royo tak senggo temanten anyar, Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi, Lunyu-lunyu
yo penekno kanggo mbasuh dodotiro, Dodotiro-dodotiro, kumitir bedhah ing pinggir,
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore, Mumpung padhang rembulane,
mumpung jembar kalangane, Yo surako… surak hiyo. . .
Beranda ▼
Friday, February 8, 2013
At Thawasin Al Azal
و أﺷﻬﺪ أن ﻣﺤﻤﺪا رﺳﻮل ا أﺷﻬﺪ أن ﻻ اﻟﻪ اﻻ ا
At Thawasin Al Azal
Oleh Hussain bin Manshur Al-Hallaj
9. Maha Suci Allah! Adakah yang lebih nyata, lebih tampak,
lebih agung, lebih masyhur, lebih kemilau, lebih perkasa
ataupun cendekia, yang lebih darinya? Ia – sungguh – telah
dikenal sebelum penciptaan sesuatu, yang ada, juga semesta.
Ia senantiasa diingat sebelum adanya ‘sebelum’ dan setelah
adanya ‘setelah’, juga sebelum ada substansi dan kualitas.
Substansinya adalah cahaya semata, ucapannya
adalah nubuwah, hikmahnya adalah wahyu, gaya bahasanya
adalah Arab, kesukuannya adalah “tiada Timur dan tiada
Barat” [Q. 24: 35], silsilahnya adalah garis kebapakan,
misinya adalah damai, dan sebutannya
adalah ‘ummi (awam).
8. Ada suatu "jarak sepanjang dua busur" lebarnya (Q. 53: 9),
atau lebih dekat lagi, saat ia mencapai gurun Pengetahuan
hakikat, dan "ia beritahukan hal itu dari hati
lahirnya (fu'ad)" (Q. 53: 10). Ketika sampai pada Kebenaran
hakikat, ia menanggalkan hasratnya di situ, dan
mempersembahkan dirinya naik ke Hadirat Sang Pengasih.
Setelah mencapai Kebenaran (Allah), ia pun kembali sambil
berkata: "Hati-batinku bersujud kepada-Mu, dan hati-lahirku
beriman kepada-Mu." Ketika mencapai Pohon-Batas
Penghabisan, ia berkata: "Aku tidak dapat memuji-Mu
sebagaimana mestinya Engkau dipuji." Dan, ketika mencapai
Kenyataan hakikat, ia berkata: "Hanya Engkau Sendiri yang
dapat memuji Diri-Mu." Ia menanggalkan lagi hasratnya, dan
menuruti panggilan tugasnya, "hatinya tidak berdusta
tentang apa yang dilihatnya" (Q. 53:11) di maqam dekat
Pohon-Batas-Terjauh (Sidrat al-Muntaha). (Q. 53:14) Ia tidak
berpaling ke kanan, ke arah hakikat sesuatu, tidak juga ke
kiri, ke arah Kenyataan hakikat. “Penglihatan (Nabi
Muhammad) tidak berkisar daripada menyaksikan Dengan
tepat (akan pemandangan Yang indah di situ Yang diizinkan
melihatnya), dan tidak pula melampaui batas." (Q. 53: 17)
__________________________________________________
1. Hakikat itu adalah sesuatu yang sangat halus, dan sulit
menguraikannya. Jalan untuk menempuhnya sempit, dan tentang
jalannya itu, seorang penempuh (salik) harus mengarungi
'kobaran api' di tengah gurun yang dalam. Seorang
asing (gharib) telah mengikuti jalan ini, dan menyampaikan
bahwa apa yang dialaminya ada empat puluh Maqam, yaitu:
1. Kesopansantunan ['adab],
2. Kegentarhatian [rahab],
3. Kejerihpayahan [nashab],
4. Penuntutan-diri [thalab],
5. Ketakjuban ['ajab],
6. Peniadaan ['athab],
7. Pemujaan [tharab],
8. Pendambaan [syarah],
9. Penjernihan [nazah],
10. Kelurusan [shidq],
11. Persahabatan [rifq],
12. Persamaan [litq],
13. Keberangkatan [taswih],
14. Penghiburan [tarwih],
15. Ketajaman [tamyiz],
16. Penyaksian [syuhud],
17. Keberadaan [wujud],
18. Penghitungan ['add],
19. Pengupayaan [kadda],
20. Pemulihan [radda],
21. Perluasan [imtidad],
22. Pengolahan [i'dad],
23. Penyendirian [infirad],
24. Pengendalian [inqiyad],
25. Kemauan [murad],
26. Kehadiran [hudur],
27. Pelatihan [riyadhah],
28. Kehati-hatian [hiyathah],
29. Penyesalan [iftiqad],
30. Kedayatahanan [istilad],
31. Pengawasan [tadabbur],
32. Keterkejutan [tahayyur],
33. Perenungan [tafaqqur],
34. Kesabaran [tashabbur],
35. Penafsiran [ta'abbur],
36. Penolakan [rafdh],
37. Pengoreksian [naqd],
38. Pengamatan [ri'ayah],
39. Pembimbingan [hidayah],
40. Permulaan-jalan [bidayah].
Maqam terakhir ini adalah maqam-nya orang-orang yang
Hatinya tenang dan suci (shufi).
9. 'Aku' sejati adalah subyek, dan obyek yang terurai adalah subyek
dalam hakikatnya.
Soalnya adalah bagaimana itu terurai?
_________________________________________________
6. “Tentu saja tidak! Tidak ada seorang pelindung pun. Pada
hari itu hanya Tuhan penolongmu untuk kembali. Juga pada
hari itu setiap manusia akan diberi tahu tentang perbuatan
yang didahulukannya dan yang dilalaikannya.” (QS. 75: 11-
13)
21. “Ini tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan,” (QS. 53:
4) dari Cahaya ke ‘Cahaya’.
2. Telah dikatakan kepada Iblis: "Sujudlah!" (QS. 2: 34) dan kepada
Muhammad: "Tengoklah!" (QS. 53: 13) Namun, Iblis tidak bersujud,
dan Muhammad pun tidak menengok. Ia tidak berpaling ke kanan
atau ke kiri, "Matanya tidak celingukan, tidak juga jelalatan." (QS.
53: 17)
12. "Tidak ada jarak dari-Mu padaku, karena aku yakin bahwa jarak
dan kedekatan itu 'satu'!" "Bagiku, apabila aku dibiarkan,
pengabaian-Mu justru menjadi mitraku.
Jadi, seberapa pun jauhnya lagi, pengabaian dan cinta
tetap 'menyatu'!" "Terpujilah Engkau, dalam taufiq-Mu dan Zat-
Mu yang tiada terjangkau, bagi sang pemuja setia ini, yang tiada
bersujud ke yang selain Engkau!"
21. Sang Faqir, Abu Umar Al-Hallaj, berkata: "Aku bersoal dengan
Iblis dan Fir'aun tentang kehormatan Sang Pemurah." Kata Iblis:
"Jika aku bersujud, aku niscaya kehilangan gelar kehormatanku."
Dan, kata Fir'aun: "Jika aku beriman kepada Rasul (Musa as) itu,
aku niscaya terjatuh dari harkat kehormatanku."
25. Temanku adalah Iblis, dan guruku adalah Fir'aun. Iblis diancam
dengan api dan tidak mencabut pernyataannya. Fir'aun
ditenggelamkan di Laut Merah tanpa mencabut pernyataannya
ataupun mengakui sembarang perantara (rasul). kendatipun
begitu ia berkata: "Aku beriman bahwa tiada Tuhan kecuali Dia
yang diimani oleh Bani Isra'il." (QS. 10: 90) Dan, bukankah kau
melihat bahwa Allah pun menentang Jibril dalam Keagungan-Nya?
Dia berfirman: "Mengapa kau penuhi mulutmu dengan 'pasir'?"
28. Dia (Allah) berfirman kepadanya: "Kau tidak bersujud, hai yang
nista!" Ia menjawab: "Sebutlah lebih baik -- 'pecinta'!" Karena
pecinta dianggap rendah, maka Engkau menyebutku nista. Aku
telah membaca dalam Kitab yang Nyata, wahai Sang Kuasa dan
Setia, bahwa hal ini akan terjadi padaku. Jadi, bagaimana
mungkin aku menistakan diriku kepada Adam, padahal Engkau
menciptakannya dari tanah, sedangkan aku dari api? Dua hal
yang berlawanan tidak dapat diakurkan. Dan, aku telah
mengabdi-Mu lebih lama, juga memiliki kebajikan yang lebih
luhur, pengetahuan yang lebih luas, serta aktivitas yang lebih
sempurna."
29. Allah, yang senantiasa terpujilah Dia, berfirman kepadanya:
"Pilihan adalah milik-Ku, bukannya milikmu." Ia menjawab:
"Segenap pilihan, bahkan pilihan diriku, adalah milik-Mu. Karena
Engkau telah terpilih untukku, wahai Sang Khaliq. Jika Engkau
mencegahku dari bersujud kepadaanya (Adam as), Engkau
adalah 'Sebab' pencegahan itu.
Jika aku khilaf berbicara, Engkau tidak membiarkanku, karena
Engkau Sang Maha Mendengar. Jika Engkau berkehendak aku
bersujud kepadanya, aku niscaya taat. Aku tidak mengetahui
seorang pun di antara (makhluk) yang 'Arif, yang mengenal-Mu
secara lebih baik daripada aku."
33. Sumber air di darat adalah telaga yang rendah. Ia (Iblis) terazab
kehausan di tempat yang (airnya) berlimpah-ruah. Ia menangisi
kesakitannya, karena api telah membakarnya. Kekhawatirannya
tidak lain hanyalah kepura-puraan, dan ke-'buta'-annya adalah
kesia-siaan -- itulah ia adanya!
35. Kaum shufi yang paling terjaga pun tetap bungkam tentang Iblis,
dan para 'arifin tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan
apa yang telah dipelajarinya (tentang Iblis).
Iblis lebih kuat daripada mereka dalam hal pemujaan, dan lebih
dekat daripada mereka kepada Sang Zat Wujud. Ia (Iblis)
mengerahkan dirinya lebih dan 'lebih' setia pada perjanjian, serta
lebih dekat daripada mereka kepada Sang Pujaan.
_________________________________________________
Thasin Al Masyi-ah (Kehendak)
2. Iblis berkata: “Bila aku memasuki lingkaran pertama, aku akan
menempuh ujian dari (lingkaran) yang kedua. Dan, bila aku
melintas ke yang kedua, aku harus menempuh ujian dari
(lingkaran) yang ketiga. Bahkan, bila aku menyeberang ke yang
ketiga, aku mesti menempuh ujian dari (lingkaran) yang
keempat.”
_________________________________________________
Thasin Al Tauhid (Keesaan)
2. Allah adalah Sang Esa, Unik, Sendiri, dan ‘saksi’ sebagai
yang Satu.
9. Jika aku mengatakan: “Tidak, Tauhid itu datang dari sang Obyek
yang tersaksikan,” maka adakah hubungan yang mengaitkan
seorang peng-Esa (Tauhid) ke pernyataannya tentang Penyatuan
itu?
12. Kita kembali dulu, di luar semua itu, ke pokok masalah [Obyek
kita] dan memisahkannya dari kalimat tambahan, pemaduan,
penghitungan, peleburan dan penyifatan.
____________________________________________
14. Jika kukatakan: “Nama dan obyek yang dinamai itu Satu,” maka
apakah pengertian (nama) yang dikandung Tauhid?
20. Maha Besar Allah, yang Maha Suci, yang dengan kesucian-Nya
tidaklah Dia terjangkau oleh segenap cara (thariqah) sang arif,
apalagi oleh segenap intuisi orang kebatinan.
____________________________________________
Share
No comments:
Post a Comment
AkvvfKEyCzFtfheJCWaEteNVKP0
‹ Home ›
View web version
About Me
Alif braja
SALAM PRAMUKA
View my complete profile
Powered by Blogger.