Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I DAN

ASUHAN KEPERAWATAN TUBERKULOSIS (TB PARU)

(TUGAS INDIVIDU)

DOSEN PEMBIMBING : TRESSIA FEBRIANTI, S.Kep.

Disusun Oleh :

Nama : Piqih Supriawan

NIM : (1440119034)

PRODI DIII KEPERAWATAN

STIKES RAFLESIA DEPOK

2020-2021
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. ANATOMI FISIOLOGI
Sistem respirasi adalah sistem yang memiliki fungsi utama untuk
melakukan respirasi dimana respirasi merupakan proses mengumpulkan oksigen
dan mengeluarkan karbondioksida. Fungsi utama sistem respirasi adalah untuk
memastikan bahwa tubuh mengekstrak oksigen dalam jumlah yang cukup untuk
metabolisme sel dan melepaskan karbondioksida (Peate and Nair, 2011).

Organ respirasi tampak depan (Tortora dan Derrickson, 2014) Sistem


respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem pernafasan bawah.
Sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Sedangkan sistem
pernafasan bawah terdiri dari trakea, bronkus dan paru-paru (Peate and Nair,
2011).
a) Hidung
Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan organ pertama
dalam sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal (terlihat) dan bagian
internal. Di hidung bagian eksternal terdapat rangka penunjang berupa tulang
dan hyaline kartilago yang terbungkus oleh otot dan kulit. Struktur interior
dari bagian eksternal hidung memiliki tiga fungsi :
 menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara yang masuk
 mendeteksi stimulasi olfaktori (indra pembau)
 modifikasi getaran suara yang melalui bilik resonansi yang besar dan
bergema.
Rongga hidung sebagai bagian internal digambarkan sebagai ruang yang
besar pada anterior tengkorak (inferior pada tulang hidung; superior pada
rongga mulut); rongga hidung dibatasi dengan otot dan membrane mukosa
(Tortorra and Derrickson, 2014)
b) Faring
Faring, atau tenggorokan, adalah saluran berbentuk corong dengan
panjang 13 cm. Dinding faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh
membrane mukosa. Otot rangka yang terelaksasi membuat faring dalam posisi
tetap sedangkan apabila otot rangka kontraksi maka sedang terjadi proses
menelan. Fungsi faring adalah sebagai saluran untuk udara dan makanan,
menyediakan ruang resonansi untuk suara saat berbicara, dan tempat bagi
tonsil (berperan pada reaksi imun terhadap benda asing) (Tortorra and
Derrickson, 2014).
c) Laring
Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan 3
bagian berpasangan. 3 bagian yang berpasangan adalah kartilago arytenoid,
cuneiform, dan corniculate. Arytenoid adalah bagian yang paling signifikan
dimana jaringan ini mempengaruhi pergerakan membrane mukosa (lipatan
vokal sebenarnya) untuk menghasilkan suara. 3 bagian lain yang merupakan
bagian tunggal adalah tiroid, epiglotis, dan cricoid. Tiroid dan cricoid
keduanya berfungsi melindungi pita suara. Epiglotis melindungi saluran udara
dan mengalihkan makanan dan minuman agar melewati esofagus (Peate and
Nair, 2011).
d) Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang dilewati
udara dari laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh epitel kolumnar
bersilia sehingga dapat menjebak zat selain udara yang masuk lalu akan
didorong keatas melewati esofagus untuk ditelan atau dikeluarkan lewat
dahak. Trakea dan bronkus juga memiliki reseptor iritan yang menstimulasi
batuk, memaksa partikel besar yang masuk kembali keatas (Peate and Nair,
2011).
e) Bronkus
Struktur bronkus (Martini et al., 2012) Setelah laring, trakea terbagi
menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan kiri, yang mana cabang-cabang
ini memasuki paru kanan dan kiri pula. Didalam masing-masing paru, bronkus
terus bercabang dan semakin sempit, pendek, dan semakin banyak jumlah
cabangnya, seperti percabangan pada pohon. Cabang terkecil dikenal dengan
sebutan bronchiole (Sherwood, 2010). Pada pasien PPOK sekresi mukus
berlebih ke dalam cabang bronkus sehinga menyebabkan bronkitis kronis.
f) Paru
Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus. Terdapat tiga
lobus di paru sebelah kanana dan dua lobus di paru sebelah kiri. Diantara
kedua paru terdapat ruang yang bernama cardiac notch yang merupakan
tempat bagi jantung. Masing-masing paru dibungkus oleh dua membran
pelindung tipis yang disebut parietal dan visceral pleura. Parietal pleura
membatasi dinding toraks sedangkan visceral pleura membatasi paru itu
sendiri. Diantara kedua pleura terdapat lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini
mengurangi gesekan antar kedua pleura sehingga kedua lapisan dapat
bersinggungan satu sama lain saat bernafas. Cairan ini juga membantu pleura
visceral dan parietal melekat satu sama lain, seperti halnya dua kaca yang
melekat saat basah (Peate and Nair, 2011).
Cabang-cabang bronkus terus terbagi hingga bagian terkecil yaitu
bronchiole. Bronchiole pada akhirnya akan mengarah pada bronchiole
terminal. Di bagian akhir bronchiole terminal terdapat sekumpulan alveolus,
kantung udara kecil tempat dimana terjadi pertukaran gas (Sherwood, 2010).
Dinding alveoli terdiri dari dua tipe sel epitel alveolar. Sel tipe I merupakan
sel epitel skuamosa biasa yang membentuk sebagian besar dari lapisan dinding
alveolar.
Sel alveolar tipe II jumlahnya lebih sedikit dan ditemukan berada diantara
sel alveolar tipe I. sel alveolar tipe I adalah tempat utama pertukaran gas. Sel
alveolar tipe II mengelilingi sel epitel dengan permukaan bebas yang
mengandung mikrofili yang mensekresi cairan alveolar. Cairan alveolar ini
mengandung surfaktan sehingga dapat menjaga permukaan antar sel tetap
lembab dan menurunkan tekanan pada cairan alveolar. Surfaktan merupakan
campuran kompleks fosfolipid dan lipoprotein. Pertukaran oksigen dan
karbondioksida antara ruang udara dan darah terjadi secara difusi melewati
dinding alveolar dan kapiler, dimana keduanya membentuk membran
respiratori (Tortora dan Derrickson, 2014).
Respirasi mencakup dua proses yang berbeda namun tetap berhubungan
yaitu respirasi seluler dan respirasi eksternal. Respirasi seluler mengacu pada
proses metabolism intraseluler yang terjadi di mitokondria. Respirasi eksternal
adalah serangkaian proses yang terjadi saat pertukaran oksigen dan
karbondioksida antara lingkungan eksternal dan sel-sel tubuh (Sherwood,
2014).
Terdapat empat proses utama dalam proses respirasi ini yaitu:
 Ventilasi pulmonar – bagaimana udara masuk dan keluar dari paru
 Respirasi eksternal – bagaimana oksigen berdifusi dari paru ke sirkulasi
darah dan karbondioksida berdifusi dari darah ke paru
 Transport gas – bagaimana oksigen dan karbondioksida dibawa dari paru
ke jaringan tubuh atau sebaliknya
 Respirasi internal – bagaimana oksigen dikirim ke sel tubuh dan
karbondioksida diambil dari sel tubuh (Peate and Nair, 2011)
B. DEFINISI
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe. Agen infeksius utama adalah
Mycobacterium tuberculosis adalah batang aerobic tahan asam yang tumbuh
dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet. M.bovis dan
M.avium pernah, pada kejadian yang jarang, berkaitan dengan terjadinya infeksi
tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2002).
Tuberculosis paru (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri berbentuk batang (basil) yang bernama Mycobacterium tuberculosis
(Price, 2006). Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut
biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara (pernapasan) ke dalam
paru-paru, kemudian menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang lain melalui
peredaran darah, yaitu: kelenjar limfe, saluran pernapasan atau penyebaran
langsung ke organ tubuh lain (Depkes RI, 2002).
Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim
paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (Somantri, 2007).

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang


disebabkan oleh Mycobakterium Tuberculosa yang merupakan bakteri
batang tahan asam, dapat merupakan organisme patogen atau saprofit (Sylvia
Anderson, 1995).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru (Bruner dan Suddart. 2002).
Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran nafas bawah. Penyakit ini
disebabkan oleh mikrooganisme Mycobacterium tuberculosis (Elizabeth J.
Corwn, 2001).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycobakterium tuberkulosa gejala yang sangat bervariasi (FKUI, 2001).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis
paru adalah suatu penyakit infeksi pada saluran nafas bawah yang menular
disebabkan mycobakterium tuberkulosa yaitu bakteri batang tahan asam baik
bersifat patogen atau saprofit dan terutama menyerang parenkim paru.

C. ETIOLOGI
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian
besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam
alkkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih
tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada
udara kering maupun dingin (dapat tahan bertaun-tahun dalam lemari es). Hal ini
terjadi karena kuman bersifat dormant.
Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit lagi dan menjadikan
tuberculosis menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi oksigennya.
Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian
lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis. (Amin, 2007).
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin
(dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman
berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali
dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat
ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih
tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat
predileksi penyakit tuberkulosis. hasil mikrobakterium tersebut masuk kedalam
jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka
terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening
setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan
tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami
penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh
mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun.
Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan
jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh
terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut
Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain ( Elizabeth J
powh 2001)

1). Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
2). Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu dalam
terapi kartikoteroid atau terinfeksi HIV)
3). Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
4). Individu tanpa perawatan yang adekuat
Macam-macam jenis Micobacterium tubercolusae complex adalah:
a. M. tuberculosae
b. Varian Asian
c. Varian African I
d. Varian African II
e. M. Bovis
Kelompok kuman Mycobacteria Other Than TB (MOTT, atypical adalah:
a. M. kansasi
b. M. avium
c. M. intra cellular
d. M. scrofulaceum
e. M.malmacerse
f. M. xenopi
(Amin, 2007)

D. PATHOFISIOLOGI
Paru merupakan port d’entrée kasus infeksi TB. Pada waktu batuk atau
bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan
dahak). Droplet yang mengandung Mycobakterium tuberkulosis dapat menetap dalam
udara bebas selama 1-2 jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke
dalam saluran pernapasan. Setelah Mycobacterium tuberkulosis masuk ke dalam
saluran pernapasan, masuk ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai
memperbanyak diri. Basil juga secara sistemik melalui sistem limfe dan aliran darah
ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru-paru lainnya
(lobus atas).
Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit
(neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit melisis (menghancurkan)
basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat
dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. lnfeksi awal biasanya terjadi 2 sampai
10 minggu setelah pemajanan.Massa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang
merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh
makrofag yang membentuk dinding protektif. Granulomas diubah menjadi massa
jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel Ghon (fokus
primer Gohn).
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju ke
kelenjar limfe regional. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di
saluran limfe. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi
baik, begitu sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti.
Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma.
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Komplek primer dapat juga mengalai komplikasi. Komplikasi yang terjadi
dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Jika terjadi
nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui
bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru atau kavitas. Obstruksi
parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen
distal paru. Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Masa kiju dapat
menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan atelektasis
dan pneumonitis.
Sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi penyebaran limfogen
dan hematogen. Pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam
sirkulasi darah yang menyebar ke seluruh tubuh yang sering disebut penyakit
sistemik. (Sudoyo, 2006; Price & Wilson, 2006; Raharjoe, 2005).

E. PATHWAY

F. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Jhon Crofton (2002), gejala klinis yang timbul pada pasien Tuberculosis
berdasarkan adanya keluhan penderita adalah :
 Batuk lebih dari 3 minggu
Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil proses
destruksi paru. Mengingat Tuberculosis Paru adalah penyakit menahun,
keluhan ini dirasakan dengan kecenderungan progresif walau agak lambat.
Batuk pada Tuberculosis paru dapat kering pada permulaan penyakit,
karena sekret masih sedikit, tapi kemudian menjadi produktif.
 Dahak (sputum)
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit,
kemudian berubah menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen
(kuning hijau) dan menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan.
 Batuk darah
Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah sampai
berupa sejumlah besar darah yang keluar pada waktu batuk. Penyebabnya
adalah akibat peradangan pada pembuluh darah paru dan bronchus
sehingga pecahnya pembuluh darah.
 Sesak napas
Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas di dalam paru.
Merupakan proses lanjut akibat retraksi dan obstruksi saluran pernapasan.
 Nyeri dada
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi gesekan pada
dinding pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan pleuritis dan
tegangan otot pada saat batuk.
 Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan
oleh sekret, peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
 Demam dan menggigil
Peningkatan suhu tubuh pada saat malam, terjadi sebagai suatu reaksi
umum dari proses infeksi.
 Penurunan berat badan
Penurunan berat badan merupakan manisfestasi toksemia yang timbul
belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.
 Malaise
Ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
sakit kepala, nyeri otot, keringat malam.
 Rasa lelah dan lemah
Gejala ini disebabkan oleh kurang tidur akibat batuk.
 Berkeringat banyak terutama malam hari
Keringat malam bukanlah gejala yang patogenesis untuk penyakit
Tuberculosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah
lanjut.
Gejala khas TB, yaitu TRIAS TB yaitu batuk > 3 mggu yang tidak
disebabkan penyakit lain, kadang hemoptisis; berkeringat terutama di malam
hari; dan nafsu makan ↓ diikuti penurunan BB. Penyakit tuberculosis sering
dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak
kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti
lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas
sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik. Gambaran klinik TB
paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik
(Sudoyo, 2006).
1. Gejala respiratorik meliputi:
a. Batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum
Batuk dapat terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk
mulai dari kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lebih lanjut
adalah berupa batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah
yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada
kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronchus.
b. Dahak bercampur darah.
Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian
setelah timbul peradagan menjadi produktif(menghasilkal
sputum).keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena
terdapat pembuuh darah yang pecah.kebanyakan batuk darah pada
tuberkulusis terjadi pada kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada ulkus
dinding bronkus. Batuk darah berupa garis atau bercak-bercak darah,
gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah banyak
c. Sesak nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada
Gejala ini sedikit jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila
infiltrasinya radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis, terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik/melepaskan napasnya. Nyeri dada pada TB paru termasuk
nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan
di pleura terkena.
e. Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang
disebabkan oleh sekret, peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
2. Gejala sistemik meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore
dan malam hari mirip dengan demam influenza, hilang timbul dan
makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan
makin pendek
b. Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan, serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam
beberapa minggu sampai bulan, akan tetapi penampilan akut dengan
batuk, panas, sesak nafas walaupun jarang dapat juga timbul
menyerupai pneumonia.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)

H. PENATALAKSANAAN
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
2. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
a. Tahap awal (intensif)
 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat.
 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
b. Tahap Lanjutan
 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama
 Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
3.      Jenis, sifat dan dosis OAT
4.      Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
a. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
 Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
 Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan
(HRZE)
 Kategori Anak: 2HRZ/4HR
b. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori
anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
c. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam
satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan
ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
d. Paket Kombipak.
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan
program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT
KDT.
e. Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1)
pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
f. KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
 Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga
menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
 Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan
resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi
kesalahan penulisan resep
 Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga
pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan
kepatuhan pasien

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Aksi Tes Tuberkulin Intradermal ( Mantoux).
Tes mantoux adalah dengan menyuntikan tuberculin (PPD)
sebanyak 0,1 ml mengandung 5 unit (TU) tuberculin secara intrakutan
pada sepertiga atas permukaan volar atau dorsal lengan bawah setelah
kulit dibesihkan dengan alkohol. Untuk memperoleh reaksi kulit yang
maksimal diperlukan waktu antara 48 sampai 72 jam sesudah penyuntikan
dan reaksi harus dibaca dalam peiode tersebut. Interpretasi tes kulit
menunjukan adanya beberapa tipe reaksi:
1) Indurasi ≥ 5 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut ;
 Orang dengan HIV positif.
 Baru-baru ini kontak dengan orang yang menderita TB.
 Orang dengan perubahan fibrotic pada radigrafi dada yang sesuai
dengan gambaran TB lama yang sudah sembuh.
 Pasien yang menjalani tranplanstasi organ dan pasien yang
mengalami penekanan imunitas ( menerima setara dengan ≥ 15
mg/hari prednisone selama ≥1 bulan).
a. Indurasi ≥ 10 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut :
 Baru tuba ( ≤ 5 tahun ) dari Negara yang berprevalensi tinggi.
 Pemakai obat-obat yang disuntikkan.
 Penduduk dan pekerja yang berkumpul pada lingkungan yang
berisiko tinggi. Penjara, rumah-rumah perawatan, panti jompo,
fasilitas yang disiapkan untuk pasien dengan AIDS, dan
penampungan untuk tuna wisma/
 Pengawai laboratorium mikrobakteriologi.
 Orang dengan keadaan klinis pada daerah mereka yang berisioko
tinggi.
 Anak di bawa usia 4 tahun atau anak-anak dan remaja yang
terpajan orang dewasa kelompok risiko tinggi.
c. Indurasi ≥ 15 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut :
 Orang dengan factor risiko TB.
 Target program-program tes kulit seharusnya hanya dilakukan di
anatara kelompok risiko tinggi. (Price & Wilson, 2006)
2. Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum)
Pemeriksaan dapat memperkirakan jumlah basil tahan asam ( AFB) yang
terdapat pada sediaan. Sediaan yang positif memberikan petunjuk awal utnuk
menekakan diagnose, tetapi suatu sediaan yang negative tidak menyingkirkan
kemungkinan adanya infeksi penyakit. Pemeriksaan biakan harus dilakukan
pada semua biakan. Mikrobakteri akan tumbuh lambat dan membutuhkan
suatu sediaan kompleks. Koloni matur akan berwarna krem atau kekuningan,
seperti kulit dan bentuknya seperti kembang kol. Jumlah sekecil 10 bakteri/ml
media konsentrasi yang telah diolah dapat dideteksi oleh media biakan ini
(Price & Wilson, 2006).
a. Vaksinasi BCG
Vaksinasi dengan BCG biasanya menimbulkan sensitivitas
terhadapa tes tuberculin. Derajat sensitivitas biasanya bervariasi,
bergantubg pada strain BCG yang dipakai dan populasi yang
divaksinasi(Price & Wilson, 2006).
3. Pemeriksaan Radiologi
Rongten dada biasanya menunjukan lesi pada losus atas atau superior
lobus bawah/ dapat juga terlihat adanya pembentukan kavitas dan gambaran
penyakit yang menyebar yang biasanya bilateral (Price & Wilson, 2006).
4. Pemeriksaan lain-lain
a. Ziehl Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
b. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urine
dan cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium
tuberkulosis.
c. Biopsi jarum pada jaringan paru, positif untuk granula TB ; adanya sel
raksasa menunjukan nekrosis.
d. Elektrosit dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ;
ex. Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB
paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan
kerusakan sisa pada paru.
5. Pemeriksaan fungsi pada paru, penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang
mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan
saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan
jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas) (Doegoes, 2000).
J. KONSEP ASKEP KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN
1. Identitas klien: selain nama klien, asal kota dan daerah, jumlah
keluarga.
2. Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-
tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat keluarga.
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama : Aspek
psikososial. Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan
bebas, menarik diri.
Biasanya pada keluarga yang kurang mampu : Masalah berhubungan
dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan
biaya yang banyak.Tidak bersemangat dan putus harapan.
6. Lingkungan: Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman
yang padat, ventilasi rumah yang kurang sehingga pertukaran udara
kurang, daerah di dalam rumah lembab, tidak cukup sinar matahari,
jumlah anggota keluarga yang banyak.
7. Pola fungsi kesehatan.
a. Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh,
jumlah anggota keluarga banyak, lingkungan dalam rumah lembab,
jendela jarang dibuka sehingga sinar matahari tidak dapat masuk,
ventilasi minim menybabkan pertukaran udara kurang, sejak kecil
anggita keluarga tidak dibiasakan imunisasi.
b. Pola nutrisi - metabolik.
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit
jelek, kulit kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit
menelan.
c. Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada
kuadran kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada
kuadran kiri atas dan splenomegali.
d. Pola aktifitas – latihan
Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan
karena sesak nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan
aktifitas berat timbul sesak nafas (nafas pendek).
e. Pola tidur dan istirahat
sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering
berkeringat pada malam hari.
f. Pola kognitif – perceptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang
umum, sedangkan dalam hal daya panca indera (perciuman,
perabaan, rasa, penglihatan dan pendengaran) jarang ditemukan
adanya gangguan
g. Pola persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu
Ketakutan dan kecemasan akan muncul pada penderita TB paru
dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang pernyakitnya yang
akhirnya membuat kondisi penderita menjadi perasaan tak
berbedanya dan tak ada harapan. (Marilyn. E. Doenges, 2000)
h. Pola peran – hubungan
Penderita dengan TB paru akan mengalami
gangguan dalam hal hubungan dan peran yang dikarenakan
adanya isolasi untuk menghindari penularan terhadap anggota
keluarga yang lain. (Marilyn. E. Doenges,1999).
i. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan dan kelelahan
Tanda : Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari
dan berkeringat pada malam hari
j. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan
Tanda : Penurunan BB
k. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk, gangguan tidur pada
malam hari
Tanda : pasien meringis, tidur tidak nyenyak
l. Pernapasan
Gejala : batuk berdarah, Batuk produktif, Sesak nafas, Takipnea
m. Cardiovaskuler Gejala : takikardia (Doengoes, 2000)

8. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan
kurus/ berat badan menurun. Bila mengenai pleura, paru yang
sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan.
b. Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila
terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara
hipersonar dan timpani. Bila mengenai pleura, perkusi
memberikan suara pekak.
c. Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara
napas tambahan berupa rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi
bila infiltrasi ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas
menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup
besar, auskultasi memberikan suara amforik. Bila mengenai
pleura, auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai
tidak terdengar sama sekali.
d. Palpasi
badan teraba hangat (demam)

9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
 Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium
tuberculosis pada tahap aktif penyakit
 Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas
kaca untuk usapan cairan darah) : Positif untuk basil
asam-cepat.
 Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi
positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi
48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen)
menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi
tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit
aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara
klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat
diturunkan atau infeksi disebabkan oleh
mikobakterium yang berbeda.
 Anemia bila penyakit berjalan menahun
 Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
 LED meningkat terutama pada fase akut
umumnya nilai tersebut kembali normal pada tahap
penyembuhan.
 GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat
dan sisa kerusakan paru.
 Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk
granuloma TB; adanya sel raksasa menunjukkan
nekrosis.
 Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi
dan beratnya infeksi; contoh hiponatremia
disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat
ditemukan pada TB paru kronis luas.
b. Radiologi
 Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas
simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi
cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat
termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan
mengindikasikan TB yang lebih berat dapat
mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto
thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam
dan diafragma menonjol ke atas.
 Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus
untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan
paru karena TB.
 Gambaran radiologi lain yang sering
menyertai TBC adalah penebalan pleura,
efusi pleura atau empisema, penumothoraks
(bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau
pleura).
c. Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara residu: kapasitas paru total dan
penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi
parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleurala.

b. DIAGNOSA YANG SERING MUNCUL


1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi
kuman tuberkulosis
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental
atau secret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal

c. INTERVENSI
Dx 1
Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi
kuman tuberkulosis.
Tujuan: Tujuan: Tidak terjadi penyebaran infeksi setelah dilakukan
tindakan keperawatan dalam waktu 3x 24 jam.
Kriteria Hasil :
 Klien mengidentifikasi interfensi untuk mencegah resiko penyebaran
infeksi
 TB yang diderita pasien berkurang/sembuh
 Klien menunjukkan teknik untuk melakukan perubahan pola hidup
dalam melakkan lingkungan yang nyaman
Intervensi
a. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet
udara selama batuk, bersin,meludah, bicara, tertawa ataupun menyanyi.
Untuk Membantu pasien menyadari/ menerima perlunya mematuhi
program pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang. Pemahaman
bagaimana penyakit disebarkan dan kesadaran kemungkinan tranmisi
membantu pasien / orang terdekat untuk mengambil langkah mencegah
infeksike orang lain
b. Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat
karib, dan tetangga.
Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk
mencegah penyebaran/ terjadinya infeksi.
c. Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan dahak pada tisu,
menghindari meludahsembarangan, kaji pembuangan tisu sekali pakai
dan teknik mencuci tangan yang tepat. Dorong untukmengulangi
demonstrasi.
Perilaku yang diperlukan untuk melakukan pencegahan penyebaran
infeksi.
d. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker/ isolasi
pernafasan.
Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien an membuang
stigma sosial sehubungandengan penyakit menular.
e. Observasi TTV (suhu tubuh).
Untuk mengetahui keadaan umum klien karena reaksi demam indikator
adanya infeksi lanjut.
f. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang
tuberkolusis, contoh tahanan bawah gunakan obat penekan imun adanya
dibetes militus, kanker, kalium.
Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk mengubah pola
hidup dan menghindarimenurunkan insiden eksaserbasi

Diagnosa 2 (ketidakefektifan pola nafas)


Tujuan : pola nafas normal
KH :
a. tidak ada sesak nafas,
b. tidak ada kelainan irama nafas
c. tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan
Intervensi

1. Kaji TTV
2. Kaji irama pernafasan
3. Kaji ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan
4. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan pasien
5. Ajarkan posisi semi fowler untuk mengoptimalkan pernafasan
6. Kolaborasi pemberian obat bronkodi
ASUHAN KEPERAWATAN

Ny.R usia 52 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan diagnose medis TB paru dada
pnemuothorax partial dikedua lapang paru. Pada saat pengkajian pasien mengatakan sesak
nafas dan batuk berdahak sejak1 bulan yang lalu, batuk berdahak lendir bercampur darah,
pasien juga mengatakan sering berkeringat dimalam hari, tidak ada nafsu makan, dan berat
badan turun 10 kg semenjak sakit. Pada saat dilakukan pengkajian didapatkan hasil
TD=90/60 mmHg, N=101 x/mnt, RR=25x/mnt, S=36,4 0C, CRT>3 detik, suara nafas ronchi
disetangah lapang paru bawah, gerakan dada tidak simetris, pasien tampak sesak dan bernafas
dengan menggunakan otot-otot bantu pernafasan, konjungtiva anemis, skelera anikterik,
mukosa bibir kering, klien tampak pucat, turgor kulit jelek, dan rambut rontok. Pasien
mengatakan bahwa dirinya tinggal dengan orang yang mengkonsumsi rokok 2 bungkus
perhari, pasien juga mengatakan tidak nafsu makan, mual dan badan terasa lemas. Pasien
tampak susah mengeluarkan dahak saat batuk, dan kehilangan tonus otot pada ekstremitas
bawah. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan BTA (+) dan Hb=10 gr/dl (pr=12-14
gr/dl)

A. PENGKAJIAN
Tanggal masuk :-
Ruang/Kelas :-
No.Med.Rec :-
Diagnosa Medis : TB paru dada pnemuothorax partial

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 52 Tahun

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Suku Bangsa :-

Pendidikan :-

Bahasa : Indonesia
Pekerjaan :-

Alamat :-

Sumber Biaya :-

RIWAYAT KEPERAWATAN

1. Keluhan Utama ( Masalah prioritas yang dikeluhkan oleh pasien ) : sesak nafas

2. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Sekarang ( Kronologis keluhan pasien : mulai


dari pertama kali pasien mengeluh sampai pasien dirawat dirumah
sakit dan ditemukan data baru dari hasil pengkajian yang dilakukan )
:

pasien mengatakan sesak nafas dan batuk berdahak sejak1


bulan yang lalu, batuk berdahak lendir bercampur darah, pasien juga
mengatakan sering berkeringat dimalam hari, tidak ada nafsu makan,
dan berat badan turun 10 kg semenjak sakit. Pada saat dilakukan
pengkajian didapatkan hasil TD=90/60 mmHg, N=101 x/mnt,
RR=25x/mnt, S=36,40C, CRT>3 detik, suara nafas ronchi disetangah
lapang paru bawah, gerakan dada tidak simetris, pasien tampak sesak
dan bernafas dengan menggunakan otot-otot bantu pernafasan,
konjungtiva anemis, skelera anikterik, mukosa bibir kering, klien
tampak pucat, turgor kulit jelek, dan rambut rontok. Pasien
mengatakan bahwa dirinya tinggal dengan orang yang
mengkonsumsi rokok 2 bungkus perhari, pasien juga mengatakan
tidak nafsu makan, mual dan badan terasa lemas. Pasien tampak
susah mengeluarkan dahak saat batuk, dan kehilangan tonus otot
pada ekstremitas bawah. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
BTA (+) dan Hb=10 gr/dl (pr=12-14 gr/dl)

b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu (RKML) mencakup :

1) Riwayat Alergi ( Obat, Makanan, Binatang, Lingkungan)


Tidak Ada

2) Riwayat Kecelakaan

Tidak Ada

3) Riwayat dirawat dirumah sakit ( kapan, alasan, dan berapa lama )

Tidak Ada

4) Riwayat pemakaian obat

Tidak Ada

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

Tidak Ada

4. Riwayat Psikologi dan Spiritual

a. Riwayat Psikologi

1) Dampak penyakit terhadap pasien ( berkaitan dengan konsep diri, cemas


dan pemecahan masalah).

pasien tampak sesak

2) Dampak penyakit terhadap keluarga

Keluarga Pasien merasa cemas karena salah satu keluarganya mengalami


penyakit tb paru

b. Dampak penyakit terhadap keluarga

1) Nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan

Tidak Ada

2) Aktivitas keagamaan / kepercayaan yang dilakukan

Tidak Ada
5. Pola Kebiasaan Sehari-hari

NO Kebiasaan Sehari-hari Di Rumah Di


Rumah
Sakit

1 Pola Nutrisi
Tidak Ada
Tidak Ada
1) Frekuensi makan
Tidak Nafsu
Tidak nafsu
2) Nafsu makan
Tidak Tidak
3) Jenis makanan dirumah disebutkan disebutkan

4) Makanan yang tidak disukai / alergi /


Tidak Ada Tidak Ada
pantangan
Tidak Ada Tidak Ada
5) Kebiasaan sebelum makan

6) Tinggi badan

2 Pola Eliminasi

1) BAK

- Frekuensi

- Waktu

- Warna

- Terpasang
Kateter

- jumlah urine
dalam urin bag

- Keluhan yang
berhubungan
dengan BAK
2) BAB

- Frekuensi

- Waktu

- Warna

- Konsistensi

- Keluhan yang
berhubungan
dengan BAB

- Penggunaan
Laxatif/Pencaha
r

3 Pola Pesonal Hygiene

1) Mandi

- Frekuensi

- Sabun

2) Oral Hygiene

- Frekuensi

- Waktu

3) Cuci Rambut

- Frekuensi

- Shampoo

4 Pola Istirahat Tidur


1) Tidur Malam Hari Tidur sering terbangun .
pada malam hari karena
- Lama Tidur
berkeringat

2) Tidur Siang

- Lama Tidur

5 Pola Aktivitas Dan Latihan

- Kegiatan dalam pekerjaan

- Waktu Bekerja

- Olah Raga

- Jenisnya

- Frekuensi

- Kegiatan Waktu Luang

- Keluhan dalam beraktivitas

6 Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan

 Merokok

- Frekuensi

- Jumlah

- Lama Pemakaian

 Minuman Keras

- Frekuensi

- Jumlah
- Lama Pemakaian

 Ketergantungan Obat

- Jenis

- Frekuensi

- Lama Pemakaian

- Alasan / Keluhan

PEMERIKSAAN FISIK

1. Sistem Penglihatan

a. Posisi Mata : Simetris

b. Kelopak Mata : Normal

c. Pergerakan Bola Mata : Normal

d. Konjungtiva : Anemis

e. Sklera : Anikterik

f. Pupil : Normal

g. Otot-otot Mata : Normal

h. Fungsi Penglihatan : Normal

i. Tanda-tanda Radang : Tidak Ada

j. Pemakaian Kaca Mata : Tidak

k. Pemakaian Lensa Kontak : Tidak

l. Reaksi Pupil Terhadap Cahaya : Normal


m. Nyeri Tekan Pada Bola Mata : ( ) YA ( √ ) TIDAK

2. Sistem Pendengaran

a. Daun Telinga : Simetris

b. Karakteristik Serumen ( Warna, Konsistensi, Bau ) : Tidak Ada

c. Kondisi Telinga : Normal

d. Cairan Daun Telinga : Tidak Ada

e. Perasaan Penuh di Telinga : Tidak Ada

f. Tinitus : Tidak Ada

g. Fungsi Pendengaran : Normal

h. Penggunaan Alat Bantu : Tidak Ada

3. Sistem Wicara

a. Kesulitan / gangguan dalam bicara : Tidak

4. Sistem Pernafasan

a. Jalan Nafas : Ada Sumbatan

b. Pernafasan : Sesak

c. Menggunakan Otot-Otot Bantuan Pernafasan : Iya

d. Frekuensi : 25 x/menit

e. Irama : Tidak teratur

f. Kedalaman : dangkal

g. Batuk : Ada

h. Sputum : Lendir bercampur darah


i. Konsistensi : Kental

j. Terdapat Darah : Iya

k. Suara Nafas : Ronchi

l. Tactile Vremitus : Tidak

5. Sistem Kardio Vaskuler

a. Sirkulasi Parifer

1) Nadi : 101x/menit

2) Irama : Teratur

3) Denyut : Teratur

4) Tekanan Darah : 90/60 mmHg

5) Distensi Vena Jugularis :-

6) Temperatur Kulit : Jelek

7) Warna Kulit : Pucat

8) Pengisian Kapiler :>3

9) Edema : Tidak Ada

b. Sirkulasi Jantung

1) Kecepatan Denyut Apikal : Tidak Ada

2) Irama : Teratur

3) Kelainan Bunyi Jantung : Tidak Ada

4) Sakit Dada : Tidak Ada

5) Timbulnya : Tidak Ada


6) Karakteristik : Tidak Ada

6. Sistem Hematologi

a. Hb : 10 gr/dl (pr=12-14 gr/dl)

b. Leukosit : Tidak dikaji

c. Trombosit : Tidak dikaji

d. Ht : Tidak dikaji

e. Eritrosit : Tidak dikaji

f. Kelainan : Tidak Ada

7. Sistem Saraf Pusat

a. Tingkat Kesadaran : compos metis / GCS : 15

b. Orientasi : Normal

c. Daya ingat / memori : Normal

d. Test Fungsi Nevust Cranial ( N1 s/d N XII ) : Normal

e. Test Fungsi Motorik dan Cerebellum

- Test Keseimbangan Koordinasi : Normal

f. Test Fungsi Sensori ( Test sensibilitas daerah dormatom ) : Normal

g. Test Fungsi Reflek

1) Reflek kornea : Normal

2) Reflek Pnaring : Normal

3) Reflek Biceps : Normal

4) Reflek Triceps : Normal


5) Reflek Patela : Normal

6) Reflek Archiles : Normal

7) Reflek Babinski : Normal

h. Test Rangsang Meningeal

1) Nuchal Rigidity ( Kaku kuduk ) : Normal

2) Tanda Brudzinski 1 : Normal

3) Tanda Kernig : Normal

4) Tanda Brudzinski II : Normal

8. Sistem Pencernaan

a. Keadaan Mulut

1) Gigi : Normal

2) Gigi Palsu : Tidak ada

3) Stomatitis : Tidak Ada

4) Lidah Kotor : Tidak

5) Saliva : Normal

6) Tonsil : Normal

b. Muntah

1) Isi : Tidak ada

2) Warna : tidak ada

c. Nyeri Daerah Perut : Tidak Ada

d. Karakteristik Nyeri :-
e. Bising Usus : tidak ada

f. Hepar : tidak ada

g. Lien : tidak ada

h. Nyeri Epigastrium : tidak ada

i. Abdomen : tidak ada

9. Sistem Endokrin

1) Gula Darah : tidak ada

2) Nafas Bau Keton : tidak ada

3) Poliuri : tidak ada

4) Poliphagia : tidak ada

5) Polidipsi : tidak ada

6) Data Penunjang : tidak ada

10. Sistem Urogenetalia

a. Perubahan Pola Berkemih : tidak ada

b. Distensi Ketegangan Kandung Kemih : tidak ada

c. Keluhan Sakit Pinggang : tidak ada

11. Pembesaran Pada Ginjal : tidak ada

12. Sistem Intergumen

a. Turgor Kulit : Jelek

b. Keadaan Kulit : Kering

c. Keadaan Rambut : Rontok


- Tekstur : tidak ada

- Kebersihan : cukup

13. Sistem Muskuluskeletal

a. Kesulitan dalam pergerakan :

- Kekuatan ROM :

b. Sakit pada tulang sendi : tidak ada

c. Fraktur : tidak ada

d. Kelainan Bentuk Tulang : tidak ada

e. Keadaan Tonus Otot : hilang pada ekstermitas bawah

14. Sistem Kekebalan Tubuh

a. Suhu Tubuh : 36,4⸰C

b. BB Sebelum Sakit : tidak ada

c. BB Setelah Sakit : tidak ada

d. Pembesaran Kelenjar Getah Bening : tidak ada

DATA PENUNJANG ( Pemeriksaan laboraturium, Rontgen, dll / tanggal


pemeriksaan dicantumkan ) = BTA (+)

THERAPY : -

B. ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah
Ds Mikobacterium Bersihan Jalan
 pasien mengatakan sesak nafas dan batuk ↓ Nafas Tidak
berdahak sejak1 bulan yang lalu, batuk Alveolus Efektif b/d
berdahak lendir bercampur darah ↓ penumpukan
Do
 TD=90/60 mmHg, N=101 x/mnt, Respon Inflamasi sekret
RR=25x/mnt, S=36,40C, ↓
 CRT>3 detik, Masa Fibrosa
 suara nafas ronchi disetangah lapang paru ↓
bawah, Tbc Aktif

 gerakan dada tidak simetris, ↓

 pasien tampak sesak dan bernafas dengan Pembentukan Sputum

menggunakan otot-otot bantu pernafasan, ↓


Batuk Non Produktif
 Pasien tampak susah mengeluarkan dahak

saat batuk, dan kehilangan tonus otot pada
Penumpukan Sekret
ekstremitas bawah.
 Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
BTA (+) dan Hb=10 gr/dl (pr=12-14 gr/dl)
Ds Mikobacterium Gangguan
 pasien mengatakan sesak nafas dan batuk ↓ pertukaran gas b/d
berdahak sejak1 bulan yang lalu, batuk Alveolus ketidakseimbangan
berdahak lendir bercampur darah ↓ ventilasi-perfusi
Do Respon Inflamasi
 TD=90/60 mmHg, N=101 x/mnt, ↓
RR=25x/mnt, S=36,40C, Masa Fibrosa
 CRT>3 detik, ↓

 suara nafas ronchi disetangah lapang paru Tbc Aktif

bawah, ↓

 gerakan dada tidak simetris, Pembentukan Sputum



 pasien tampak sesak dan bernafas dengan
Batuk Non Produktif
menggunakan otot-otot bantu pernafasan,

 Pasien tampak susah mengeluarkan dahak
Penumpukan Sekret
saat batuk, dan kehilangan tonus otot pada

ekstremitas bawah.
Ketidakseimbangan
 Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
Ventilasi-Perfusi
BTA (+) dan Hb=10 gr/dl (pr=12-14 gr/dl)
Ds Mikobacterium Defisit Nutrisi b/d
 pasien juga mengatakan tidak ada nafsu ↓ faktor psikologis
makan, dan berat badan turun 10 kg semenjak Alveolus keengganan untuk
sakit. ↓ makan
 pasien juga mengatakan mual dan badan Respon Inflamasi
terasa lemas. ↓
Do Masa Fibrosa
 TD=90/60 mmHg, N=101 x/mnt, ↓
RR=25x/mnt, S=36,40C, Tbc Aktif
 CRT>3 detik, ↓

 konjungtiva anemis Efek GI Trak

 skelera anikterik ↓
Anoreksia
 mukosa bibir kering

 klien tampak pucat
Asupan Nutrisi Tidak
 turgor kulit jelek, dan rambut rontok.
Adekuat
 Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan

BTA (+) dan Hb=10 gr/dl (pr=12-14 gr/dl)
Penurunan Berat Badan

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d penumpukan sekret
2. Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
3. Defisit Nutrisi b/d Faktor Psikologis (Keengganan Untuk Makan)

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa (SDKI) Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Management jalan napas
nafas tidak efektif keperawatan selama 3x24jam 1. Monitor pola napas (frekuensi,
b/d penumpukan diharapkan bersihan jalan napas kedalaman, usaha napas)
sekret kembali efektif, dengan Kriteria 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
Hasil: Gurgling, mrngi, wheezing, ronkhi
1. Frekuensi nafas kering)
membaik 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
2. Pola nafas membaik 4. Pertahankan kepatenan jalan napas
dengan head-tlit dan chin-lift (jaw-thrust
jikan curiga trauma servikal)
5. Posisikan semifowler atau fowler
6. Berikan minum hangat
7. Lakukan penghisapan lendir kurang dari
15 detik
8. Berikan oksigen, jika perlu

Pemantauan Respirasi
1. Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, upaya napas)
2. Monitor adanya produksi sputum
3. Monitor adanya sumbatan jalan napas
4. Monitor saturasi oksigen
5. Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
6. Dokumentasikan hasil pemeriksaan

Penghisapan jalan napas


1. Identifikasi kebutuhan dilakukan
penghisapan
2. Auskultasi suara napas sebelum dan
setelah dilakukan penghisapan.
3. Monitor dan catat warna, jumlah, dan
kosistensi sekret
4. Gunakan tehnik aseptik (mis. Gunakan
sarung tangan, menggunakan kacamata
dan masker, jika perlu)
5. Gunakan prosedural steril dan disposible
6. Pilih ukuran kateter suction yang
menutupi tidak lebih dari setengah
diameter ETT lakukan penghisapan
mulut, nasofaring endotrqcheal tube
(ETT)
7. Berikan oksigen dengan konsentrasi
tinggi (100%) paling sedikit 30 detik
sebelum dan setelah tindakan
8. Lakukan penghisapan lebih dari 15 detik
9. Lakukan penghisapan ETT dengan TD
rendah 80-120x/mmHg
10. Hentikan pengisapan dan berikan terapi
oksigen jika mengalami kondisi-kondisi
seperti bradikardi dan penurunan saturasi

Pemberian obat inhalasi


1. Identifikasi kemungkinan alergi, interaksi
dan kontra indikasi
2. Verifikasi order obat sesuai dengan
indikasi
3. Periksa tanggal kadarluwarsa obat
4. Monitor tanda vital dan nilai
laboratoriumsebelum pemberian obat
obat, jika perlu
5. Monitor efek terapeutik obat
6. Monitor efeksamping, toksisitas, dan
interaksi obat
7. Lakukan perinsip 6 benar (pasien, dosis,
obat, rute, waktu, dokumentasi)
8. Kocok inhaler selama 2-3 detik sebelum
digunakan
9. Lepaskan penutup inhaler dan pegang
terbalik
10. Posisikan inhaler didsalam mulut
mengarah ke tenggorokan dengan bibir
ditutup rapat
Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
pertukaran gas b/d keperawatan selama 3x24jam a. Observasi
ketidakseimbanga diharapkan gangguan 1. Monitor pola napas (frekuensi,
n ventilasi-perfusi pertukaran gas teratasi dengan kedalaman, upaya napas)
Kriteria Hasil: 2. Monitor pola napas (seperti bradipnea,
1. Pola nafas membaik takipnea, hiperventilasi, kussmaul, chey-
2. Warna kulit membaik stokes, biot, ataksik)
3. Nafas cuping hidung 3. Monitor adanya produksi sputum
menurun 4. Monitor adanya sumbatan jalan napas
4. Bunyi nafas tambahan 5. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
menurun 6. Auskultasi bunyi napas
5. Dispnea menurun 7. Monitor saturasi oksigen
8. Berikan terapi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil x-ray thoraks
11. Dokumentasikan hasil pemeriksaan
Defisit Nutrisi b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen dan Pemantauan Nutrisi
Faktor Psikologis keperawatan selama 3x24jam 1. Identifikasi status nutrisi
(Keengganan diharapkan defisit nutrisi, 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Untuk Makan) dengan Kriteria Hasil: 3. Identifikasi makanan yang disukai
1. BB membaik 4. Monitor asupan makanan
2. Nafsu makan membaik 5. Monitor dan timbang berat badan
3. Freluensi makan 6. Hitung perubahan berat badan
membaik 7. Monitor mual muntah
4. Sariawan menurun 8. Monitor hasil pemeriksaan lab
5. Nyeri abdomen 9. Lakukan oral hygiene sebelum makan
menurun 10. Berikan makanan tinggi serat , tinggi kalori
6. Porsi makan yang dan tinggi protein
dihabiskan meningkat 11. Berikan suplemen makanan, jika perlu
12. Anjurkan posisi duduk ketika makan
13. Anjurkan makan sedikit tapi sering
14. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan

E. CATATAN KEPERAWATAN
Diagnosa Implementasi Evaluasi
Bersihan jalan Management jalan napas S:
nafas tidak efektif 1. Memonitor pola napas (frekuensi,  pasien mengatakan sudah
b/d penumpukan kedalaman, usaha napas) tidak sesak nafas dan
sekret 2. Memonitor bunyi napas tambahan (mis. batuk berdahak sudah
Gurgling, mrngi, wheezing, ronkhi kering) sedikit teratasi
3. Memonitor sputum (jumlah, warna,  batuk berdahak sudah
aroma) tidak mengeluarkan
4. Mempertahankan kepatenan jalan napas lendir bercampur darah
dengan head-tlit dan chin-lift (jaw-thrust
O:
jikan curiga trauma servikal)
 TD=120/80mmHg
5. Memposisikan semifowler atau fowler
N=88x/mnt
6. Memberikan minum hangat
RR=20x/mnt
7. Melakukan penghisapan lendir kurang
S=36,40C
dari 15 detik
CRT>3 detik,
8. Memberikan oksigen, jika perlu
 suara nafas ronchi sudah
tidak terdengar disetangah
Pemantauan Respirasi
lapang paru bawah,
1. Memonitor pola napas (frekuensi,
A : Masalah teratasi sebagian
kedalaman, upaya napas)
P : intervensi dilanjutkan
2. Memonitor adanya produksi sputum
3. Memonitor adanya sumbatan jalan napas
4. Mengatur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
5. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan

Penghisapan jalan napas


1. Mengidentifikasi kebutuhan dilakukan
penghisapan
2. Mengauskultasi suara napas sebelum dan
setelah dilakukan penghisapan
3. Memonitor dan catat warna, jumlah, dan
kosistensi sekret
4. Menggunakan tehnik aseptik (mis.
Gunakan sarung tangan, menggunakan
kacamata dan masker, jika perlu)
5. Mengunakan prosedural steril dan
disposible
6. Memilih ukuran kateter suction yang
menutupi tidak lebih dari setengah
diameter ETT lakukan penghisapan mulut,
nasofaring endotrqcheal yube (ETT)
7. Memberikan oksigen dengan konsentrasi
tinggi (100%) paling sedikit 30 detik
sebelum dan setelah tindakan
8. Melakukan penghisapan lebih dari 15
detik
9. Melakukan penghisapan ETT dengan TD
rendah 80-120x/mmHg
10. Menghentikan pengisapan dan berikan
terapi oksigen jika mengalami kondisi-
kondisi seperti bradikardi dan penurunan
saturasi

Pemberian obat inhalasi


1. Mengidentifikasi kemungkinan alergi,
interaksi dan kontra indikasi
2. Memverifikasi order obat sesuai dengan
indikasi
3. Memeriksa tanggal kadarluwarsa obat
4. Memonitor tanda vital dan nilai
laboratoriumsebelum pemberian obat
obat, jika perlu
5. Memonitor efek terapeutik obat
6. Memonitor efeksamping, toksisitas, dan
interaksi obat
7. Melakukan perinsip 6 benar (pasien, dosis,
obat, rute, waktu, dokumentasi)
8. Mengkocok inhaler selama 2-3 detik
sebelum digunakan
9. Melepaskan penutup inhaler dan pegang
terbalik
10. Memposisikan inhaler didsalam mulut
mengarah ke tenggorokan dengan bibir
ditutup rapat
Gangguan Pemantauan Respirasi S:
pertukaran gas b/d 1. Memonitor pola napas (frekuensi,  pasien mengatakan sudah
ketidakseimbanga kedalaman, upaya napas) tidak sesak nafas dan
n ventilasi-perfusi 2. Memonitor pola napas (seperti bradipnea, batuk berdahak sudah
takipnea, hiperventilasi, kussmaul, chey- sedikit teratasi
stokes, biot, ataksik)  batuk berdahak sudah
3. Memonitor adanya produksi sputum tidak mengeluarkan
4. Memonitor adanya sumbatan jalan napas lendir bercampur darah
5. Mepalpasi kesimetrisan ekspansi paru
O:
6. Mengauskultasi bunyi napas
 TD=120/80mmHg
7. Memonitor saturasi oksigen
N=88x/mnt
8. Memberikan terapi oksigen
RR=20x/mnt
9. Memonitor nilai AGD
S=36,40C
10. Memonitor hasil x-ray thoraks
CRT>3 detik,
11. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan
 suara nafas ronchi sudah
tidak terdengar disetangah
lapang paru bawah,
A : Masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
Defisit Nutrisi b/d Manajemen dan Pemantauan Nutrisi S:
Faktor Psikologis 1. Mengidentifikasi status nutrisi  pasien juga mengatakan
(Keengganan 2. Mengidentifikasi alergi dan intoleransi nafsu makan sudah mulai
Untuk Makan) makanan meningkat, dan berat
3. Mengidentifikasi makanan yang disukai badan mulai stabil
4. Memonitor asupan makanan kembali
5. Memonitor dan timbang berat badan  pasien juga mengatakan
6. Menghitung perubahan berat badan sudah tidak mual dan
7. Memonitor mual muntah badan terasa segar
8. Memonitor hasil pemeriksaan lab kembali.
9. Melakukan oral hygiene sebelum makan O:
10. Memberikan makanan tinggi serat , tinggi  TD=120/80mmHg
kalori dan tinggi protein N=88x/mnt
11. Memberikan suplemen makanan, jika perlu RR=20x/mnt
12. Menganjurkan posisi duduk ketika makan S=36,40C
13. Menganjurkan makan sedikit tapi sering CRT>3 detik,
14. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk  konjungtiva ananemis
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien  mukosa bibir lembab
yang dibutuhkan  klien tampak segar
 turgor kulit membaik, dan
rambut rontok berkurang.
A : Masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan

CONTOH SOAL KASUS UKOM

Ny.R usia 52 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan diagnose medis TB paru
dada pnemuothorax partial dikedua lapang paru. Pada saat pengkajian pasien
mengatakan sesak nafas dan batuk berdahak sejak1 bulan yang lalu, batuk berdahak
lendir bercampur darah, pasien juga mengatakan sering berkeringat dimalam hari,
tidak ada nafsu makan, dan berat badan turun 10 kg semenjak sakit. Pada saat
dilakukan pengkajian didapatkan hasil TD=90/60 mmHg, N=101 x/mnt,
RR=25x/mnt, S=36,40C, CRT>3 detik, suara nafas ronchi disetangah lapang paru
bawah, gerakan dada tidak simetris, pasien tampak sesak dan bernafas dengan
menggunakan otot-otot bantu pernafasan, konjungtiva anemis, skelera anikterik,
mukosa bibir kering, klien tampak pucat, turgor kulit jelek, dan rambut rontok.
Pasien mengatakan bahwa dirinya tinggal dengan orang yang mengkonsumsi rokok 2
bungkus perhari, pasien juga mengatakan tidak nafsu makan, mual dan badan terasa
lemas. Pasien tampak susah mengeluarkan dahak saat batuk, dan kehilangan tonus
otot pada ekstremitas bawah. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan BTA (+)
dan Hb=10 gr/dl (pr=12-14 gr/dl)

Pada kasus diatas masalah utama yang harus perawat ketahui untuk melakukan
tindakan lebih lanjut dalam mengatasi kasus tersebut...
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d penumpukan sekret
b. Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
c. Defisit Nutrisi b/d Faktor Psikologis (Keengganan Untuk Makan)
d. Hipertermi b/d proses inflamasi
e. Intoleransi aktivitas b/d pasien cedera psikologi
Jawabannya A karena keluhan utama pasien sesak nafas dan batuk berdahak
berlendir darah, perawat harus melakukan suction untuk membersihkan lendir
darah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi


6. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New


Jersey:Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.).
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved
from http://www.inna-ppni.or.id

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). Jakarta.
Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from http://www.innappni.or.id

Anda mungkin juga menyukai