KELAS : I/A
NIM : 200510026
MATA KULIAH : Kebudayaan dan Manusia
SEMESTER : Satu
DOSEN : Dr. Yustinus Slamet Antono
A. Definisi Kepribadian
Pola-pola kelakuan yang berlaku untuk seluruh jenis homo sapiens hampir tidak
ada, bahkan untuk semua individu manusia yang termasuk satu ras pun, seperti ras
Mongoid, ras Kaukasoid, ras Negroid, atau ras Australoid, tidak ada suatu sistem pola
kelakuan yang seragam. Ini disebabkan karena kelakuan manusia homo sapiens tidak
hanya timbul dari dan ditentukan oleh sistem organik biologinya saja, tetapi sangat
dipengaruhi dan ditentukan oleh akal dan jiwanya, sedemikian rupa sehingga variasi pola
kelakuan antara seorang individu homo sapiens dengan individu homo sapiens lainnya,
dapat berbeda sangat besar. Pola kelakuan tiap manusia secara individual sebenarnya unik
dan berbeda. Karena itu para ahli antropologi, sosiologi, dan psikologi yang mempelajari
pola-pola kelakuan manusia ini juga tidak lagi bicara mengenai pola-pola kelakuan atau
dari manusia, tetapi mengenai pola-pola tingkah laku, atau pola-pola tindakan (patterns of
action). Apabila seorang ahli antropologi, sosiologi, atau psikologi berbicara mengenai
“pola kelakuan manusia”, maka yang dimaksudnya adalah kelakuan dalam arti yang
sangat khusus, yaitu kelakuan organisme manusia yang ditentukan oleh naluri, dorongan-
dorongan, refleks-refleks, atau kelakuan manusia yang tidak lagi dipengaruhi dan
ditentukan oleh akal dan jiwanya (yaitu kelakuan manusia yang membabi-buta).
Susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan perbedaan tingkah laku atau
tindakan dari tiap-tiap individu manusia itu disebut “kepribadian” atau personality.
Definisi mengenai kepribadian tersebut masih sangat kasar sifatnya, dan tidak banyak
berbeda dengan arti yang diberikan pada konsep itu dalam bahasa sehari-hari. Dalam
bahasa populer, istilah “kepribadian” juga betarti ciri-ciri watak seseorang individu yang
konsisten. Hal itu memberikan kepadanya suatu identitas sebagai individu yang khusus.
Sedangkan dalam bahasa sehari-hari kita anggap bahwa seorang tertentu mempunyai
kepribadian, memang yang biasanya kita maksudkan ialah bahwa orang tersebut
mempunyai beberapa ciri watak yang diperlihatkannya secara lahir, konsisten, dan
konsekuen dalam tingkah lakunya sehingga tampak bahwa individu tersebut memilik
identitas khusus yang berbeda dari individu-individu lainnya.
Kalau definisi umum yang banyak menyerupai arti konsep dalam bahasa sehari-
hari tersebut hendak kita pertajam, maka akan timbul banyak kesukaran. Hal itu sudah
banyak dilakukan oleh para ahli psikologi yang memang merupakan tugas mereka;
namun tidak ada satu definisi yang tajam dan seragam di antara para ahli psikologi yang
berasal dari berbagai aliran khusus dalam ilmu psikologi. Konsep kepribadian itu rupa-
rupanya adalah suatu konsep yang demikian luas sehingga merupakan suatu konstruksi
yang tidak mungkin dirumuskan dalam satu definisi yang tajam tetapi mencakup
keseluruhannya. Karena itu, bagi kita yang belajar antropologi, cukuplah kiranya kalau
untuk sementara kita pergunakan saja dahulu definisi yang masih kasar itu. Sedangkan
penggunaan definisi-definisi yang lebih tajam untuk analisis yang lebih mengkhusus dan
mendalam, kita serahkan kepada para ahli psikologi.
B. Unsur-unsur Kepribadian
1. Pengetahuan
Unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seseorang manusia yang sadar
secara nyata terkandung dalam otaknya. Dalam lingkungan hidup manusia ada
bermacam-mcam hal yang dialami melalui penerimaan pancainderanya dan alat penerima
atau reseptor organ lain, misalnya sebagai getaran eter (cahaya dan warna); getaran
akustik (suara); bau, rasa, sentuhan, tekanan mekanikal (berat-ringan); tekanan termikal
(panas-dingin) dan sebagainya, yang termasuk ke dalam sel-sel tertentu di bagian-bagian
tertentu di otaknya. Di snaa berbagai macam getaran dan tekanan tadi diolah menjadi
suatu susunan yang dipancarkan atau diproyeksikan oleh individu tersebut menjadi suatu
pengambaran tentang lingkungan tadi. Seluruh proses akal manusia yang sadar
(conscious) tadi, dalam ilmu psikologi disebut “persepsi”.
Ada kalanya suatu persepsi, setelah diproyeksikan Kembali oleh individu menjadi
suatu penggambaran berfokus tentang lingkungan yang mengandung bagian-bagian yang
menyebabkan individu itu tertarik, akan lebih intensif memusatkan akalnya terhadap
bagian-bagian khusus tadi. Penggambaran yang lebih intensif terfokus (terjadi karena
pemusatan akal yang lebih intensif tadi), dalam ilmu psikologi disebut “pengamatan”.
2. Perasaan
Selain pengetahuan, alam kesadaran manusia juga mengandung berbagai macam
“perasaan”. Kalau pada suatu hari yang luar biasa panasnya ita melihat papan iklan
bergambar minuman Coca-Cola yang tampak segar dan nikmat, maka persepsi itu
menyebabkan kita membayangkan sebotol Coca-Cola yang dingin. Penggambaran itu
dihubungkan oleh akal kita dengan penggambaran lain yang timbul kembali sebagai
kenangan dalam kesadarannya, menjadi suatu apersepsi tentang diri sendiri yang tengah
menikmatinya demikian realistisnya sehingga keluarlah air liur. Apersepsi seorang
individu yang menggambarkan diri sendiri sedang menikmati sebotol Coca-Cola dingin
tadi menimbulkan dalam kesadarannya suatu “perasaan” yang positif, yaitu perasaan
nikmat, dan perasaan nikmat itu sampai nyata mengeluarkan air liur.
3. Dorongan Naluri
Kesadaran manusia menurut para ahli psikologi juga mengandung berbagai
perasaan lain yang tidak ditimbulkan karena pengaruh pengetahuannya, tetapi karena
sudah terkandung dalam organnya, dan khususnya dalam gennya sebagai naluri. Terdapat
sedikitnya tujuh mcam dorongan naluri, yaitu:
b. Dorongan seks. Dorongan ini telah menarik perhatian banyak ahli psikologi, dan
berbagai teori telah dikembangkan mengenai ini. Suatu hal yang jelas adalah
dorongan ini timbul pada setiap individu yang normal tanpa terkena pengaruh
pengetahuan.
c. Dorongan untuk upaya mencari makan. Dorongan ini tidak perlu dipelajari karena
sejak bayi pun manusia sudah menunjukkannya yaitu dengan mencari susu ibunya
atau botol susunya. Perilakui tersebut tanpa dipengaruhi oleh pengetahuan tentang
adanya hal-hal itu tadi.
d. Dorongan untuk bergaul atau berinteraksi dengan sesama manusia. Dorongan ini
memang merupakan landasan biologis dari kehidupan masyarakat manusia
sebagai makhluk sosial.
e. Dorongan untuk meniru tingkah laku sesamanya. Dorongan ini merupakan sumber
dari adanya bermacam-macam kebudayaan di antara manusia.
f. Dorongan untuk berbakti. Dorongan ini mungkin ada dalam naluri manusia karena
manusia merupakan makhluk sosial sehingga untuk dapat hidup Bersama dengan
manusia lain secara serasi perlu mempunyai suatu landasan biologis untuk
mengembangkan rasa altruisme, rasa empati, rasa cinta dan sebagainya, yang
memungkinkan hidup Bersama.
Dorongan akan keindahan, dalam arti keindahan bentuk, warna, suara, atau gerak. Dari
sejak bayi dorongan ini sudah sering tampak Ketika bayimulai tertarik dengan: bentuk-
bentuk tertentu dari suatu benda, warna-warna cerah, suara nyaring dan berirama, dan
gerak-gerak yang selaras. Beberapa ahli berkata bahwa dorongan naluri ini merupakan
landasan dari suatu unsur penting dalam kebudayaan manusia, yaitu “kesenian”
C. Materi dan Unsur-unsur Kepribadian
2. Beragam hal yang bersangkutan dengan kesadaran individu akan identitas diri
sendiri (“identitas aku”), baik aspek fisik maupun psikologis, dan segala hal
yang bersangkutan dengan kesadaran individu mengenai bermacam-macam
kategori manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, benda, zat, kekuatan, dan
gejala alam (baik nyata maupun tidak nyata dalam lingkungan sekelilingnya).
4. Macam-macam Kepribadian
Karena materi yang merupakan isi dari pengetahuan dan perasaan seorang
individu itu berbeda dengan individu lain, dan juga karena sifat dan intensitas kaitan
antara berbagai macam bentuk pengetahuan dan perasaan pada seorang individu berbeda
dengan individu lain, maka tiap manusia itu sebenarnya mempunyai kepribadian yang
berbeda. Walaupun demikian, hal itu tidak berarti bahwa ada tiga miliar macam
kepribadian di dunia ini, karena jumlah penduduk bumikira-kira sekitar tiga miliar
manusia. Jumlah beragam kepribadian individu yang banyak itu, dapat diringkas menjadi
berbagai macam tipe dan subtipe yang walaupun banyak, tidak sampai berjuta-juta
jumlahnya. Membuat tipologi dan beragam kepribadian individu adalahjuga ilmu
psikologi, dan bukan tugas ilmu antropologi atau ilmu sosial lainnya.
2. Kepribadian Umum
Para pengarang etnografi abad ke -19 yang lalu hingga tahun 1930-an sering
mencantumkan dalam karangan etnografi mereka suatu deskripsi tentang watak atau
kepribadian umum dari para warga kebudayaan yang menjadi topik etnografi mereka.
Apabila seorang ahli antropologi dari zaman itu mengumpulkan data dan bahan tentang
kebudayaan Bali misalnya, dari dalam hal bergaul dengan orang Bali ia mempunyai
pengalaman-pengalaman yang menyenangkan, maka biasanya kepribadian orang Bali
dideskripsikan dalam bukunya sebagai yang bersifat ramah, setia, jujur, gembira, dan
sebgainya. Sebaliknya, apabila pengalaman si peneliti dalam bergaul dengan orang Bali
itu tidak menyenangkan, maka hal itu sering mempunya refleksi dalam buku etnografinya
disebutkan bahwa orang Bali itu bersifat judes, tidak setia, penipu, tidak bermoral, dan
sebagainya.
Ketika metodologi penelitian di lapangan dalam ilmu antropologi berkembang dan
dipertajam sejak abad ke-20 ini, maka timbul pula keperluan untuk memperbaiki cara-
cara mendeskripsikan kepribadian umum warga suatu kebudayaan yang tidak bersifat
ilmiah dalm buku-buku etnografi kuno itu, dengan metode-metode lebih eksak. Karena
kesadaran akan kebutuhan tersebut ada seorang ahli antropologi, yaitu R. Linton, yang
mengembangkan suatu penelitian mengenai kepribadian umum itu. Ia mencari hubungan
untuk mempertajam pengertiannya mengenai konsep-konsep psikologi yang menyangkut
kepribadian umum itu. Ada seorang ahli psikologi yang menaruh perhatian terhadapa
proyek R. Linton bernama A. Kardiner, mereka bekerjasama dan akhirnya mendapatkan
hasil dari penelitian mereka, yaitu sebuah buku berjudul the Individual and His-Sosiety
(1938).