Kajian Akademis Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Layanan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Direktorat Pengawasan Norma
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1. Latar Belakang ( seksi smk3)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud
dari pengelolaan keuangan negara yang merupakan instrumen bagi Pemerintah untuk mengatur pengeluaran dan penerimaan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
Salah satu unsur APBN adalah anggaran pendapatan negara dan
hibah yang diperoleh salah satunya dari Penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Penerimaan Negara Bukan Pajak memiliki kontribusi yang cukup signifikan bagi penerimaan negara. Penerimaan Negara Bukan Pajak tidak hanya dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak, akan tetapi dikelola oleh banyak Kementerian Lembaga, salah satunya Kementerian Ketenagakerjaan melalui Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 - Direktorat Pengawasan Norma K3.
Seiring dengan perkembangan teknologi di era revolusi industri
4.0 dan meningkatnya kesadaran masyarakat dalam pemenuhan regulasi K3 secara mandiri serta mendukung keberlangsungan usaha guna mewujudkan penguatan sumber daya manusia unggul dan berbudaya K3 di semua sektor usaha. Direktorat Pengawasan Norma K3 berupaya untuk memberikan pelayanan di bidang K3 secara optimal, efektif dan efisien yang langsung dapat diterima oleh masyarakat.
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat
Pengawasan Norma K3 dalam mewujudkan pelayanan yang profesional, transparan dan akuntabel serta menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2018 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak maka perlu dilakukan penyempurnaan pengaturan atas pengelolaan PNBP yang Berlaku di Kementerian Ketenagakerjaan.
2. Dasar Hukum (seksi KBLPK)
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918);
3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara
Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6245); 4. Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6573);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan
Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3694) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1998 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3760).
3. Identifikasi Masalah (seksi PAA dan MPUBT)
- Anggaran APBN tidak mencukupi untuk memberikan layanan K3
- Personil yang menangani layanan K3 yang belum memadai, di sisi
lain formasi pengadaan Pegawai kurang
- Variasi biaya yang dibebankan masyarakat
================================================
- Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk pemenuhan regulasi K3
secara mandiri
- Memberikan dukungan untuk keberlangsungan usaha
- Memberikan kontribusi pemasukan kas negara
- Dampak era revolusi industri 4.0 memberikan kemudahan
masyarakat untuk mengakses layanan pemerintah
- UU Cipta Kerja
4. Analisa (seksi PAA dan MPUBT)
a. Target pemerintah untuk meningkatkan kas negara dengan beberapa
skema seperti : pajak, ekspor, PNBP, dll saat ini masih belum tercapai. Oleh karena itu beberapa potensi yang bisa digali di Kementerian Ketenagakerjaan untuk membantu hal tersebut di antaranya melalui sektor K3 (penerbitan SKP dan/atau Lisensi K3 Personil K3; Surat Keterangan Gambar Rencana Pesawat Uap, Bejana Tekanan, Tangki Timbun, Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut, Pesawat Tenaga dan Produksi, Ruang luncur Elevator, dan Eskalator); dan Surat Keterangan Memenuhi Syarat K3 untuk Hasil pemeriksaan dan pengujian pesawat angkat dan pesawat angkut jenis rental atau lintas provinsi)
b. Meningkatnya standarisasi internasional terhadap berbagai produk
khususnya untuk ekspor juga mendorong pengusaha, pekerja, dan investor asing untuk meningkatkan kualitas K3 melalui personil K3 dan peralatan yang memiliki aspek K3. Hal ini berakibat terdapat deviasi biaya yang ditimbulkan terhadap pemenuhan kebutuhan tersebut. Untuk itu pemerintah dipandang perlu mengatur sebuah standar biaya terkait dengan dokumen sektor K3 yang diterbitkan negara sebagaimana dimaksud pada huruf a
c. Meningkatnya pembangunan infrastruktur serta jumlah data statistik
personil K3 termasuk sertifikasi yang dilakukan BNSP dalam beberapa tahun terakhir (tabel terlampir) yang ke depan akan disinkronisasikan untuk juga mendapatkan SKP dan/atau Lisensi K3 dari Ditjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker harus didukung dengan regulasi yang menetapkan besaran tarif terkait dengan penerbitan SKP dan/atau Lisensi K3 agar tidak menjadi bias.
d. Produk yang akan digunakan dan memiliki resiko terhadap
keselamatan pekerja dan masyarakat harus dipastikan kualitasnya pada tahapan perencanaan sampai dengan pemakaian.
1). Pada tahapan perencanaan produk tertentu (pesawat uap, bejana
tekanan, tangki timbun, pesawat angkat dan pesawat angkut, pesawat tenaga dan produksi, ruang luncur elevator, dan eskalator) harus terdapat gambar rencana yang memastikan perencanaan sesuai dengan persyaratan K3 sebelum produk tersebut akan dibuat secara massal.
2). Meningkatnya proyek pembangunan infrastruktur yang juga
membutuhkan penggunaan pesawat angkat dan pesawat angkut, sebanding dengan peningkatan angka kecelakaan kerja di sektor tersebut. Untuk mengurangi resiko tersebut dan membuat pemerataan biaya sertifikasi kelayakan pesawat angkat dan pesawat angkut yang digunakan khususnya jenis rental atau lintas provinsi, maka pemerintah juga dipandang perlu untuk menetapkan standar biaya terkait hal tersebut