Anda di halaman 1dari 9

POLITIK PERTANIAN

“Kebijakan Komoditi Kakao Di Indonesia”

DISUSUN OLEH :

NURNIATI (D1A117337)

RASMITA (D1A117342)

RONALDIYANSA (D1A117347)

SARLIN (D1A117352)

SUHARDIN (D1A117357)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang merupakan komoditas


unggulan nasional, dengan volume produksi terbesar kelima setelah kelapa sawit, kelapa,
karet, dan tebu (BPS, 2014) dengan luas area mencapai 1.722.315 ha , dan memberikan
sumbangan devisa ketiga terbesar setelah kelapa sawit dan karet (Goenadi et al. 2007).
Pada tahun 2010, Indonesia memproduksi 844,4 ribu ton kakao, mengalami peningkatan
pesat dibandingkan produksi pada tahun 1990, yang hanya sebesar 142,3 ribu ton
(ditjenbun 2014-2016). Pada kurun waktu tersebut, terjadi peningkatan produksi lebih
dari enam kali lipat. Dan mengalami fluktuasi produksi selama 5 tahun trakhir tahun
2010-2015 dan menurun pada tahun 2016 dengan jumlah 760,429 ribu ton.

Pertumbuhan produksi kakao tiap tahunnya disebabkan oleh banyaknya pengembangan


produksi hampir di setiap provinsi. Data Ditjenbun (2011), pada tahun 2016 perkebunan
kakao Indonesia tersebar di setiap provinsi kecuali DKI Jakarta, dengan luas areal sebesar
1.722.315 ha, jauh meningkat dari tahun. 1990 yang hanya seluas 357.490 ha. Pendorong
utama pertumbuhan area perkebunan kakao adalah sebagai sumber pekerjaan untuk
petani kecil dan kakao menyediakan pendapatan ekspor (Arsyad dan Yusuf, 2008)

Menurut International Cocoa Organization (2012), pada tahun 2011 Indonesia merupakan
produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana, dengan
memproduksi sekitar 15% kakao dunia. Pantai Gading merupakan penyumbang terbesar
produksi kakao sebesar 34%, kemudian Ghana sebesar 18%.
Ditinjau dari perdagangan internasional, walaupun Indonesia merupakan salah
satu eksportir utama biji kakao di pasar internasional setelah Pantai Gading dan Ghana.
Pada tahun 2013, total ekspor kakao mencapai 414.092 ton, namun kakao Indonesia
sebagian besar masih diekspor dalam bentuk mentah yakni biji kakao. Dari total ekspor
kakao Indonesia, sebanyak 173.918 ton atau lebih dari 42% diekspor dalam bentuk biji,
baru sisanya diekspor dalam bentuk pasta, butter, bubuk, dan makanan yang mengandung
cokelat (ITC, 2012).

Sejalan dengan tujuan pengembangan kakao nasional yakni sebagai komoditas ekspor
unggulan, baik biji maupun olahan maka pemerintah mulai mengembangkan industri hilir
kakao. Untuk itu, pemerintah menetapkan bea keluar bagi biji kakao hingga 15% melalui
Peraturan Menteri Keuangan No 67/PMK.011/2010 yang diberlakukan sejak April 2010.
Peraturan ini bertujuan menumbuhkan industri pengolahan kakao di dalam negeri yang
akan meningkatkan ekspor produk olahan kakao yang berdaya saing.

B. Rumusan Masalah

• Bagaimanakah Kondisi Kakao di Indonesia ?


• Bagaimanakah Kebijakan Komoditi Kakao di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

• Untuk mengetahui kondisi kakao di Indonesia


• Untuk mengetahui kebijakan pemerintah pada komoditi kakao di Indonesia
• Untuk memenuhi tugas mata kuliah Politik pertanian.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kakao Di Indonesia

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan utama didunia. Komoditas


ini dicari karena merupakan bahan baku pembuatan cokelat. Biji kakao yang telah
mengalami serangkaian proses pengolahan sehingga bentuk dan aromanya seperti yang
ada di pasaran sekarang. Banyak sekali produk dengan bahan baku cokelat yang sangat
familiar dengan kehidupan modern saat ini, seperti kue cokelat, ice-cream cokelat,
ataupun minuman cokelat. Perkembangan produksi kakao dunia saat ini dikuasai oleh tiga
pemasok utama dunia yaitu Pantai Gading (38,3%), Ghana (20,2%) dan Indonesia
(13,6%). Pemasok lainnya adalah Kamerun (5,1%), Brasil (4,4%), Nigeria (4,9%) dan
Ekuador (3,1%). Walapun sebagai pemasok utama kakao dunia, selama tahun 2002-2006
rata-rata pertumbuhan produksi Pantai Gading relatif rendah yakni hanya 1% per tahun,
sebaliknya Ghana tumbuh sangat tinggi 10,5% per tahun. Sementara Indonesia dan
Kamerun tumbuh moderat dengan masing-masing meningkat rata-rata 5,1% dan 4% per
tahun. (ICCO-Internationa Cacao Organiazation). Harga kakao dunia saat ini terus
berfluktuasi dengan kecenderungan tren naik. Harga kakao di pasaran internasional relatif
mahal, dikisaran US$ 2.000/ton, sehingga cukup menambah devisa bagi negara penghasil
buah kakao tersebut. Berdasarkan data ICCO pada semester II 2007 harga kakao
diperkirakan akan menurun, namun di bulan Desember 2007 harga kakao kembali
meningkat mencapai US$ 2.113/ ton. Fluktuasi harga ini akan mempengaruhi tingkat
produksi kakao dari negara-negara penghasilnya dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan yang maksimal.

Di Indonesia sendiri komoditas kakao merupakan komoditas penghasil devisa


negara nomor tiga setelah kelapa sawit dan karet dengan total pendapatan sebesar US
$ 1,8 milyar atau naik 20% dari tahun sebelumnya (bisnis.com,2009). Kebanyakan kakao
diekspor dalam bentuk bahan baku mentah yaitu berupa biji kakao, sebanyak 75 % dari
total produksi 456 ribu ton, sedangkan sisanya di olah didalam negeri untuk menghasilkan
hasil turunan kakao seperti cocoa powder, cocoa butter, cocoa cake, cocoa liquor.
Namun demikian, Indonesia masih mengimpor biji kakao karena kebutuhan akan
biji kakao berkualitas baik. Hal ini bukan merupakan indikasi yang bagus bagi
perkakaoan nasional, karena kelebihan stok kakao nasional seharusnya dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi dari produk olahan kakao sehingga
ketergantungan impor kakao dapat dikurangi.

Beberapa permasalahan yang dihadapi komoditas ini antara lain masih rendahnya
produktivitas komoditas kakao yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
penggunaan benih asalan, belum banyak digunakan benih klonal, masih tingginya
serangan hama PBK (penggerek buah kakao), hingga saat ini belum ditemukan klon
kakao yang tahan terhadap hama PBK, sebagian besar perkebunan berupa perkebunan
rakyat yang dikelola masih dengan cara tradisional dan umur tanaman kakao sebagian
besar sudah tua, di atas 25 tahun jauh di atas usia paling produktif 13-19 tahun. (Dinie
Suryani & Zulfebriansyah,2007)

Disamping itu, perkebunan kakao juga menyumbang dalam penyediaan lapangan kerja
dan sumber pendapatan bagi sekitar 1,1 juta kepala keluarga petani yang kebanyakan
berada di Kawasan Indonesia Timur (KTI). Dengan areal luas lahan mencapai 1,473,259
Ha pada tahun 2008 dan dengan produktivitas 792,791 ton, (Departemen Pertanian)
hampir 92,8 % merupakan perkebunan rakyat sedangkan selebihnya dikelola oleh swasta
dan perkebunan negara. Hal ini sangat berbeda dengan pelaksaan perundangan Undang-
Undang No.9 Tahun 1999 yang menyatakan monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang
berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat
hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur
dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau
badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah. Badan usaha untuk
perkebunan kakao nasional adalah PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia.
Masalah yang lainnya yaitu pengelolaan produk kakao masih tradisional (85% biji
kakao produksi nasional tidak difermentasi) sehingga mutu kakao Indonesia dikenal
sangat rendah (berada di kelas 3 dan 4). Akibat mutu rendah, harga biji dan produk kakao
Indonesia sangat rendah di pasar internasional (terkena diskon USD200/ton atau 10%-15%
dari harga pasar). Selama ini kurangnya ketertarikan serta minat para petani / produsen
untuk menghasilkan kakao fermentasi disebabkan karena kurangnya insentif yang
diberikan oleh pembeli terhadap biji kakao hasil fermentasi (Direktorat Jenderal
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian,2009).

Selain itu, pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% untuk setiap penjualan
komoditas kakao di dalam negeri sedangkan ekspor kakao sama sekali tidak dikenai PPN
sehingga menjadikan petani kakao kita lebih senang mengekspor kakao ke luar negeri
seperti, Malaysia dan Singapura. Hal ini sangat merugikan industri pengolahan kakao
nasional. Terbukti dengan semakin turunnya jumlah perusahaan pengolahan kakao
nasional dari 14 perusahaan yang tersebar di seluruh Indonesia, sekarang hanya menjadi
4 perusahaan. Untuk mengatasi permasalahan PPN pemerintah menerapkan kebijakan
pajak ekspor kakao, dimana setiap penjualan kakao ke luar negeri akan dikenai pajak
ekspor sebesar 30%. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi industri kakao nasional dari
kekurangan pasokan kakao.
B. Kebijakan Komiditi Kakao Di Indonesia

Kebijakan-kebijakan pemerintah pada komidti kakao di Indonesia :


1. Penghapusan PPN dan memberikan modal pembiayaan insentif fermentasi dan
pengembangan Sumber Daya Manusia untuk meningkatkan kualitas kakao yang
mana biaya tersebut berasal dari Bea Ekspor biji kakao.
2. Menambah modal pembiayaan untuk mengatasi pengurang produktivitas kakao
yaitu Hama PBK dan Rehabilitasi Tanaman Tua, dan juga untuk meningkatkan
faktor peningkatan produktivitas yang antara lain Penggunaan Bibit Unggul,
Intensifikasi Pertanian dan Penggunaan Teknologi pertanian. Semua itu dilakukan
dalam rangka peningkatan produktivitas lahan kakao yang berasal dari sumber
yang sama yaitu Bea Ekspor biji kakao.
3. Memberikan insentif untuk merangsang masyarakat dan pihak industri agar lebih
mengembangkan industri kakao olahan nasional.
4. Program Gernas (gerakan masional) kakao yaitu terdiri dari 3 kegiatan utama
yaitu peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi komoditi kakao.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan Dan Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan kebijakan selama ini tentang sistem
kakao nasional masih belum efektif, ditinjau dari segi perolehan petani yang masih belum
maksimal karena masih terdapat permasalahan seperti kualitas kakao yang buruk, dan
produktivitas yang rendah. Peranan produk kakao masih belum maksimal terutama untuk
industri kakao olahan, akibat adanya penerapan kebijakan PPN bagi petani.

Skenario kebijakan yang efektif dan cukup mampu meningkatkan perolehan petani adalah
dengan meningkatkan produktivitas kakao yang antara lain pembiayaan untuk penangan
hama PBK, rehabilitasi tanaman tua, intensifikasi pertanian, penggunaan bibit unggul,
teknologi pertanian. Disamping itu pembiayaan perbaikan kualitas kakao yang
diantaranya fermentasi biji kakao dan pengembangan SDM juga efektif dalam
meningkatkan perolehan petani kakao. Hal ini terbukti dengan meningkatnya perolehan
petani yang mencapai lebih dari 50 juta rupiah.

Skenario dengan pembiayaan untuk meningkatkan produktivitas lahan kakao karena


berhasil menangani hama PBK dan rehabilitasi tanaman tua, disamping intensifikasi,
penggunaan teknologi pertanian dan bibit unggul, maka kemampuan produktivitas
nasional mencapai hampir 2 ton perhektar/tahun dan berhasil meningkatkan jumlah
produksi kakao, sehingga Indonesia mampu memenuhi 50% kebutuhan dunia dalam
perananannya diperdagangan komoditas kakao dunia.

Skenario dengan pembiayaan insentif bagi petani yang menjual produksi kakaonya ke
industri dalam negeri mampu meningkatkan kapasitas terpasang pabrik pengolahan kakao
dan ekspor kakao olahan menjadi 600 ribu ton pertahun. Dengan demikian Indonesia
mampu meningkatkan nilai tambah produk kakao 3 kali lipat dalam 10 tahun ke depan.
Sedangkan, olahan kakao nasional mendapatkan market share sebesar 12% dari
keseluruhan total produksi dunia.
DAFTAR PUSTAKA

Hutahean, Lintje, Conny N. Manopo, dan Syamsul Bachri. 2005. Perbaikan Budidaya
Tanaman Kakao dan Penguatan Kelembagaan Petani di Dataran Menengah Palopo.
Prosiding Seminar Nasioanal Pengembagan inovasi pertanian lahan marginal.

Nurasa, Tjetjep dan Chairul Muslim. Perkembangan kakao Indonesia dan dampak
eskalasi tarif dipasaran dunia: kasus Kabupaten Kolaka ,Provinsi Sulawesi selatan.

Tim Penulis Departemen Pertanian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Kakao.

Tim Tanaman Perkebunan Besar. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis
Kakao di Indonesia. Badan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Zulfebriansyah, Dinie Suryani. 2007. Komoditas Kakao: Potret Peluang dan Pembiayaan.

Anda mungkin juga menyukai