Anda di halaman 1dari 13

1

“AKHLAK KEPADA / TERHADAP


KELUARGA”
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Akhlak

Dosen Pembimbing: H. M. Zainuri, S.Ag., M.Pd.

Disusun Oleh:
Khairul Anam (191310004390)

Masdi (191310004362)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA JEPARA

TAHUN AKADEMIK 2020/2021

1
2

KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, Yang telah memberikan rahmat-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang bejudul “AKHLAK KEPADA / TERHADAP
KELUARGA ” dengan baik. Makalah ini disusun untuk memnuhi tugas mata kuliah Akhlak.

Penulisan makalah ini tidak lepas dari bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak H. M. Zainuri, S.Ag., M.Pd. yang telah
membimbing dan memberi arahan sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik
dan lancar. Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.

Karena keterbatasan penulis dalam pengetahuan dan wawasan, penulis menyadari bahwa
penyusunan makalaah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan
saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Jepara, 16 Desember 2020

Penulis

2
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

BAB I.........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
A. Latar Belakang...............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................5
C. Tujuan Masalah..............................................................................................................5
BAB II.......................................................................................................................................................6

PEMBAHASAN........................................................................................................................6

A. Akhlakul karimah dalam rumah tangga..........................................................................6

B. Akhlak suami atau istri....................................................................................................6

C. Akhlak orang tua terhadap anak.............................................................................................8

D. Akhlak terhadap orang tua..................................................................................................9

BAB III.....................................................................................................................................12

A. Kesimpulan...................................................................................................................12

B. Saran..............................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

3
4

BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Seperti yang telah kita ketahui, bahwa Nabi Muhammad adalah sosok manusia yang
sempurna. Beliau adalah orang terpilih untuk dijadikan panutan bagi umat manusia. Beliau
mempunyai sifat-sifat yang Arif dan Bijaksana. Sifat-sifat baiknya itu ditunjukkan pada
semua umat manusia, baik pada kalangan keluarga, sahabat maupun semua penduduk
disekitar. Dalam lingkungan keluarga, Nabi mendapat rahmat yang diperuntukkan bagi
keluarganya.

Hidup berkeluarga, menurut islam, harus diawali dengan pernikahan. Pernikahan itu sendiri
merupakan upacara suci yang harus di lakukan oleh kedua calon pengantin, harus ada
penyerahan dari pihak wali pengantin putri (Ijab), harus ada penerimaan dari pihak pengantin
putra (Qabul) dan harus disaksikan oleh dua orang saksi yang adil.

Sebelum membentuk keluarga melalui upacara pernikahan, calon suami istri hendaknya


memahami hukum berkeluarga. Dengan mengetahui dan memahami hukum berkeluarga,
pasangan suami istri akan mampu menempatkan dirinya pada hukum yang benar. Apakah
dirinya sudah diwajibkan oleh agama untuk menikah. Sehingga perhatian terhadap kemuliaan
akhlak ini menjadi satu keharusan bagi seorang suami maupun seorang istri. Karena
terkadang ada orang yg bisa bersopan santun berwajah cerah dan bertutur manis kepada
orang lain di luar rumah namun hal yg sama sulit ia lakukan di dalam rumah tangganya, maka
dari itu akhlak mulia ini harus ada pada suami dan istri sehingga bahtera rumah tangga dapat
berlayar di atas kebaikan, Sehingga perhatian terhadap kemuliaan akhlak ini menjadi satu
keharusan bagi seorang suami maupun seorang istri. Karena terkadang ada orang yg bisa
bersopan santun berwajah cerah dan bertutur manis kepada orang lain di luar rumah namun
hal yg sama sulit ia lakukan di dlm rumah tangganya,Menyinggung akhlak Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada keluarga maka hal ini tdk hanya berlaku kepada para
suami sehingga para istri merasa suami sajalah yg tertuntut utk berakhlak mulia kepada
istrinya,Karena akhlak mulia ini harus ada pada suami dan istri sehingga bahtera rumah
tangga dapat berlayar di atas kebaikan. Memang suamilah yg paling utama harus
menunjukkan budi pekerti yg baik dlm rumah tangga karena dia sebagai sebagai
pimpinan. sebagaimana di firmankan Allah SWT

4
5

‫هللا َما أَ َم َر ُه ْم َو َي ْف َعلُ ْو َن َما‬ ٌ َ‫ارةُ َعلَ ْي َها َمالَ ِئ َك ٌة غِ ال‬


َ ‫ظ شِ َدا ٌد الَ َيعْ ص ُْو َن‬ َ ‫َيا أَ ُّي َها الَّ ِذي َْن آ َم ُنوا قُوا أَ ْنفُ َس ُك ْم َوأَهْ لِ ْي ُك ْم َنارً ا َوقُ ْو ُد َها ال َّناسُ َو ْالح َِج‬
‫ي ُْؤ َمر ُْو َن‬
“Wahai orang – orang  yg beriman jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yg
bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaga malaikat-malaikat yg kasar, yg keras, yg tdk
pernah mendurhakai Allah terhadap apa yg diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yg diperintahkan.”
Hidup berkeluarga akan mendatangkan berbagai hikmah yang dapat dirasakan oleh para
pelakunya. Hidup berkeluarga berarti mengamalkan ajaran yang disyari’atkan. Setelah berkeluarga,
seseorang akan lebih serius dalam beribadah. Fikiran tidak lagi memikirkan calon kekasih atau
terganggu

A. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, maka penulis memperoleh beberapa
perumusan masalah.rumusan masalah itu antara lain adalah :

1. Bagaimana Urgensi  Keluarga dalam Hidup Manusia?


2. Bagaimana Akhlakul Karimah dalam Rumah Tangga?
3. Bagaimana Akhlak Suami atau Isteri?
4. Bagaimana Akhlak Orang Tua Kepada Anak?
5. Bagaimana Akhlak anak terhadap Orang Tua?
6. Bagaimana Membangun Keluarga Sakinah?
7. Bagaimana Larangan kekerasan dalam rumah tangga?

B. Tujuan Masalah
Tujuan penyusun makalah ini antara lain :
1. Untuk Mengetahui Urgensi  Keluarga dalam Hidup Manusia
2. Untuk Mengetahui Akhlakul Karimah dalam Rumah Tangga
3. Untuk Mengetahui Akhlak Suami atau Isteri
4. Untuk Mengetahui Akhlak Orang Tua Kepada Anak
5. Untuk Mengetahui Akhlak anak terhadap Orang Tua
6. Untuk Mengetahui Membangun Keluarga Sakinah
7. Untuk Mengetahui Larangan kekerasan dalam rumah tangga

5
6

BAB II
PEMBAHASAN

A. Akhlakul Karimah dalam Rumah Tangga


Secara terminologi, akhlak adalah pola perilaku yang berdasarkan kepada dan memanifestasikan
nilai-nilai Iman, Islam dan Ihsan. Menurut Imam Ghazali, akhlak yaitu suatu keadaan yang tertanam
di dalam jiwa yang menampilkan perbuatan dengan senang tanpa memerlukan penelitian dan
pemikiran.

Sedangkan karimah berarti mulia, terpuji, baik. Apabila perbuatan yang keluar atau yang
dilakukan itu baik dan terpuji menurut syariat dan akal maka perbuatan itu dinamakan akhlak yang
mulia atau akhlakul karimah.

Sebelum membahas akhlak terhadap suami atau isteri, maka timbullah pertanyaan, mengapa
orang ingin hidup berumah tangga ? Karena pernikahan dalam Islam bertujuan untuk membangun
pondasi pertama dalam sebuah komunitas masyarakat, yang dibangun dalam sebuah
ikatan sangat kuat serta dibalut dengan rasa cinta, kasih sayang dan saling menghormati.

Dengan demikian timbul lagi sebuah pertanyaan, siapkah anda menikah ? Kesiapan berumah
tangga secara  islami harus dibentuk melalui peristiwa pernikahan antara laki-laki dan perempuan
muslimah,   yang tentunya diawali dengan persiapan-persiapan diantaranya ;

a. Persiapan Ruhiyah (mental), siap menghadapi cobaan dan siap menyelesaikan  masalah


b. Persiapan Ilmiah (mengetahui berbagai etika dan aturan berumah tangga)
c. Persiapan Jasadiyah (siap memungsikan diri sebagai isteri atau suami)
d. Memilih istri atau suami sesuai dengan kreteria agama
e. Memahami hakikat pernikahan dalam Islam (membangun keluarga sakinah mawaddah
warahmah)
f. persiapan material sesuai kemampuan

B. Akhlak Suami atau Isteri


a. Menjadikan Pasangan sebagai pusat perhatian (sejak awal tidur – bangun tidur yang   lihat hanya
pasangan)
b. Menempatkan kepribadian sebagai seorang suami atau isteri (isteri pakaian untuk suami dan
begitu juga sebaliknya)
c. Jangan menabur benih keraguan/kecurigaan
d. Merasakan tanggung jawab bersama baik suami maupun isteri (saling mengingatkan dan jangan
selalu menuntut)
e. Selalu bermusyawarah (berdialog), lakukan komunikasi dengan baik, instospeksi masing-masing
f. Menyiapkan diri untuk melakukan peranan sebagai suami atau isteri
g. Nampakkan cinta dan kebanggaan dengan pasangannya/jangan kikir memberi pujian
h. Adanya keseimbangan ekonomi dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan
i. Jangan melupakan dengan keluarga besar masing-masing (ortu)
j. Menjaga hubungan dengan pihak lain.

6
7

1. Hal-hal yang  harus diperhatikan  oleh Suami

a. Memberi nafkah zahir dan batin, Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah   suatu
ujian dalam menjalankan    agama. (At-Taubah: 24)
b. Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah dan Rasul-   Nya. (At-
Taghabun: 14)
c. Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (Al  Furqan : 74)
d. Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi
e. Nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik,  ( AI-Ghazali)
f. Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini   secara
berurutan: (1) Memberi nasehat, (2) Pisah kamar, (3) Memukul dengan  (4).  pukulan yang
tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami
dalam hal ketaatan kepada Allah.
g. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik  akhlaknya  dan
paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
h. Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan     anaknya.(Ath-
Thalaq: 7)
i. Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan
menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34,   At-Tahrim :
6,  Muttafaqun Alaih)
j. Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum
haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
k. Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
l. Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
m. Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya
dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)

Jadilah kau raja di rumahmu. Cintailah isterimu dengan tulus dan jadikanlah ia sebagai ratumu.
Buat ia bangga menjadi permaisuri di kerajaanmu dengan berlandaskan cinta kasih dan ketaatan
kepada Allah SWT. Berikanlah dirinya makanan yang cukup dan persembahkan untuknya beragam
jenis pakaian. Belikan untuknya minyak wangi karena wanita menyukai minyak wangi. Buatlah
dirinya bahagia selama kau hidup dan berilah nafkah yang baik dan halal untuk isteri dan anak –
anakmu. Sesungguhnya seorang istri laksana cermin bagi suaminya dan menjadi bukti akan apa yang
diusahakannya dalam mencapai kebahagiaan ataupun kesengsaraan. Engkau adalah laksana pakaian
baginya yang mampu menampakkan kecantikan diri dan pribadinya serta menutupi setiap
kekurangannya. Jangan terlalu keras dalam rumah tanggamu karena isteri diciptakan dari tulang
rusukmu, bagian dari dirimu. Tulang rusuk berada di tempat yang terlindung sehingga isterimu pun
ada untuk kau lindungi. Sebagaimana tulang rusuk yang bengkok, berwasiatlah yang baik terhadap
isterimu karena jika engkau keras dalam meluruskan maka ia akan patah dan jika engkau biarkan
maka selamanya ia akan bengkok.

2. Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam Islam

Hak Bersama Suami Istri.


 Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum:
21).
 Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-
Nisa’: 19 - Al-Hujuraat: 10)
 Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)

7
8

 Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan.

3. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh Istri

a. Berbakti kepada suami  baik dikala suka maupun duka, diwaktu kaya maupun miskin
b. Patuh dan taat pada suami, menghormatinya dalam batas-batas tertentu sesuai dengan
ajaran Islam
c. Selalu menyenangkan hati dan perasaan suami, serta dapat menentramkan pikirannya
d. Menghargai usaha atau jerih payah suami dan bahkan membantu suami dalam
menyelesaikan kesulitan yang dihadapinya
e. Isteri menyadari dan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-laki adalah   pemimpin
kaum wanita. (An-Nisa’: 34)
f. Isteri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri. (Al-
Baqarah: 228)
g. Isteri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)
h. Isteri menyerahkan dirinya, mentaati suami, tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami, menggauli suami dengan baik,  dan
bersifat  jujur (Al-Ghazali).

C. Akhlak Orang Tua Kepada Anak


Dalam ajaran Islam diatur bagaimana hubungan antara anak-anaknya serta hak dan kewajiban
mnasing-masing. Orang tua harus mengikat hubungan yang harmonis dan penuh kasih sayang
dengan anak-anaknya. Sebaik-baik orang tua adalah orang tua yang mampu membuat anaknya
menjadi generasi rabbani, yang memiliki akhlak dan adab seperti Rasulullah SAW. Poin
yang  terpenting adalah teladan dari orang tuanya.

Nabi Muhammad SAW diutus ke dunia ini tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia. Akhlak sangat berkaitan dengan adab. Untuk itulah beliau mengajarkan kita adab sejak
bangun tidur hingga tidur. Semua ada tuntunannya. Termasuk adab anak kepada orang tuanya,
murid  kepada gurunya, pendidik kepada peserta didik.

Para pakar pendidikan sering mengatakan bahwa ketika orang tua mengajarkan adab kepada
anaknya, walaupun sebelumnya ia juga belum melakukan adab itu, dengan belajar adab tersebut
bersama anaknya, maka hal itu bisa berubah menjadi kebiasaan dalam beradab. Hal ini akan
berujung pada terbentuknya karakter yang bagus.

Keberhasilan anak bukan karena guru, tapi dengan orang tuanya. Anak berprestasi bukan karena
gurunya, tapi karena orang tuanya  sudah mencetak generasi yang seperti itu. Sebaik-baik orang tua
adalah orang tua yang mampu membuat anaknya menjadi generasi rabbani, yang memiliki akhlak
dan adab seperti Rasulullah SAW. Semoga dengan informasi tentang cara mengajarkan akhlak
yang baik kepada anak ini, kita bisa menjadikan anak  menjadi generasi rabbani dan beradab.
Orang tua harus lebih memperhatikan, membimbing, dan mendidik anak dengan baik, sehingga
tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa :9:4


۟ ُ‫وا ٱهَّلل َ َو ْل َيقُول‬
ً ‫وا َق ْواًل َسد‬
‫ِيدا‬ ۟ ُ‫وا َعلَي ِْه ْم َف ْل َي َّتق‬
۟ ُ‫وا مِنْ َخ ْلف ِِه ْم ُذرِّ ي ًَّة ضِ ٰ َع ًفا َخاف‬
۟ ‫ِين لَ ْو َت َر ُك‬ َ ‫َو ْل َي ْخ‬
َ ‫ش ٱلَّذ‬

8
9

“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan   keturunan
yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)-nya. Oleh sebab
itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata
yang benar”.  (QS. An-Nisa’:9)
Ayat di atas mengisyaratkan kepada orang tua agar tidak meninggalkan anak dalam keadaan
lemah. Lemah dalam hal ini adalah lemah dalam segala aspek kehidupan, seperti lemah mental,
psikis, pendidikan, ekonomi terutama lemah iman (spiritual). Anak yang lemah iman akan menjadi
generasi tanpa kepribadian. Jadi, semua orang tua harus memperhatikan semua aspek
perkembangan anak, baik dari segi perhatian, kasih sayang, pendidikan mental, maupun masalah
akidah atau keimananya.

Oleh karena itu, para orang tua hendaklah bertakwa kepada Allah, berlaku lemah lembut kepada
anak, karena sangat membantu dalam menanamkan kecerdasan spiritual pada anak. Keadaan anak
ditentukan oleh cara-cara orang tua mendidik dan membesarkannya.

Ada beberapa langkah yang dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam peranannya mendidik
anak, antara lain:

a. Orang tua sebagai panutan


b. Orang tua sebagai motivator anak
c. Orang tua sebagai cermin utama anak
d. Orang tua sebagai fasilitator anak

D. Akhlak anak terhadap Orang Tua


Orang tua adalah perantara perwujudan kita. Kalaulah mereka itu tidak ada, kitapun tidak akan
pernah ada. Kita tahu bahwa perwujudan itu disertai dengan kebaikan dan kenikmatan yang tak
terhingga banyaknya., berbagai rizki yang kita peroleh dan kedudukan yang kita raih. Orang tua
sering kali mengerahkan segenap jerih paya mereka untuk menghindarkan bahaya dari diri kita.
Mereka bersedia kurang tidur agar kita bisa beristirahat. Mereka memberikan kesenangan-
kesenangan kepada kita yang tidak bisa kita raih sendiri. Mereka memikul berbagai penderitaan dan
mesti berkorban dalam bentuk yang sulit kita bayangkan.

a. Kewajiban kepada ibu


Kalau ibu merawat jasmani dan rohaninya sejak kecil secara langsung, maka bapak pun
merawatnya, mencari nafkahnya, membesarkannya, mendidiknya dan menyekolahkannya,
disanping usaha ibu. Kalau mulai mengandung sampai masa muhariq (masa dapat membedakan
mana yang baik dan buruk), seorang ibu sangat berperan, maka setelah mulai memasuki masa
belajar, ayah lebih tampak kewajibannya, mendidiknya dan mempertumbuhkannya menjadi dewasa,
namun apabila dibandingkan antara berat tugas ibu dengan ayah, mulai mengandung sampai
dewasa dan sebagaimana perasaan ibu dan ayah terhadap putranya, maka secara perbandingan,
tidaklah keliru apabila dikatakan lebih berat tugas ibu dari pada tugas ayah. Coba bandingkan,
banyak sekali yang tidak bisa dilakukan oleh seorang ayah terhadap anaknya, yang hanya seorang
ibu saja yang dapat mengatasinya tetapi sebaliknya banyak tugas ayah yang bisa dikerjakan oleh
seorang ibu. Barangkali karena demikian inilah maka penghargaan kepada ibunya. Walaupun bukan
berarti ayahnya tidak dimuliakan, melainkan hendaknya mendahulukan ibu daripada mendahulukan
ayahnya dalam cara memuliakan orang tua

9
10

b. Berbuat baik kepada ibu dan bapak


Seorang anak menurut ajaran Islam diwajibkan berbuat baik kepada ibu dan ayahnya, dalam
keadaan bagaimanapun. Artinya jangan sampai si anak menyinggung perasaan orang tuanya,
walaupun seandainya orang tua berbuat zalim kepada anaknya, dengan melakukan yang tidak
semestinya, maka jangan sekali-kali si anak berbuat tidak baik, atau membalas, mengimbangi
ketidakbaikan orang tua kepada anaknya, Allah SWT tidak meridhainya sehingga orang tua itu
meridhainya. Allah berfirman dalam Al Qur’an Surat Al-Luqman : 14

ِ ‫ي ْال َم‬
‫صي ُر‬ َ ِ‫ص ْينَا اإْل ِ ْن َسانَ بِ َوالِ َد ْي ِه َح َملَ ْتهُ أُ ُّمهُ َو ْهنًا َعلَى َو ْه ٍن َوف‬
َّ َ‫صالُهُ فِي عَا َم ْي ِن أَ ِن ا ْش ُكرْ لِي َولِ َوالِ َد ْيكَ إِل‬ َّ ‫َو َو‬
Artinya:“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan bertambah-tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku
lah kembalimu” (QS.Al-Luqman:14)
Menurut ukuran secara umum, si orang tua tidak sampai akan menganiaya kepada anaknya.
Kalaulah itu terjadi penaniayaan orang tua kepada anaknya adalah disebakan perbuatan si anak itu
sendiri yang menyebabkan marah dan penganiayaan orang tua kepada anaknya. Didalam kasus
demikian seandainya si orang tua marah kepada anaknya dan berbuat aniaya sehingga ia tiada ridha
kepada anaknya, Allah SWT pun tidak meridhai si anak tersebut lantaran orang tua

c. Berkata halus dan mulia kepada ibu dan ayah


Segala sikap orang tua terutama ibu memberikan refleksi yang kuat terhadap sikap si anak.
Dalam hal berkata pun demikian. Apabila si ibu sering menggunakan kata-kata halus kepada
anaknya, si anak pun akan berkata halus. Kalau si ibu atau ayah sering mempergunakan kata-kata
yang kasar, si anakpun akan mempergunakan kata-kata kasar, sesuai yang digunakan oleh ibu dan
ayahnya. Sebab si anak mempunyai insting menir yang lebih mudah ditiru adalah orang yang
terdekat dengannya, yaitu orang tua, terutama ibunya. Agar anak berlaku lemah lembut dan sopan
kepada orang tuanya, harus dididik dan diberi contoh sehari-hari oleh orang tuanya bagaimana
sianak  berbuat, bersikap, dan berbicara. Kewajiban anak kepada orang tuanya menurut
ajaran  Islam harus berbicara sopan, lemah-lembut dan mempergunakan kata-kata mulia. Sebagai
pedoman dalam memberikan perlakuan yang baik kepada kedua orang tua, ingatlah Firman Allah
dalam surah Al Isra ayat 23 dan 24 yang Artinya : Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-
baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan “ah”
dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia. Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai
Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.

d. Berbuat baik kepada ibu dan ayah yang sudah meninggal dunia
Bagaimana berbuat baik seorang anak kepada ibu dan ayahnya yang sudah tiada. Dalam hal ini
menurut tuntunan ajaran Islam sebagaimana Sabda Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh
Abu Usaid yang artinya: ”Kami pernah berada pada suatu majelis bersama Nabi, seorang bertanya
kepada Rasulullah SAW: Wahai Rasulullah, apakah ada sisa kebajikan setelah keduanya meninggal
dunia yang aku untuk berbuat sesuatu kebaikan kepada kedua orang tuaku. “Rasulullah SAW
bersabda: ”Ya, ada empat hal :”mendoakan dan memintakan ampun untuk keduanya, menempati /
melaksanakan janji keduanya, memuliakan teman-teman kedua orang tua, dan bersilaturrahim
yang engkau tiada mendapatkan kasih sayang kecuali karena kedua orang tua”.

10
11

Hadist ini menunjukkan cara kita berbuat baik kepada ibu dan ayah kita, apabila beliau-beliau itu
sudah tiada yaitu:

a. Mendoakan ayah ibu yang telah tiada itu dan meminta ampun kepada Alloh SWT dari segala dosa
orang tua kita.
b. Menepati janji kedua ibu bapak. Kalau sewaktu hidup orang tua mempunyai janji kepada
seseorang, maka anaknya harus berusaha menunaikan menepati janji tersebut. Umpamanya
beliau akan naik haj, yang belum sampai melaksanakannya, maka kewajiban anaknya
menunaikan haji orang tua tersebut.
c. Memuliakan teman-teman kedua orang tua. Diwaktu hidupnya ibu atau ayah mempunyai teman
akrab, ibu atau ayah saling tolong-menolong dengan temannya dalam bermasyarakat. Maka
untuk berbuat kebajikan kepada kedua orang tua kita yang telah tiada, selain tersebut di atas,
kita harus memuliakan teman ayah dan ibu semasa ia masih hidup.
d. Bersilalaturrahmi kepada orang yang kita mempunyai hubungan karena kedua orang tua. Maka
terhadap orang yang dipertemukan oleh ayah atau ibu sewaktu masih hidup, maka hal itu
termasuk berbuat baik kepada ibu dan bapak kita yang sudah meninggal dunia.

Akhlak anak terhadap kedua orang tua menurut al-Ghazali masih relevan bagi pemuda Islam pada
masa sekarang, karena berdasarkan atas al-Qur’an dan Hadits. Akan tetapi anak yang diterlantarkan
orang tua sejak kecil, membuat mereka tidak dapat menghayati tanggung jawab orang tua
terhadapnya, tanggung jawab anak terhadap orang tua terhadap anak dan akan menyebabkan
mereka tidak berbuat baik kepada orang tua. Sayangilah, cintailah, hormatilah, patuhlah kepadanya
rendahkan dirimu, sopanlah kepadanya. Oleh karena itu orang tua dan anak harus sama-sama
memperhatikan tanggung jawab dan haknya masing-masing, antara hak-hak orang tua terhadap
anak dan sebaliknya, supaya akhlak atau etika anak terhadap kedua

11
12

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak, karena merekalah anak mula-
mula menerima pendidikan-pendidikan serta anak mampu menghayati suasana kehidupan
religius dalam kehidupan keluarga yang akan berpengaruh dalam perilakunya sehari-hari
yang merupakan hasil dari bimbingan orang tuanya, agar menjadi anak yang berakhlak mulia,
budi pekerti yang luhur yang berguna bagi dirinya demi masa depan keluarga agama, bangsa
dan negara.

B. Saran
Hendaklah orang tua selalu memberikan perhatian yang jenuh kepada anaknya dalam membina
akhlak bukan hanya menyuruh anak agar melakukan perbuatan yang baik tetapi hendaklah orang
tua selalu memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya
Serta orang tua tampil selalu tauladan baik, membiasakan berbagai bacaan dan menanamkan
kebiasaan memerintah melakukan kegiatan yang baik, menghukum anak apabila bersalah, memuji
apabila berbuat baik, menciptakan suasana yang hangat yang religius (membaca Al-Qur’an, sholat
berjamaah, memasang kaligrafi, Do’a-Do’a dan ayat-ayat Al-Qur’an).

12
13

DAFTAR PUSTAKA

Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua, Jakarta: Rineka Cipta, 2000


Barsihannor, Studi  Agama-Agama di Perguruan Tinggi. Makassar: UIN Press, 2010.
Ramayulis, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, Jakarta ; Kalam Mulia, 2001
A. Syifaul Qulub, Pendidikan Agama Islam untuk Pendidikan Perguruan Tinggi, Jakarta, Laros, 2010
Khairuddin Bashori, Psikologi Keluarga Sakinah, Yogyakarta, Suara Muhammadiyah, 2006

Majelis Tabligh, Gender dalam Islam, Yogyakarta, Pimpinan Pusat Aisyiyah ; 2010

Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, Yogyakarta, Belukar; 2004

Husein Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan, Yogyakarta, LKIS; 2004

Quraih Shihab, Wanita Dalam Islam, Jakarta, Lentera Hati ; 2010

Departemen Agama, Al Qur’an dan Terjemahnya

13

Anda mungkin juga menyukai