-hifz (kuat hafalan) dan al-itqan
penulis singgung pada uraian yang (kokoh atau sempurna dalam
terdahulu, istilah siqah digunakan penukilan hadis) seperti al-hifz dan
ulama untuk menyebut perawi yang al-itqan pada jenis perawi kategori
telah terkumpul dalam dirinya sifat pertama. Sekalipun derajat mereka
‘adil dan dabit. Adapun tiga kategori berada di bawah derajat perawi
perawi perspektif Imam Muslim kategori pertama, namun mereka
tersebut, yaitu: adalah perawi yang terpelihara,
a. Para perawi yang istiqamah dalam jujur (dapat dipercaya), serta
periwayatan hadis dan itqan (kokoh memiliki kompetensi keilmuan
atau sempurna) dalam penukilan 37
hadis Merujuk pada pernyataan
hadis.Tidak ditemukan dalam
Imam Muslim tersebut, derajat
periwayatan mereka unsur
perawi kategori kedua ini berada di
kontroversial yang keras dan unsur
35 bawah derajat perawi kategori
campuran yang buruk. Imam an- pertama, dalam arti kekuatan
Nawawi, dalam kitab syarahnya hafalannya tidak seunggul dan
terhadap Sahih Muslim, sesempurna perawi kategori
menjelaskan bahwa unsur pertama. Berdasarkan penjelasan
kontroversial maksudnya Imam Muslim ini, dapat dikatakan
pertentangan riwayat perawi bahwa perbedaan perawi kategori
dengan riwayat perawi lain yang kedua dengan kategori pertama
telah terbukti siqah. Sementara tidak terletak pada ke-‘adalah-
unsur campuran, maksudnya unsur annya. Akan tetapi, perbedaan
luar yang bukan bagian dari suatu tersebut terletak pada kriteria dabit.
riwayat yang masuk dan tercampur Dalam arti, derajat ke-dabit-an
ke dalam riwayat tersebut. Lebih (dalam hal ini ditandai dengan
lanjut Imam an-Nawawi kekuatan hafalan) perawi kategori
menuturkan bahwa riwayat perawi pertama berada di atas derajat ke-
kategori pertama tersebut tidak dabit-an perawi kategori kedua.
disyaratkan benar-benar tidak Berdasarkan hal ini juga, dapat
pernah mengandung unsur dinyatakan bahwa Imam Muslim
kontroversial dan unsur campuran juga menilai taraf ke-dabit-an para
sama sekali. Akan tetapi, hanya perawi hadis itu bertingkat-tingkat.
disyaratkan riwayat mereka jarang c. Para perawi yang menurut para ahli
mengandung unsur kontroversial hadis atau menurut kebanyakan ahli
36 hadis masih berstatus tidak jelas
dan unsur campuran tersebut.

35
Muslim binal-Hajjaj Abu al-Hasan al- tidak dabit, umumnya atau kebanyakannya,
Qusyairian-Naisaburi,op. cit., Juz 1, h. 4 ditolak oleh Imam Muslim.Adapun dalam
36
Abu Zakariya Muhyi ad-Din Yahya konteks khusus yang sifatnya kasuistik, Imam
bin Syarfan-Nawawi,op. cit., Juz 1, h. 82. Muslim menerima riwayat perawi yang
Penolakan Imam Muslim terhadap riwayat tidakdabitdengan syarat riwayat tersebut
perawi yang rusak ke-dabit-annya (perawi yang didukung oleh riwayat perawisiqah.Lihat: Ibid.,
tidak dabit), sebagaimana yang dijelaskan Juz 1, h. 38 dan 47.
37
Imam an-Nawawi ini, mesti dipahami dalam Muslim binal-Hajjaj Abu al-Hasan al-
konteks umum.Artinya, riwayat perawi yang Qusyairian-Naisaburi,op. cit., Juz 1, h. 5
30 Jurnal Ulunnuha Vol. 8 No.1/Juni 2019

(tertuduh), perawi yang dituduh logis, karena hadis yang diriwayatkan


memalsukan hadis dan membuat- banyak perawi tersebut (hadis mahfuz)
buat berita, serta perawi yang tidak akan bisa diunggulkan atas hadis
kebanyakan hadisnya munkar atau seorang perawi siqah yang
yang sering melakukan kesalahan bertentangan dengannya (hadis syaz),
38 kalau banyak perawi tersebut (perawi
dalam periwayatan hadis
hadis mahfuz) tidak berstatus siqah.
Pendapat Imam asy-Syafi’i
4. Hadis Terhindar dari Syuzuz tentang hadis syaz di atas dipegang dan
Hadis yang mengandung syuzuz
diikuti oleh mayoritas ulama
disebut hadis syaz.Lawan dari hadis
hadis,43termasuk di antaranya Imam
syaz adalah hadis
Muslim. Dalam mukadimah Sahih-nya,
mahfuz.39Syuzuzsecara bahasa berarti:
Imam Muslim berkata:
yang jarang, yang menyendiri, yang
‫ إِذَا َﻣﺎ‬،‫ﱢث‬ ِ ‫ﻳﺚ اﻟْﻤﺤﺪ‬ ِ ‫وﻋ َﻼﻣﺔُ اﻟْﻤْﻨ َﻜ ِﺮ ِﰲ ﺣ ِﺪ‬
asing, yang menyimpang, yang َُ َ ُ َ ََ
menyalahi aturan, yang menyalahi
‫ﻳﺚ َﻋﻠَﻰ ِرَواﻳَِﺔ َﻏ ِْﲑﻩِ َﻣ ْﻦ أ َْﻫ ِﻞ‬ ِ ِ
ِ ‫ﻋ ِﺮﺿﺖ ِرواﻳـﺘُﻪ ﻟ ْﻠﺤﺪ‬
orang banyak.40 َ ُ ََ ْ َ ُ
‫ﺿﺎ‬ ِ ِْ
َ ‫اﳊ ْﻔﻆ َواﻟﱢﺮ‬
Mengenai definisi hadis syaz ٤٤
secara istilah, dijelaskan Imam asy-
Syafi’i, sebagaimana dikutip Ibn as- Artinya: “Di antara tanda
Salah berikut: munkar (dalam arti tertolak atau tidak
bisa diterima dan dijadikan hujah)45
‫ﻟﻴﺲ اﻟﺸﺎذ ﻣﻦ اﳊﺪﻳﺚ أن ﻳﺮوي اﻟﺜﻘﺔ ﻣﺎ ﻻ‬ pada hadis seorang ahli hadis adalah
‫ اﳕﺎ اﻟﺸﺎذ أن ﻳﺮوي اﻟﺜﻘﺔ ﺣﺪﻳﺜﺎ‬.‫ﻳﺮوي ﻏﲑﻩ‬ jika riwayat hadisnya tersebut
bertentangan dengan riwayat lain yang
٤١
‫ﳜﺎﻟﻒ ﻣﺎ روى اﻟﻨﺎس‬ disebutkan para perawi yang hafiz dan
bisa diterima.”
Artinya: “Hadis syaz bukanlah
Walau tidak tegas menyebutnya
hadis yang diriwayatkan oleh seorang
dengan istilah hadis syaz, namun
perawi siqah dan tidak diriwayatkan
substansi penjelasan Imam Muslim
oleh perawi lainnya. Adapun yang
tersebut mengindikasikan konsep hadis
dimaksud dengan hadis syaz adalah
syazyang terlihat sama dengan konsep
hadis yang diriwayatkan oleh seorang
hadis syaz Imam asy-Syafi’i.
perawi siqah yang bertentangan
Kemudian penting juga dicatat
dengan hadis yang diriwayatkan oleh
bahwa konsep hadis syaz Imam asy-
banyak perawi.”
Lafazh ‫(اﻟﻨﺎس‬banyak perawi) pada
43
definisi di atas dijelaskan Syuhudi Buchari, op. cit., h. 214-215
44
Ismail dengan mengatakan bahwa Muslim binal-Hajjaj Abu al-Hasan al-
Qusyairian-Naisaburi,loc. cit.
banyak perawi tersebut juga berstatus 45
Imam an-Nawawi menjelaskan
siqah.42 Penjelasan Syuhudi Ismail ini maksud munkar tersebut, sebagai berikut:
‫ﻫﺬا اﻟﺬى ذﻛﺮ رﺣﻤﻪ اﷲ ﻫﻮ ﻣﻌﻨﻰ اﻟﻤﻨﻜﺮ ﻋﻨﺪ اﻟﻤﺤﺪﺛﻴﻦ‬
38
Ibid., Juz 1, h. 6 ‫ﻳﻌﻨﻰ ﺑﻪ اﻟﻤﻨﻜﺮ اﻟﻤﺮدود‬
39
M. Syuhudi Ismail,op. cit., h. 123 Artinya: “Makna munkar yang disebut
40
Luwis Ma’luf al-Yusu’i,op. cit., h. 379 Imam Muslim rah. ini menurut para ulama
41
Abu ‘Amr ‘Usman bin ‘Abd ar- hadis adalah mardud (tertolak).”Lihat: Abu
Rahmanasy-Syahrazuri, op. cit., h. 61 Zakariya Muhyi ad-Din Yahya bin Syarfan-
42
M. Syuhudi Ismail,loc. cit. Nawawi,op. cit., Juz 1, h. 57
Muhammad Fauzan ‘Azhima, dkk. Studi Hadis Muslim... 31

Syafi’i di atas yang juga diamini Imam Syuzuz tersebut dapat terjadi pada
Muslim dikembangkan oleh sebagian sanad dan atau matan.47Oleh karena itu,
ulama yang mengikuti konsep kriteria keterhindaran hadis dari syuzuz
tersebut.Pengembangan atau perluasan diaplikasikan pada sanad dan matan.
konsep hadis syaz oleh sebagian ulama Hal ini berbeda dengan tiga kriteria
itu terlihat pada definisi hadis syaz kesahihan hadis sebelumnya
yang dikemukakannya.Mahmudat- (kebersambungan sanad, ke-‘adalah-an
Tahhan dan Muhammad‘Ajjajal-Khatib para perawi, dan ke-dabit-an para
misalnya, mereka mengatakan bahwa perawi) yang hanya diterapkan pada
hadis syaz adalah hadis yang sanad.
diriwayatkan oleh perawi yang Pada hadis yang sanadnya
maqbul(diterima) atau siqah yang mengalami syuzuz, pertentangan antara
menyelisihi hadis yang diriwayatkan sanad syaz dengan sanad mahfuz
oleh perawi yang lebih utama atau terletak pada format sanad.Adapun
lebih kuat, baik karena lebih dabit, syuzuzpada matan, pertentangan antara
lebih banyak jumlah perawinya, atau matan syaz dengan matan mahfuz
karena pertimbangan lainnya.46 terletak pada format matan dan atau
Mencermati definisi tersebut, substansi matan.48
dapat dilihat kalau Mahmudat-Tahhan
dan Muhammad‘Ajjajal-Khatib tidak 5. Hadis Terhindar dari ‘Illah
hanya menjadikan jumlah perawi siqah Selain empat kriteria yang telah
yang lebih banyak sebagai penyebab dibahas di atas, mayoritas ulama
keunggulan hadis mahfuz (lawan hadis (termasuk Imam Muslim) juga
syaz) atas hadis syaz, sebagaimana menjadikan keterhindaran hadis dari
yang dikemukakan Imam asy-Syafi’i ‘illah sebagai kriteria kesahihan
dan diikuti Imam Muslim.Akan tetapi, hadis.49Secara etimologi, kata ‘illah
mereka juga menjadikan status lebih berarti al-marad (penyakit). Kata ‘illah
siqah-nya perawi (dalam arti lebih tersebut berbentuk masdar yang
dabit atau lebih kuat hafalan) sebagai terambil dari kata ‫ﻋﻞ –ﻳﻌﻞ‬.50Sementara
penyebab keunggulan hadis mahfuz dalam terminologi ilmu hadis, ‘illah
atas hadis syaz.
Berdasarkan pengembangan 47
Buchari, op. cit., h. 216
konsep hadis syaz di atas, dapat 48
Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadis,
disimpulkan bahwa syuzuz adalah Versus Muhaddisin dan Fuqaha, (Yogyakarta:
tafarrud atau kesendirian seorang Kalimedia, 2016), h. 107. Lihat juga:
perawi siqah dalam meriwayatkan Muhibbin, “Kajian Kritis Atas Kriteria
suatu hadis yang hadisnya tersebut juga Kesahihan Hadis-Hadis Al-Jami’ Al-Shahih,”
Autentisitas dan Otoritas Hadis Dalam
mukhalafah atau menyelisihi Khazanah Keilmuan dan Tradisi Islam,
(bertentangan dengan) hadis banyak (Yogyakarta: Majelis Tarjih dan
perawi siqah lainnya atau bertentangan Pengembangan Pemikiran Islam dan LPPI
dengan hadis perawi yang lebih siqah UMY, 2004), h. 48
49
(dalam arti lebih dabit). Jalal ad-Din ‘Abd ar-Rahman bin Abi
Bakr as-Suyuti, Tadrib ar-Rawi fi Syarh Taqrib
an-Nawawi, (Madinah: al-Maktabah al-
‘Ilmiyyah, 1972), h. 63. Lihat juga: Abu
Zakariya Muhyi ad-Din Yahya bin Syarfan-
46
Mahmudat-Tahhan, loc. cit. Lihat Nawawi,op. cit., Juz 1, h. 15
50
juga: Muhammad‘Ajjajal-Khatib, loc. cit. Luwis Ma’lufal-Yusu’i,op. cit., h. 523
32 Jurnal Ulunnuha Vol. 8 No.1/Juni 2019

didefinisikan sebagai sebab dalam dua versi. Versi pertama hanya


tersembunyi yang merusak kualitas memuat informasi tentang praktik
hadis.Keberadaannya menyebabkan nikah mut’ah pada masa sahabat.
hadis yang pada lahirnya terlihat Adapun versi kedua, di samping berisi
berkualitas sahih menjadi tidak sahih.51 informasi tentang praktik nikah mut’ah
Sama halnya dengan syuzuz, pada masa sahabat, juga mengandung
‘illah hadis juga terletak pada sanad, larangan Khalifah ‘Umar binal-Khattab
matan, atau pada keduanya (sanad dan ra. terhadap praktik mut’ah. Berikut ini
matan) sekaligus.52Adapun yang dua versihadismauquf tentang praktik
terbanyak, ‘illah hadis terletak pada nikah mut’ah pada masa sahabatyang
sanad.Adakalanya ‘illah yang terletak terekam dalam Sahih Muslimtersebut:
pada sanad mencacatkan sanad dan 1. Versi pertama.
،‫ﱠاق‬ ِ ‫ ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻋﺒ ُﺪ اﻟﱠﺮز‬،‫اﳊ ْﻠﻮِاﱐﱡ‬ ْ ‫وﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ‬
َ ُْ ‫اﳊَ َﺴ ُﻦ‬
matan sekaligus dan adakalanya ‘illah
pada sanad tersebut hanya mencacatkan َْ َ َ
sanad.53 ِ‫ ﻗَ ِﺪم ﺟﺎﺑﺮ‬:‫ﺎل َﻋﻄَﺎء‬ َ َ‫ ﻗ‬:‫ﺎل‬ َ َ‫ ﻗ‬،‫َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ اﺑْ ُﻦ ُﺟَﺮﻳْ ٍﺞ‬ْ‫أ‬
ُ َ َ ٌ
Mengenai bentuk-bentuk ‘illah
ِِ ِ ِ ِ ِ
hadis, Syuhudi Ismail menyimpulkan ُ‫ ﻓَ َﺴﺄَﻟَﻪ‬،‫ ﻓَﺠْﺌـﻨَﺎﻩُ ِﰲ َﻣْﻨ ِﺰﻟﻪ‬،‫ﺑْ ُﻦ َﻋْﺒﺪ اﷲ ُﻣ ْﻌﺘَﻤًﺮا‬
bahwa ‘illah hadis kebanyakannya
berbentuk: 1) sanad yang tampak ،‫ »ﻧـَ َﻌ ْﻢ‬:‫ﺎل‬َ ‫ ﻓَـ َﻘ‬،َ‫ ﰒُﱠ ذَ َﻛ ُﺮوا اﻟْ ُﻤْﺘـ َﻌﺔ‬،َ‫اﻟْ َﻘ ْﻮُم َﻋ ْﻦ أَ ْﺷﻴَﺎء‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬ ِ ِ ِ
َ ‫اﺳﺘَ ْﻤﺘَـ ْﻌﻨَﺎ َﻋﻠَﻰ َﻋ ْﻬﺪ َر ُﺳﻮل اﷲ‬
muttasil dan marfu’, ternyata muttasil
tetapi mauquf; 2) sanad yang tampak ْ
muttasil dan marfu’, ternyata muttasil
٥٥
«‫ َوﻋُ َﻤَﺮ‬،‫ َوأَِﰊ ﺑَ ْﻜ ٍﺮ‬،‫َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬
tetapi mursal (hanya sampai ke at- 2. Versi kedua
tabi’i); 3) terjadi percampuran hadis a. Redaksi pertama:
dengan bagian hadis lain; serta 4)
،‫ﱠاق‬ِ ‫ ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻋﺒ ُﺪ اﻟﱠﺮز‬،‫ﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ ُﳏ ﱠﻤ ُﺪ ﺑﻦ راﻓِ ٍﻊ‬
terjadi kesalahan penyebutan perawi, َْ َ َ ُْ َ َ
:‫ﺎل‬ َ َ‫ ﻗ‬،‫َﺧﺒَـَﺮِﱐ أَﺑُﻮ اﻟﱡﺰﺑـَ ِْﲑ‬ْ ‫ أ‬،‫َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ اﺑْ ُﻦ ُﺟَﺮﻳْ ٍﺞ‬ ْ‫أ‬
karena ada lebih dari seorang perawi
yang memiliki kemiripan nama,
sedangkan kualitasnya tidak sama- ُ ‫ ﻳَـ ُﻘ‬،ِ‫ﺖ َﺟﺎﺑَِﺮ ﺑْ َﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﷲ‬
‫ » ُﻛﻨﱠﺎ ﻧَ ْﺴﺘَ ْﻤﺘِ ُﻊ‬:‫ﻮل‬ ُ ‫َﲰ ْﻌ‬
ِ
sama siqah.54
‫ ْاﻷَﻳﱠ َﺎم َﻋﻠَﻰ َﻋ ْﻬ ِﺪ‬،‫ﻀ ِﺔ ِﻣ َﻦ اﻟﺘ ْﱠﻤ ِﺮ َواﻟﺪﱠﻗِ ِﻴﻖ‬ َ ‫ﺑِﺎﻟْ َﻘْﺒ‬
‫ َﺣ ﱠﱴ‬،‫ َوأَِﰊ ﺑَ ْﻜ ٍﺮ‬،‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬ ِ ِ
Hadis Mauquf tentang Praktik Nikah
Mut’ah Pada Masa Sahabat dalam َ ‫َر ُﺳﻮل اﷲ‬
٥٦ ٍ
Sahih Muslim «‫ ِﰲ َﺷﺄْ ِن َﻋ ْﻤ ِﺮو ﺑْ ِﻦ ُﺣَﺮﻳْﺚ‬،‫ﻧـَ َﻬﻰ َﻋْﻨﻪُ ُﻋ َﻤ ُﺮ‬
1. Deskripsi Hadis
Hadismauquf tentang praktik 55
nikah mut’ah pada masa sahabat yang Muslim binal-Hajjaj Abu al-Hasan al-
Qusyairian-Naisaburi,op. cit., Juz 2, h.
terdapat dalam Sahih Muslimditemukan 1023.Hadis ini diriwayatkan juga oleh Imam
Ahmad dalam Musnad-nya dengan sedikit
tambahan redaksi matan.Lihat: Abu ‘Abd Allah
51
Abu ‘Amr ‘Usman bin ‘Abd ar- Ahmad bin Muhammad bin Hanbalasy-
Rahmanasy-Syahrazuri, op. cit., h. 71 Syaibani, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal,
52
Usman Sya’roni, op. cit., h. 45 (ttp.: Mu’assasah ar-Risalah, 2001), Juz 23, h.
53
Wassi Allahbin Muhammad ‘Abbas, 306
56
‘Ilmu ‘Ilal al-Hadis wa Dauruhu fi Hifz as- Ibid. Redaksi matan yang mirip
Sunnah an-Nabawiyyah, (Makkah: Jami’ah dengan redaksi matan ini diriwayatkan juga
Umm al-Qura, tt.), h. 11 oleh Imam al- Baihaqi dalam Sunan al-Kubra-
54
M. Syuhudi Ismail,op. cit., h. 132 nya. Lihat: Ahmad bin al-Husain bin ‘Ali al-
Muhammad Fauzan ‘Azhima, dkk. Studi Hadis Muslim... 33

b. Redaksi kedua: Dua versi hadis mauquf yang


‫ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻋْﺒ ُﺪ‬،‫ي‬ ‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﺣ ِﺎﻣ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ُﻋ َﻤَﺮ اﻟْﺒَﻜَْﺮا ِو ﱡ‬ sama-sama dinukilkan dari Jabir
bin‘Abd Allah tersebut memiliki
‫ َﻋ ْﻦ أَِﰊ‬،‫ﺎﺻ ٍﻢ‬ ِ ‫ ﻋﻦ ﻋ‬،‫اﺣ ِﺪ ﻳـﻌ ِﲏ اﺑﻦ ِزﻳ ٍﺎد‬ ِ
َ ْ َ َ َ ْ ْ َ ‫اﻟْ َﻮ‬ kesatuan informasi, yakni informasi
ِ ِ ِ ‫ ُﻛْﻨ‬:‫ﺎل‬ tentang terjadinya praktik nikah mut’ah
ُ‫ ﻓَﺄَﺗَﺎﻩ‬،‫ﺖ ﻋْﻨ َﺪ َﺟﺎﺑِ ِﺮ ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒﺪ اﷲ‬ ُ َ َ‫ ﻗ‬،‫ﻀَﺮَة‬ ْ َ‫ﻧ‬ pada masa sahabat, dalam hal ini masa
ٍ
‫اﺧﺘَـﻠَ َﻔﺎ ِﰲ‬ ْ ‫ﺎس َواﺑْ ُﻦ اﻟﱡﺰﺑـَ ِْﲑ‬ ٍ ‫ اﺑْ ُﻦ َﻋﺒﱠ‬:‫ﺎل‬ Khalifah Abu Bakr as-Siddiq ra. dan
َ ‫ ﻓَـ َﻘ‬،‫آت‬ masa Khalifah ‘Umar binal-Khattab ra.
ِ‫ﻮل اﷲ‬ ِ ‫ﺎﳘَﺎ ﻣﻊ رﺳ‬ ِ َ ‫ ﻓَـ َﻘ‬،‫ﲔ‬ ِ ْ ‫اﻟْﻤْﺘـ َﻌﺘَـ‬
ُ َ َ َ ُ َ‫ »ﻓَـ َﻌ ْﻠﻨ‬:‫ﺎل َﺟﺎﺑٌﺮ‬
Hadis versi pertama mengungkapkan
ُ bahwa Jabir bin‘Abd Allah ra., ketika
ِ
‫ ﻓَـﻠَ ْﻢ‬،‫ ﰒُﱠ ﻧـَ َﻬﺎﻧَﺎ َﻋْﻨـ ُﻬ َﻤﺎ ُﻋ َﻤ ُﺮ‬،‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬ َ ditanya beberapa orang, mengakui
bahwa ia bersama sahabat lainnya
٥٧
‫ﻧـَﻌُ ْﺪ َﳍَُﻤﺎ‬ pernah mempraktikkan nikah mut’ah
c. Redaksi ketiga: pada masa Rasulullah saw., Khalifah
‫ﺎل اﺑْ ُﻦ‬ َ َ‫ ﻗ‬،‫ َواﺑْ ُﻦ ﺑَﺸﱠﺎ ٍر‬،‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ اﻟْ ُﻤﺜَـ ﱠﲎ‬
Abu Bakr as-Siddiq ra., dan Khalifah
‘Umar binal-Khattab ra.
،ُ‫ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﺷ ْﻌﺒَﺔ‬،‫ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﺟ ْﻌ َﻔ ٍﺮ‬:‫اﻟْ ُﻤﺜَـ ﱠﲎ‬ Memperjelas hadis versi
pertama, hadis mauquf versi kedua
:‫ ﻗَﺎ َل‬،َ‫ﻀَﺮة‬ ْ َ‫ﱢث َﻋ ْﻦ أَِﰊ ﻧ‬ ُ ‫ ُﳛَﺪ‬،َ‫ﺖ ﻗَـﺘَ َﺎدة‬ ِ َ َ‫ﻗ‬
ُ ‫ َﲰ ْﻌ‬:‫ﺎل‬ menyebutkan bahwa para sahabat
‫ َوَﻛﺎ َن اﺑْ ُﻦ اﻟﱡﺰﺑَـ ِْﲑ‬،‫ﺎس ﻳَﺄْ ُﻣ ُﺮ ﺑِﺎﻟْ ُﻤْﺘـ َﻌ ِﺔ‬
mempraktikkan nikah mut’ah dengan
ٍ ‫َﻛﺎ َن اﺑْ ُﻦ َﻋﺒﱠ‬ mahar segenggam kurma dan tepung
‫ﻚ ِﳉَﺎﺑِ ِﺮ ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒ ِﺪ‬ ِ ‫ ﻓَ َﺬ َﻛﺮ‬:‫ﺎل‬
َ ‫ت َذﻟ‬ ُْ َ َ‫ ﻗ‬،‫ﻳـَْﻨـ َﻬﻰ َﻋْﻨـ َﻬﺎ‬ pada masa Rasulullah saw., serta
praktik nikah mut’ah yang demikian
‫ﱠﻌﻨَﺎ َﻣ َﻊ‬ ِ ْ ‫ي دار‬ َ ‫ ﻓَـ َﻘ‬،ِ‫اﷲ‬
ْ ‫ »ﲤََﺘـ‬،‫ﻳﺚ‬ُ ‫اﳊَﺪ‬ َ َ ‫ َﻋﻠَﻰ ﻳَ َﺪ ﱠ‬:‫ﺎل‬
juga terjadi pada masa Khalifah Abu
Bakr ra. dan Khalifah ‘Umar binal-
‫ ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ ﻗَ َﺎم ُﻋ َﻤ ُﺮ‬،«‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬ ِ ِ
َ ‫َر ُﺳﻮل اﷲ‬ Khattab ra., hingga kemudian ‘Umar
،َ‫ إِ ﱠن اﷲَ َﻛﺎ َن ُِﳛ ﱡﻞ ﻟَِﺮ ُﺳﻮﻟِِﻪ َﻣﺎ َﺷﺎءَ ِﲟَﺎ َﺷﺎء‬:‫ﺎل‬
melarangnya pada momen kasus ‘Amr
َ َ‫ﻗ‬ bin Hurais. Redaksi matan yang kedua
‫اﳊَ ﱠﺞ َواﻟْﻌُ ْﻤَﺮَة‬ ْ ‫ ﻓَﺄَِﲤﱡﻮا‬،ُ‫َوإِ ﱠن اﻟْ ُﻘ ْﺮآ َن ﻗَ ْﺪ ﻧـََﺰَل َﻣﻨَﺎ ِزﻟَﻪ‬ dari hadis mauquf versi kedua ini juga
mengabarkan bahwa para sahabat
ِ ِ ِِ
َ ‫ َوأَﺑﺘﱡﻮا ﻧ َﻜ‬،ُ‫ َﻛ َﻤﺎ أ ََﻣَﺮُﻛ ُﻢ اﷲ‬،[١٩٦ :‫ﻟﻠﱠﻪ ]اﻟﺒﻘﺮة‬
‫ﺎح‬ menghentikan praktik nikah mut’ah

‫ ﻓَـﻠَ ْﻦ أُوﺗَﻰ ﺑَِﺮ ُﺟ ٍﻞ ﻧَ َﻜ َﺢ ْاﻣَﺮأًَة إِ َﱃ‬،‫ﱢﺴ ِﺎء‬ ِِ tersebut pasca keluarnya larangan
َ ‫َﻫﺬﻩ اﻟﻨ‬ ‘Umar. Penting juga dicatat, redaksi
٥٨ ِ
‫ﺎﳊِ َﺠ َﺎرة‬ْ ِ‫ إِﱠﻻ َرﲨَْﺘُﻪُ ﺑ‬،‫َﺟ ٍﻞ‬َ‫أ‬
matan yang kedua ini juga memberikan
tambahan informasi bahwa mut’ah
yang masih terus dipraktikkan sahabat
sepeninggal Rasulullah saw. hingga
Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, (Beirut: Dar al-
Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003), Juz 7, h. 388 kemudian Khalifah ‘Umar
57
Redaksi matan yang kedua ini beserta melarangnya tersebut bukan hanya
jalur sanadnya, dalam Sahih Muslim terletak nikah mut’ah, tetapi juga mut’ah haji
pada dua tempat, yakni pada kitab an-Nikah,
babNikah al-Mut’ahwa Bayan Annahu Ubiha
summa Nusikha summa Ubiha summa Nusikha
wa Istaqarra Tahrimuhu ila Yaum al-Qiyamah
dan kitab al-Hajj, bab at-Taqsir fi al-‘Umrah. diriwayatkan juga oleh Imam al- Baihaqi dalam
Lihat: Ibid., Juz 2, h. 1023 dan Juz 2, h. 914. Sunan al-Kubra-nya dengan sanad yang
58
Ibid.,Juz 2, h. 885. Redaksi matan berbeda. Lihat: Ahmad bin al-Husain bin ‘Ali
yang mirip dengan redaksi matan ini al-Baihaqi, op. cit., Juz 5, h. 31
34 Jurnal Ulunnuha Vol. 8 No.1/Juni 2019

atau haji tamattu’.59Adapun redaksi Zubair.62Adapun pada sanad III,


matan yang ketiga dari hadis mauquf terdapat dua orang perawi yang tidak
versi kedua ini memuat kalimat dabit, yakni ‘Asim al-Ahwal63 dan Abu
Khalifah ‘Umar binal-Khattab ra.ketika Nadrah.64Kemudian pada sanad IV,
melarang praktik mut’ah, baik nikah terdapat dua orang perawi yang tidak
mut’ah maupun mut’ah haji (haji ‘adil, yakni Ibn Basysyar65dan
tamattu’). Qatadah.66
Berdasarkan data di atas, dapat
2. Kritik Sanad disimpulkan bahwa sanad I, sanad II,
Berdasarkan temuan penulis dan sanad IV berkualitas da’if karena
pada penelitian (kritik) sanad-sanad di dalamnya terdapat perawi yang tidak
hadis-hadis tersebut menunjukkan ‘adil. Sementara sanad III berkualitas
bahwa semua jalur sanad tersebut da’ifdisebabkan sanad tersebut memuat
muttasil (bersambung).Kemudian perawi yang tidak dabit.
setelah mencermati dan Dikarenakan penyebab ke-da’if-
memperbandingkan sanad-sanad an sanad I, II, dan IV adalah ketidak-
tersebut, penulis juga tidak menemukan ‘adil-an perawi (kedustaan atau
tafarrud (penyendirian perawi) dan kefasikan perawi), maka sanad-sanad
mukhalafah(penyelisihan perawi tersebut tidak dapat naik tingkat
terhadap perawi lainnya) pada format menjadi hasan li gairih serta tidak
setiap sanad tersebut, sehingga dapat dapat memperkuat sanad lainnya.
disimpulkan sanad-sanad tersebut tidak Berbeda dengan sanad III yang ke-
mengalami syuzuz.Selain itu, penulis da’if-annya disebabkan ketidak-dabit-
juga tidak menemukan ‘illah pada an perawi (bukan kedustaan atau
sanad-sanad yang diteliti kefasikan perawi), sehingga
tersebut.Hanya saja, pada setiap sanad kualitasnya berpotensi naik tingkat
tersebut, terdapat perawi yang menjadi hasan li gairihdengan syarat
bermasalah (tidak ‘adilatau tidak dikuatkan oleh sanad lain yang semisal
dabit). atau yang lebih kuat.67
Pada sanad I, terdapat dua Sebagaimana yang telah penulis
orang perawi yang tidak ‘adil, yakni al- singgung di atas, sanad I, II, dan IV
Hasan al-Hulwani60dan Ibn Juraij.61 tidak dapat memperkuat sanad lainnya
Pada Sanad II, ditemukan seorang (termasuk dalam hal ini sanad III)
perawi yang tidak ‘adil, yakniAbu az-
62
Lihat:Ibid., Juz 26, h. 407. Lihat juga:
As-Sayyid Abu al-Ma’ati an-Nuri, al-Jami’ fi
59
Mut’ah haji atau haji tamattu’ yaitu al-Jarh wa at-Ta’dil, (Beirut:‘Alim al-Kutub,
mendahulukan ‘umrah daripada haji dalam 1992), Juz 3, h. 84
63
waktu haji. Lihat: M. Quraish Shihab, Lihat:Syams ad-Din Muhammad bin
Perempuan; dari Cinta sampai Seks, dari Ahmad az-Z|ahabi, Mizan al-I’tidal fi Naqd ar-
Nikah Mut’ah sampai Nikah Sunnah, dari Bias Rijal, (Beirut:Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah,
Lama sampai Bias Baru, (Jakarta: Lentera 1995), Juz 4, h. 4
64
Hati, 2006), h. 203 Lihat:Ibid.
60 65
Lihat:Jamal ad-Din Abu al-Hajjaj Lihat:Ibid.
66
Yusuf al- Mizzi, Tahzib al-Kamal fi Asma’ ar- Lihat:Ibid., Juz 5, h. 466. Lihat juga:
Rijal, (Beirut:Mu’assasah ar-Risalah, 1983), As-Sayyid Abu al-Ma’ati an-Nuri, op. cit., Juz
Juz 6, h. 262. Lihat juga: Ibid., Juz 6, h.262- 2, h. 385
67
263, dan Ibid., Juz 6, h. 263 Lihat: Mahmud at-Tahhan, op. cit., h.
61
Lihat:Ibid., Juz 18, h. 348 52
Muhammad Fauzan ‘Azhima, dkk. Studi Hadis Muslim... 35

karena sanad-sanad tersebut memuat Terkait kualitas sanad hadis


perawi yang tidak ‘adil (pendusta atau Khaulah binti Hakim tersebut, hasil
fasik).Meskipun sanad-sanad tersebut penelitian penulis menunjukkan bahwa
tidak dapat memperkuat dan sanad tersebut bersambung dari awal
menaikkan kualitas sanad III menjadi sampai akhir. Semua perawi dalam
hasan li gairih, namun masih terdapat sanad tersebut juga disepakati ke-
jalur sanad hadis mauquftentang siqah-annya oleh ulama al-jarh wa at-
praktik nikah mut’ah pada masa ta’dil.69Selain itu, juga tidak ditemukan
sahabat lainnya yang diriwayatkan oleh syuzuzdan ‘illah pada sanad
Imam Malik dalam kitab al-Muwatta’ tersebut.Berdasarkan data-data ini,
serta berpotensi memperkuat dan dapat dikatakan bahwa sanad hadis
menaikkan kualitas sanad III menjadi Khaulah binti Hakim berkualitas sahih
hasan li gairih. Hadis yang penulis sehingga dapat memperkuat dan
maksud tersebut merupakan hadis menaikkan kualitas sanad III di atas
mauqufdari Khaulah binti Hakim, menjadi hasan li gairih.
sebagai berikut: Merujuk pada uraian di atas,
‫ َﻋ ْﻦ ﻋُ ْﺮَوَة‬،‫ﺎب‬ ٍ ‫ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ِﺷﻬ‬،‫ﻚ‬ ٍ ِ‫وﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ َﻋﻦ ﻣﺎﻟ‬ dapat dikatakan bahwa kualitas sanad
َ َ ْ ََ hadis mauquftentang praktik nikah
ِ
‫ﺖ َﻋﻠَﻰ‬ ْ َ‫ﺖ َﺣﻜﻴ ٍﻢ َد َﺧﻠ‬ َ ‫ﺑْ ِﻦ اﻟﱡﺰﺑـَ ِْﲑ أَ ﱠن َﺧ ْﻮﻟَ َﺔ ﺑِْﻨ‬ mut’ah pada masa sahabat riwayat
Imam Muslim (sanad III) naik tingkat
َ‫ إِ ﱠن َرﺑِ َﻴﻌ َﺔ ﺑْ َﻦ أ َُﻣﻴﱠﺔ‬:‫ﺖ‬ ْ َ‫ﺎب ﻓَـ َﻘﺎﻟ‬ِ ‫اﳋَﻄﱠ‬ْ ‫ﻋُ َﻤَﺮ ﺑْ ِﻦ‬ dari da’if menjadi hasan li
‫ ﻓَ َﺨَﺮ َج ُﻋ َﻤ ُﺮ ﺑْ ُﻦ‬،ُ‫ﺖ ِﻣْﻨﻪ‬ ٍ
ْ َ‫اﺳﺘَ ْﻤﺘَ َﻊ ﺑِ ْﺎﻣَﺮأَة ﻓَ َﺤ َﻤﻠ‬
gairihkarena telah memenuhi dua
ْ syarat, yakni: ke-da’if-annya
.ُ‫ » َﻫ ِﺬ ِﻩ اﻟْ ُﻤْﺘـ َﻌﺔ‬:‫ﺎل‬َ ‫ ﻓَـ َﻘ‬،ُ‫ﺎب ﻓَ ِﺰ ًﻋﺎ َﳚُﱡﺮ ِرَداءَﻩ‬ِ ‫اﳋَﻄﱠ‬ ْ disebabkan ketidak-dabit-an perawi
(bukan kedustaan atau kefasikan
«‫ﺖ‬ ِ ‫وﻟَﻮ ُﻛْﻨﺖ ﺗَـ َﻘﺪﱠﻣ‬
ُ َْ‫ ﻟََﺮﲨ‬،‫ﺖ ﻓ َﻴﻬﺎ‬
٦٨
ُ ْ ُ َْ perawi) dan mendapat penguat dari
Artinya: “Diriwayatkan dari jalur sanad lain yang semisal atau yang
Malik, ia telah menceritakan kepada lebih kuat (dalam hal ini, sanad hadis
saya, dari Ibn Syihab, dari ‘Urwah bin Khaulah binti Hakimyang terbukti
az-Zubair, bahwasanya Khaulah binti sahih).
Hakim menemui ‘Umar binal-Khattab,
lalu berkata: Sesungguhnya Rabi’ah
bin Umayyah menikahi seorang wanita
secara mut’ah, lalu wanita itu hamil
karenanya. ‘Umar binal-Khattab 69
Untukpen-siqah-an Malik, lihat:Jamal
kemudian keluar dengan terkejut ad-Din Abu al-Hajjaj Yusufal-Mizzi, op. cit.,
seraya menyeret selendangnya, lalu Juz 27, h. 113 dan 115. Untukpen-siqah-an Ibn
berkata: Ini mut’ah, kalaulah saya Syihab, lihat:Ibid., Juz 26, h. 432 dan 437.
telah mengumumkannya sebelumnya Untukpen-siqah-an ‘Urwah bin az-Zubair,
lihat:Ibid., Juz 20, h. 15, 16, dan 17. Adapun
(mengumumkan pelarangannya), perihal ke-‘adalah-an Khaulah yang notabene
pastilah saya akan merajam orang termasuk sahabat Nabi, penulis berpegang pada
yang melakukannya”(H.R. Malik). teori mayoritas ulama hadis yang menyatakan
bahwa seluruh sahabat berpredikat ‘adil. Lihat:
Muhammad‘Ajjajal-Khatib, loc. cit. Kemudian
68
Malik bin Anas al-Madani, Muwatta’ mengenai ke-dabit-an Khaulah, penulis tidak
al-Imam Malik, (Beirut: Dar Ihya’ at-Turas al- menemukan riwayat atau pernyataan ulama
‘Arabi, 1985), Juz 2, h. 542 yang men-tajrih ke-dabit-annya.
36 Jurnal Ulunnuha Vol. 8 No.1/Juni 2019

3. Kritik Matan Adapun redaksi lengkap hadis


Adanya hadis mauquf tentang marfu' yang penulis maksud di atas,
praktik nikah mut’ah pada masa sebagai berikut:
sahabat di samping hadis marfu’ yang ،‫ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أَِﰊ‬،‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﷲِ ﺑْ ِﻦ ُﳕٍَْﲑ‬
mengharamkan nikah mut’ah sampai
hari kiamat memicu silang pendapat di
kalangan ulama.Jumhur ulamaAhl as-
‫ﻴﻊ ﺑْ ُﻦ‬ُ ِ‫ َﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ اﻟﱠﺮﺑ‬،‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟْ َﻌ ِﺰﻳ ِﺰ ﺑْ ُﻦ ُﻋ َﻤَﺮ‬
‫ﻮل‬ِ ‫ أَﻧﱠﻪ َﻛﺎ َن ﻣﻊ رﺳ‬،‫ ﺣ ﱠﺪﺛَﻪ‬،‫ أَ ﱠن أَﺑﺎﻩ‬،‫ﲏ‬ ‫اﳉُ َﻬ ِ ﱡ‬
ْ ‫َﺳْﺒـَﺮَة‬
Sunnah, yang diwakili al-mazahib al- َُ ََ ُ ُ َ َُ
َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻓَـ َﻘ‬ ِ
arba’ah (mazhab yang empat), dengan
berpegang pada hadis marfu’, ُ ‫ »ﻳَﺎ أَﻳـﱡ َﻬﺎ اﻟﻨ‬:‫ﺎل‬
،‫ﱠﺎس‬ َ ‫اﷲ‬
‫ﺖ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ِﰲ ِاﻻ ْﺳﺘِ ْﻤﺘَ ِﺎع ِﻣ َﻦ‬ ِ ‫إِ ﱢﱐ ﻗَ ْﺪ ُﻛْﻨ‬
ُ ْ‫ﺖ أَذﻧ‬
berpendapat bahwa nikah mut’ah telah
termasuk pada jenis pernikahan yang ُ
dilarang.70 ،‫ﻚ إِ َﱃ ﻳـَ ْﻮِم اﻟْ ِﻘﻴَ َﺎﻣ ِﺔ‬ ِ
َ ‫ َوإِ ﱠن اﷲَ ﻗَ ْﺪ َﺣﱠﺮَم َذﻟ‬،‫ﱢﺴﺎء‬
ِ ‫اﻟﻨ‬
َ
Berbeda dengan mayoritas
ulama Syi’ahyang justru masih ِ ِ ِ
‫ َوَﻻ‬،ُ‫ﻓَ َﻤ ْﻦ َﻛﺎ َن ﻋْﻨ َﺪﻩُ ﻣْﻨـ ُﻬ ﱠﻦ َﺷ ْﻲءٌ ﻓَـ ْﻠﻴُ َﺨ ﱢﻞ َﺳﺒﻴﻠَﻪ‬
ِ
«‫ﻮﻫ ﱠﻦ َﺷْﻴﺌًﺎ‬ ُ ‫ﺗَﺄْ ُﺧ ُﺬوا ﳑﱠﺎ آﺗَـْﻴﺘُ ُﻤ‬
membolehkan nikah mut'ah dengan ٧٢
berdalil pada informasi Jabirdalam
hadis mauquf-nya yang menunjukkan Artinya: “Muhammad bin‘Abd
realitas praktik nikah mut'ah pasca Allah bin Numair telah menceritakan
Rasulullah wafat.Mereka memandang kepada kami, ayahku telah
praktik nikah mut’ah sahabat pada menceritakan kepada kami, ‘Abd al-
masa Rasulullah saw. dan diteruskan ‘Aziz bin‘Umar telah menceritakan
pada masa Abu Bakr ra.serta sebagian kepada kami, ar-Rabi’ bin Sabrah al-
masa ‘Umar binal-Khattab Juhani telah menceritakan kepadaku,
ra.sebagaitaqrir Rasulullah saw., dalam bahwa ayahnya telah menceritakan
arti Rasulullah saw. membiarkan kepadanya, bahwa ia pernah bersama
sahabatnya melakukan nikah mut’ah. Rasulullah saw, kemudian Rasulullah
Larangan pelaksanaan nikah mut’ah saw. bersabda: Wahai manusia,
itu, menurut Syi’ah, justru datang sesungguhnya aku pernah mengizinkan
pertama kali dari ‘Umar binal-Khattab kalian untuk menikahi kaum wanita
ketika menjabat sebagai khalifah, secara mut’ah, dan sesungguhnya
bukan dari Rasulullah saw.71 Tegasnya, Allah benar-benar telah
dalam hemat Syi’ah, sunnah Rasulullah mengharamkan hal itu sampai hari
sendiri tidak melarang nikah mut'ah. kiamat. Maka siapa yang masih
mempunyai sesuatu (hak) terhadap
kaum wanita, maka hendaklah ia
melapangkan jalannya
70 (menceraikannya), dan janganlah
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi
Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru van kalian mengambil sesuatu dari apa
Hoeve, 1996), h. 1345 yang telah kalian berikan kepada
71
Tim Ahlulbait Indonesia, Syiah mereka”(H.R. Muslim).
Menurut Syiah, (Jakarta: Dewan Pengurus Hadismarfu’ di atas
Pusat Ahlulbait Indonesia, 2014), h. 169. Lihat
mengisyaratkan kalau nikah mut’ah
juga: Jalaluddin Rakhmat, “Pemahaman Hadis:
Perspektif Historis,” Pengembangan Pemikiran
72
Terhadap Hadis, (Yogyakarta: Lembaga Muslim binal-Hajjaj Abu al-Hasan al-
Pengkajian dan Pengamalan Islam UMY, Qusyairian-Naisaburi,op. cit., Juz 2, h. 1025.
1996), h. 151
Muhammad Fauzan ‘Azhima, dkk. Studi Hadis Muslim... 37

pernah dibolehkan oleh Rasulullah (mukhalafah) matan hadis


saw. Kebolehan tersebut kemudian di- mauquftersebut dengan matan hadis
nasakh dengan pelarangan yang marfu’, pensyarahSahih Muslim
menegaskan kalau nikah mut’ah telah menakwilkan perkataan Jabir bin ‘Abd
diharamkan sampai hari Allah dalammatan hadis
kiamat.Larangan Rasulullah atas mauquftersebut untuk menghilangkan
praktik nikah mut'ah pada hadis di atas mukhalafah-nya dengan matan hadis
diawali oleh hadis-hadis marfu’ lainnya marfu’ yang memuat pengharaman
yang memuat pembolehan dan abadi nikah mut’ah. Imam an-Nawawi
pengharaman nikah mut’ah. Hadis- misalnya, menjelaskan bahwa sahabat
hadis tersebut dirangkum dengan (termasuk Jabir bin ‘Abd Allah) yang
sangat apik oleh Imam Muslim dalam melakukan nikah mut’ah pada masa
satu bab pada kitab Sahih-nya serta Khalifah Abu Bakr as-Siddiq ra. dan
dinamai bab tersebut oleh Imam an- Khalifah ‘Umar binal-Khattab ra.
Nawawi (pensyarah Sahih Muslim) belum menerima keterangan yang
dengan bab Nikahal-Mut’ahwa Bayan menyatakan bahwa kebolehan
Annahu Ubihasumma Nusikha summa melakukan nikah secaramut’ah tersebut
Ubihasumma Nusikha wa Istaqarra telah di-nasakh. Adapun lafaz ‫َﺣﺘﱠﻰ ﻧَـ َﻬﯩﺎﻧﺎ‬
Tahrimuhu ila Yaum al-Qiyamah. ‫ُﻋ َﻤ ُﺮ‬ ُ‫(ﻋ ْﻨﻪ‬hingga
َ ‘Umar melarang
Imam an-Nawawi, setelah
mencermati hadis-hadis tentang melakukan nikah mut’ah), lanjut Imam
pembolehan dan pengharaman nikah an-Nawawi, maksudnya adalah ketika
mut’ah tersebut, menyimpulkan bahwa Jabir bin ‘Abd Allah telah menerima
pembolehan nikah mut’ah dan keterangan bahwa kebolehan nikah
pengharamannya oleh Rasulullah saw., mut’ah tersebut telah di-nasakh.74
masing-masing terjadi dua kali. Nikah Pendapat yang sama dengan
mut’ah dibolehkan Rasulullah saw. pendapat Imam an-Nawawi di atas
pada awal-awal perkembangan Islam dikemukakan juga oleh pensyarah
(sebelum terjadinya perang Khaibar). Sahih Muslim lainnya, seperti Imam al-
Kemudian nikah mut’ah tersebut Maziri dan al-Qadi ‘Iyad yang
dilarang Rasulullah saw. pada peristiwa menyebutkan bahwa sahabat yang
perang Khaibar. Selanjutnya, nikah mempraktikkan nikah mut’ah pada
mut’ah dibolehkan lagi oleh Rasulullah masa Khalifah Abu Bakr as-Siddiq ra.
pada peristiwa Fath Makkah selama dan Khalifah ‘Umar binal-Khattab ra.
tiga hari. Setelah tiga hari, Rasulullah belum mengetahui perihal pe-nasakh-
saw. mengharamkan lagi nikah mut’ah an kebolehan nikah mut’ah tersebut
untuk selama-lamanya, sebagaimana oleh Rasulullah saw. Khalifah ‘Umar
yang termaktub dalam hadis marfu’ kemudian melarang para sahabat
riwayat Sabrah al-Juhani di atas.73 tersebut melakukan nikah
Kembali pada permasalahan mut’ah.Larangan ‘Umar tersebut
hadis mauquf tentang praktik nikah dipahami sebagai ta’kid (penguat)
mut’ah pada masa sahabat, dalam terhadap pe-nasakh-an kebolehan nikah
menyikapi ketidaksejalanan mut’ah yang telah ditetapkan
Rasulullah dan dipahami sebagai
73
Abu Zakariya Muhyi ad-Din Yahya penyebarluasan berita perihal pe-
bin SyarfAn-Nawawi, op. cit., Juz 9, h. 255 dan
74
258 Ibid., Juz 9, h. 261 dan h. 265.
38 Jurnal Ulunnuha Vol. 8 No.1/Juni 2019

nasakh-an kebolehan nikah mut’ah mempraktikkan nikah mut’ah pasca


tersebut.75 wafatnya Rasulullah tersebut (termasuk
Takwilan yang dikemukakan Jabir bin ‘Abd Allah) belum
para pensyarah Sahih Muslim di atas mengetahui pe-nasakh-an kebolehan
menghilangkan mukhalafah nikah mut’ah serta pengharamannya
(ketidaksejalanan) matan hadis mauquf secara abadi (sampai hari kiamat),
tentang praktik nikah mut’ah pada sehingga mereka masih terus
masa sahabat denganmatan hadis mempraktikkan nikah mut’ah.
marfu’yang memuat pengharaman Pertanyaan yang patut diajukan,
abadi nikah mut'ah.Sebagaimana yang tepatkah takwilan tersebut? Untuk
telah dibahas pada uraian di atas, menjawabnya, perlu dianalisis sejarah
mukhalafah, di samping tafarrud, sahabat yang terlibat praktik nikah
merupakan unsur dari syuzuz.Adapun mut'ah pasca wafatnya Rasulullah saw.
terkait penyendirian perawi (tafarrud) (pada masa sahabat) sehingga diketahui
dalam periwayatan hadis mauquf apakah ketidaktahuan sahabat tentang
tentang praktik nikah mut’ah pada pe-nasakh-an kebolehan nikah mut’ah
masa sahabat ini, tidak ditemukan memang menjadi sebab mereka masih
tafarrud perawi pada periwayatan hadis mempraktikkan nikahmut'ah.
mauquf tersebut, sebagaimana dapat Berikut ini analisis sejarah
dilihat pada tabel ranji sanad di atas. (riwayat hidup) tiga orang sahabat yang
disebut mempraktikkan nikah mut’ah
Konsistensi Imam Muslim dalam pasca wafatnya Rasulullah:
Menerapkan Kriteria Kesahihan 1. Jabir bin ‘Abd Allah ra.
Hadisnya terhadap Hadis Mauquf Jabir yang dimaksud ialah Jabir
tentang Praktik Nikah Mut’ah Pada bin ‘Abd Allahbin ‘Amr bin Haram bin
Masa Sahabat S|a’labah al-Khazraj al-Ansari.76Jabir
Uraian di atas menunjukkan bin ‘Abd Allah merupakan sahabat
bahwa tidak terjadi yang menjadi sumber hadis mauquf
tafarrud(penyendirian) perawi dalam tentang praktik nikah mut’ah pada
meriwayatkan hadismauquf tentang masa sahabat yang termaktub dalam
praktik nikah mut’ah pada masa Sahih Muslim. Selain
sahabat.Kemudian terkait mukhalafah, menginformasikan terjadinya praktik
para pensyarah Sahih Muslim nikah mut’ah pada masa sahabat, Jabir
menghilangkan mukhalafah tersebut juga mengaku terlibat mempraktikkan
dengan menakwilkan ucapan sahabat nikah mut’ah pasca wafatnya
dalam matan hadis mauquf tentang Rasulullah saw. tersebut.
praktik nikah mut’ah pada masa Jabir ibn ‘Abd Allah ra.tercatat
sahabat. Takwilan yang dimaksud mengikuti semua peperangan bersama
adalah para sahabat yang Rasulullah saw., kecuali perang Badar
dan perang Uhud.77Ini berarti, Jabir ibn
75
Abu ‘Abd Allah Muhammad bin ‘Ali
76
bin ‘Umar al-Maziri, al-Mu’lim bi Fawa’id Jamal ad-Din Abu al-Hajjaj Yusufal-
Muslim, (Tunis: ad-Dar at-Tunisiyyah li an- Mizzi, op. cit., Juz 4, h. 443-444
77
Nasyr, 1987), Juz 2, h. 130.Lihat juga: al-Qadi Ibid., Juz 4, h. 448. Lihat juga: Ibid.,
‘Iyad, Ikmal al-Mu’lim bi Fawa’id Muslim, Juz 4, h. 448-449 danMuslim binal-Hajjaj Abu
(ttp.: Dar al-Wafa’ li at-Taba’ah wa an-Nasyr al-Hasan al-Qusyairian-Naisaburi,op. cit., Juz
wa at-Tauzi’, 1998), Juz 4, h. 533 3, h. 1448.
Muhammad Fauzan ‘Azhima, dkk. Studi Hadis Muslim... 39

‘Abd Allah terlibat atau ikut serta ketidaktahuannya dengan pe-nasakh-an


dalam perang Khaibar yang di kebolehan nikah mut’ah (pengharaman
dalamnya terjadi pengharaman nikah abadi nikah mut’ah) oleh Rasulullah
mut’ah serta ikut serta dalam Fath karena realitas sejarah justru
Makkah yang di dalamnya juga terjadi menguatkan kalau ia telah mengetahui
pengharaman nikah mut’ah, bahkan perihal pe-nasakh-an tersebut. Pada
pengharaman abadi nikah mut’ah. hemat penulis, sebab atau dasar Jabir
Berdasarkan realitas sejarah tersebut, bin ‘Abd Allah masih mempraktikkan
sulit mengatakan Jabir bin ‘Abd Allah nikah mut’ah pasca wafatnya
tidak mengetahui pengharaman abadi Rasulullah adalah fatwa atau pendapat
nikah mut’ah (pe-nasakh-an kebolehan Ibn ‘Abbas yang membolehkan nikah
nikah mut’ah oleh Rasulullah) sehingga mut’ah dalam kondisi darurat karena
masih terus mempraktikkan nikah meng-qiyas-kan nikah mut'ahpada
mut’ah pasca wafatnya Rasulullah bangkai, darah, dan daging babi yang
(pada masa sahabat). boleh dikonsumsi dalam kondisi
Kemungkinan Jabir bin ‘Abd darurat.79Hal ini diperkuat oleh riwayat
Allah tidak mengetahui pengharaman
abadi nikah mut’ah oleh Rasulullah 79
Fatwa Ibn ‘Abbas terkait nikah mut’ah
semakin kecil mengingat pengharaman ini tergambar dalam hadis mauquf berikut:
abadi nikah mut’ah tersebut ٍ ِ ٍ ‫ َو َﺣ ﱠﺪﺛَـَﻨﺎ اﺑْ ُﻦ َو ْﻫ‬:‫ﺎل‬
‫ﺴ ِﻦ‬ َ ‫ َﻋ ِﻦ اﻟ‬،‫ أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧﻲ َﺟ ِﺮ ُﻳﺮ ﺑْ ُﻦ َﺣﺎ ِزم‬،‫ﺐ‬
َ ‫ْﺤ‬ َ َ‫ﻗ‬
disampaikan Rasulullah dengan cara ِ ِ
‫ْﺖ ﻻﺑْ ِﻦ‬ ُ ‫ ﻗُـﻠ‬:‫ﺎل‬ َ َ‫ َﻋ ْﻦ َﺳ ِﻌﻴﺪ ﺑْ ِﻦ ُﺟﺒَـ ْﻴ ٍﺮ ﻗ‬،‫ﺎل ﺑْ ِﻦ َﻋ ْﻤ ٍﺮو‬ ِ ‫ َﻋ ِﻦ اﻟ ِْﻤ ْﻨـ َﻬ‬،َ‫ﺑْ ِﻦ ُﻋﻤﺎرة‬
ََ
berkhotbah di hadapan orang ِ ِ ِ ِ
:‫ﺎل‬ َ ‫ ﻓَـ َﻘ‬، ُ‫ﱡﻌ َﺮاء‬ َ ‫ﺸ‬ ‫اﻟ‬ ‫ﻴﻪ‬ ‫ﻓ‬ ‫ﺎل‬
َ ‫ﻗ‬
َ ‫و‬ ، ‫ﺎك‬َ ‫ﻴ‬ ‫ـ‬ ‫ﺘ‬
ْ ‫ﻔ‬
ُ ِ
‫ﺑ‬ ‫ﺐ‬ ‫ﺎﺋ‬ ‫ﻛ‬
َ‫ﺮ‬‫ﱠ‬ ‫اﻟ‬ ‫ﺖ‬ ‫ﺒ‬
ََ‫ﻫ‬ ‫ذ‬
َ ‫؟‬ ‫ﺖ‬َ ‫ﻌ‬ْ َ َ َ :‫ﺎس‬
‫ـ‬ ‫ﻨ‬ ‫ﺻ‬ ‫ا‬‫ذ‬َ ‫ﺎ‬‫ﻣ‬ ٍ ‫َﻋﺒﱠ‬
banyak.78Artinya, pe-nasakh-an َ َ ُ
ِ
:‫ﺎل اﻟﺸﱠﺎﻋ ُﺮ‬ َ َ‫ ﻗ‬:‫ﺎل‬ َ َ‫َوَﻣﺎ ﻗَﺎﻟُﻮا؟ ﻗ‬
kebolehan nikah mut’ah dan
ِ
‫َﻚ ﻓﻲ ﻓُـ ْﺘـﻴَﺎ اﺑْ ِﻦ‬ َ ‫ﺎح َﻫ ْﻞ ﻟ‬ ِ‫ﺻ‬ ِ ِ
pengharamannya sampai hari kiamat َ ‫ﺴﻪُ ﻳَﺎ‬ ُ ‫َﺎل َﻣ ْﺠﻠ‬ َ ‫ﻮل ﻟﻠﺸ ْﱠﻴ ِﺦ ﻟَ ﱠﻤﺎ ﻃ‬ ُ ُ‫أَﻗ‬
oleh Rasulullah itu didengar dan ِ ‫َﻋﺒﱠ‬
‫ﺎس‬
disaksikan oleh banyak sahabat yang ‫ﺼ َﺪ ِر‬ ْ ‫اك َﺣﺘﱠﻰ َﻣ‬ َ ‫ﺎء ﺑَـ ْﻬ َﻜﻨَ ٍﺔ ﺗَ ُﻜﻮ ُن َﻣﺜْـ َﻮ‬ َ‫ﻀ‬ َ ‫َﻚ ِﻓﻲ ﺑَـ ْﻴ‬ َ ‫ﺎح َﻫ ْﻞ ﻟ‬ ِ‫ﺻ‬ َ ‫ﻳَﺎ‬
ِ ِ
ِ ‫ﱠﺎس؟ وﻓِﻲ ِرواﻳَﺔ أَﺑِﻲ َﺧﺎﻟﺪ َﻋ ِﻦ اﻟ ِْﻤ ْﻨـ َﻬ‬
ٍ ِ
‫َﺎل‬
َ ‫ْﺖ ﻟﻠﺸ ْﱠﻴ ِﺦ ﻟَ ﱠﻤﺎ ﻃ‬ ُ ‫ ﻗُـﻠ‬:‫ﺎل‬ َ ِ ‫اﻟﻨ‬
hadir dalam peristiwa Fath Makkah. َ
Agaknya praktik nikah ٍ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ َﻫ ْﻞ ﻟ‬:‫ﺎل ﻓﻲ اﻟْﺒَـ ْﻴﺖ ْاﻵ َﺧ ِﺮ‬ ِ ِ
.‫ﺴﺔ؟‬ َ ‫ﺼﺔ ْاﻷَﻃ َْﺮاف آﻧ‬ َ ‫َﻚ ﻓﻲ َر ْﺧ‬ َ َ‫ َوﻗ‬.ُ‫ﺴﻪ‬ُ ‫َﻣ ْﺠﻠ‬
mut’ahJabir bin ‘Abdillah pada masa ‫ إِ ﱠن‬، ‫ﺖ ﻓِﻲ اﻟ ُْﻤ ْﺘـ َﻌ ِﺔ‬ ُ ‫ َوَﻣﺎ ﺑِ َﻬ َﺬا أَﻓْـﺘَـ ْﻴ‬، ‫ت‬ ُ ‫ " َﻣﺎ َﻫ َﺬا أ ََر ْد‬:‫ﺎس‬ ٍ ‫ﺎل اﺑْ ُﻦ َﻋﺒﱠ‬ َ ‫ﻓَـ َﻘ‬
sahabat (pasca wafatnya Rasulullah) ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ﱠ‬ ِ ِ ‫ﱠ‬ ِ ِ
"‫َﺤﻢ اﻟْﺨ ْﻨﺰﻳﺮ‬ ْ ‫ﻀﻄ ﱟَﺮ أ ََﻻ إﻧ َﻤﺎ ﻫ َﻲ َﻛﺎﻟ َْﻤ ْﻴﺘَﺔ َواﻟﺪﱠم َوﻟ‬ ْ ‫اﻟ ُْﻤ ْﺘـ َﻌﺔَ َﻻ ﺗَﺤ ﱡﻞ إﻻ ﻟ ُﻤ‬
tidak disebabkan oleh
Artinya: “Ia berkata: dan Ibn Wahb
telah menceritakan kepada kami, Jarir bin
78
Redaksi matan yang lain dari hadis Hazim telah mengabarkan kepada saya, dari al-
marfu’ tersebut menggambarkan bahwa Hasan bin ‘Umarah, dari al-Minhal bin ‘Amr,
Rasulullah menyampaikan pengharaman abadi dari Sa’id bin Jubair, ia berkata: Saya berkata
nikah mut’ah dengan cara berkhotbah di antara kepada Ibn ‘Abbas: Apa yang telah kamu
sudut dan pintu Ka’bah. Redaksi matan perbuat?Telah berlalu banyak orang dengan
tersebut, yakni: fatwamu dan para penyair mengatakannya
‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠ َْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَﺎﺋِ ًﻤﺎ ﺑَـ ْﻴ َﻦ اﻟ ﱡﺮْﻛ ِﻦ‬ ِ َ ‫ﺖ رﺳ‬ dalam gubahannya. Ibn ‘Abbas berkata: Apa
َ ‫ﻮل اﷲ‬ ُ َ ُ ْ‫َرأَﻳ‬ yang mereka katakan? Sa’id bin Jubair
ِ ‫ ﺑِ ِﻤﺜْ ِﻞ ﺣ ِﺪ‬:‫ﻮل‬
‫ﻳﺚ اﺑْ ِﻦ ﻧُ َﻤ ْﻴ ٍﺮ‬ ِ َ‫َواﻟْﺒ‬
ُ ‫ َو ُﻫ َﻮ ﻳَـ ُﻘ‬،‫ﺎب‬
َ menjawab: Penyair berkata: “Saya berkata
Artinya: “Saya melihat Rasulullah saw. kepada orang tua tatkala lama masa
berdiri di antara sudut dan pintu (Ka’bah) dan tertahannya. Hai kawan, mengapa kamu tidak
ia berkata: seperti hadis Ibn Numair (hadis mengambil fatwa Ibn ‘Abbas?Hai kawan,
tentang pengharaman nikah mut’ah oleh mengapa kamu tidak menikahi seorang
Rasulullah saw. sampai hari kiamat).” Lihat: wanita?Ia akan menjadi tempat peraduanmu
Muslim binal-Hajjaj Abu al-Hasan al- hingga keluarnya manusia.” Adapun pada
Qusyairian-Naisaburi,op. cit., Juz 2, h. 1025 riwayat Abu Khalid dari al-Minhal: “Saya telah
40 Jurnal Ulunnuha Vol. 8 No.1/Juni 2019

hadis Jabir sendiri yang pengharaman nikah mut'aholeh


mengisyaratkan kalau Jabir mengetahui Rasulullah82serta disindir dan
fatwa Ibn ‘Abbas tersebut.80Tidak diperingatkan oleh Ibn az-
83
hanya Jabir bin ‘Abd Allah, beberapa Zubair. Selain itu, kalaulah Ibn
sahabat lainnya juga mempraktikkan
nikah mut’ah karena berdasar pada 82
fatwa Ibn ‘Abbas. Hal ini diindikasikan H.R. Muslim:
‫ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ُﻋﺒَـ ْﻴ ُﺪ‬،‫ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ أَﺑِﻲ‬،‫اﷲ ﺑْ ِﻦ ﻧُ َﻤ ْﻴ ٍﺮ‬ ِ ‫وﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ﻣﺤ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ‬
oleh syair para penyair ketika itu ُ َُ َ
ِ ِ ِ
‫ َﻋ ْﻦ‬،‫ اﺑْـﻨَ ْﻲ ُﻣ َﺤ ﱠﻤﺪ ﺑْ ِﻦ َﻋﻠ ﱟﻲ‬،‫ َو َﻋ ْﺒﺪ اﷲ‬،ِ‫ﺴﻦ‬ ِ ِ ٍ ِ ِ
sebagaimana yang termaktub dalam ََ َ‫ْﺤ‬ ‫ﻟ‬ ‫ا‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻋ‬ ، ‫ﺎب‬ َ ‫ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ‬،‫اﷲ‬
‫ﻬ‬‫ﺷ‬
hadis tentang fatwa Ibn ‘Abbas :‫ﺎل‬ َ ‫ ﻓَـ َﻘ‬،‫ﱢﺴ ِﺎء‬ ِ ِ
َ ‫ﺎس ﻳُـﻠَﻴﱢ ُﻦ ﻓﻲ ُﻣ ْﺘـ َﻌﺔ اﻟﻨ‬ ٍ ‫ أَﻧﱠﻪُ َﺳ ِﻤ َﻊ اﺑْ َﻦ َﻋﺒﱠ‬،‫ َﻋ ْﻦ َﻋﻠِ ﱟﻲ‬،‫أَﺑِﻴ ِﻬ َﻤﺎ‬
mengenai nikah mut’ah tersebut.81 ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠ َْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻧَـ َﻬﻰ َﻋ ْﻨـ َﻬﺎ ﻳَـ ْﻮ َم‬ ِ َ ‫ ﻓَِﺈ ﱠن رﺳ‬،‫ﺎس‬
َ ‫ﻮل اﷲ‬ َُ ٍ ‫» َﻣ ْﻬ ًﻼ ﻳَﺎ اﺑْ َﻦ َﻋﺒﱠ‬
ِ‫اﻹﻧْ ِﺴﻴﱠﺔ‬
ِْ ‫ْﺤ ُﻤ ِﺮ‬ ِ ‫ وﻋﻦ ﻟ‬،‫ﺧﻴﺒـﺮ‬
Adapun untuk Ibn ‘Abbas ُ ‫ُﺤﻮم اﻟ‬ ُ ْ َ َ َ َْ َ
sendiri, juga sulit menyebutnya tidak Artinya: “Muhammad bin ‘Abd Allah
mengetahui pe-nasakh-an kebolehan bin Numair telah menceritakan kepada kami,
nikah mut’ah oleh Nabisaw., ayah saya telah menceritakan kepada kami,
‘Ubaid Allah telah menceritakan kepada kami,
mengingat ia telah ditegur dan dari Ibn Syihab, dari al-Hasan dan ‘Abd Allah,
diberitahu ‘Ali bin Abi Talib perihal keduanya anak Muhammad bin ‘Ali, dari ayah
keduanya, dari ‘Ali, bahwasanya ia mendengar
berkata kepada orang tua tatkala lama masa Ibn ‘Abbas bersikap lunak terkait nikah
tertahannya.” Ia berkata pada bait yang lain: mut’ah, lalu ‘Ali berkata: Sebentar wahai Ibn
“Sungguh telah diperbolehkan anggota wanita ‘Abbas! Sesungguhnya Rasulullah saw. telah
untukmu.” Kemudian Ibn ‘Abbas berkata: melarang nikah mut’ah pada hari Khaibar
Tidak ini yang saya maksud dan tidak untuk ini (peristiwa perang Khaibar) dan melarang
saya berfatwa tentang nikah mut’ah. memakan daging keledai jinak.”Lihat: Muslim
Sesungguhnya nikah mut’ah tidak halal kecuali binal-Hajjaj Abu al-Hasan al-Qusyairian-
untuk orang yang terpaksa (dalam keadaan Naisaburi,op. cit., Juz 2, h. 1028
83
darurat).Ketahuilah, hanyalah nikah mut’ah itu H.R. Muslim:
ِ ٍ ِ
seperti bangkai, darah, dan daging babi ،‫ﺲ‬ ُ ُ ُ َ َ ْ ‫ أ‬،‫ أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ اﺑْ ُﻦ َو ْﻫﺐ‬،‫وﺣ ﱠﺪﺛَﻨﻲ َﺣ ْﺮَﻣﻠَﺔُ ﺑْ ُﻦ ﻳَ ْﺤﻴَﻰ‬
‫ﻧ‬‫ﻮ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﻲ‬ ‫ﻧ‬‫ﺮ‬ ‫ـ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﺧ‬ َ َ
(hukumnya tidak halal, kecuali dalam keadaan ‫ﺎم‬
َ ‫ﻗ‬
َ ، ِ
‫ﺮ‬ ‫ﻴ‬ ‫ـ‬ ‫ﺑ‬‫ﺰ‬
َْ َ ْ‫ﱡ‬ ‫اﻟ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﺑ‬ ِ
‫اﷲ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺒ‬
َ َْ‫ﻋ‬ ‫ن‬‫ﱠ‬ َ‫أ‬ ، ِ
‫ﺮ‬ ‫ﻴ‬ ‫ـ‬ ‫ﺑ‬‫اﻟﺰ‬
‫ﱡ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﺑ‬
َْ ُ ْ َ ْ ُ َ َ ْ‫ة‬
ُ ‫و‬ ‫ﺮ‬ ‫ﻋ‬ ‫ﻲ‬ ِ
‫ﻧ‬‫ﺮ‬ ‫ـ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﺧ‬ َ‫أ‬ : ٍ
‫ﺎب‬ ‫ﺎل اﺑْ ُﻦ ِﺷ َﻬ‬ َ َ‫ﻗ‬
َ ‫ ﻓَـ َﻘ‬،َ‫ﺑِ َﻤ ﱠﻜﺔ‬
darurat).” Lihat: Ahmad bin al-Husain bin
‘Alial-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, (Beirut:Dar
‫ ﻳُـ ْﻔﺘُﻮ َن‬،‫ﺎرُﻫ ْﻢ‬ َ‫ﺼ‬ َ ْ‫ َﻛ َﻤﺎ أَ ْﻋ َﻤﻰ أَﺑ‬،‫ﺎﺳﺎ أَ ْﻋ َﻤﻰ اﷲُ ﻗُـﻠُﻮﺑَـ ُﻬ ْﻢ‬ ً َ‫ »إِ ﱠن ﻧ‬:‫ﺎل‬
ٍ ِ ِ ِ
al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003), Juz 7, h. 334 ،‫ ﻓَـﻠ ََﻌ ْﻤ ِﺮي‬،‫ْﻒ َﺟﺎف‬ ٌ ‫ﻚ ﻟَﺠﻠ‬ ِ
َ ‫ إﻧﱠ‬:‫ﺎل‬ َ ‫ ﻓَـ َﻘ‬،ُ‫ﺎداﻩ‬ َ َ‫ ﻓَـﻨ‬،‫ض ﺑ َﺮ ُﺟ ٍﻞ‬ ُ ‫ ﻳُـ َﻌ ﱢﺮ‬،«‫ﺑِﺎﻟ ُْﻤ ْﺘـ َﻌﺔ‬
80
‫ﺻﻠﱠﻰ‬ ِ َ ‫ ﻳ ِﺮﻳ ُﺪ رﺳ‬- ‫ﺖ اﻟْﻤ ْﺘـﻌﺔُ ﺗُـ ْﻔﻌﻞ َﻋﻠَﻰ َﻋ ْﻬ ِﺪ إِﻣ ِﺎم اﻟْﻤﺘ ِﱠﻘﻴﻦ‬ ِ
H.R. Muslim: َ ‫ﻮل اﷲ‬ َُ ُ َ ُ َ ُ َ َ ُ َ‫ﻟَ َﻘ ْﺪ َﻛﺎﻧ‬
‫ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ‬:‫ﺎل اﺑْ ُﻦ اﻟ ُْﻤﺜَـﻨﱠﻰ‬ َ َ‫ ﻗ‬،‫ َواﺑْ ُﻦ ﺑَﺸﱠﺎ ٍر‬،‫َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ اﻟ ُْﻤﺜَـﻨﱠﻰ‬ ‫ ﻟَﺌِ ْﻦ‬،‫اﷲ‬ ِ ‫ ﻓَـﻮ‬،‫ﻚ‬ ِ ِ ‫ »ﻓَﺠ ﱢﺮ‬:‫ﺎل ﻟَﻪُ اﺑﻦ اﻟ ﱡﺰﺑـﻴ ِﺮ‬ َ ‫ ﻓَـ َﻘ‬- ‫اﷲُ َﻋﻠ َْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬
َ َ ‫ب ﺑﻨَـ ْﻔﺴ‬ ْ َ َْ ُ ْ
‫ﱢث َﻋ ْﻦ أَﺑِﻲ‬ ُ ‫ ﻳُ َﺤﺪ‬،‫ﺎد َة‬ َ َ‫ﺖ ﻗَـﺘ‬ ُ ‫ َﺳ ِﻤ ْﻌ‬:‫ﺎل‬ َ َ‫ ﻗ‬،ُ‫ َﺣ ﱠﺪﺛَـَﻨﺎ ُﺷ ْﻌﺒَﺔ‬،‫ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﺟ ْﻌ َﻔ ٍﺮ‬ «‫َﺣ َﺠﺎ ِر َك‬ ْ ‫ﱠﻚ ﺑِﺄ‬
َ ‫ﻓَـ َﻌ ْﻠﺘَـ َﻬﺎ َﻷ َْر ُﺟ َﻤﻨ‬
‫ َوَﻛﺎ َن اﺑْ ُﻦ ﱡ‬،‫ﺎس ﻳَﺄ ُْﻣ ُﺮ ﺑِﺎﻟ ُْﻤ ْﺘـ َﻌ ِﺔ‬
،‫اﻟﺰﺑَـ ْﻴ ِﺮ ﻳَـ ْﻨـ َﻬﻰ َﻋ ْﻨـ َﻬﺎ‬ ٍ ‫ َﻛﺎ َن اﺑْ ُﻦ َﻋﺒﱠ‬:‫ﺎل‬ َ َ‫ ﻗ‬،‫ﻀ َﺮَة‬ ْ َ‫ﻧ‬ Artinya: “Harmalah bin Yahya telah
،‫ﻳﺚ‬ُ ‫ْﺤﺪ‬ ِ ِ ِ
َ ‫ ﻓَـ َﻘ‬،‫ﻚ ﻟ َﺠﺎﺑِ ِﺮ ﺑْ ِﻦ َﻋ ْﺒﺪ اﷲ‬ ِ ِ
َ ‫ي َد َار اﻟ‬ ‫ َﻋﻠَﻰ ﻳَ َﺪ ﱠ‬:‫ﺎل‬ َ ‫ت ذَﻟ‬ُ ‫ ﻓَ َﺬ َﻛ ْﺮ‬:‫ﺎل‬ َ َ‫ﻗ‬ menceritakan kepada saya, Ibn Wahb telah
‫ إِ ﱠن‬:‫ﺎل‬ ِ ِ ِ mengabarkan kepada kami, Yunus telah
َ َ‫ﺎم ﻋُ َﻤ ُﺮ ﻗ‬ َ َ‫ ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ ﻗ‬،«‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠ َْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬ َ ‫ﱠﻌﻨَﺎ َﻣ َﻊ َر ُﺳﻮل اﷲ‬ ْ ‫»ﺗَ َﻤﺘـ‬ mengabarkan kepada saya, Ibn Syihab berkata:
ِ ِ
‫ ﻓَﺄَﺗ ﱡﻤﻮا‬،ُ‫ َوإ ﱠن اﻟْ ُﻘ ْﺮآ َن ﻗَ ْﺪ ﻧَـ َﺰ َل َﻣﻨَﺎ ِزﻟَﻪ‬،‫ﺎء‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ﺎء ﺑ َﻤﺎ َﺷ‬ َ ‫اﷲَ َﻛﺎ َن ﻳُﺤ ﱡﻞ ﻟ َﺮ ُﺳﻮﻟﻪ َﻣﺎ َﺷ‬ ‘Urwah bin az-Zubair telah mengabarkan
ِ‫ وأَﺑِﺘﱡﻮا ﻧِ َﻜﺎح ﻫ ِﺬﻩ‬،‫ َﻛﻤﺎ أَﻣﺮُﻛﻢ اﷲ‬،[١٩٦ :‫اﻟْﺤ ﱠﺞ واﻟْﻌﻤﺮةَ ﻟِﻠﱠ ِﻪ ]اﻟﺒﻘﺮة‬ kepada saya, bahwasanya ‘Abd Allah bin az-
َ َ َ ُ ُ ََ َ َُْ َ َ
ِ‫ْﺤﺠﺎرة‬ ِ ‫ إِﱠﻻ رﺟﻤﺘُﻪُ ﺑِﺎﻟ‬،‫ ﻓَـﻠَﻦ أُوﺗَﻰ ﺑِﺮﺟ ٍﻞ ﻧَ َﻜﺢ اﻣﺮأَ ًة إِﻟَﻰ أَﺟ ٍﻞ‬،‫اﻟﻨﱢﺴ ِﺎء‬ Zubair berdiri di Makkah, lalu berkata:
ََ ْ ََ َ َْ َ َُ ْ َ Sesungguhnya ada orang-orang yang Allah
Lafazh‫ﻳﺚ‬ ِ
‫ﺪ‬ ‫ْﺤ‬ ‫ﻟ‬ ‫ا‬ ‫ار‬ ‫د‬ ‫ي‬ ‫ﺪ‬ ‫ﻳ‬ ‫َﻰ‬ ‫ﻠ‬‫ﻋ‬pada
ُ َ َ َ ‫ََ ﱠ‬ َ hadis telah membutakan hatinya sebagaimana Allah
riwayat Muslim di atas menunjukkan kalau telah membutakan matanya. Mereka
Jabir bin ‘Abd Allah telah mengetahui fatwa memfatwakan bolehnya nikah mut’ah.Ia
Ibn ‘Abbas tersebut. Lihat: Muslim binal- menyindir seseorang, kemudian orang tersebut
Hajjaj Abu al-Hasan al-Qusyairian- menyerunya dan berkata: Sungguh kamu
Naisaburi,op. cit., Juz 2, h. 885. adalah orang yang kaku dan keras. Sungguh
81
Lihat: Ahmad bin al-Husain bin nikah mut’ah telah dilakukan pada masa imam
‘Alial-Baihaqi, loc. cit. orang-orang yang bertakwa (maksudnya
Muhammad Fauzan ‘Azhima, dkk. Studi Hadis Muslim... 41

‘Abbas belum mengetahui ‘Amr bin Hurais lahir setahun sebelum


pengharaman nikah mut’ah tersebut, hijrah karena Nabi Muhammad saw.
artinya ia hanya mengetahui wafat pada tahun 11 H.86
penghalalannya, tentulah ia tidak akan Berdasarkan data sejarah di
menfatwakan haramnya nikah mut’ah atas, dapat diketahui bahwa ketika
dalam kondisi tidak darurat (terpaksa) terjadi Fath Makkah (tahun 8 H) yang
dan boleh dalam kondisi darurat.Akan di dalamnya terjadi pengharaman abadi
tetapi, tentulah Ibn ‘Abbas akan nikah mut’ah, ‘Amr bin Hurais berusia
berfatwa menghalalkannya secara sembilan tahun. Dalam usianya
mutlak sebagaimana mantuq tersebut, ‘Amr bin Huraisbesar
hadismarfu’ yang kemungkinan tidak ikut serta dalam
membolehkannya.Pemahaman yang Fath Makkah. Selain itu, juga tidak
tepat pada hemat penulis adalah bahwa ditemukan informasi yang menyebut ia
Ibn ‘Abbas telah mengetahui terlibat atau ikut serta dalam Fath
pengharaman Rasulullah terhadap Makkah.Adapun ketika terjadi perang
nikah mut’ah tersebut.Hanya saja, Ibn Khaibar (tahun 7 H) yang di dalamnya
‘Abbas, sebagaimana yang telah juga terjadi pengharaman nikah mut’ah
disinggung di atas, memandang oleh Rasulullah, usia ‘Amr bin Hurais
pengharaman nikah mut’ah baru delapan tahun. Dalam usia
tersebutsama seperti pengharaman tersebut, kemungkinan besar ‘Amr bin
bangkai, darah, dan daging babi.Seperti Hurais juga tidak terlibat dalam perang
bangkai, darah, dan daging babi yang Khaibar. Di samping itu, juga tidak
boleh dikonsumsi dalam kondisi ditemukan riwayat yang menyebut
darurat, nikah mut'ah juga boleh keikutsertaannya dalam perang
dipraktikkan dalam kondisi Khaibar. Ketidakikutsertaan ‘Amr bin
darurat.Demikian fatwa Ibn ‘Abbas. Hurais dalam perang Khaibar dan Fath
2. ‘Amr bin Hurais ra. Makkah tersebut mengindikasikan
Ia adalah ‘Amr bin Hurais bin bahwa kemungkinan besar ‘Amr bin
‘Amr bin ‘Usman bin ‘Abd Hurais memang belum mengetahui
84
Allah. ‘Amr bin Hurais wafat pada pengharaman abadi nikah mut’ah oleh
tahun 85 H. Sementara ketika Nabi Rasulullah (pe-nasakh-an kebolehan
saw. wafat, ‘Amr bin Hurais baru nikah mut’ah), sehingga ia masih
berusia dua belas tahun.85 Ini berarti, mempraktikkan nikah mut’ah pasca
wafatnya Rasulullah (pada masa
Rasulullah saw.). Kemudian Ibn az-Zubair sahabat). Tegasnya, penyebab ‘Amr bin
berkata kepadanya: Lakukanlah sendiri Hurais masih mempraktikkan nikah
olehmu. Maka demi Allah, sungguh jika kamu mut’ah adalah ketidaktahuannya
melakukannya, pasti akan saya rajam kamu
dengan batu-batumu.”Lihat: Ibid., Juz 2, h. dengan pe-nasakh-an kebolehan nikah
1026. Orang yang disindir dan diperingatkan mut’ah, bukan fatwa Ibn ‘Abbas yang
oleh Ibn az-Zubair dalam hadis riwayat Muslim membolehkan nikah mut’ah dalam
tersebut ialah Ibn ‘Abbas. Lihat: Abu Zakariya kondisi darurat.Tesis ini semakin
Muhyi ad-Din Yahya bin Syarfan-Nawawi, op. diperkuat dengan tidak ditemukannya
cit., Juz 9, h. 267
84
Abu ‘Umar Yusuf bin ‘Abd Allah bin riwayat yang menyebutkan ‘Amr bin
Muhammad bin ‘Abd al-Bar, al-Isti’ab fi
86
Ma’rifah al-Ashab, (Kairo:Nahdah Misr, ‘Imad ad-Din Abu al-Fida’ Isma’il bin
1928), Juz 3, h. 1172 ‘Umar bin Kasir ad-Dimasyqi, al-Bidayah wa
85
Ibid. an-Nihayah, (Gizah: Hijr, 1997), Juz 8, h. 5
42 Jurnal Ulunnuha Vol. 8 No.1/Juni 2019

Hurais mengetahui fatwa Ibn ‘Abbas nikah mut’ah pasca wafatnya


tersebut. Rasulullah (pada masa sahabat) karena
3. Rabi’ah bin Umayyah ra. berdasar pada fatwa Ibn ‘Abbas yang
Ia adalah Rabi’ah bin Umayyah membolehkan nikah mut’ah dalam
bin Khalaf al-Jumahi. Ia tercatat kondisi darurat. Di antara sahabat yang
sebagai salah seorang sahabat Nabi termasuk dalam kelompok yang disebut
saw.87Rabi’ah bin Umayyah ialah salah terakhir adalah Jabir bin ‘Abd Allah
seorang sahabat yang mempraktikkan yang notabene menjadi sumber hadis
nikah mut’ah pasca wafatnya mauquf tentang praktik nikah mut’ah
Rasulullah (pada masa kekhalifahan pada masa sahabat dalam Sahih
‘Umar ibn al-Khattab), sebagaimana Muslim. Oleh karena itu, takwilan
yang diinformasikan hadis Khaulah pensyarah Sahih Muslim terhadap
binti Hakimdi atas.Tidak banyak praktik nikah mut’ah pada masa
informasi yang ditemukan mengenai sahabat tersebut tidak tepat
riwayat hidup Rabi’ah bin Umayyah. digeneralisasi pada semua sahabat.
Termasuk tidak ditemukan informasi Dua jenis takwilan di atas
yang menyebut kalau ia ikut serta (sahabat masih mempraktikkan nikah
dalam perang Khaibar dan peristiwa mut’ah karena belum mengetahui pe-
Fath Makkah yang pada dua momen nasakh-an kebolehannnya dan sahabat
tersebut terjadi pengharaman nikah masih mempraktikkan nikah mut’ah
mut’ah oleh Rasulullah saw. karena berdasar pada fatwa Ibn
Berdasarkan hal tersebut, besar ‘Abbas) menghilangkan mukhalafah
kemungkinan Rabi’ah bin Umayyah matan hadis mauquf tentang praktik
memang tidak mengetahui nikah mut’ah pada masa sahabat
pengharaman nikah mut’ah oleh dengan matan hadis marfu’ yang
Rasulullah (pe-nasakh-an kebolehan memuat pengharaman abadi nikah
nikah mut’ah), sehingga ia masih mut’ah.Akibatnya, mukhalafah,
mempraktikkan nikah mut’ah pada sebagaimana tafarrud, tidak terpenuhi
masa sahabat, tepatnya masa pada kasus hadis mauquf tentang
kekhalifahan ‘Umar ibn al-Khattab. praktik nikah mut’ah pada masa
Sebagai kesimpulan dari uraian sahabat.Tidak terpenuhinya
di atas, di antara sahabat ada yang mukhalafah dan tafarrud tersebut
memang belum mengetahui menunjukkan kalau matan hadis
pengharaman abadi nikah mut’ah (pe- mauquftentang praktik nikah mut’ah
nasakh-an kebolehan nikah mut’ah) pada masa sahabat ini selamat dari
oleh Rasulullah sehingga masih terus syuzuz.Selain itu, penulis juga tidak
mempraktikkan nikah mut’ah pasca menemukan ‘illah pada matan hadis
wafatnya Rasulullah (seperti ‘Amr bin mauquftersebut.Selamatnya matan
Hurais dan Rabi’ah bin Umayyah). hadis mauquftentang praktik nikah
Selain itu, ditemukan juga di antara mut’ah pada masa sahabat ini dari
sahabat yang telah mengetahui pe- syuzuzdan ‘illah mengindikasikan
nasakh-an kebolehan nikah mut’ah kesahihan matan hadis mauquftersebut.
tersebut, tetapi masih mempraktikkan Terbuktinya kesahihan matan
hadis mauquf tentang praktik nikah
87
‘Iz ad-Din bin al-Asir al-Jazari, Asad mut’ah pada masa sahabat serta
al-Gabah fi Ma’rifah as-Sahabah, (Beirut: Dar sanadnya yang berkualitas hasan li
al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tt.), Juz 2, h. 258
Muhammad Fauzan ‘Azhima, dkk. Studi Hadis Muslim... 43

gairih menunjukkan kalau Imam Muslim dalam menerapkan kriteria


Muslim konsisten dalam menerapkan kesahihan hadisnya.
kriteria kesahihan hadisnya pada kasus Kemudian penting juga dicatat,
hadis mauquf tentang praktik nikah adanya fatwa Ibn ‘Abbas dan kritikan
mut’ah pada masa sahabat tersebut. sahabat lain (seperti ‘Ali bin Abi Talib
Terkait term hasan li gairihdan dan Ibn az-Zubair) terhadap fatwa
hubungannya dengan konsistensi Imam tersebut menunjukkan kalau sahabat
Muslim di atas, meskipun istilah tidak satu suara mengenai hukum nikah
tersebut tidak ditemukan dalam mut'ah pasca wafatnya Rasulullah. Di
literatur Imam Muslim, namun konsep kalangan sahabat ketika itu,
hasan li gairihjuga tersirat dalam berkembang dua pendapatterkait
penjelasan kriteria kesahihan hadis hukum nikah mut'ah.Pendapat pertama,
Imam Muslim, khususnya dalam mengharamkan nikahmut’ah secara
kriteria ke-dabit-an para perawi. Dalam mutlak, bahkan dalam kondisi darurat
hemat Imam Muslim, perawi dabit sekalipun. Pendapat kedua,
bukan berarti tidak pernah melakukan mengharamkan nikah mut’ah, hanya
kesalahan dalam periwayatan saja dibolehkan dalam kondisi darurat
hadis.Hanya saja kesalahan tersebut (seperti: dalam kondisi peperangan atau
jarang dilakukannya.88Mafhum dalam kondisi perjalanan jauh) karena
mukhalafah-nya, perawi yang tidak meng-qiyas -kannya pada pengharaman
dabit bukan berarti tidak pernah bangkai, darah, dan daging babi, yang
melakukan periwayatan hadis secara mana hal-hal tersebut dibolehkan
benar.Hanya saja periwayatannya dikonsumsi dalam kondisi darurat. Dua
terhadap hadis yang dilakukan secara pendapat sahabat ini bertemu (sepakat)
benar tersebut jarang terjadi. Menurut pada satu titik, yakni sama-sama
Imam Muslim, riwayat perawi yang mengharamkan nikahmut’ah dalam
tidak dabit yang didukung oleh riwayat kondisi tidak darurat.
perawi siqah, dipandang sebagai Penulis sendiri, cenderung
riwayat yang benar dan dapat memilih dan menguatkan pendapat
diterima.89Riwayat yang seperti itulah yang mengharamkan nikahmut’ah
yang diistilahkan oleh ulama setelah secara mutlak (termasuk dalam kondisi
Imam Muslim dengan hasan li gairih. darurat).Alasannya, penghalalan
Pada uraian di atas terlihat nikahmut’ah pada masa Rasulullah
bahwa konsep hasan li gairih, walau hanyalah dalam kondisi
tidak disebut secara eksplisit oleh darurat.Penghalalan dalam kondisi
Imam Muslim, juga ada dalam kriteria darurat itulah kemudian yang di-nasakh
kesahihan hadis Imam oleh Rasulullah.Tegasnya, nasakh
Muslim.Berdasarkan hal ini, selain Rasul tersebut adalah nasakh terhadap
jalur sanad berkualitas sahih, jalur kebolehan nikah mut’ah dalam kondisi
sanad berkualitas hasan li gairih yang darurat (sebagaimana yang
terdapat dalam Sahih Muslimjuga dapat dipraktikkan sebelum pe-nasakh-
menjadi indikator konsistensi Imam an).Dengan kata lain, peluang
pelaksanaan nikah mut'ah dalam
kondisi darurat itu pun ditiadakan oleh
88
Abu Zakariya Muhyi ad-Din Yahya hadis marfu' yang memuat
bin Syarfan-Nawawi, op. cit., Juz 1, h. 82 pengharaman abadi nikah mut’ah (pe-
89
Ibid., Juz 1, h. 38 dan 47
44 Jurnal Ulunnuha Vol. 8 No.1/Juni 2019

nasakh-an kebolehan nikah Demikianlah penelitian penulis


mut’ah).Alasan lainnya, qiyas yang terhadap kualitas hadis mauquf tentang
digunakan Ibn ‘Abbas tersebut kurang praktik nikah mut’ah pada masa
tepat, karena darurat pada persoalan sahabat serta konsistensi Imam Muslim
makan-minum tidak sama dengan dalam menerapkan kriteria kesahihan
darurat pada hadisnya terhadap hadis
persoalanpernikahan.Darurat dalam hal mauquftersebut. Masih terdapat ruang
makan dan minum, menyebabkan bagi peneliti berikutnya untuk
kehilangan nyawa jika tidak menyoroti hadis mauquftentang praktik
dipenuhi.Hal yang demikian tidak nikah mut’ah pada masa sahabat
terjadi pada persoalan pernikahan. ini.Dari aspek sejarah misalnya,
Pengharaman nikah mut’ah bagaimana pandangan umat Islam
secara mutlak tersebut semakin tepat, setelah masa pemerintahan ‘Umar bin
mengingat sebagian sahabat yang al-Khattab terhadap hadis mauqufyang
mempermudah fatwa Ibn ‘Abbas memuat informasi terjadinya praktik
sehingga mempraktikkan nikah mut’ah nikah mut’ah sahabat pasca wafatnya
dalam kondisi tidak terpaksa (tidak Rasulullah serta pelarangan ‘Umar
darurat). Di sini dapat dilihat, sahabat terhadap praktik nikah mut’ah tersebut?
yang notabene generasi terbaik saja Apakah pelarangan ‘Umar tersebut
dapat terjatuh pada sikap efektif menghilangkan praktik nikah
mempermudah fatwa tersebut,maka mut’ah serta fatwa kebolehan nikah
tentu kemungkinan terjadinya sikap mut’ah dalam kondisi darurat pada
mempermudah tersebut pada masa umat Islam setelah masa pemerintahan
berikutnya yang semakin jauh dari ‘Umar? Kemudian, dalam bingkai
generasi salaf akan lebih besar.Oleh kajian living hadis, menarik juga diteliti
karena itu, pada hemat penulis, lebih penerimaan pelaku nikah mut’ah
aman, selamat, dan maslahat menutup dewasa ini terhadap hadis
total pintu kebolehan menikah secara mauquftentang praktik nikah mut’ah
mut’ah. pada masa sahabat tersebut.

Penutup Daftar Kepustakaan


Sanad hadis mauquftentang
praktik nikah mut’ah pada masa Buku
sahabat yang terekam dalam Sahih Abbas, Hasjim, Kritik Matan Hadis,
Muslim berkualitas hasan li gairih. Versus Muhaddisin dan
Sementara matan hadis mauquftersebut Fuqaha, Yogyakarta,
berkualitas sahih yang ditandai oleh Kalimedia, 2016
terhindarnya matan tersebut dari ‘Abbas, Wassi Allah bin Muhammad,
syuzuzdan ‘illah.Status maqbul sanad ‘Ilmu ‘Ilal al-Hadis wa
dan matan hadis mauquftentang praktik Dauruhu fi Hifz as-Sunnah an-
nikah mut’ah pada masa sahabat ini Nabawiyyah, Makkah, Jami’ah
mengindikasikan konsistensi Imam Umm al-Qura, tt.
Muslim dalam menerapkan kriteria Baihaqi, al-Ahmad bin al-Husain bin
kesahihan hadisnya terhadap hadis ‘Ali, as-Sunan al-Kubra,
mauquf tersebut. Beirut, Dar al-Kutub al-
‘Ilmiyyah, 2003
Muhammad Fauzan ‘Azhima, dkk. Studi Hadis Muslim... 45

Buchari, Kaidah Keshahihan Matn Asma’ ar-Rijal, Beirut,


Hadits, Padang, Penerbit Azka, Mu’assasah ar-Risalah, 1983
2004 Naisaburi, an-,Muslim binal-Hajjaj
Bukhari, al-,Muhammad bin Isma’il Abu al-Hasan al-Qusyairi,
Abu ‘Abd Allah, Sahih al- Sahih Muslim, Beirut,Dar
Bukhari, Beirut,Dar Tuq an- Ihya’at-Turas al-‘Arabi, tt.
Najah, tt. Nawawi, an-,Abu Zakariya Muhyi ad-
Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedi Din Yahya bin Syarf, Sahih
Hukum Islam, Jakarta, Ichtiar Muslim bi Syarh an-
Baru van Hoeve, 1996 Nawawi,Kairo,al-Matba’ah al-
Dimasyqi, ad-,‘Imad ad-Din Abu al- Misriyyah, 1929
Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin Nuri, an-, As-Sayyid Abu al-Ma’ati, al-
Kasir, al-Bidayah wa an- Jami’ fi al-Jarh wa at-Ta’dil,
Nihayah, Gizah, Hijr, 1997 Beirut, ‘Alim al-Kutub, 1992
Ibn ‘Abd al-Bar, Abu ‘Umar Yusuf bin Rakhmat, Jalaluddin, “Pemahaman
‘Abd Allah bin Muhammad, al- Hadis: Perspektif Historis,”
Isti’ab fi Ma’rifah al-Ashab, Pengembangan Pemikiran
Kairo, Nahdah Misr, 1928 Terhadap Hadis, Yogyakarta,
Ismail, M. Syuhudi, Kaedah Kesahihan Lembaga Pengkajian dan
Sanad Hadis, Telaah Kritis dan Pengamalan Islam UMY, 1996
Tinjauan dengan Pendekatan Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-
Ilmu Sejarah, Jakarta, Bulan Quran: Fungsi dan Peran
Bintang, 1988 Wahyu dalam Kehidupan
------------, Pengantar Ilmu Hadis, Masyarakat, Bandung, Mizan,
Bandung, Penerbit Angkasa, 2009
1987 ------------------, Perempuan; dari Cinta
Jazari, al-, ‘Iz ad-Din bin al-Asir, Asad sampai Seks, dari Nikah Mut’ah
al-Gabah fi Ma’rifah as- sampai Nikah Sunnah, dari
Sahabah, Beirut, Dar al-Kutub Bias Lama sampai Bias Baru,
al-‘Ilmiyyah, tt. Jakarta, Lentera Hati, 2006
Khatib, al-,Muhammad‘Ajjaj, Usul al- Suyuti, as-,Jalal ad-Din ‘Abd ar-
Hadis, ‘Ulumuhu wa Rahman bin Abi Bakr, Tadrib
Mustalahuh, Beirut,Dar al-Fikr, ar-Rawi fi Syarh Taqrib an-
1989 Nawawi, Madinah, al-Maktabah
Madani, al-, Malik bin Anas, Muwatta’ al-‘Ilmiyyah, 1972
al-Imam Malik, Beirut, Dar Syahrazuri, asy-,Abu ‘Amr ‘Usman bin
Ihya’ at-Turas al-‘Arabi, 1985 ‘Abd ar-Rahman, Muqaddimah
Manzur, Ibn, Lisan al-‘Arab, Kairo, Ibn as-Salahfi ‘Ulum al-Hadis,
Dar al-Ma’arif, tt. Beirut, Dar Kutub al-‘Ilmiyyah,
Maziri, al-,Abu ‘Abd Allah 1995
Muhammad bin ‘Ali bin ‘Umar, Syaibani, asy-,Abu ‘Abd Allah Ahmad
al-Mu’lim bi Fawa’id Muslim, bin Muhammad bin Hanbal,
Tunis, ad-Dar at-Tunisiyyah li Musnad al-Imam Ahmad bin
an-Nasyr, 1987 Hanbal, ttp.,Mu’assasah ar-
Mizzi, al-,Jamal ad-Din Abu al-Hajjaj Risalah, 2001
Yusuf, Tahzib al-Kamal fi
46 Jurnal Ulunnuha Vol. 8 No.1/Juni 2019

Sya’roni, Usman, Otentisitas Hadis Zahw, Muhammad Muhammad Abu,


Menurut Ahli Hadis dan Kaum al-Hadis wa al-Muhaddisun,
Sufi, Jakarta, Pustaka Firdaus, Kairo, Dar al-Fikr al-‘Arabi, tt.
2008 Zuhaili, az-, Wahbah, al-Fiqh al-Islami
Tahhan, at-,Mahmud, Taisir Mustalah wa Adillatuhu, Damaskus, Dar
al-Hadis, Jeddah, Haramain, tt. al-Fikr, 1985
Tim Ahlulbait Indonesia, Syiah Zulkarnaini, Kehujahan Qaul Sahabi
Menurut Syiah, Jakarta, Dewan (Kajian Terhadap Pemikiran
Pengurus Pusat Ahlulbait Ushul Fikih dan Fikih Al-
Indonesia, 2014 Syaukani), Jakarta, The
Yuslem, Nawir, Metodologi Penelitian Minangkabau Foundation, 2001
Hadis: Teori dan
Implementasinya dalam Jurnal dan Artikel
Penelitian Hadis, Bandung,
Citapustaka Media Perintis, Muhibbin, “Kajian Kritis Atas Kriteria
2008 Kesahihan Hadis-Hadis Al-Jami’ Al-
Yusu’i, al-,Luwis Ma’luf, al-Munjid fi Shahih,” Autentisitas dan Otoritas
al-Lugah waal-A’lam, Hadis Dalam Khazanah Keilmuan dan
Beirut,Dar al-Masyriq,1986 Tradisi Islam, Yogyakarta,Majelis
Z|ahabi,az-, Syams ad-Din Muhammad Tarjih dan Pengembangan Pemikiran
bin Ahmad, Mizan al-I’tidal fi Islam dan LPPI UMY, 2004
Naqd ar-Rijal, Beirut, Dar al-
Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995

Anda mungkin juga menyukai