Askep Gerontik Rika 2020 Fix
Askep Gerontik Rika 2020 Fix
T
DENGAN DIABETES MELITUS DI DUSUN TOBRATAN WIROKERTEN
BANGUNTAPAN
BANTUL YOGYAKARTA
Di Susun Oleh :
200300757
1. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) merupakan keadaan hiperglikemia kronik yang
disertai dengan berbagai kelainan metabolik yang diakibatkan oleh gangguan
hormonal yang menimbulkan berbagai macam komplikasi kronik pada organ
mata, ginjal, saraf, pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam
dengan menggunakan pemeriksaan dalam mikroskop (Arief Mansjoer dkk,
2005).
Menurut Arif Mansjoer (2005), klasifikasi pada penyakit diabetes melitus
ada dua antara lain: Diabetes Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(IDDM)). Diabetes tipe ini juga jenis diabetes yang sering disebut DMTI
yaitu Diabetes Mellitus Tergantung Pada Insulin. Pada tipe ini yaitu
disebabkan oleh distruksi sel beta pulau langerhans diakibatkan oleh proses
autoimun serta idiopatik. Diabetes Mellitus Tipe II, diabetes tipe II atau Non
Insulin Dependent Diabetes mellitus (NIDDM) atau jugu DMTTI yaitu
Diabetes Mellitus Tak Tergantung Insulin. Diabetes tipe II ini disebabkan
karena adanya kegagalan relativ sel beta dan resistensi insulin. Resistensi
insulin merupakan turunnya kemampuan insulin dalam merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer, untuk menghambat produksi
glukosa oleh hati. Sel beta tersebut tidak dapat mengimbangi resistensi insulin
ini seutuhnya, yang dapat diartikan terjadi nya defensiensi insulin, adanya
ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin terhadap
rangsangan glukosa maupun glukosa bersama perangsang sekresi insulin
yang lain, jadi sel beta pancreas tersebut mengalami desentisisasi terhadap
glukosa.
Ulkus diabetik merupakan permasalahan yang sudah sering muncul
sekarang dimana luka pada kaki penderita diabetes melitus yang diakibatkan
karena suatu infeksi yang menyerang sampai ke dalam jaringan subkutan.
Apabila luka ulkus diabetik ini tidak dilakukan perawatan yang baik maka
proses penyembuhan akan lama, dan faktor-faktor resiko infeksi semakin
tinggi bahkan apabila infeksi sudah terlalu parah seperti terjadi neuropati
perifer maka dapat juga dilakukan amputasi guna mencegah adanya pelebaran
infeksi ke jaringan yang lain. adapun tindakan lain seperti debridement, dan
nekrotomi.
Debridemen merupakan sebuah tindakan pembedahan lokal yang
dilakukan pada penderita ulkus diabetik dengan cara pengangkatan jaringan
mati dari suatu luka, jaringan mati tersebut dapat dilihat, warna lebih terlihat
pucat, cokelat muda bahkan berwarna hitam basah atau kering.
2. Etiologi
Etiologi atau factor penyebab penyakit Diabetes Melitus bersifat heterogen,
akan tetapi dominan genetik atau keturunan biasanya menjanai peran utama
dalam mayoritas Diabetes Melitus (Riyadi, 2011).
Adapun faktor-faktor lain sebagai kemungkinan etiologi penyakit Diabetus
Melitus antara lain :
a. Kelainan pada sel B pankreas, berkisar dari hilangnya sel B sampai
dengan terjadinya kegagalan pada sel B melepas insulin.
b. Faktor lingkungan sekitar yang mampu mengubah fungsi sel B, antara
lain agen yang mampu menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan
karbohidrat serta gula yang diproses secara berlebih, obesitas dan
kehamilan.
c. Adanya gangguan sistem imunitas pada penderita / gangguan sistem
imunologi
d. Adanya kelainan insulin
e. Pola hidup yang tidak sehat
3. Patofisiologi
Pada diabetes tipe ini terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin itu sendiri, antara lain: resisten insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin terikat pada reseptor khusus di permukaan sel.
Akibat dari terikatnya insulin tersebut maka, akan terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel tersebut. Resistensi glukosa
pada diabetes melitus tipe II ini dapat disertai adanya penurunan reaksi intra
sel atau dalam sel. Dengan hal – hal tersebut insulin menjadi tidak efektif
untuk pengambilan glukosa oleh jaringan tersebut. Dalam mengatasai
resistensi insulin atau untuk pencegahan terbentuknya glukosa dalam darah,
maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin dalam sel untuk
disekresikan .
Pada pasien atau penderita yang toleransi glukosa yang terganggu,
keadaan ini diakibatkan karena sekresi insulin yang berlebihan tersebut, serta
kadar glukosa dalam darah akan dipertahankan dalam angka normal atau
sedikit meningkat. Akan tetapi hal-hal berikut jika sel-sel tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan terhadap insulin maka, kadar glukosa
dalam darah akan otomatis meningkat dan terjadilah Diabetes Melitus Tipe II
ini.
Walaupun sudah terjadi adanya gangguan sekresi insulin yang
merupakan ciri khas dari diabetes mellitus tipe II ini, namun masih terdapat
insulin dalam sel yang adekuat untuk mencegah terjadinya pemecahan lemak
dan produksi pada badan keton yang menyertainya. Dan kejadian tersebut
disebut ketoadosis diabetikum, akan tetapi hal ini tidak terjadi pada penderita
diabetes melitus tipe II.
4. Pathway
Umur
HIPERGLIKEMIA
Penurunan glukosa Kerusakan vaskuler
dalam sel
Neuropati perifer
Cadangan lemak dan
protein turun
Ulkus
Risiko Infeksi
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada tipe I yaitu IDDM antara lain :
a. Polifagia, poliuria, berat badan menurun, polidipsi, lemah, dan somnolen
yang berlangsung agak lama, beberapa hari atau seminggu.
b. Timbulnya ketoadosis dibetikum dan dapat berakibat meninggal jika
tidak segera mendapat penanganan atau tidak diobati segera.
c. Pada diabetes melitus tipe ini memerlukan adanya terapi insulin untuk
mengontrol karbohidrat di dalam sel.
Sedangkan manifestasi klinis untuk NIDDM atau diabetes tipe II antara
lain : Jarang adanya gejala klinis yamg muncul, diagnosa untuk NIDDM
ini dibuat setelah adanya pemeriksaan darah serta tes toleransi glukosa di
dalam laboratorium, keadaan hiperglikemi berat, kemudian timbulnya
gejala polidipsi, poliuria, lemah dan somnolen, ketoadosis jarang
menyerang pada penderita diabetes melitus tipe II ini.
6. Komplikasi
Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi akut yang terjadi pada
penderita Diabetes Melitus tapi selain ulkus diabetik antara lain :
a. Komplikasi Akut. Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari
ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah. Hipoglikemik dan
ketoadosis diabetik masuk ke dalam komplikasi akut.
b. Komplikasi kronik. Yang termasuk dalam komplikasi kronik ini adalah
makrovaskuler dimana komplikasi ini menyerang pembuluh darah besar,
kemudian mikrovaskuler yang menyerang ke pembuuluh darah kecil bisa
menyerang mata (retinopati), dan ginjal. Komplikasi kronik yang ketiga
yaitu neuropati yang mengenai saraf. Dan yang terakhir menimbulkan
gangren.
c. Komplikasi jangka panjang dapat juga terjadi antara lain, menyebabkan
penyakit jantung dan gagal ginjal, impotensi dan infeksi, gangguan
penglihatan (mata kabur bahkan kebutaan), luka infesi dalam ,
penyembuhan luka yang jelek.
d. Komplikasi pembedahan, dalam perawatan pasien post debridement
komplikasi dapat terjadi seperti infeksi jika perawatan luka tidak ditangani
dengan prinsip steril.
7. Pemerikaan Penunjang
Menurut Smelzer dan Bare (2008), adapun pemeriksaan penunjang untuk
penderita diabetes melitus antara lain :
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : melihat pada daerah kaki bagaimana produksi keringatnya
(menurun atau tidak), kemudian bulu pada jempol kaki berkurang (-).
2) Palpasi : akral teraba dingin, kulit pecah - pecah , pucat, kering yang
tidak normal, pada ulkus terbentuk kalus yang tebal atau bisa juga
teraba lembek.
3) Pemeriksaan pada neuropatik sangat penting untuk mencegah terjadinya
ulkus
b. Pemeriksaan Vaskuler
1) Pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya benda
asing, osteomelietis.
2) Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula Darah Sewaktu),
GDP (Gula Darah Puasa),
b) Pemeriksaan urine , dimana urine diperiksa ada atau tidaknya
kandungan glukosa pada urine tersebut. Biasanya pemeriksaan
dilakukan menggunakan cara Benedict (reduksi). Setelah
pemeriksaan selesai hasil dapat dilihat dari perubahan warna yang
ada : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).
c) Pemeriksaan kultur pus
Bertujuan untuk mengetahui jenis kuman yang terdapat pada luka
dan untuk observasi dilakukan rencana tindakan selanjutnya.
d) Pemeriksaan Jantung meliputi EKG sebelum dilakukan tindakan
pembedahan.
8. Penatalaksanaan Medis
Untuk penatalaksanaan pada penderita ulkus DM khususnya penderita setelah
menjalani tindakan operasi debridement yaitu termasuk tindakan perawatan
dalam jangka panjang.
a. Medis
Menurut Sugondo (2009 ) penatalaksaan secara medis sebagai berikut :
1) Obat hiperglikemik Oral
2) Insulin
a) Ada penurunan BB dengan drastis
b) Hiperglikemi berat
c) Munculnya ketoadosis diabetikum
d) Gangguan pada organ ginjal atau hati.
3) Pembedahan
Pada penderita ulkus DM dapat juga dilakukan pembedahan yang
bertujuan untuk mencegah penyebaran ulkus ke jaringan yang masih
sehat, tindakannya antara lain :
a) Debridement : pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus
diabetikum.
b) Nekrotomi
c) Amputasi
b. Keperawatan
Menurut Sugondo (2009), dalam penatalaksaan medis secara
keperawatan yaitu :
a) Diit
Diit harus diperhatikan guna mengontrol peningkatan glukosa.
b) Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahraga kecil, jalan
– jalan sore, senam diabetik untuk mencegah adanya ulkus.
c) Pemantauan
Penderita ulkus mampu mengontrol kadar gula darahnya secara
mandiri dan optimal.
d) Terapi insulin
Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak 2 kali sesudah
makan dan pada malam hari.
e) Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan sebagai edukasi bagi
penderita ulkus DM supaya penderita mampu mengetahui tanda
gejala komplikasi pada dirinya dan mampu menghindarinya.
f) Nutrisi
Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan luka
debridement, karena asupan nutrisi yang cukup mampu mengontrol
energi yang dikeluarkan.
g) Stress Mekanik
Untuk meminimalkan BB pada ulkus. Modifikasinya adalah seperti
bedrest, dimana semua pasien beraktifitas di tempat tidur jika
diperlukan. Dan setiap hari tumit kaki harus selalu dilakukan
pemeriksaan dan perawatan (medikasi) untuk mengetahui
perkembangan luka dan mencegah infeksi luka setelah dilakukan
operasi debridement tersebut. (Smelzer & Bare, 2005)
h) Tindakan pembedahan
Fase pembedahan menurut Wagner ada dua klasifikasi antara lain :
Derajat 0 : perawatan local secara khusus tidak dilakukan atau tidak
ada.
Derajad I – IV : dilakukan bedah minor serta pengelolaan medis, dan
dilakukan perawatan dalam jangka panjang sampai dengan luka
terkontrol dengan baik. (Smelzer & Bare, 2005)
9. Debridement
Debridement merupakan salah satu penatalaksanaan yang dilakukan pada
pasien dengan ulkus kaki diabetik yang sudah mengalami neuropatik perifer
dan luka sudah masuk pada jaringan subkutan. Operasi debridement
merupakan teknik yang dilakukan untuk pengangkatan jaringan mati pada
luka ulkus yang dapat terlihat dari warna luka tersebut yaitu pucat, bahkan
hitam karena jaringan sudah mati.
Tindakan bedah emergensi yang sering dilakukan untuk mencegah infeksi
biasanya yaitu debridement jaringan nekrotik dan amputasi yang
diindikasikan untuk menghentikan atau menghambat proses infeksi. Terdapat
tindakan bedah untuk insisi ulkus yang sudah terinfeksi yaitu infeksi yang
tidak mengancam tungkai (grade 1 – grade 2 ), sedangkan infeksi yang
mengancam tungkai (grade 3 – grade 4) (Dexa Media, 2007).
Setelah dilakukan debridement, luka harus dilakukan irigasi larutan garam
fisiolofis atau larutan lain dan dilakukan dressing atau juga disebut dengan
kompres dan dibalut sampai luka tertutup untuk mencegah resiko infeksi
setelah pembedahan. (Dexa Media, 2007). Adapun pilihan dalam tindakan
untuk debridement tersebut antara lain yaitu :
a. Debridement Mekanik
Debridement mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan
fisiologis, ultrasonic laser, untuk membersihkan jaringan nekrotik.
b. Debridement Enzimatik
Pemberian enzim pada permukaan luka guna menghancurkan residu –
residu protein yang terdapat pada luka tersebut
c. Debridement Autolitik
Tindakan debridement ini secara alami apabila terkena luka. Proses ini
melibatkan enzimproteolitik endogen yang secara alami akan meluluhkan
jaringan nekrotik dan memacu granulasi.
d. Debridement Biologi
Belatung (Lucilla serricatta) yang disterilkan sering digunakan pada
tindakan debridement biologi. Karena belatung ini menghasilkan enzim
yang mampu menghancurkan jaringan nekrotik pada luka ulkus tersebut.
e. Debridement Bedah
Debridement bedah ini lebih sering dilakukan karena lebih cepat dan
efisien untuk menghambat infeksi, antara lain tujuannya, mengevakuasi
bakteri kontaminasi, mengangkat jaringan nekrotik, menghilangkan kalus
dan menghilangkan resiko infeksi lokal.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Penderita post debridement ulkus dm biasanya timbul nyeri akibat
pembedahan skala nyeri (0 - 10), luka kemungkinan rembes pada
balutan. Tanda-tanda vital pasien (peningkatan suhu, takikardi),
kelemahan akibat sisa reaksi obat anestesi.
2) Sistem pernapasan
Ada gangguan dalam pola napas pasien, biasanya pada pasien post
pembedahan pola pernafasannya sedikit terganggu akibat pengaruh obat
anestesi yang diberikan di ruang bedah dan pasien diposisikan semi
fowler untuk mengurangi atau menghilangkan sesak napas.
3) Sistem kardiovaskuler
Denyut jantung, pemeriksaan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi pada permukaan jantung, tekanan darah dan nadi meningkat.
4) Sistem pencernaan
Pada penderita post pembedahan biasanya ada rasa mual akibat sisa
bius, setelahnya normal dan dilakukan pengkajian tentang nafsu makan,
bising usus, berat badan.
5) Sistem musculoskeletal
Pada penderita ulkus diabetic biasanya ada masalah pada sistem ini
karena pada bagian kaki biasannya jika sudah mencapai stadium 3 – 4
dapat menyerang sampai otot. Dan adanya penurunan aktivitas pada
bagian kaki yang terkena ulkus karena nyeri post pembedahan.
6) Sistem intregumen
Turgor kulit biasanya normal atau menurun akibat input dan output
yang tidak seimbang. Pada luka post debridement kulit dikelupas untuk
membuka jaringan mati yang tersembunyi di bawah kulit tersebut.
Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi
2. Monitor tanda dan gejala diabetik
ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl,
pernafasan bau aseton, sakit kepala,
pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan
muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan
kabur atau kadar Na,K,Po4 menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
gejala Hiperglikemia menetap atau
memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi
hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl
khususnya adanya keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi &
irama, warna kulit, waktu pengisian kapiler,
nadi perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
12. Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan
Muttaqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Imunologi. Jakarta: Salemba Medika
Mansjoer, Arif dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 1 Cetakan keenam.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI
Suyono S. Diabetes Melitus di Indonesia. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. IV ed. Jakarta: Pusat
penerbitan Ilmu Penyakit dalam FK UI; 2006.
Doengoes, Marilyn. 2005. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawat Pasien. Jakarta: EGC.
Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. IV
ed. Jakarta: balai penerbit FKUI; 2006.
Price SA. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus. Patofisiologi : Konsep klinis
proses-proses. Jakarta2005.
Nanda International. 2018-2020. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
PADA NY. T DENGAN DIABETES MELITUS DI DUSUN TOBRATAN WIROKERTEN
BANGUNTAPAN BANTUL YOGYAKARTA
Tanggal Praktik : 02 November – 08 November 2020
Tanggal Pengkajian : 03 November 2020
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
Nama : Ny. T
Umur : 66 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Status Perkawinan : Cerai Mati / Janda
Pekerjaan : Tidak Bekerja
= Pasien
= Laki-Laki (Meninggal)
= Perempuan (Meninggal)
= Laki-Laki (Hidup)
= Perempuan (Hidup)
= Hubungan Pernikahan
= Hubungan Keturunan
= Tinggal Serumah
6. PENGKAJIAN SISTEM
a. Keadaan Umum
TB : 156 Cm Nadi : 84x/menit
BB : 84 Kg Suhu : 36, 2 °C
IMT : 26,92 Respirasi : 20x/menit
Tekanan Darah : 154/85 mmHg
GDS : 344 mg/dl
b. Integumen
Turgor kulit tampak keriput, elastisitas cukup, Kulit klien bersih, tidak terdapat luka
dan lesi. Kulit lembab, klien dapat merasakan sentuhan, merasakan panas, dingin dan
nyeri. Tidak terdapat kelainan pigmentasi pada kulit klien. Capillary refill < 2 detik.
c. Kepala
Bentuk kepala mesochepal, distribusi warna rambut hitam dengan sedikit uban,
keadaan rambut bersih, tidak ada lesi dikepala.
d. Mata
Tidak ada gangguan pada mata sebelah kanan dan kiri, mata kanan kiri simetris,
tidak ada perbedaan kiri dan kanan. Konjuntiva tidak anemis (-/-), sclera tidak ikterik
(-/-),
Visus : ODD : 5/6, ODS : 5/6
e. Telinga
Klien tidak mengalami penurunan fungsi pendengaran, tidak ada kelainan pada daun
telinga.
f. Mulut dan tenggorokan
Mukosa mulut lembab, tidak ada lesi, gigi tidak lengkap dan tidak menggunakan gigi
palsu. Gusi tidak ada yang luka, lidah bersih, keadaan bibir lembab dan tidak
stomatitis.
g. Leher
Normal, tidak ada pembesaran tiroid
h. Payudara
Bentuk payudara simetris, tidak terdapat luka dan lesi serta tidak terdapat benjolan
saat perabaan. Kulit terlihat sedikit keriput.
i. Sistem pernafasan
Thorax
Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak ada jejas ataupun luka pada dada, pergerakan
dada kanan dan kiri normal, bernafas spontan dengan hidung 20x/menit.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada kelainan pada dada
Perkusi : Suara perkusi dada sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara pernafasan atau paru vesikuler (tidak ada bunyi abnormal pada
saat auskultasi)
j. Sistem kardiovaskuler
Tekanan darah : 154/85 mmHg
Capillary Refill : < 2 detik
Nadi : 86x/menit
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Perkusi : Suara perkusi atau ketukan jantung redup
Palpasi : Iktus cordis dan detak jantung teraba serta tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : Suara jantung normal S1 dan S2 (tidak ada bunyi tambahan pada saat
auskultasi)
k. Sistem gastrointestinal
Nafsu makan klien baik, klien mengurangi konsumsi nasi, makan sehari 2-3 kali
dengan menggunakan nasi hanya sekali dan selebihnya hanya sayur dan lauk. Minum
dalam sehari bisa sampai 1,5 L terdiri dari teh dan air putih.
Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada jejas ataupun luka, tidak terdapat ascites
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada empat lapang perut
Perkusi : Suara abdomen timpani
Auskultasi : Suara peristaltic usus 16x/menit kuadran abdomen dan tidak ada
pembesaran hepar ginjal saat diraba.
l. Sistem perkemihan
Klien BAK 6-8x dalam sehari, klien tidak mengalami masalah saat BAK tidak ada
rasa sakit, warna urine kuning. Tidak nyeri saat pemeriksaan ginjal dengan
pemukulan didaerah pinggang belakang, tidak ada nyeri tekan pada daerah simfisis
pubis.
m. Sistem geneteroproduksi wanita
Klien sudah tidak mengalami menstruasi, riwayat persalinan normal dengan 4 orang
anak yang sehat.
n. Sistem musculoskeletal
Nyeri persendian dikaki bagian tungkai, rentang gerak ROM aktif pada ekstrimitas
atas dan bawah, tidak ada batasan gerak, tulang belakang berbentuk kifosis.
Kekuatan otot
5 5
5 5
Obyektif:
GDS : 344mg/dl
TD : 150/85 mmHg
Nadi : 84x/menit
Suhu : 36, 2 °C
Respirasi : 20x/menit
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1. Nyeri akut (00132) NOC: Manajemen nyeri (1400) :
berhubungan dengan Tingkat nyeri 3. Lakukan pegkajian nyeri secara
agen injuri biologis Nyeri terkontrol komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
(penurunan perfusi Tingkat kenyamanan durasi, frekuensi, dan kualitas.
jaringan perifer) Setelah dilakukan asuhan keperawatan 4. Observasi reaksi nonverbal dari
(Rabu, 4/11/2020) selama 3 x 24 jam, klien dapat : ketidaknyamanan.
1. Mengontrol nyeri (1605) indikator : 5. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
Mengenal faktor-faktor penyebab mengetahui pengalaman nyeri klien
Mengenal onset nyeri sebelumnya.
Tindakan pertolongan non 6. Kontrol lingkungan yang mempengaruhi
farmakologi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan.
Menggunakan analgetik
7. Lakukan kompres hangat dan pijatan lembut
Melaporkan gejala-gejala nyeri
disekitar tungkai bawah.
kepada tim kesehatan.
8. Ajarkan teknik peregangan dan senam kaki
Nyeri terkontrol setiap pagi sebelum melakukan aktivitas.
2. Menunjukkan tingkat nyeri, dengan 9. Monitor TTV secara berkala
indikator: 10. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
Melaporkan nyeri 11. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/ontrol
Frekuensi nyeri nyeri.
Lamanya episode nyeri 12. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain
Ekspresi nyeri; wajah tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
Perubahan respirasi rate 13. Monitor penerimaan klien tentang
Perubahan tekanan darah manajemen nyeri.
Kehilangan nafsu makan
.
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
2. Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan askep 3x24 jam diharapkan Managemen Hiperglikemia (2120)
glukosa darah perawat akan menangani dan meminimalkan 1. Monitor GDS sesuai indikasi
berhubungan dengan episode hiperglikemia dengan indicator hasil : 2. Monitor tanda dan gejala diabetik
Resisten insulin Klien melaporkan tidak ada sakit ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl,
(00179) kepala (211106) pernafasan bau aseton, sakit kepala,
(Rabu, 4/11/2020) Klien melaporkan tidak ada tanda pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan
kelelahan (211105) muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan
kabur .
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi
4. Motivasi untuk konsumsi OAD secara rutin
5. Anjurkan untuk patuh terhadap program diet
dan olah raga
6. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan
gejala Hiperglikemia menetap atau
memburuk
7. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi
hipotensi
8. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl
khususnya adanya keton pada urine.
9. Ajarkan teknik terapi relaksasi otot progresif
secara berulang
10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi &
irama, warna kulit)
11. Pantau hasil GDS setelah latihan terapi
relaksasi otot
Rika
B. Implementasi Asuhan Keperawatan
RIKA
No Hari/Tgl/Jam Dx Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi
2 Rabu Ketidakstabilan kadar glukosa 1. Memonitor GDS sesuai Rabu 4/11/2020 Jam 16.00 WIB
4/11/2020 darah berhubungan dengan indikasi S:
Jam 15.00 Resisten insulin (00179) 2. Memonitor tanda dan gejala - Ny. T mengatakan hari ini
WIB diabetik ketoasidosis ; gula berpuasa.
darah > 300 mg/dl, pernafasan - Ny. T mengatakan akan
bau aseton, sakit kepala, meminum obatnya dengan rutin
pernafasan kusmaul, O:
anoreksia, mual dan muntah, - GDS : 240mg/dl
tachikardi, TD rendah, - TD sebelum latihan : 148/85
polyuria, - Nadi : 82x/menit
polidypsia,poliphagia, - Ny. T tampak kooperatif dan
keletihan, pandangan kabur . bersemangat
3. Memotivasi untuk konsumsi - Ny. T tampak terengah-engah
OAD secara rutin setelah latihan
4. Menganjurkan untuk patuh - TD : 146/84mmHg
terhadap program diet dan olah - Nadi : 88x/menit
raga - Suhu : 36.4 ° C
5. Mengajarkan teknik terapi A : Ketidakstabilan kadar glukosa
relaksasi otot progresif secara darah berhubungan dengan Resisten
berulang insulin teratasi sebagian
6. Memonitor v/s :TD dan nadi P : lanjutkan intervensi
sebelum dan sesudah aktivitas 1. Monitor GDS sebelum latihan
latihan 2. Motivasi untuk konsumsi OAD
7. Memantau jantung dan secara rutin
sirkulasi ( frekuensi & irama, 3. Ajarkan teknik terapi relaksasi
warna kulit) otot progresif secara berulang
8. Memantau hasil GDS setelah 4. Monitor TTV, TD dan nadi
latihan terapi relaksasi otot sebelum dan sesudah aktivitas
latihan
RIKA 5. Pantau hasil GDS setelah
No Hari/Tgl/Jam Dx Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi
latihan relaksasi otot
RIKA
3. Kamis Nyeri akut b/d Agen cidera 1. Melakukan pegkajian nyeri Rabu 5/11/2020 Jam 16.00 WIB
5/11/2020 biologis (penurunan perfusi secara komprehensif termasuk S:
Jam 15.00 jaringan perifer) lokasi, karakteristik, durasi, - Ny. T mengatakan hari ini tidak
WIB 1. frekuensi, dan kualitas. merasa pusing
2. Mengobservasi reaksi P : jaringan perfusi yang tidak
nonverbal dari adekuat
ketidaknyamanan. Q : nyeri terasa seperti ditusuk-
3. Menggunakan teknik tusuk
komunikasi terapeutik untuk R : nyeri di bagian tungkai kaki
mengetahui pengalaman nyeri bawah
klien sebelumnya. S : skala nyeri 2
4. Mengontrol lingkungan yang T : hilang timbul
mempengaruhi nyeri seperti - Ny. T mengatakan kaki kadang
suhu ruangan, pencahayaan, masih kesemutan
kebisingan. - Ny. T mengatakan kakinya lebih
5. Melakukan kompres hangat nyaman setelah dikompres
dan pijatan lembut disekitar hangat
tungkai bawah.
6. Mengajarkan teknik O :
peregangan dan senam kaki - Tekanan darah : 148/86 mmHg,
setiap pagi sebelum melakukan nadi : 88x/menit dan suhu 36,60
aktivitas. - Wajah klien tampak rileks
7. Mengukur tekanan darah, Nadi
dan suhu A : Nyeri akut b/d Agen cidera
biologis (peningkatan tekanan
darah) teratasi sebagian
RIKA P : Lanjutkan intervensi
1. Lakukan pegkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
No Hari/Tgl/Jam Dx Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi
karakteristik, durasi, frekuensi,
dan kualitas.
2. Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan.
3. Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien
sebelumnya.
4. Kontrol lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan.
5. Lakukan kompres hangat dan
pijatan lembut disekitar tungkai
bawah.
6. Ajarkan kembali teknik
peregangan dan senam kaki
setiap pagi sebelum melakukan
aktivitas.
7. Monitor TTV secara berkala
8. Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
9. Monitor penerimaan klien
tentang manajemen nyeri.
RIKA
RIKA
No Hari/Tgl/Jam Dx Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi
5. Jumat Nyeri akut b/d Agen cidera 1. Melakukan pegkajian nyeri Jumat 6/11/2020 Jam 11.00 WIB
6/11/2020 biologis (penurunan perfusi secara komprehensif S:
Jam 10.00 jaringan perifer) termasuk lokasi, - Ny. T mengatakan hari ini tidak
WIB karakteristik, durasi, pusing lagi
frekuensi, dan kualitas. P : jaringan perfusi yang tidak
2. Mengobservasi reaksi adekuat
nonverbal dari Q : nyeri hanya seperti
ketidaknyamanan. kesemutan
3. Menggunakan teknik R : nyeri di bagian tungkai kaki
komunikasi terapeutik untuk bawah
mengetahui pengalaman S : skala nyeri 1
nyeri klien sebelumnya. T : jarang muncul
4. Mengontrol lingkungan yang - Ny. T mengatakan tadi berjalan
mempengaruhi nyeri seperti ke warung sampe pulang kaki
suhu ruangan, pencahayaan, tidak merasa sakit
kebisingan. O:
5. Melakukan kompres hangat - Tekanan darah : 148/86 mmHg,
dan pijatan lembut disekitar nadi : 88x/menit dan suhu 36,60
tungkai bawah. - Wajah klien tampak rileks
6. Mengajarkan teknik
peregangan dan senam kaki A : Nyeri akut b/d Agen cidera
setiap pagi sebelum biologis (peningkatan tekanan
melakukan aktivitas. darah) teratasi
7. Mengukur tekanan darah, P : Hentikan intervensi
Nadi dan suhu RIKA
RIKA
3 Jumat Ketidakstabilan kadar glukosa 1. Memonitor tanda dan gejala Kamis 5/11/2020 Jam 17.00 WIB
6/11/2020 darah berhubungan dengan diabetik ketoasidosis ; gula S :
No Hari/Tgl/Jam Dx Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi
Jam 11.00 Resisten insulin (00179) darah > 300 mg/dl, pernafasan - Ny. T mengatakan hari ini
WIB bau aseton, sakit kepala, badan lebih segar tidak byk
pernafasan kusmaul, tidur seperti kemarin-kemarin
anoreksia, mual dan muntah, - Ny. T mengatakan obat gula nya
tachikardi, TD rendah, tadi pagi sudah diminum
polyuria,
polidypsia,poliphagia, O:
keletihan, pandangan kabur . - GDS : 212 mg/dl
2. Memotivasi untuk konsumsi - TD sebelum latihan : 148/86
OAD secara rutin mmHg, nadi : 88x/menit dan
3. Menganjurkan untuk patuh suhu 36,60
terhadap program diet dan olah - TD setelah latihan : 138/87
raga - Nadi : 96x/menit
4. Mengajarkan teknik terapi
relaksasi otot progresif secara A : Ketidakstabilan kadar glukosa
berulang darah berhubungan dengan Resisten
5. Memonitor v/s :TD dan nadi insulin teratasi
sebelum dan sesudah aktivitas P : Hentikan intervensi
latihan RIKA
6. Memantau jantung dan
sirkulasi ( frekuensi & irama,
warna kulit)
7. Memantau hasil GDS setelah
latihan terapi relaksasi otot
RIKA
Bartel Indeks
Termasuk yang manakah klien ?
Kriteria Dengan Mandiri Keterangan Skor
Bantuan
1. Makan Frekuensi :2-3x 10
Jumlah :1 porsi
5 10
Jenis : nasi, lauk,
sayur
2. Minum Frekuensi : 10
Jumlah : 1,5 L
5 10
Jenis : air
putih,teh
3. Berpindah dari kursi roda ke 15
5-10 15
tempat tidur, sebaliknya
4. Personal toilet (cuci muka, Frekuensi : 5
0 5
menyisir rambut, gosok gigi)
5. Keluar masuk toilet (mencuci 10
pakaian, menyeka tubuh, 5 10
menyiram)
6. Mandi 5 15 15
7. Jalan dipermukaan datar 0 5 Frekuensi : 5
8. Naik turun tangga 5 10 5
9. Mengenakan pakaian 5 10 10
10. Kontrol bowel (BAB) Frekuensi : 10
5 10
Konsistensi :
11. Kontrol bladder (BAK) Frekuensi : 10
5 10
Warna :
12. Olah raga/latihan Frekuensi : 5
5 10
Jenis :
13. Rekreasi/pemanfaatan waktu Jenis : 10
5 10
luang Frekuensi :
Total 110
Keterangan :
A. 100 : MANDIRI
B. 5-90 : KETERGANTUNGAN SEBAGIAN
C. 0 : KETERGANTUNGAN TOTAL
b. Kognitif
Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan Short Postable Status
Mental Questioner (SPSMQ)
Instruksi :
Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini dan catat semua jawaban
BENAR SALAH NO PERTANYAAN
1 01 Tanggal berapa hari ini ?
1 02 Hari apa sekarang ini ?
1 03 Apa nama tempat ini ?
1 04 Dimana alamat anda ?
1 05 Berapa umur anda ?
1 06 Kapan anda lahir ? (minimal tahun terakhir)
1 07 Siapa presiden Indonesia sekarang ?
1 08 Siapa Presiden Indonesia sebelumnya ?
1 09 Siapa nama Ibu anda ?
Jumlah Jumlah 10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari
setiap angka baru, semua secara menurun
Interpretasi hasil :
a. Salah 0 – 2 = fungsi intelektual tubuh
b. Salah 3 – 4 = Kerusakan intelektual ringan
c. Salah 5 – 7 = Kerusakan intelektual sedang
d. Salah 8 – 10 = Kerusakan intelektual berat
c. Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan MMSE (Mini Mental
Status Exam) :
Orientasi
Registrasi
Perhatian
Kalkulasi
Mengingat kembali
Bahasa
Aspek Nilai Nilai
No. Kriteria
Kognitif Maksimal Klien
1. Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar :
Tahun
Musim
Tanggal
Hari
Bulan
Orientasi 5 5 Dimana kita sekarang berada ?
Negara Indonesia
Propinsi DIY
Kota Yogyakarta
Kabupaten
Kecamatan
Kelurahan
2. Registrasi 3 3 Sebutkan nama 3 obyek (oleh
pemeriksa) 1 detik untuk
mengatakan masing-masing obyek.
Kemudian tanyakan kepada klien
ketiga obyek tadi. (untuk
disebutkan)
3. Perhatian dan 5 3 Minta klien untuk memulai dari
kalkulasi angka 100 kemudian dikurangi 7
sampai 5 kali/tingkat
Aspek Nilai Nilai
No. Kriteria
Kognitif Maksimal Klien
93
86
79
72
65
4. Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangi
ketiga obyek pada no 2 (registrasi)
tadi. Bila benar, 1 point untuk
masing-masing obyek
5. Bahasa 9 6 Tunjukkan pada klien suatu benda
dan tanyakan nama pada klien.
(misal jam tangan)
(misal pensil)
Minta klien untuk mengikuti
perintah berikut terdiri dari 3
langkah :
“ambil kertas di tangan anda, lipat
dua dan taruh di lantai”
Ambil kertas di tangan anda
Lipat dua
Taruh di lantai
Perintahkan pada klien untuk hal
berikut (bila aktivitas sesuai
perintah nilai 1 point)
“Tutup mata anda”
Perintahkan pada klien untuk
menulis satu kalimat dan menyalin
gambar.
Tulis satu kalimat
Menyalin gambar
Total Nilai 25
d. Depresi
A. Inventaris Depresi Beck
1) Kesedihan
a) Saya sangat sedih atau tidak bahagia, dimanaa saya tidak dapat menghadapinya
b) Saya galau atau sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat keluar darinya
c) Saya merasa sedih atau galau
d) Saya tidak merasa sedih (V)
2) Pesimisme
a) Saya merasa bahwa masa depan adalah sia-sia dan sesuatu tidak dapat membaik
b) Saya merasa saya tidak mempunyai apa-apa untuk memandang ke depan
c) Saya merasa kecil hati mangenai masa depan
d) Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati tentang masa depan (V)
3) Rasa kegagalan
a) Saya merasa benar-benar gagal sebagai seseorang
b) Ketika melihat perjalanan hidup saya, semua yang saya lihat adalah kegagalan
c) Saya telah gagal melebihi kebanyakan orang
d) Saya tidak merasa gagal (V)
4) Ketidakpuasan
a) Saya tidak puas dengan segalanya
b) Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan dari apapun
c) Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan
d) Saya tidak merasa tidak puas (V)
5) Rasa bersalah
a) Saya merasa seolah-olah saya buruk atau tidak berharga
b) Saya merasa sangat bersalah
c) Saya merasa buruk atau tak berharga di sebagian waktu
d) Saya tidak merasa benar-benar bersalah (V)
6) Tidak menyukai diri sendiri
a) Saya benci diri saya sendiri
b) Saya muak dengan diri saya sendiri
c) Saya tidak suka dengan diri saya sendiri
d) Saya tidak merasa kecewa dengan diri saya sendiri (V)
7) Membahayakan diri sendiri
a) Saya akan membunuh diri saya sendiri jika ada kesempatan
b) Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri
c) Saya merasa lebih baik mati
d) Saya tidak punya pikiran-pikiran yang membahayakan diri sendiri (V)
8) Menarik diri dari sosial
a) Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak peduli pada mereka
semua
b) Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan mempunyai sedikit perasaan
pada mereka
c) Saya kurang berminat pada orang lain daripada sebelumnya
d) Saya tidak kehilangan minat pada orang lain (V)
9) Keragu-raguan
a) Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali
b) Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan
c) Saya berusaha mengambil keputusan (V)
d) Saya membuat keputusan yang baik
10) Perubahan gambaran diri
a) Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikkan
b) Saya merasa bahwa ada perubahan-perubahan yang permanen dalam penampilan saya, dan
ini membuat saya tidak menarik
c) Saya khawatir bahwa saya tampak tua dan tak menarik
d) Saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk dari sebelumnya (V)
11) Kesulitan diri
a) Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali
b) Saya telah menolong diri saya sendiri dengan keras untuk melakukan sesuatu (V)
c) Memerlukan usaha tambahan untuk memulai sesuatu
d) Saya dapat bekerja sebaik sebelumnya
12) Keletihan
a) Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
b) Saya lelah untuk melakukan sesuatu
c) Saya lelah lebih dari yang biasanya
d) Saya tidak lebih lelah dari biasanya (V)
13) Anoreksia
a) Saya tidak mempunyai nafsu makan sama sekali
b) Nafsu makan saya sangat buruk sekarang
c) Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya (V)
d) Nafsu makan saya tidak buruk dari biasanya
PENILAIAN
A=3 B=2 C=1 D=0
Lakukan penjumlahan dari no.1-13
PENILAIAN :
0–4 = Tidak ada depresi
5–7 = Depresi ringan
8 – 15 = Depresi sedang
16 ke atas = Depresi berat
Penilaian
Nilai 0-5 = normal
Nilai >5 = depresi
e. Resiko decubitus
f. Pengkajian skala resiko dekubitus
1. Braden Scale
Variabel 1 2 3 4
Persepsi Terbatas Sangat terbatas Agak terbatas Tidak
Sensori Penuh terbatas
(V)
Kelembaban Selalu lembab Sering Lembab Kadang Kering
lembab (V)
Aktivitas Di tempat tidur Di Kursi Kadang Jalan
berjalan keluar
ruangan(V
)
Mobilisasi Imobilisasi Berjalan dengan Kadang Sering
bantuan Berjalan berjalan
(V)
Nutrisi Malnutrisi Tidak Adekuat Adekuat (V) Sempurna
Friction dan Masalah Kadang Tidak ada
shear Masalah masalah (V)
Total Score 21
Kategori :
1. 19-23 = tidak ada risiko decubitus
2. 15-18 = risiko rendah
3. 13-14 = risiko sedang
4. 10- 12 = risiko tinggi
5. 6-9 = risiko sangat tinggi
Variabel 1 2 3 4
Kondisi fisik Sangat Buruk Buruk Sedang Baik (V)
Kesadaran Soporus Confused Apatis CM (V)
Hanya bisa Hanya bisa Berjalan Dengan Mandiri
Aktivitas
Tidur Duduk Bantuan (V)
Sangat Bebas
Mobilitas Immobile Sedikit Terbatas
Terbatas (V)
Selalu (urin dan Tidak
Inkontinensia Selalu (urin) Kadang (V)
fekal) ada
TOTAL SCORE : 19
Kategori :
Nilai < 10 : risiko sangat tinggi
Nilai 10-14: risiko tinggi
Nilai 15-18 : risiko sedang
Nilai >18 : resiko rendah
g. Kualitas hidup
A. Kualitas hidup
PETUNJUK
Pertanyaan-pertanyaan dibawah ini berhubungan dengan kesehatan anda. Informasi yang
diharapkan adalah bagaimana perasaan anda dan bagaimana anda melakukan kegiatan-kegiatan
setiap harinya. Mohon setiap pertanyaan anda jawab dengan cara melingkari atau mencontreng
jawabah yang sesuai dengan keadaan anda.
4. Dalam 4 minggu terakhir ini apakah anda pernah mengalami beberapa masalah dengan
pekerkaan anda atau aktivitas sehari-hari lainnya sebagai akibat dari kesehatan anda?
No Pertanyaan Ya Tidak
a mengurangi waktu yang anda gunakan untuk bekerja/aktivitas (V)
b hanya dapat mengerjakan pekerjaan lebih sedkiti dari yang (V)
seharusnya dapat anda lakukan
c mengalami keterbatasan jenis pekerjaan atau aktivitas yang dapat (V)
dilakukan
d mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan atau aktivitas lain (V)
5. Dalam 4 minggu terakhir ini apakah anda mengalami beberapa masalah pekerjaan atau
aktivitas sehari-hari lainnya sebagai akibat perasaan emosi (tertekan atau cemas)
No Pertanyaan Ya Tidak
a mengurangi waktu bekerja atau aktivitas lain (V)
b hanya dapat mengerjakan pekerjaan lebih sedkiti dari yang (V)
seharusnya dapat anda lakukan
c tidak dapat melakukan aktivitas sebaik/seteliti biasanya (V)
6. Dalam 4 minggu terakhir ini seberapa jauh kondisi kesehatan fisik dan masalah
emosi/perasaan anda mempengaruhi aktivitas sosial anda dengan keluarga, tetangga atau
kelompok? (contoh rekreasi, arisam, pengajian, kumpulan)
1. Tidak berpengaruhs sama sekali (V)
2. Sedikti berpengaruh
3. Sedang-sedang saja
4. Benar-benar berpengaruh
5. Banyak berpengaruh
7. Seberapa banyak nyeri tubuh (sakit kepala, leher, asam urat, rematik, kemeng, gringgingan
dll) yang anda alami selama 4 minggu terakhir
1. Tidak pernah
2. Sangat ringan
3. Sedang (V)
4. Berat
5. Sangat berat
8. Selama 4 minggu terakhir ini, seberapa berat nyeri tubuh sakit kepala, leher, asam urat,
rematik, kemeng, gringgingan dll) mempengaruhi pekerkjaan/ aktivitas anda?
1. Tidak berpengaruh sama sekali
2. Sedikit berpengaruh
3. Sedang-sedang saja (V)
4. Benar-benar berpengaruh
5. Banyak berpengaruh
9. Pertanyaan-pertanyaan dibawah ini tentang bagaimana perasaan anda dan bagaimana hal
tersebut anda rasakan selama 4 minggu terakhir ini. Untuk setiap pertanyaan, harap berikan
satu jawaban yang paling mendekati dengan apa yang anda rasakan dan seberapa sering hal
tersbtu terjadi dalam 4 minggu terakhi ini
10. Dalam 4 minggu terakhir ini, seberapa sering masalah kesehatan fisik dam masalah emosi/
perasaan anda mempengaruhi aktivitas sosial anda (seperti mengunjungi teman, pergi
arisan, pengajian, rapat dan kondangan)
1. Setiap waktu
2. Sangat sering
3. Kadang-kadang
4. Jarang
5. Tidak pernah (V)
3 penelantaran fisik jika terdapat satu atau lebih kegiatan yang dilakukan oleh
keluarga, teman atau petugas kesehatan dalam kurun waktu
1 tahun terakhir
Menampar anda
Mendorong anda
TIDAK Ditendang atau dipukul dengan kepalan
Terbakar atau tersiram air panas
Mengancam dengan pisau, pistol atau senjata lainnya
Berbagai aksi kekerasan lainnya
Diikat/ dipasung
Dikunci dikanar
Memberikan obat-obatan yang berlebihan untuk
membuat anda menurut
Menahan anda dengan cara lain
4 penelantaran seksual jika terdapat satu atau lebih kegiatan yang dilakukan oleh
keluarga, teman atau petugas kesehatan dalam kurun waktu
1 tahun terakhir
Berbicara pada anda dengan menggunakan
bahasa-bahasa sensual
TIDAK Menyentuh anda dengan cara tidak pantas
Mencoba menyentuh anda dengan cara tidak
pantas
Menontonkan pornografi kepada anda
Mencoba Menontonkan pornografi kepada
anda
Melakukan hubungan seksual dengan anda
Mencoba untuk melakukan hubungan seksual
dengan anda
5 penelantaran oleh tenaga jika terdapat satu atau lebih kegiatan yang dilakukan oleh
kesehatan keluarga, teman atau petugas kesehatan dalam kurun waktu
1 tahun terakhir
Melakukan aktivitas sehari-hari padahal anda tidak
TIDAK mampu untuk melakukannya
Tidak melalkukan perawatan makan, mandi,
berpakaian padahal anda tidak membantu untuk
melakukannya
Tidak memberikan bantuan dan waktu minum obat
yang tepat
LAPORAN MAKALAH JURNAL
OLEH:
HANDAYANI
NIM : 200300757
Kesimpulan :
PMR adalah suatu prosedur untuk mendapatkan relaksasi pada otot melalui pemberian
tegangan pada suatu kelompok otot dan menghentikan tegangan tersebut kemudian
memusatkan perhatian untuk mendapatkan sensasi rileks. PMR dapat dijadikan salah satu
intervensi keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien DM tipe II untuk meningkatkan
relaksasi dan kemampuan pengelolaan diri. PMR juga berfungsi untuk menurunkan kadar
gula darah jika dilakukan secara teratur, karena akan menghambat umpan balik stress dan
membuat tubuh pasien rileks. Relaksasi membuat tubuh melepaskan hormon endorphin
yang dapat menenangkan system syaraf. Tubuh yang rileks membuat stress yang dihadapi
penderita menurun sehingga produksi hormon stress yang umumnya meningkatkan Kadar
glukosa darah menjadi berkurang. Selain itu PMR juga sangat mudah dilakukan, Pada
instansi terkait harus membuat SOP terkait intervensi PMR.
DAFTAR PUSTAKA
Azitha M, Aprilia D, Ilhami YR. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar Glukosa
Darah Puasa pada Pasien Diabetes Melitus yang Datang ke Poli Klinik
Penyakit Dalam Rumah Sakit M. Djamil Padang. :5.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
JURNAL KEPERAWATAN SOEDIRMAN
ABSTRACT
Most of the management for hospitalized patient with type 2 Diabetes Mellitus (T2DM) is still
concentrated on medication and diet. On the other hand, exercise or activity management, however,
gets little attention. Health professionals, especially nurses, need to be aware that some exercises or
activities should be provided even for hospitalized patients. One of the choices is Progressive Muscle
Relaxation (PMR). The purpose of this study was to determine the effect of PMR on reducing blood
glucose levels in patients with T2DM. This research used the quasi-experimental with pre and post
control group design. The sampling technique was simple random sampling with 30 samples, that
divided into intervention and control groups (15 samples in each group). Data collection techniques
were performed by measuring the blood glucose levels at that time. PMR as an intervention was
performed for three days on a regular basis. Afterward, the blood glucose levels were remeasured. Data
analysis was done by using t-test. Data analysis showed that there was a decrease in mean score of
blood glucose levels for 63,80 mg/dl in the control group and 80,46 mg/dl in the intervention group. The
results showed that PMR was effective in reducing the blood glucose levels of hospitalized patients with
T2DM (p-value = 0,015). The results of this study can be applied by nurses as an alternative
intervention in the management of patients with T2DM.
ABSTRAK
Manajemen pasien dengan Diabetes Mellitus tipe 2 (T2DM) yang dirawat di rumah sakit seringkali
masih hanya berfokus pada pengobatan dan diet. Di sisi yang lain, olah raga atau manajemen aktivitas
masih kurang mendapat perhatian. Tenaga kesehatan, terutama perawat, perlu menyadari bahwa olah
raga atau aktivitas tetap dapat diberikan kepada pasien meskipun dirawat di rumah sakit. Salah satunya
adalah dengan Relaksasi Otot Progresif (ROP). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan
pengaruh ROP terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien DM tipe 2. Penelitian ini
menggunakan desain kuasi eksperimental pre dan post. Tehnik sampling yang digunakan adalah
simple random sampling pada 30 orang, yang dibagi atas kelompok intervensi dan kelompok kontrol
(masing-masing 15 orang pada setiap grup). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengukur
kadar gula darah sewaktu. Intervensi ROP dilakukan selama tiga hari berturut-turut. Setelah itu, kadar
glukosa darah diukur kembali. Analisa data menggunakan t-test. Hasil analisa menunjukan bahwa
terdapat penurunan rerata kadar gula darah sebesar 63,80 mg/dl di kelompok kontrol dan 80,46 mg/dl
di kelompok intervensi. Hasil menunjukan bahwa PMR efektif untuk menurunkan kadar gula darah pada
pasien DM tipe 2 yang dirawat di rumah sakit (p-value=0,015). Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
digunakan oleh perawat sebagai alternative tindakan untuk pasien dengan DM tipe 2.
77
Akbar, Malini, Afriyanti DOI : 10.20884/1.jks.2018.13.2.808
78
Akbar, Malini, Afriyanti DOI : 10.20884/1.jks.2018.13.2.808
80
levels in patients with T2DM. In another (63,80 mg/dl). The decrease in blood
study, PMR effectiveness was tested if it glucose levels within control group
could reduce blood glucose levels in
patients with gestational diabetes. Before
the intervention, there was no significant
difference in mean of fasting blood
glucose between two groups. After the
intervention, mean of fasting blood
glucose was 94,79 and 103 mg/dl in the
intervention and control group respectively
(p-value <0,001) (Kaviani, et al., 2014).
PMR exercises in this study have
met the criteria as described by Dharma
(2016). The exercise should be
continuous, which are given for 25-30
minutes, 3 times daily for 3 consecutive
days, rhythmical (it makes the muscles to
contract and relax regularly), intensity (it is
done alternately between stretching and
loosening), progressive/gradually(it
is
done gradually from a little to a heavy
training), and endurance(it restores the
cardiovascular system).
Indrayani, Heru, and Agus (2007)
also showed that physical exercises had
an effect on reducing blood glucose levels
in T2DM patients. Insufficient gestures will
decrease skeletal muscle movement.
Unmoved skeletal muscle will make fat
cannot be converted into energy. As a
result fat deposits are higher in the walls
of blood vessels and skeletal muscles.
The accumulation of fat can activate
secretion of chemical mediator, leptin.
Leptin weakens function decreases
amount of insulin receptor. Leptin also
reduces binding capacity of insulin
receptors with the hormone insulin
(Masjur, 2005).
Physical exercises are necessary
for DM patients to control blood glucose
levels which are foundation of
DM
management. PMR is one type of exercise
that can be performed independently, so
patient's self-management will improve.
To
get maximum results, patients is
required to learn about PMR and also be
motivated to do the exercises, so they can
do it regularly.
This study found that there was a
significant decrease of blood
glucose
levels of T2DM patients in control group
because respondents took
pharmacological therapy and dietary
program in the hospital. Patients took
drugs and insulin therapy prescribed by
doctor in charge of service (DPJP).
Patients' diet was also monitored by
nutritionists. When patients regularly
follow programmed treatment and diet, it
will affect their glucose levels.
Alfian (2015) in his research in
Ansari Saleh Regional Public Hospital
(RSUD), Banjarmasin revealed that when
patients regularly taking medication then
their blood glucose levels will drop. In
contrast, when patients did not take
medication regularly then the
patient's
blood glucose levels remain high. In
research by Tangka, Wiyono and Wati
(2015) in Internal Polyclinic of Bethesda
General Hospital, Tomohon explained that
the dietary compliance in DM patients is
very important. Usually, patients should
not consume too many sugary foods and
should eat on a regular schedule. Dharma
(2016) also explained the purpose of
controlling food for patients with diabetes
mellitus is to maintain the blood glucose
levels to stay close to normal by balancing
food intake with insulin and physical
activities.
When patients are hospitalized, it
is very possible to keep the blood
glucose
at lower levels because patients’ diet and
medication are closely monitored by
health care personnel. However, this
condition does not necessarily happen
when patients are outside of healthcare
facility. Patients should be empowered by
give them adequate knowledge and skills
to perform diabetes self-management.
This study revealed that PMR that
given along with standard treatment could
significantly decreases blood glucose level
compared to standard treatment alone
(p=0,015). Other literature also shows that
PMR has an effect in lowering blood
glucose levels of patients with DM at
Keling 1 Community Health Center
(Puskesmas), Jepara (Rusnoto & Diana,
2016). However, the study did not
provided detailed explanation
about
effects of PMR on T1DM, or T2DM, or
Gestational
Diabetes.
DM patients urgently require REFERENCES
some physical exercises because glucose Alfian, R. (2015). Korelasi antara
and free fatty acids (FFAs) were kepatuhan minum obat dengan
processed into energy during the training. kadar gula darah pada pasien
Physical exercises could lower blood diabetes mellitus di rawat jalan rsud
glucose levels by enhancing carbohydrate dr. h. moch. ansari saleh
metabolism, losing weight and maintaining banjarmasin. Jurnal Pharmascience,
it in normal condition, and increasing 2, 15-23.
insulin sensitivity (Tarwoto, et al., 2012).
Managing patients holistically Balitbang Depkes RI. (2013). Riset
needs to be done by training self-care and kesehatan dasar. Jakarta: Ministry of
arranging behavioral changes. DM Health RI.
management includes education, dietary,
Casman., Fauziyah, Y., Fitriyana, I.,
physical exercise, and medicines.
Triwibowo, C. (2015). Perbedaan
Basically, the DM management starts with
efektivitas antara latihan fisik dan
diet and then supplemented by sufficient
progressive muscle relaxation (PMR)
physical exercises (Dharma, 2016). The
terhadap penurunan kadar gula
PMR increase the mobility and the use of
darah puasa pada penderita
muscle that could improve the uptake
diabetes mellitus tipe 2. Jurnal
glucose by the muscle cell. The PMR
Ilmiah PANNMED, 10, 246-249.
could be performed even when the
patients were in bed, it become one of Damayanti, S. (2015). Diabetes mellitus &
active range of motion that could penatalaksanaan keperawatan.
performed easily by the hospitalized Yogyakarta: Nuha Medika.
patients.
During the research, respondents Dewi, F.V.S., & Budiharsana, M.P. (2014).
and families were able to understand the Gambaran diabetes self
instructed PMR techniques well. However, management education (DSME) dan
motivation and direction are necessary for lama hari rawat pasien diabetes
the respondents to be able to do the mellitus tipe 2 rawat inap Rumah
exercises independently and Sakit Umum Provinsi Nusa
appropriately. PMR is easy to learn and Tenggara Barat Tahun 2012-2013.
practice in various environments even in Jurnal FKM UI, 1-16.
hospitals, inexpensive, can be self-studied Dharma, S. (2016). Pengantar studi kasus
by respondents or family, and almost do tentang penggunaan obat dan
not have any contraindication. Therefore, penatalaksanaan penyakit.
PMR can be used by nurses as an Magelang: GRE Publishing.
intervention to reduce glucose levels of
patients with T2DM along with standard Dinas Kesehatan Kota Padang. (2016).
treatment. Laporan dinas kesehatan Padang
tahun 2015. Padang: Dinas
CONCLUSION Kesehatan Kota Padang.
The hospitalized T2DM patients Hasaini, A. (2015). Effectiveness muscle
were able to practice PMR to lower blood progressive relaxation (PMR) toward
glucose levels. PMR exercises become to blood glucose levels of diabetes
effective when they are done continuously, mellitus type 2 patients group in the
rhythmically, intensity, gradually, and Martapura public health center.
having the endurance. Researchers Caring, 2, 16-27.
recommend that PMR could be taught to
hospitalized T2DM patients. Nurses can Indrayani, P., Heru S., & Agus S. (2007).
apply PMR as an intervention in the Pengaruh latihan fisik senam aerobik
management of patients with T2DM along terhadap penururnan kadar gula
with standard treatment. darah pada penderita dm tipe 2 di
82
wilayah kerja Puskesmas Bukateja Tangka, W.T., Wiyono., & Wati, A.T.
Purbalingga. Jurnal Media Ners, 1, (2015). Hubungan kepatuhan
49-99. pengaturan diet dengan kadar
International Diabetes Federation. (2015). glukosa darah pada pasien diabetes
IDF diabetes atlas-seventh edition. mellitus. Buletin Sariputra, 5(1), 40-
Brussel: IDF. 46.
Kaviani, M., Bahoosh, N., Azima, S., Wade, C. & Tavns, C. (2007). Psikologi
Asadi, N., Sharif, F., & Sayadi, M. edisi 9 jilid 2. Jakarta: Erlangga.
(2014). The effect of relaxation on World Health Organization. (2016). Global
blood sugar and blood presure report on diabetes. France: WHO
changes of women with gestational Press.
diabetes: A randomized control trial.
Iranian Journal of Diabetes And
Obesity, 6, 14-22.
Mahanani, S., Natalia, D., & Pangesti, S.
(2015). Aktivitas fisik berdasarkan
teori handerson pada pasien
diabetes mellitus laki-laki dan
perempuan. Jurnal STIKES RS
Baptis Kediri, 2, 1-10.
Masjur, A. (2005). Kapita selekta
kedokteran, edisi II jilid 3. Jakarta:
Media Aesulapius.
Niqren, Z.L. (2014). Kemudahan gerak
aktivitas bagi pasien stroke di unit
terapi okupasi adl (activities of daily
living). Jurnal Mahasiswa Jurusan
Arsitektur, 2, 1-17.
Rusnoto & Diana, N.I.R. (2016). Effect of
progressive muscle relaxation
against the decrease blood sugar
levels in patients with diabetes
mellitus at health Keling 1 Jepara.
International Nursing Workshop And
Conference, 1, 16-23.
Soegondo, S. (2007). Penatalaksanaan
diabetes mellitus terpadu. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Synder, M., & Linquist, R. (2010).
Complementary and
alternative
therapies in nursing 6th edition.
United States of America: Hamilton
Printing.
Tarwoto., Wartonah., Taufiq, I., & Mulyati,
L. (2012). Keperawatan medikal
bedah gangguan sistem endokrin.
Jakarta: TIM.
http://jurnal.fk.unand.ac.id 40
0
Artikel Penelitian
1 2 3
Mala Azitha , Dinda Aprilia , Yose Ramda Ilhami
Abstrak
Aktivitas fisik merupakan satu dari empat pilar program penatalaksanaan diabetes mellitus. Aktivitas fisik yang
kurang juga merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka kejadian diabetes melitus. Tujuan penelitian ini
adalah menentukan hubungan aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah puasa pada pasien diabetes melitus. Jenis
penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan potong lintang terhadap 120 pasien diabetes melitus yang datang ke
poliklinik penyakit dalam rumah sakit Dr. M. Jamil Padang yang memenuhi kritia inklusi dan ekslusi. Pada
penelitian ini didapatkan dari 36 pasien dengan kadar glukosa darah puasa normal ada 24 pasien dengan aktivitas
fisik ringan dan 12 pasien dengan aktivitas fisik sedang-berat. Dari 84 pasien yang memiliki kadar glukosa
darah puasa meningkat, terdapat 60 pasien dengan aktivitas fisik ringan dan 24 pasien dengan aktivitas fisik sedang-
berat. Hasil penelitian diolah dengan rumus Chi-square sehingga nilai p=0.602 (p>0.05). Simpulan studi ini ialah tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah puasa pada pasien diabetes
melititus yang datang ke poliklinik rumah sakit M. Jamil Padang.
Kata kunci: aktivitas fisik, kadar glukosa darah puasa
Abstract
Physical activity is one of four main management for diabetes mellitus patients. Lack of physical activity can
cause increasing of diabetes mellitus to happen. The objective of this study was to determine the relation between
physical activity and fasting blood glucose level in diabetes mellitus patients. The methode of this research
was analytic with cross sectional approach that took 120 pasients diabetes mellitus in internal medicine’s policlinic Dr.
M. Djamil Hospital Padang which fit the inclusion an exclusion criteria. The results were from 36 patients who had
normal fasting blood glucose level there were 24 patients with mild activity and 12 with medium-heavy activity. There
were 84 patients who had increase fasting blood glucose level 60 patients with mild activity and 24 patients with
medium -heavy acivity. This research was processed using chi-square test and the result is p=0.602 (p>0.05) There
is no significant correlation between physical acitivity winth fasting blood glucose level of diabetes mellitus pasients in
internal medicine’s policlinic M. Jamil Hospital Padang
Keywords: physical activity, fasting blood glucose
level
penyakit infeksi masih dipertanyakan dengan Pada keadaan istirahat, metabolisme otot
timbulnya penyakit baru seperti hepatitis B, AIDS, dan hanya sedikit sekali memakai glukosa sebagai sumber
angka kesakitan TBC yang masih tinggi. Disisi lain bahan bakar, sedangkan saat berolahraga, glukosa
angka penyakit degeneratif ataupun non infeksi dan lemak akan dijadikan sebagai bahan bakar utama.
meningkat tajam, salah satu contoh adalah diabetes Diharapkan dengan dijadikannya glukosa sebagai
1
melitus. bahan bakar utama, kadar glukosa darah akan
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu menurun .
7
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik Berdasarkan hal tersebut dan belum adanya
tingginya kadar gula dalam darah (hiperglikemia) yang penelitian yang meneliti tentang hubungan aktivitas
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kelainan kerja fisik dengan kadar glukosa darah puasa pada pasien
2
insulin atau gabungan keduanya. DM yang datang berobat ke poliklinik penyakit dalam
World Health Organization (WHO) merumuskan RS M. Jamil Padang, maka perlu diteliti pengaruh
bahwa diabetes merupakan suatu penyakit kronis aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah puasa pada
yang terjadi saat pankreas tidak dapat menghasilkan pasien diabetes melitus yang datang ke Poliklinik
insulin yang cukup atau tubuh tidak dapat Penyakit Dalam rumah sakit Dr. M. Djamil Padang.
3
menggunakan insulin yang sudah ada.
Indonesia merupakan salah satu dari 10 negara
METODE
dengan jumlah penderita diabetes terbanyak.
Jenis penelitian ini adalah cross sectional
Indonesia menempati peringkat ke-7 pada tahun 1995
analitik yang dilakukan di poliklinik Penyakit Dalam
dan diprediksi akan naik menjadi peringkat ke-5 pada
rumah sakit Dr. M. Djamil Padang.
tahun 2025 dengan perkiraan jumlah penderita
4 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
sebanyak 12,4 juta jiwa.
pasien DM yang datang ke poliklinik Penyakit Dalam
Pada awalnya, resistensi insulin masih belum
RSUP Dr. M. Jamil Padang. Sampel pada penelitian
menyebabkan diabetes secara klinis. Pada keadaan
ini adalah seluruh populasi yang memenuhi kriteria
ini, sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi
inklusi dan eksklusi, sehingga didapatkan 120 orang
keadaan ini sehingga terjadi hiperinsulinemia dan
dengan menggunakan teknik consecutive sampling.
glukosa darah masih normal atau sedikit meningkat.
Setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pankreas,
HASIL
kemudian terjadi diabetes melitus yang ditandai
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
dengan peningkatan kadar gula dalam darah yang
5 diperoleh informasi mengenai gambaran aktivitas fisik
memenuhi kriteria diagnosis diabetes mellitus.
dan kadar gula darah puasa sebagai berikut.
Latihan fisik merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM yang berfungsi untuk memperbaiki
Tabel 1. Kadar glukosa darah dan aktivitas fisik pada
sensitivitas insulin dan juga untuk menjaga kebugaran
pasien DM
tubuh. Latihan fisik bisa membantu memasukan
Fuad Hariyanto pada tahun 2013 yang melihat Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M,
hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah Setiyohadi B, Syam AF, editor (penyunting). Buku
puasa pada pasien DM tipe 2 di RSU Cilegon. Dari ajar ilmu penyakit dalam jilid 2. Edisi ke-6. Jakarta:
hasil penelitian tersebut di dapatkan bahwa tidak ada Interna Publishing; 2014.hlm. 2315-22.
hubungan antara aktivitas fisik dengan kadar gula 2. Purnamasari D. Diagnosis dan klasifikasi diabetes
Menurut Plotnikoff (2006) dalam Canadian Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editor
Journal of Diabetes, aktivitas fisik merupakan kunci (penyunting). Buku ajar ilmu penyakit dalam jlilid 2.
dalam pengelolaan diabetes melitus terutama sebagai Edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing; 2014.hlm.
kardiovaskuler seperti menurunkan hiperinsulinemia, 3. WHO. Diabetes Facts sheet (diunduh Maret 2016).
Latihan fisik yang rutin menyebabkan sel akan 4. Arisman. Buku ajar ilmu gizi obesitas, diabetes
terlatih dan lebih sensitif terhadap insulin sehingga melitus, dan dislipidemia. Jakarta: EGC.hlm.44-5.
asupan glukosa yang dibawa glukosa transporter ke 5. Soegondo S. Farmakoterapi pada pengendalian
dalam sel meningkat. Aktifitas fisik ini pula yang glikemia diabetes melitus tipe 2. Dalam: Setiati S,
kemudian menurunkan kadar glukosa puasa pada Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B,
Anjuran untuk melakukan aktifitas fisik bagi penyakit dalam jilid 2. Edisi ke-6. Jakarta: Interna
penderita DM telah dilakukan sejak seabad yang lalu Publishing; 2014.hlm. 2328-35.
oleh seorang dokter dari China, dan manfaat kegiatan 6. Tjokroprawiro A, Murtiwi S. Terapi non farmakologi
Intensitas melakukan aktivitas fisik akan Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam
berpengaruh kepada kadar gula darah. Intensitas AF, editor (penyunting). Buku ajar ilmu penyakit
ringan pada penderita DM dapat menurunkan glukosa dalam jilid 2. Edisi ke-6 Jakarta: Interna Publishing;
2014.hlm. 2336-46.
7. Ilyas E. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu. 13. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran and physiology. Edisi ke-13. Singapore: John Wiley
Universitas Indonesia; 2007.hlm.69-83. and Sons (Asia) Pte Ltd; 2011.
8. Rachmawati. Pola makan dan aktivitas fisik 14. Yunir E, Soebarji S. Terapi nonfarmakologi pada
dengan kadar gula darah penderita diabetes diabetes melitus. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo
melitus tipe 2 rawat jalan di RSUP dr. Wahidin AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editor
Sudirohusodo Makasar. Media gizi masyarakat (penyunting). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 2.
Indonesia. 2011;1(1):3. Edisi ke-6. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI. 2014;
9. Ramadhanisa A, Larasati TA, Mayasari D. hlm 2336-40.
Hubungan aktivitas fisik dengan kadar HBA1C 15. Fathoni A. Penurunan kadar gula darah
pasien diabetes melitus tipe 2 Di Laboratorium postprandial pada latihan fisik intensitas ringan
Patologi Klinik RSUD DR. H. Abdul Moeloek durasi 20 menit dan intensitas sedang durasi 20
Bandar Lampung. Medical Journal Of Lampung menit pada penderita diabetes melitus. Airlangga
University. 2013; 2(4):5. University Library; 2008.
10. Kriska A. Physical activity and the prevention 16. Henriksen EJ, editor (penyunting). Effects of acute
of type ii (non–insulin dependent) diabetes. exercise and exercise training on insulin
University of Pittsburgh. PCPFS Research resistance. Arizona: Department of Physiology,
DIGEST. 2010; University of Arizona Collage of medicine. 2002;
2(10). 788-96.
11. Haryanto F. Hubungan aktifitas fisik dengan 17. Guelfi KJ. Effect of intermittent high intensity
kadar gula darah puasa pada pasien diabetes compare with countinous moderat exercise on
melitus tipe 2 di rumah sakit umum daerah Kota glukose production and utilization in individuals
Cilegon tahun 2013. E-Journal Syarif with type 1 diabetes. Physiol Endocrinal
Hidayatullah. 2013; Metabolism. 2007:865-70.
2(2):3. 18. Molina, Patricia E. Endocrine physiology. Edisi ke-
12. Plotnikoff RC. Physical activity in the 3. Louisiana USA: McGraw Hill Company. 2010;
management of diabetes: population-based hlm:865-70.
perspectives and strategies. Canadian Journal of
Diabetes. 2006;
30:52-62.
Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap Kadar Glukosa Darah
Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah
Raden Mattaher Jambi
Mashudi
Abstrak
PMR adalah suatu prosedur untuk mendapatkan relaksasi pada otot melalui pemberian
tegangan pada suatu kelompok otot dan menghentikan tegangan tersebut kemudian
memusatkan perhatian untuk mendapatkan sensasi rileks. Tujuan penelitian ini adalah
teridentifikasikannya pengaruh progressive muscle relaxation(PMR) terhadap
penurunan kadar glukosa darah (KGD) pada pasien diabetes melitus tipe 2 (DMT2) di
RSUD Raden Mattaher Jambi. Penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimen
dengan pre and post with control group, masing-masing kelompok terdiri dari 15 orang
responden. Data dianalisis secara univariat dan bivariat. Hasil analisis menunjukkan
adanya pengaruh PMR secara signifikan dalam menurunkan KGD pasien DMT2 di
RSUD Raden Mattaher Jambi. Sedangkan variabel umur, jenis kelamin, penyakit
penyerta, dan lama menderita DMT2 tidak mempunyai hubungan dengan rata-rata
penurunan kadar glukosa darah setelah intervensi. Hasil penelitian ini dapat menjadi
masukan bagi perawat untuk menjadikan PMR sebagai salah satu intervensi
keperawatan mandiri dan memasukkan PMR dalam protap penatalaksanaan pasien
DMT2.
686
Jurnal Health & Sport, Volume 5, Nomor 3, Agustus 2012 687
kelompok intervensi dan 53,3% untuk 168,27 mg/dl, dengan standar deviasi
kelompok kontrol. 54,293 mg/dl. rata-rata KGD jam 11.00
Untuk KGD dapat disimpulkan bahwa adalah 226,80 mg/dl, dengan standar
rata-rata KGD jam 06.00 sebelum deviasi 62,065 mg/dl, dan rata-rata KGD
dilakukan PMR pada kelompok intervensi jam 16.00 sebelum intervensi pada
adalah 182,20 mg/dl, dengan standar kelompok kontrol adalah 206,00 mg/dl,
deviasi 69,104 mg/dl, rata-rata KGD jam dengan standar deviasi 75,277 mg/dl.
11.00 adalah 262,33 mg/dl, dengan Setelah intervensi rata-rata KGD jam
standar deviasi 77,391 mg/dl, dan rata-rata 06.00 pada kelompok kontrol adalah
KGD jam 16.00 adalah 236,67 mg/dl, 155,53 mg/dl, dengan standar deviasi
dengan standar deviasi 84,641 mg/dl. 46,457 mg/dl, rata-rata KGD jam 11.00
Rata-rata KGD jam 06.00 setelah adalah 206,53 mg/dl, dengan standar
dilakukan PMR pada kelompok intervensi deviasi 45,436 mg/dl, sedangkan rata-rata
adalah 130,67 mg/dl, dengan standar KGD jam 16.00 adalah 197,53 mg/dl,
deviasi 53,581 mg/dl, rata-rata KGD jam dengan standar deviasi 66,517 mg/dl.
11.00 177,00 mg/dl dengan standar Hasil analisis terhadap perbedaan KGD
deviasi 45,530 mg/dl, sedangkan rata-rata sebelum dan setelah intervensi PMR pada
KGD jam 16.00 adalah 148,80 mg/dl, kelompok intervensi dan kelompok
dengan standar deviasi 74,289 mg/dl. kontrol dapat dilihat pada tabel di bawah
ini :
Untuk kelompok kontrol rata-rata KGD
jam 06.00 sebelum intervensi adalah
Tabel 5.7 Hasil Analisis Perbedaan Kadar Glukosa Darah Pasien DMT2 Sebelum Dan Setelah Intervensi PMR Pada
Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011 (n1=n2=15)
Variabel Mean SD P Value 95% CI
KGD
Intervensi
KGD 06.00
Sebelum 182,20 69,104 0,001* 21,092-
Setelah 130,67 53,581 81,975
Selisih 51,53 54,970
KGD 11.00
Sebelum 262,33 77,391 0,000* 45,031-
Setelah 177,00 45,530 125,636
Selisih 85,33 72,777
KGD 16.00
Sebelum 236,67 84,641 0,003* 34,373-
Setelah 148,80 74,289 141,361
Selisih 87,87 96,598
Kontrol
KGD 06.00
Sebelum 168,27 54,293 0,187 -6,951-
Setelah 155,53 46,457 32,418
Selisih 12,73 35,546
KGD 11.00
Sebelum 226,80 62,065 0,118 -5,834-
Setelah 206,53 45,436 46,367
Selisih 20,27 47,131
KGD 16.00
Sebelum 206,00 75,277 0,565 -22,307-
Setelah 197,53 66,517 39,241
Selisih 8,47 55,571
*signifikan pada α=0,05
Hasil analisis perbedaan rata-rata KGD intervensi dan kelompok kontrol dapat
setelah intervensi PMR antara kelompok dilihat pada tabel berikut ini :
Jurnal Health & Sport, Volume 5, Nomor 3, Agustus 2012 689
Tabel 5.8 Hasil Analisis Selisih Rata-Rata Kadar Glukosa Darah Pasien DMT2 Setelah PMR Antara Kelompok
Intervensi Dan Kelompok Kontrol Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011 (n1=n2=15)
Variabel Selisih SD P 95% CI
Mean Value
KGD
KGD 06.00
Intervensi 51,53 54,970 0,014* 4,178-73,422
Kontrol 12,73 35,546
KGD 11.00
Intervensi 85,33 72,777 0,025* 7,919-
Kontrol 20,27 47,131 107,281
KGD 16.00
Intervensi 87,87 96,598 0,001* 40,594-
Kontrol 8,47 55,571 144,873
*Signifikan pada α=0,05
Dari hasil analisis hubungan antara umur, disimpulkan tidak adanya hubungan. Hasil
jenis kelamin, penyakit penyerta, dan analisis selengkapnya dapat dilihat pada
lama menderita DMT2 dengan penurunan tabel di bawah ini :
KGD setelah intervensi PMR dapat
Tabel 5.9 Hasil Analisis Umur, Jenis Kelamin, Penyakit Penyerta, Dan Lama Menderita DMT2 Dengan Selisih Kadar
Glukosa Darah Jam 06.00, 11.00, Dan 16.00 Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011 (n1=n2=15)
P value KGD
Variabel Total (%)
06.00 11.00 16.00
Umur
- ≤ 45 tahun 11 (36,7) 0,389 0,533 0,518
- > 45 tahun 19 (63,3)
Jenis Kelamin
- Laki-laki 18 (60,0) 0,019 0,385 0,156
- Perempuan 12 (40,0)
Penyakit penyerta
- Tidak ada 10 (33,3) 0,090 0,826 0,271
- Ada 20 (66,7)
Lama menderita
DMT2
- ≤ 8 tahun 17 (56,7) 0,161 0,336 0,477
- > 8 tahun 13 (43,3)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa alasan, diantaranya penelitian ini
pasien DMT2 yang diberi latihan PMR menggunakan desain kuasi eksperiman
selama tiga hari dengan frekuensi latihan dengan pre and post with control group,
dua kali sehari dan durasi masing-masing variabel karakteristik responden setara
sesi ± 15 menit memperlihatkan adanya (homogen) antara kelompok intervensi
perbedaan rata-rata KGD baik KGD jam dengan kelompok kontrol, dan variabel
06.00, 11.00, dan 16.00 sebelum dan rata-rata kadar glukosa darah sebelum
setelah latihan PMR, yaitu mengalami intervensi setara antara kelompok
penurunan kadar glukosa darah. intervensi dan kelompok kontrol.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam Mekanisme PMR dalam menurunkan
penelitian ini, terlihat bahwa latihan PMR KGD pada pasien DMT2 erat kaitannya
mempunyai pengaruh yang signifikan
dengan stres yang dialami pasien baik
terhadap penurunan kadar glukosa darah
fisik maupun psikologis. Selama stres,
pada pasien DMT2. Peneliti meyakini
bahwa PMR memberikan pengaruh yang hormon-hormon yang mengarah pada
signifikan dalam menurunkan KGD peningkatan KGD seperti epineprin,
pasien DMT2 dalam penelitian ini dengan kortisol, glukagon, ACTH, kortikosteroid,
dan tiroid akan meningkat. Selain itu
Mashudi : Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap Kadar 690
Glukosa Darah
peristiwa kehidupan yang penuh stres sama yaitu terapi PMR ternyata rentang
telah dikaitkan dengan perawatan diri penurunan KGD jam 06.00, 11.00, dan
yang buruk pada penderita diabetes seperti 16.00 setiap responden berbeda-beda.
pola makan, latihan, dan penggunaan Responden dalam penelitian ini
obat-obatan (Smeltzer & Bare, 2008; Price melaporkan bahwa pada saat melakukan
& Wilson, 2006). PMR ada dua sensasi yang berbeda yaitu
Stres fisik maupun emosional merasakan ketegangan otot ketika bagian
mengaktifkan sistem neuroendokrin dan otot-otot tubuhnya diteganggkan dan
sistem saraf simpatis melalui hipotalamus- merasakan sesuatu yang rileks, nyaman,
pituitari-adrenal (Price & Wilson, 2006; enak, dan santai ketika otot-otot tubuh
Smeltzer, 2002; DiNardo, 2009). yang sebelumnya ditegangkan tersebut
Relaksasi PMR merupakan salah satu direlaksasikan. Namun ada beberapa
bentuk mind-body therapy (terapi pikiran responden yang melaporkan kurang bisa
dan otot-otot tubuh) dalam terapi merasakan sensasi dari latihan PMR yang
komplementer (Moyad & Hawks, 2009). dilakukannya karena mereka kurang bisa
Brown 1997 dalam Snyder & Lindquist berkonsentrasi dalam melakukan PMR
(2002) menyebutkan bahwa respon stres tersebut, meskipun dirinya bisa
merupakan bagian dari jalur umpan balik melakukan semua langkah atau prosedur
yang tertutup antara otot-otot dan pikiran. PMR. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Penilaian terhadap stressor mengakibatkan Richmond (2007), bahwa PMR
ketegangan otot yang mengirimkan merupakan salah satu bentuk mind-body
stimulus ke otak dan membuat jalur therapi, oleh karena itu saat melakukan
umpan balik. Relaksasi PMR akan PMR perhatian diarahkan untuk
menghambat jalur tersebut dengan cara membedakan perasaan yang dialami saat
mengaktivasi kerja sistem saraf kelompok otot dilemaskan dan
parasimpatis dan memanipulasi dibandingkan ketika otot-otot dalam
hipotalamus melalui pemusatan pikiran kondisi tegang.
untuk memperkuat sikap positif sehingga Penelitian ini sejalan dengan pernyataan
rangsangan stres terhadap hipotalamus Dunning (2003) bahwa terapi
berkurang. komplementer memberikan manfaat pada
Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan pasien diabetes diantaranya meningkatkan
Ghazavi, et al (2007), bahwa latihan PMR penerimaan kondisi DM saat ini,
yang diberikan kepada pasien DM dapat menurunkan stres, kecemasan, dan
menurunkan kadar HbA1C. Perbedaannya depresi, mengembangkan strategi untuk
dengan penelitian ini adalah, pada mencegah stres berkelanjutan,
penelitian tersebut peneliti meningkatkan keterlibatan pasien dalam
membandingkan PMR dengan terapi proses penyembuhan. Keuntungan terapi
masase dan kelompok kontrol pada pasien komplementer secara spesifik bagi pasien
DMT1 (anak-anak) untuk mengukur diabetes juga dikemukakan oleh Riyadi &
HbA1C bukan KGD. Sukarmin (2008) yaitu menurunkan KGD,
Individu mempunyai sifat yang meningkatkan kontrol metabolik,
multidimensi, respon individu dalam mencegah neuropati perifer, menurunkan
mengatasi masalah berbeda-beda. Tampak kadar katekolamin dan aktivitas otonom.
pada penelitian ini dengan perlakuan yang
Jurnal Health & Sport, Volume 5, Nomor 3, Agustus 2012 691
based medicine (seri 1), Jakarta: Istiarini, C.H. (2009). Pengaruh terapi
Sagung Seto. refleksologi terhadap kadar
. (2008). Besar sampel glukosa darah pada klien diabetes
dalam penelitian kedokteran dan melitus tipe 2 dalam konteks
kesehatan, Seri evidence based asuhan keperawatan di Sleman
medicine (seri 2), Jakarta: Sagung Yogyakarta, (tesis). Perpustakaan
Seto. FIK-UI.
. (2008). Langkah-langkah Jacobs, G.D., (2001). The Physiology of
membuat proposal penelitian Mind–Body Interactions: The
bidang kedokteran dan kesehatan, Stress Response and the
Seri evidence based medicine (seri Relaxation Response. The journal
3), Jakarta: Sagung Seto. of alternative and complementary
Di Nardo, M.M. (2009). Mind-bodies research, April 20, 2010,
therapy in diabetes management. (supplement 1): 83-92.
Diabetes spectrum, April 20, 2010. doi:10.1089/ 107555301
http://proquest.umi.com/ pqdweb? 753393841.
Index =8&dib =1662109331& http://gemini.utb.edu/nurs330484/
Srchmode=2&side =14&Fmt. ASSIGNMENTS/Assignment%20
Dunning, T. (2003). Care of people with 7%20Mind%20Body%20Physiolo
diabetes: a manual nursing gy _ 5921200.pdf"
practice. Melbourne : Blackwell Maryani. (2008). Pengaruh progressive
Publishing. muscle relaxation terhadap
Ghazavi, Z., Talakoob, S., Abdeyazdan, kecemasan yang berimplikasi pada
Z., Attari, A., dan Joazi, M. mual dan muntah pada pasien post
(2007). Effects of Massage kemoterapi di poliklinik rumah
Therapy and Muscle Relaxation on sakit Hasan Sadikin Bandung,
Glycosylated Hemoglobin in (tesis). Perpustakaan FIKUI.
Diabetic Children. April 20, 2010 Moyad, M., dan Hawks, J.H. (2009).
http://semj.sums. ac.ir/ Complementary and alternative
vol9/jan2008 /dm.htm therapies, dalam Black, J.M., &
Gunawan, B., dan Sumadiono. (2007). Hawks, J.H. Medical-Surgical
Stres dan Sistem Imun Tubuh; Nursing; Clinical Management for
th
Suatu Pendekatan Positive Outcomes, (8 edition).
Psikoneuroimunologi. 20 April, Elsevier Saunders.
2010. http:// dennyhendrata. Price, S.A., & Wilson, L.M. (2006).
wordpress.com/2007/07/30/ stres- Patofisiologi konsep klinis proses
dan-sistem-imun-tubuhsuatu- penyakit, Edisi 6. Jakarta : EGC
pendekatan-psikoneuroimu nologi- Ramdhani, N., dan Putra, A.A. (2008).
2/. Pengembangan Multimedia
Hamarno, R. (2010). Pengaruh relaksasi Relaksasi. Diakses tanggal 20
otot progresif terhadap penurunan April 2010.
tekanan darah pada pasien http://neila.staff.ugm.ac.id/wordpr
hipertensi primer di kota malang, ess/ wp-
(tesis). Perpustakaan FIK-UI. content/uploads/2008/05/relaksa
Ignatavicius, D., & Wolkman, M.L. si-otot.pdf.
(2006). Medical surgical nursing, Richmond, R.L. (2007). A guide to
critical thinking for collaborative psychology and its practice. April
th
care, (5 ed). St. Louis : Missouri.
Jurnal Health & Sport, Volume 5, Nomor 3, Agustus 2012 693