Anda di halaman 1dari 81

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY.

T
DENGAN DIABETES MELITUS DI DUSUN TOBRATAN WIROKERTEN
BANGUNTAPAN
BANTUL YOGYAKARTA

Di Susun Oleh :

Rika Septi Handayani

200300757

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA LANSIA DENGAN DIABETES MELITUS

1. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) merupakan keadaan hiperglikemia kronik yang
disertai dengan berbagai kelainan metabolik yang diakibatkan oleh gangguan
hormonal yang menimbulkan berbagai macam komplikasi kronik pada organ
mata, ginjal, saraf, pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam
dengan menggunakan pemeriksaan dalam mikroskop (Arief Mansjoer dkk,
2005).
Menurut Arif Mansjoer (2005), klasifikasi pada penyakit diabetes melitus
ada dua antara lain: Diabetes Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(IDDM)). Diabetes tipe ini juga jenis diabetes yang sering disebut DMTI
yaitu Diabetes Mellitus Tergantung Pada Insulin. Pada tipe ini yaitu
disebabkan oleh distruksi sel beta pulau langerhans diakibatkan oleh proses
autoimun serta idiopatik. Diabetes Mellitus Tipe II, diabetes tipe II atau Non
Insulin Dependent Diabetes mellitus (NIDDM) atau jugu DMTTI yaitu
Diabetes Mellitus Tak Tergantung Insulin. Diabetes tipe II ini disebabkan
karena adanya kegagalan relativ sel beta dan resistensi insulin. Resistensi
insulin merupakan turunnya kemampuan insulin dalam merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer, untuk menghambat produksi
glukosa oleh hati. Sel beta tersebut tidak dapat mengimbangi resistensi insulin
ini seutuhnya, yang dapat diartikan terjadi nya defensiensi insulin, adanya
ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin terhadap
rangsangan glukosa maupun glukosa bersama perangsang sekresi insulin
yang lain, jadi sel beta pancreas tersebut mengalami desentisisasi terhadap
glukosa.
Ulkus diabetik merupakan permasalahan yang sudah sering muncul
sekarang dimana luka pada kaki penderita diabetes melitus yang diakibatkan
karena suatu infeksi yang menyerang sampai ke dalam jaringan subkutan.
Apabila luka ulkus diabetik ini tidak dilakukan perawatan yang baik maka
proses penyembuhan akan lama, dan faktor-faktor resiko infeksi semakin
tinggi bahkan apabila infeksi sudah terlalu parah seperti terjadi neuropati
perifer maka dapat juga dilakukan amputasi guna mencegah adanya pelebaran
infeksi ke jaringan yang lain. adapun tindakan lain seperti debridement, dan
nekrotomi.
Debridemen merupakan sebuah tindakan pembedahan lokal yang
dilakukan pada penderita ulkus diabetik dengan cara pengangkatan jaringan
mati dari suatu luka, jaringan mati tersebut dapat dilihat, warna lebih terlihat
pucat, cokelat muda bahkan berwarna hitam basah atau kering.
2. Etiologi
Etiologi atau factor penyebab penyakit Diabetes Melitus bersifat heterogen,
akan tetapi dominan genetik atau keturunan biasanya menjanai peran utama
dalam mayoritas Diabetes Melitus (Riyadi, 2011).
Adapun faktor-faktor lain sebagai kemungkinan etiologi penyakit Diabetus
Melitus antara lain :
a. Kelainan pada sel B pankreas, berkisar dari hilangnya sel B sampai
dengan terjadinya kegagalan pada sel B melepas insulin.
b. Faktor lingkungan sekitar yang mampu mengubah fungsi sel B, antara
lain agen yang mampu menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan
karbohidrat serta gula yang diproses secara berlebih, obesitas dan
kehamilan.
c. Adanya gangguan sistem imunitas pada penderita / gangguan sistem
imunologi
d. Adanya kelainan insulin
e. Pola hidup yang tidak sehat
3. Patofisiologi
Pada diabetes tipe ini terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin itu sendiri, antara lain: resisten insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin terikat pada reseptor khusus di permukaan sel.
Akibat dari terikatnya insulin tersebut maka, akan terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel tersebut. Resistensi glukosa
pada diabetes melitus tipe II ini dapat disertai adanya penurunan reaksi intra
sel atau dalam sel. Dengan hal – hal tersebut insulin menjadi tidak efektif
untuk pengambilan glukosa oleh jaringan tersebut. Dalam mengatasai
resistensi insulin atau untuk pencegahan terbentuknya glukosa dalam darah,
maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin dalam sel untuk
disekresikan .
Pada pasien atau penderita yang toleransi glukosa yang terganggu,
keadaan ini diakibatkan karena sekresi insulin yang berlebihan tersebut, serta
kadar glukosa dalam darah akan dipertahankan dalam angka normal atau
sedikit meningkat. Akan tetapi hal-hal berikut jika sel-sel tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan terhadap insulin maka, kadar glukosa
dalam darah akan otomatis meningkat dan terjadilah Diabetes Melitus Tipe II
ini.
Walaupun sudah terjadi adanya gangguan sekresi insulin yang
merupakan ciri khas dari diabetes mellitus tipe II ini, namun masih terdapat
insulin dalam sel yang adekuat untuk mencegah terjadinya pemecahan lemak
dan produksi pada badan keton yang menyertainya. Dan kejadian tersebut
disebut ketoadosis diabetikum, akan tetapi hal ini tidak terjadi pada penderita
diabetes melitus tipe II.
4. Pathway

Umur

Penurunan fungsi Penurunan fungsi


pengecapan pankreas

Konsumsi makanan Penurunan kualitas


dan kuantitas insulin Gaya hidup
manis berlebih

HIPERGLIKEMIA
Penurunan glukosa Kerusakan vaskuler
dalam sel

Neuropati perifer
Cadangan lemak dan
protein turun
Ulkus

BB turun Kerusakan integritas


kulit

Nyeri aKUT Pengeluaran histamn


dan prosglanin Pembedahan (debridement)

Adanya perlukaan pada kulit


Hambatan Mobilitas
fisik

Risiko Infeksi

Sumber : (Mutaqqin 2008)

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada tipe I yaitu IDDM antara lain :
a. Polifagia, poliuria, berat badan menurun, polidipsi, lemah, dan somnolen
yang berlangsung agak lama, beberapa hari atau seminggu.
b. Timbulnya ketoadosis dibetikum dan dapat berakibat meninggal jika
tidak segera mendapat penanganan atau tidak diobati segera.
c. Pada diabetes melitus tipe ini memerlukan adanya terapi insulin untuk
mengontrol karbohidrat di dalam sel.
Sedangkan manifestasi klinis untuk NIDDM atau diabetes tipe II antara
lain : Jarang adanya gejala klinis yamg muncul, diagnosa untuk NIDDM
ini dibuat setelah adanya pemeriksaan darah serta tes toleransi glukosa di
dalam laboratorium, keadaan hiperglikemi berat, kemudian timbulnya
gejala polidipsi, poliuria, lemah dan somnolen, ketoadosis jarang
menyerang pada penderita diabetes melitus tipe II ini.
6. Komplikasi
Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi akut yang terjadi pada
penderita Diabetes Melitus tapi selain ulkus diabetik antara lain :
a. Komplikasi Akut. Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari
ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah. Hipoglikemik dan
ketoadosis diabetik masuk ke dalam komplikasi akut.
b. Komplikasi kronik. Yang termasuk dalam komplikasi kronik ini adalah
makrovaskuler dimana komplikasi ini menyerang pembuluh darah besar,
kemudian mikrovaskuler yang menyerang ke pembuuluh darah kecil bisa
menyerang mata (retinopati), dan ginjal. Komplikasi kronik yang ketiga
yaitu neuropati yang mengenai saraf. Dan yang terakhir menimbulkan
gangren.
c. Komplikasi jangka panjang dapat juga terjadi antara lain, menyebabkan
penyakit jantung dan gagal ginjal, impotensi dan infeksi, gangguan
penglihatan (mata kabur bahkan kebutaan), luka infesi dalam ,
penyembuhan luka yang jelek.
d. Komplikasi pembedahan, dalam perawatan pasien post debridement
komplikasi dapat terjadi seperti infeksi jika perawatan luka tidak ditangani
dengan prinsip steril.
7. Pemerikaan Penunjang
Menurut Smelzer dan Bare (2008), adapun pemeriksaan penunjang untuk
penderita diabetes melitus antara lain :
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : melihat pada daerah kaki bagaimana produksi keringatnya
(menurun atau tidak), kemudian bulu pada jempol kaki berkurang (-).
2) Palpasi : akral teraba dingin, kulit pecah - pecah , pucat, kering yang
tidak normal, pada ulkus terbentuk kalus yang tebal atau bisa juga
teraba lembek.
3) Pemeriksaan pada neuropatik sangat penting untuk mencegah terjadinya
ulkus

b. Pemeriksaan Vaskuler
1) Pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya benda
asing, osteomelietis.
2) Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula Darah Sewaktu),
GDP (Gula Darah Puasa),
b) Pemeriksaan urine , dimana urine diperiksa ada atau tidaknya
kandungan glukosa pada urine tersebut. Biasanya pemeriksaan
dilakukan menggunakan cara Benedict (reduksi). Setelah
pemeriksaan selesai hasil dapat dilihat dari perubahan warna yang
ada : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).
c) Pemeriksaan kultur pus
Bertujuan untuk mengetahui jenis kuman yang terdapat pada luka
dan untuk observasi dilakukan rencana tindakan selanjutnya.
d) Pemeriksaan Jantung meliputi EKG sebelum dilakukan tindakan
pembedahan.
8. Penatalaksanaan Medis
Untuk penatalaksanaan pada penderita ulkus DM khususnya penderita setelah
menjalani tindakan operasi debridement yaitu termasuk tindakan perawatan
dalam jangka panjang.
a. Medis
Menurut Sugondo (2009 ) penatalaksaan secara medis sebagai berikut :
1) Obat hiperglikemik Oral
2) Insulin
a) Ada penurunan BB dengan drastis
b) Hiperglikemi berat
c) Munculnya ketoadosis diabetikum
d) Gangguan pada organ ginjal atau hati.
3) Pembedahan
Pada penderita ulkus DM dapat juga dilakukan pembedahan yang
bertujuan untuk mencegah penyebaran ulkus ke jaringan yang masih
sehat, tindakannya antara lain :
a) Debridement : pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus
diabetikum.
b) Nekrotomi
c) Amputasi
b. Keperawatan
Menurut Sugondo (2009), dalam penatalaksaan medis secara
keperawatan yaitu :
a) Diit
Diit harus diperhatikan guna mengontrol peningkatan glukosa.
b) Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahraga kecil, jalan
– jalan sore, senam diabetik untuk mencegah adanya ulkus.
c) Pemantauan
Penderita ulkus mampu mengontrol kadar gula darahnya secara
mandiri dan optimal.
d) Terapi insulin
Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak 2 kali sesudah
makan dan pada malam hari.
e) Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan sebagai edukasi bagi
penderita ulkus DM supaya penderita mampu mengetahui tanda
gejala komplikasi pada dirinya dan mampu menghindarinya.
f) Nutrisi
Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan luka
debridement, karena asupan nutrisi yang cukup mampu mengontrol
energi yang dikeluarkan.

g) Stress Mekanik
Untuk meminimalkan BB pada ulkus. Modifikasinya adalah seperti
bedrest, dimana semua pasien beraktifitas di tempat tidur jika
diperlukan. Dan setiap hari tumit kaki harus selalu dilakukan
pemeriksaan dan perawatan (medikasi) untuk mengetahui
perkembangan luka dan mencegah infeksi luka setelah dilakukan
operasi debridement tersebut. (Smelzer & Bare, 2005)
h) Tindakan pembedahan
Fase pembedahan menurut Wagner ada dua klasifikasi antara lain :
Derajat 0 : perawatan local secara khusus tidak dilakukan atau tidak
ada.
Derajad I – IV : dilakukan bedah minor serta pengelolaan medis, dan
dilakukan perawatan dalam jangka panjang sampai dengan luka
terkontrol dengan baik. (Smelzer & Bare, 2005)

9. Debridement
Debridement merupakan salah satu penatalaksanaan yang dilakukan pada
pasien dengan ulkus kaki diabetik yang sudah mengalami neuropatik perifer
dan luka sudah masuk pada jaringan subkutan. Operasi debridement
merupakan teknik yang dilakukan untuk pengangkatan jaringan mati pada
luka ulkus yang dapat terlihat dari warna luka tersebut yaitu pucat, bahkan
hitam karena jaringan sudah mati.
Tindakan bedah emergensi yang sering dilakukan untuk mencegah infeksi
biasanya yaitu debridement jaringan nekrotik dan amputasi yang
diindikasikan untuk menghentikan atau menghambat proses infeksi. Terdapat
tindakan bedah untuk insisi ulkus yang sudah terinfeksi yaitu infeksi yang
tidak mengancam tungkai (grade 1 – grade 2 ), sedangkan infeksi yang
mengancam tungkai (grade 3 – grade 4) (Dexa Media, 2007).
Setelah dilakukan debridement, luka harus dilakukan irigasi larutan garam
fisiolofis atau larutan lain dan dilakukan dressing atau juga disebut dengan
kompres dan dibalut sampai luka tertutup untuk mencegah resiko infeksi
setelah pembedahan. (Dexa Media, 2007). Adapun pilihan dalam tindakan
untuk debridement tersebut antara lain yaitu :
a. Debridement Mekanik
Debridement mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan
fisiologis, ultrasonic laser, untuk membersihkan jaringan nekrotik.
b. Debridement Enzimatik
Pemberian enzim pada permukaan luka guna menghancurkan residu –
residu protein yang terdapat pada luka tersebut
c. Debridement Autolitik
Tindakan debridement ini secara alami apabila terkena luka. Proses ini
melibatkan enzimproteolitik endogen yang secara alami akan meluluhkan
jaringan nekrotik dan memacu granulasi.
d. Debridement Biologi
Belatung (Lucilla serricatta) yang disterilkan sering digunakan pada
tindakan debridement biologi. Karena belatung ini menghasilkan enzim
yang mampu menghancurkan jaringan nekrotik pada luka ulkus tersebut.
e. Debridement Bedah
Debridement bedah ini lebih sering dilakukan karena lebih cepat dan
efisien untuk menghambat infeksi, antara lain tujuannya, mengevakuasi
bakteri kontaminasi, mengangkat jaringan nekrotik, menghilangkan kalus
dan menghilangkan resiko infeksi lokal.

10. Pengkajian Keperawatan


Menurut NANDA (2019), fase pengkajian merupakan sebuah komponen
utama untuk mengumpulkan informasi, data, menvalidasi data,
mengorganisasikan data, dan mendokumentasikan data. Pengumpulan data
antara lain meliputi :
a. Biodata
1) Identitas Pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, agama, suku, alamat,status, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, diagnosa medis)
2) Identitas penanggung jawab (nama, umur, pekerjaan, alamat, hubungan
dengan pasien)
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama , biasanya keluhan utama yang dirasakan pasien saat
dilakukan pengkajian. Pada pasien post debridement ulkus kaki diabetik
yaitu nyeri 5 – 6 (skala 0 - 10)
2) Riwayat kesehatan sekarang
Data diambil saat pengkajian berisi tentang perjalanan penyakit pasien
dari sebelum dibawa ke IGD sampai dengan mendapatkan perawatan di
bangsal.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Adakah riwayat penyakit terdahulu yang pernah diderita oleh pasien
tersebut, seperti pernah menjalani operasi berapa kali, dan dirawat di
RS berapa kali.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit keluarga , adakah anggota keluarga dari pasien yang
menderita penyakit Diabetes Mellitus karena DM ini termasuk penyakit
yang menurun.
c. Pola Fungsional Gordon
1) Pola persepsi kesehatan: adakah riwayat infeksi sebelumnya, persepsi
pasien dan keluarga mengenai pentingnya kesehatan bagi anggota
keluarganya.
2) Pola nutrisi dan cairan : pola makan dan minum sehari – hari, jumlah
makanan dan minuman yang dikonsumsi, jenis makanan dan minuman,
waktu berapa kali sehari, nafsu makan menurun / tidak, jenis makanan
yang disukai, penurunan berat badan.
3) Pola eliminasi : mengkaji pola BAB dan BAK sebelum dan selama
sakit , mencatat konsistensi,warna, bau, dan berapa kali sehari,
konstipasi, beser.
4) Pola aktivitas dan latihan : reaksi setelah beraktivitas (muncul keringat
dingin, kelelahat/ keletihan), perubahan pola nafas setelah aktifitas,
kemampuan pasien dalam aktivitas secara mandiri.
5) Pola tidur dan istirahat : berapa jam sehari, terbiasa tidur siang,
gangguan selama tidur (sering terbangun), nyenyak, nyaman.
6) Pola persepsi kognitif : konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan
mengetahui tentang penyakitnya
7) Pola persepsi dan konsep diri : adakah perasaan terisolasi diri atau
perasaan tidak percaya diri karena sakitnya.
8) Pola reproduksi dan seksual
9) Pola mekanisme dan koping : emosi, ketakutan terhadap penyakitnya,
kecemasan yang muncul tanpa alasan yang jelas.
10) Pola hubungan : hubungan antar keluarga harmonis, interaksi ,
komunikasi, cara berkomunikasi
11) Pola keyakinan dan spiritual : agama pasien, gangguan beribadah
selama sakit, ketaatan dalam berdo’a dan beribadah.

d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Penderita post debridement ulkus dm biasanya timbul nyeri akibat
pembedahan skala nyeri (0 - 10), luka kemungkinan rembes pada
balutan. Tanda-tanda vital pasien (peningkatan suhu, takikardi),
kelemahan akibat sisa reaksi obat anestesi.
2) Sistem pernapasan
Ada gangguan dalam pola napas pasien, biasanya pada pasien post
pembedahan pola pernafasannya sedikit terganggu akibat pengaruh obat
anestesi yang diberikan di ruang bedah dan pasien diposisikan semi
fowler untuk mengurangi atau menghilangkan sesak napas.
3) Sistem kardiovaskuler
Denyut jantung, pemeriksaan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi pada permukaan jantung, tekanan darah dan nadi meningkat.
4) Sistem pencernaan
Pada penderita post pembedahan biasanya ada rasa mual akibat sisa
bius, setelahnya normal dan dilakukan pengkajian tentang nafsu makan,
bising usus, berat badan.
5) Sistem musculoskeletal
Pada penderita ulkus diabetic biasanya ada masalah pada sistem ini
karena pada bagian kaki biasannya jika sudah mencapai stadium 3 – 4
dapat menyerang sampai otot. Dan adanya penurunan aktivitas pada
bagian kaki yang terkena ulkus karena nyeri post pembedahan.
6) Sistem intregumen
Turgor kulit biasanya normal atau menurun akibat input dan output
yang tidak seimbang. Pada luka post debridement kulit dikelupas untuk
membuka jaringan mati yang tersembunyi di bawah kulit tersebut.

11. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


a. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)
c. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan
intake nutrisi (tipe 2)
d. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif,
Kegagalan mekanisme pengaturan
e. Ketidakseimbangan kadar gula darah
Managemen Hiperglikemi
Managemen Hipoglikemia
f. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.
RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)


1 Nyeri akut NOC: Manajemen nyeri :
berhubungan dengan  Tingkat nyeri 3. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif
agen injuri biologis  Nyeri terkontrol termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
(penurunan perfusi  Tingkat kenyamanan frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.
jaringan perifer) 4. Observasi 
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama reaksi nonverbal dari
3 x 24 jam, klien dapat : ketidaknyamanan.
1. Mengontrol nyeri, dengan indikator : 5. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
 Mengenal faktor-faktor penyebab mengetahui pengalaman nyeri klien
 Mengenal onset nyeri sebelumnya.
 Tindakan pertolongan 6. Kontrol ontro lingkungan yang mempengaruhi
non
farmakologi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan.
 Menggunakan analgetik
7. Kurangi ontro presipitasi nyeri.
 Melaporkan gejala-gejala nyeri
8. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
kepada tim kesehatan.
(farmakologis/non farmakologis)..
 Nyeri terkontrol 9. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,
2. Menunjukkan tingkat nyeri, dengan distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
indikator: 10. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
 Melaporkan nyeri 11. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/ontrol
 Frekuensi nyeri nyeri.
 Lamanya episode nyeri 12. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain
 Ekspresi nyeri; wajah tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
 Perubahan respirasi rate 13. Monitor penerimaan klien tentang manajemen
 Perubahan tekanan darah nyeri.
 Kehilangan nafsu makan
. Administrasi analgetik :.
1. Cek program pemberian analogetik; jenis,
dosis, dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat
nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
2 Ketidakseimbangan Nutritional Status : Food and Fluid Intake Nutrition Management
nutrisi kurang dari  Intake makanan peroral yang adekuat 1. Monitor intake makanan dan minuman yang
kebutuhan tubuh b.d.  Intake NGT adekuat dikonsumsi klien setiap hari
ketidakmampuan  Intake cairan peroral adekuat 2. Tentukan berapa jumlah kalori dan tipe zat
menggunakan glukose  Intake cairan yang adekuat gizi yang dibutuhkan dengan berkolaborasi
(tipe 1)  Intake TPN adekuat dengan ahli gizi
3. Dorong peningkatan intake kalori, zat besi,
protein dan vitamin C
4. Beri makanan lewat oral, bila memungkinkan
5. Kaji kebutuhan klien akan pemasangan NGT
6. Lepas NGT bila klien sudah bisa makan
lewat oral

3 Ketidakseimbangan Nutritional Status : Nutrient Intake Weight Management


nutrisi lebih dari  Kalori 1. Diskusikan dengan pasien tentang kebiasaan
kebutuhan tubuh b.d.  Protein dan budaya serta faktor hereditas yang
kelebihan intake nutrisi  Lemak mempengaruhi berat badan.
(tipe 2)  Karbohidrat 2. Diskusikan resiko kelebihan berat badan.
 Vitamin 3. Kaji berat badan ideal klien.
 Mineral 4. Kaji persentase normal lemak tubuh klien.
5. Beri motivasi kepada klien untuk
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
 Zat besi menurunkan   berat badan.
 Kalsium 6. Timbang berat badan setiap hari.
7. Buat rencana untuk menurunkan berat badan
klien.
8. Buat rencana olahraga untuk klien.
9. Ajari klien untuk diet sesuai dengan
kebutuhan nutrisinya.

4 Defisit Volume Cairan NOC: NIC :


b.d Kehilangan volume  Fluid balance Fluid management
cairan secara aktif,  Hydration 1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
Kegagalan mekanisme  Nutritional Status : Food and Fluid 2. Pertahankan catatan intake dan output yang
pengaturan Intake akurat
Kriteria Hasil : 3. Monitor status hidrasi ( kelembaban
 Mempertahankan urine output sesuai membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
dengan usia dan BB, BJ urine normal, darah ortostatik ), jika diperlukan
HT normal 4. Monitor vital sign
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam 5. Monitor masukan makanan / cairan dan
batas normal hitung intake kalori harian
 Tidak ada tanda tanda dehidrasi, 6. Kolaborasikan pemberian cairan IV
Elastisitas turgor kulit baik, membran 7. Monitor status nutrisi
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang 8. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
berlebihan 9. Dorong masukan oral
10. Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
2. Dorong keluarga untuk membantu pasien
makan
3. Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
4. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
muncul meburuk
5. Atur kemungkinan tranfusi
6. Persiapan untuk tranfusi
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
5 Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan askep….x24 jam Managemen Hipoglikemia:
glukosa darah diharapkan perawat akan menangani dan 1. Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi
meminimalkan episode hipo/ hiperglikemia. 2. Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar
gula darah < 70 mg/dl, kulit dingin, lembab
pucat, tachikardi, peka rangsang, gelisah,
tidak sadar , bingung, ngantuk.
3. Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk /
sejenis jahe setiap 15 menit sampai kadar
gula darah > 69 mg/dl
4. Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai
protokol
5. K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk
dietnya.

Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi
2. Monitor tanda dan gejala diabetik
ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl,
pernafasan bau aseton, sakit kepala,
pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan
muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan
kabur atau kadar Na,K,Po4 menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
gejala Hiperglikemia menetap atau
memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi
hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl
khususnya adanya keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi &
irama, warna kulit, waktu pengisian kapiler,
nadi perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
12. Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan

6 Perfusi jaringan tidak NOC : NIC :


efektif b.d hipoksemia  Circulation status Peripheral Sensation Management
jaringan.  Tissue Prefusion : cerebral (Manajemen sensasi perifer)
Kriteria Hasil :  Monitor adanya daerah tertentu yang hanya
a. mendemonstrasikan status sirkulasi peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
 Tekanan systole dandiastole dalam  Monitor adanya paretese
rentang yang diharapkan  Instruksikan keluarga untuk mengobservasi
 Tidak ada ortostatikhipertensi kulit jika ada lsi atau laserasi
 Tidak ada tanda tanda peningkatan  Gunakan sarun tangan untuk proteksi
tekanan intrakranial (tidak lebih dari  Batasi gerakan pada kepala, leher dan
15 mmHg) punggung
b. mendemonstrasikan kemampuan kognitif  Monitor kemampuan BAB
yang ditandai dengan:  Kolaborasi pemberian analgetik
 berkomunikasi dengan jelas dan  Monitor adanya tromboplebitis
sesuai dengan kemampuan  Diskusikan menganai penyebab perubahan
 menunjukkan perhatian, konsentrasi sensasi
dan orientasi
 memproses informasi
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
 membuat keputusan dengan benar
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Imunologi. Jakarta: Salemba Medika

Mansjoer, Arif dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 1 Cetakan keenam.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI

Suyono S. Diabetes Melitus di Indonesia. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. IV ed. Jakarta: Pusat
penerbitan Ilmu Penyakit dalam FK UI; 2006.

Doengoes, Marilyn. 2005. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawat Pasien. Jakarta: EGC.

Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. IV
ed. Jakarta: balai penerbit FKUI; 2006.

Price SA. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus. Patofisiologi : Konsep klinis
proses-proses. Jakarta2005.

Nanda International. 2018-2020. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
PADA NY. T DENGAN DIABETES MELITUS DI DUSUN TOBRATAN WIROKERTEN
BANGUNTAPAN BANTUL YOGYAKARTA
Tanggal Praktik : 02 November – 08 November 2020
Tanggal Pengkajian : 03 November 2020

A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
Nama : Ny. T
Umur : 66 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Status Perkawinan : Cerai Mati / Janda
Pekerjaan : Tidak Bekerja

2. STATUS KESEHATAN SAAT INI


Keluhan utama klien yang dirasakan klien saat ini adalah sering mengantuk, pusing,
lemas dan nyeri kaki dibagian bawah, kadang terasa kesemutan. Nyeri untuk berjalan
dan bila berjalan terlalu jauh kaki sedikit bengkak.

3. PENYAKIT SAAT INI


Penyakit yang diderita klien saat ini adalah Diabetes Melitus (DM), klien
mengkonsumsi obat diabetes Metformin 500mg 2 x 1 tab sehari.

4. PENYAKIT MASA LALU


a. Penyakit : pasien mengatakan dulu tidak menderita penyakit apapun, ditahun 2018
baru merasakan sakit dan opname di Rumah sakit dengan penyakit Gula, dan klien
belum pernah melakukan operasi.
b. Alergi : klien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi apapun
c. Kebiasaan : klien mengatakan punya kebiasaan minum teh nasgitel di pagi hari,
setelah dinyatakan terkena penyakit gula sekarang setiap pagi hanya minum teh pahit
saja.

5. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Riwayat penyakit yang diderita oleh keluarga : klien mengatakan keluarga tidak ada
yang menderita penyakit apapun. Orang tua meninggal karena sudah tua. Klien
merupakan anak kedua dari dua bersaudara dan saudara perempuannya dalam keadaan
sehat.
GENOGRAM

= Pasien

= Laki-Laki (Meninggal)

= Perempuan (Meninggal)

= Laki-Laki (Hidup)

= Perempuan (Hidup)

= Hubungan Pernikahan

= Hubungan Keturunan

= Tinggal Serumah
6. PENGKAJIAN SISTEM
a. Keadaan Umum
TB : 156 Cm Nadi : 84x/menit
BB : 84 Kg Suhu : 36, 2 °C
IMT : 26,92 Respirasi : 20x/menit
Tekanan Darah : 154/85 mmHg
GDS : 344 mg/dl
b. Integumen
Turgor kulit tampak keriput, elastisitas cukup, Kulit klien bersih, tidak terdapat luka
dan lesi. Kulit lembab, klien dapat merasakan sentuhan, merasakan panas, dingin dan
nyeri. Tidak terdapat kelainan pigmentasi pada kulit klien. Capillary refill < 2 detik.
c. Kepala
Bentuk kepala mesochepal, distribusi warna rambut hitam dengan sedikit uban,
keadaan rambut bersih, tidak ada lesi dikepala.
d. Mata
Tidak ada gangguan pada mata sebelah kanan dan kiri, mata kanan kiri simetris,
tidak ada perbedaan kiri dan kanan. Konjuntiva tidak anemis (-/-), sclera tidak ikterik
(-/-),
Visus : ODD : 5/6, ODS : 5/6
e. Telinga
Klien tidak mengalami penurunan fungsi pendengaran, tidak ada kelainan pada daun
telinga.
f. Mulut dan tenggorokan
Mukosa mulut lembab, tidak ada lesi, gigi tidak lengkap dan tidak menggunakan gigi
palsu. Gusi tidak ada yang luka, lidah bersih, keadaan bibir lembab dan tidak
stomatitis.
g. Leher
Normal, tidak ada pembesaran tiroid
h. Payudara
Bentuk payudara simetris, tidak terdapat luka dan lesi serta tidak terdapat benjolan
saat perabaan. Kulit terlihat sedikit keriput.
i. Sistem pernafasan
Thorax
Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak ada jejas ataupun luka pada dada, pergerakan
dada kanan dan kiri normal, bernafas spontan dengan hidung 20x/menit.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada kelainan pada dada
Perkusi : Suara perkusi dada sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara pernafasan atau paru vesikuler (tidak ada bunyi abnormal pada
saat auskultasi)
j. Sistem kardiovaskuler
Tekanan darah : 154/85 mmHg
Capillary Refill : < 2 detik
Nadi : 86x/menit
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Perkusi : Suara perkusi atau ketukan jantung redup
Palpasi : Iktus cordis dan detak jantung teraba serta tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : Suara jantung normal S1 dan S2 (tidak ada bunyi tambahan pada saat
auskultasi)
k. Sistem gastrointestinal
Nafsu makan klien baik, klien mengurangi konsumsi nasi, makan sehari 2-3 kali
dengan menggunakan nasi hanya sekali dan selebihnya hanya sayur dan lauk. Minum
dalam sehari bisa sampai 1,5 L terdiri dari teh dan air putih.
Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada jejas ataupun luka, tidak terdapat ascites
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada empat lapang perut
Perkusi : Suara abdomen timpani
Auskultasi : Suara peristaltic usus 16x/menit kuadran abdomen dan tidak ada
pembesaran hepar ginjal saat diraba.
l. Sistem perkemihan
Klien BAK 6-8x dalam sehari, klien tidak mengalami masalah saat BAK tidak ada
rasa sakit, warna urine kuning. Tidak nyeri saat pemeriksaan ginjal dengan
pemukulan didaerah pinggang belakang, tidak ada nyeri tekan pada daerah simfisis
pubis.
m. Sistem geneteroproduksi wanita
Klien sudah tidak mengalami menstruasi, riwayat persalinan normal dengan 4 orang
anak yang sehat.
n. Sistem musculoskeletal
Nyeri persendian dikaki bagian tungkai, rentang gerak ROM aktif pada ekstrimitas
atas dan bawah, tidak ada batasan gerak, tulang belakang berbentuk kifosis.
Kekuatan otot
5 5
5 5

o. Sistem syaraf pusat


Masalah koordinasi : Tidak ada masalah koordinasi, orientasi baik
Tremor/Spasme/Tic : Klien tidak tampak tremor
Kesadaran : Compos mentis
Pengkajian 12 saraf kranial :
- Olfatorius : Klien masih bisa membedakan bermacam-macam bau-bau.
- Optikus : Klien masih bisa melihat jelas, klien bisa membaca
- Okulomotorius, trokhlearis dan abdusens : Gerakan mata normal
- Trigeminus : Klien dapat menunjukan arah wajah yang dicubit
- Fasial : Klien dapat mengekspresikan wajah baik sedih dan senang
- Glosofaringius : Klien masih bisa membedakan rasa
- Vagus : Saat menelan klien tidak merasa sakit
- Asesori : Tidak ada kelemahan pada otot klien
- Hipoglosus : Dapat menggerakan lidah
p. Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, bentuk badan dan ukuran organ normal, klien
terlihat gemuk.

7. MASALAH KHUSUS LANSIA


a. Nyeri : Pasien mengatakan nyeri di bagian tungkai bawah, sering terasa
kesemutan dan nyeri untuk berjalan,
P : Nyeri karena proses penyakit dan penuaan
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : Nyeri di tungkai bawah sampai telapak kaki
S : Nyeri dengan skala 3
T : Nyeri hilang timbul
b. Pengkajian Inkontinensia Urin
c. Psikososial
d. Masalah emosional
e. Fungsional
Sesuai dengan Bartel indeks klien masih dalam kategori mandiri dengan skor
110, klien masih melakukan aktivitas mandiri tanpa bantuan orang lain.
f. Resiko jatuh
g. Kognitif
Sesuai identifikasi menggunakan SPSMQ kognitif klien masih dengan fungsi
intelektual utuh dengan skor 8, dan identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental
dengan menggunakan MMSE total skor klien dengan interpretasi hasil >23 yang
menunjukkkan aspek kognitif dari fungsi mental baik.
h. Depresi
Berdasarkan pengkajian menggunakan Inventaris depresi beck didapatkan skor 4
dengan interpretasi bahwa klien tidak mengalami depresi atau tidak ada tanda-
tanda depresi. Dan berdasarkan skala depresi geriatric (YESAVAGE)
didapatkan nilai 2 dengan interpretasi hasil Normal.
i. Gangguan Tidur
Klien tidak mengalami gannguan pola tidur, klien dapat tidur dimalam hari dan
tidur di siang hari.
j. Resiko dekubitus
Sesuai dengan penilaian menggunakan skala ukur Braden scale didapatkan total
skor 21 dengan interpretasi hasil tidak ada resiko decubitus. Diukur
menggunakan Norton Scale didapatkan nilai 19 dengan interpretasi resiko
rendah. Sehingga pada Klien ini tidak terdapat resiko untuk terjadinya decubitus.
k. Kualitas hidup
Berdasarkan hasil penilaian menggunakan kuisioner kualitas hidup didapatkan
skor 64 dengan interpretasi baik. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan kualitas
hidup klien tersebut baik.
l. Mistreatment elder people
Berdasarkan kuisioner tentang penelantaran pada lansia klien menjawab TIDAK
untuk semua pertanyaan yang diajukan, sehingga tidak ada penelantaran apapun
terhadap klien.
m. Nutrisi
Dari perhitungan IMT didapatkan angka 26,92 yang menunjukkan bahwa klien
mengalami kelebihan berat badan diatas normal dengan status nutrisi berlebih.
A. ANALISA DATA
No Data Fokus Problem Etiologi
1 Subyektif: Agen cedera biologis Nyeri akut
- Nyeri kaki dibagian bawah, kadang
terasa kesemutan. Nyeri untuk berjalan
dan bila berjalan terlalu jauh kaki sedikit
bengkak.
P : Nyeri karena proses penyakit dan
penuaan
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : Nyeri di tungkai bawah sampai
telapak kaki
S : Skala nyeri 3
T : Nyeri hilang timbul, nyeri bertambah
jika berjalan
Obyektif:
- Pasien sesekali meringis menahan nyeri
saat berjalan agak lama
- Skala nyeri 3

2. Subyektif: Ketidakstabilan kadar Resistensi insulin


Pasien mengatakan beberapa hari ini sering glukosa darah
mengantuk yang berlebihan, badan terasa
lemas dan sedikit pusing.

Obyektif:
GDS : 344mg/dl
TD : 150/85 mmHg
Nadi : 84x/menit
Suhu : 36, 2 °C
Respirasi : 20x/menit
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1. Nyeri akut (00132) NOC: Manajemen nyeri (1400) :
berhubungan dengan  Tingkat nyeri 3. Lakukan pegkajian nyeri secara
agen injuri biologis  Nyeri terkontrol komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
(penurunan perfusi  Tingkat kenyamanan durasi, frekuensi, dan kualitas.
jaringan perifer) Setelah dilakukan asuhan keperawatan 4. Observasi  reaksi nonverbal dari
(Rabu, 4/11/2020) selama 3 x 24 jam, klien dapat : ketidaknyamanan.
1. Mengontrol nyeri (1605) indikator : 5. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
 Mengenal faktor-faktor penyebab mengetahui pengalaman nyeri klien
 Mengenal onset nyeri sebelumnya.
 Tindakan pertolongan non 6. Kontrol lingkungan yang mempengaruhi
farmakologi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan.
 Menggunakan analgetik
7. Lakukan kompres hangat dan pijatan lembut
 Melaporkan gejala-gejala nyeri
disekitar tungkai bawah.
kepada tim kesehatan.
8. Ajarkan teknik peregangan dan senam kaki
 Nyeri terkontrol setiap pagi sebelum melakukan aktivitas.
2. Menunjukkan tingkat nyeri, dengan 9. Monitor TTV secara berkala
indikator: 10. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
 Melaporkan nyeri 11. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/ontrol
 Frekuensi nyeri nyeri.
 Lamanya episode nyeri 12. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain
 Ekspresi nyeri; wajah tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
 Perubahan respirasi rate 13. Monitor penerimaan klien tentang
 Perubahan tekanan darah manajemen nyeri.
 Kehilangan nafsu makan
.
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
2. Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan askep 3x24 jam diharapkan Managemen Hiperglikemia (2120)
glukosa darah perawat akan menangani dan meminimalkan 1. Monitor GDS sesuai indikasi
berhubungan dengan episode hiperglikemia dengan indicator hasil : 2. Monitor tanda dan gejala diabetik
Resisten insulin  Klien melaporkan tidak ada sakit ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl,
(00179) kepala (211106) pernafasan bau aseton, sakit kepala,
(Rabu, 4/11/2020)  Klien melaporkan tidak ada tanda pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan
kelelahan (211105) muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan
kabur .
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi
4. Motivasi untuk konsumsi OAD secara rutin
5. Anjurkan untuk patuh terhadap program diet
dan olah raga
6. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan
gejala Hiperglikemia menetap atau
memburuk
7. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi
hipotensi
8. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl
khususnya adanya keton pada urine.
9. Ajarkan teknik terapi relaksasi otot progresif
secara berulang
10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi &
irama, warna kulit)
11. Pantau hasil GDS setelah latihan terapi
relaksasi otot

Rika
B. Implementasi Asuhan Keperawatan

No Hari/Tgl/Jam Dx Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi


1 Rabu Nyeri akut b/d agen injuri 1. Melakukan pegkajian nyeri Rabu 4/11/2020 Jam 11.00 WIB
4/11/2020 biologis (penurunan perfusi secara komprehensif S :
Jam 10.00 jaringan perifer) termasuk lokasi, - Ny. T mengatakan hari ini masih
WIB karakteristik, durasi, sedikit pusing dan masih
frekuensi, dan kualitas. mengantuk serta lemas.
2. Mengobservasi  reaksi P : penurunan perfusi jaringan
nonverbal dari perifer
ketidaknyamanan. Q : nyeri terasa cekot-cekot
3. Menggunakan teknik R : nyeri di bagian kepala dan
komunikasi terapeutik untuk kaki
mengetahui pengalaman S : skala nyeri 3
nyeri klien sebelumnya. T : hilang timbul
4. Mengontrol lingkungan yang - Ny. T mengatakan pagi ini belum
mempengaruhi nyeri seperti sarapan
suhu ruangan, pencahayaan, - Ny. T mengatakan kakinya
kebisingan. sedikit enteng setelah dikompres
5. Melakukan kompres hangat O :
dan pijatan lembut disekitar - Tekanan darah : 160/85 mmHg,
tungkai bawah. nadi : 88x/menit dan suhu 360
6. Mengajarkan teknik - Ny. T sesekali tampak sesekali
peregangan dan senam kaki megelus-elus kakinya setelah
setiap pagi sebelum latihan.
melakukan aktivitas. - Ny. T kooperatif dan
7. Mengukur tekanan darah, bersemangat dalam mengikuti
Nadi dan suhu latihan
A : Nyeri akut b/d Agen cidera
No Hari/Tgl/Jam Dx Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi
biologis (penurunan perfusi jaringan
RIKA perifer) teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
1. Lakukan pegkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
dan kualitas.
2. Observasi  reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan.
3. Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien
sebelumnya.
4. Kontrol lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan.
5. Lakukan kompres hangat dan
pijatan lembut disekitar tungkai
bawah.
6. Ajarkan kembali teknik
peregangan dan senam kaki
setiap pagi sebelum melakukan
aktivitas.
7. Monitor TTV secara berkala
8. Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
9. Monitor penerimaan klien
tentang manajemen nyeri.

RIKA
No Hari/Tgl/Jam Dx Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi

2 Rabu Ketidakstabilan kadar glukosa 1. Memonitor GDS sesuai Rabu 4/11/2020 Jam 16.00 WIB
4/11/2020 darah berhubungan dengan indikasi S:
Jam 15.00 Resisten insulin (00179) 2. Memonitor tanda dan gejala - Ny. T mengatakan hari ini
WIB diabetik ketoasidosis ; gula berpuasa.
darah > 300 mg/dl, pernafasan - Ny. T mengatakan akan
bau aseton, sakit kepala, meminum obatnya dengan rutin
pernafasan kusmaul, O:
anoreksia, mual dan muntah, - GDS : 240mg/dl
tachikardi, TD rendah, - TD sebelum latihan : 148/85
polyuria, - Nadi : 82x/menit
polidypsia,poliphagia, - Ny. T tampak kooperatif dan
keletihan, pandangan kabur . bersemangat
3. Memotivasi untuk konsumsi - Ny. T tampak terengah-engah
OAD secara rutin setelah latihan
4. Menganjurkan untuk patuh - TD : 146/84mmHg
terhadap program diet dan olah - Nadi : 88x/menit
raga - Suhu : 36.4 ° C
5. Mengajarkan teknik terapi A : Ketidakstabilan kadar glukosa
relaksasi otot progresif secara darah berhubungan dengan Resisten
berulang insulin teratasi sebagian
6. Memonitor v/s :TD dan nadi P : lanjutkan intervensi
sebelum dan sesudah aktivitas 1. Monitor GDS sebelum latihan
latihan 2. Motivasi untuk konsumsi OAD
7. Memantau jantung dan secara rutin
sirkulasi ( frekuensi & irama, 3. Ajarkan teknik terapi relaksasi
warna kulit) otot progresif secara berulang
8. Memantau hasil GDS setelah 4. Monitor TTV, TD dan nadi
latihan terapi relaksasi otot sebelum dan sesudah aktivitas
latihan
RIKA 5. Pantau hasil GDS setelah
No Hari/Tgl/Jam Dx Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi
latihan relaksasi otot
RIKA
3. Kamis Nyeri akut b/d Agen cidera 1. Melakukan pegkajian nyeri Rabu 5/11/2020 Jam 16.00 WIB
5/11/2020 biologis (penurunan perfusi secara komprehensif termasuk S:
Jam 15.00 jaringan perifer) lokasi, karakteristik, durasi, - Ny. T mengatakan hari ini tidak
WIB 1. frekuensi, dan kualitas. merasa pusing
2. Mengobservasi  reaksi P : jaringan perfusi yang tidak
nonverbal dari adekuat
ketidaknyamanan. Q : nyeri terasa seperti ditusuk-
3. Menggunakan teknik tusuk
komunikasi terapeutik untuk R : nyeri di bagian tungkai kaki
mengetahui pengalaman nyeri bawah
klien sebelumnya. S : skala nyeri 2
4. Mengontrol lingkungan yang T : hilang timbul
mempengaruhi nyeri seperti - Ny. T mengatakan kaki kadang
suhu ruangan, pencahayaan, masih kesemutan
kebisingan. - Ny. T mengatakan kakinya lebih
5. Melakukan kompres hangat nyaman setelah dikompres
dan pijatan lembut disekitar hangat
tungkai bawah.
6. Mengajarkan teknik O :
peregangan dan senam kaki - Tekanan darah : 148/86 mmHg,
setiap pagi sebelum melakukan nadi : 88x/menit dan suhu 36,60
aktivitas. - Wajah klien tampak rileks
7. Mengukur tekanan darah, Nadi
dan suhu A : Nyeri akut b/d Agen cidera
biologis (peningkatan tekanan
darah) teratasi sebagian
RIKA P : Lanjutkan intervensi
1. Lakukan pegkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
No Hari/Tgl/Jam Dx Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi
karakteristik, durasi, frekuensi,
dan kualitas.
2. Observasi  reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan.
3. Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien
sebelumnya.
4. Kontrol lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan.
5. Lakukan kompres hangat dan
pijatan lembut disekitar tungkai
bawah.
6. Ajarkan kembali teknik
peregangan dan senam kaki
setiap pagi sebelum melakukan
aktivitas.
7. Monitor TTV secara berkala
8. Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
9. Monitor penerimaan klien
tentang manajemen nyeri.

RIKA

4. Kamis Ketidakstabilan kadar glukosa Kamis 5/11/2020 Jam 17.00 WIB


5/11/2020 darah berhubungan dengan 1. Memonitor tanda dan gejala S :
Jam 16.00 Resisten insulin (00179) diabetik ketoasidosis ; gula - Ny. T mengatakan hari ini
WIB 1. darah > 300 mg/dl, pernafasan sudah tidak begitu lemas
No Hari/Tgl/Jam Dx Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi
bau aseton, sakit kepala, - Ny. T mengatakan obat gula nya
pernafasan kusmaul, tadi pagi sudah diminum
anoreksia, mual dan muntah,
tachikardi, TD rendah, O:
polyuria, - GDS : 218mg/dl
polidypsia,poliphagia, - TD sebelum latihan :
keletihan, pandangan kabur . 149/89mmHg
2. Memotivasi untuk konsumsi - Nadi : 79x/menit
OAD secara rutin - TD setelah latihan :
3. Menganjurkan untuk patuh 142/85mmHg
terhadap program diet dan olah - Nadi : 91x/menit
raga - Suhu : 36.1 ° C
4. Mengajarkan teknik terapi
relaksasi otot progresif secara A : Ketidakstabilan kadar glukosa
berulang darah berhubungan dengan Resisten
5. Memonitor v/s :TD dan nadi insulin teratasi sebagian
sebelum dan sesudah aktivitas P : lanjutkan intervensi
latihan 1. Motivasi untuk konsumsi OAD
6. Memantau jantung dan secara rutin
sirkulasi ( frekuensi & irama, 2. Ajarkan teknik terapi relaksasi
warna kulit) otot progresif secara berulang
7. Memantau hasil GDS setelah 3. Monitor TTV, TD dan nadi
latihan terapi relaksasi otot sebelum dan sesudah aktivitas
latihan
RIKA 4. Pantau hasil GDS setelah
latihan relaksasi otot

RIKA
No Hari/Tgl/Jam Dx Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi
5. Jumat Nyeri akut b/d Agen cidera 1. Melakukan pegkajian nyeri Jumat 6/11/2020 Jam 11.00 WIB
6/11/2020 biologis (penurunan perfusi secara komprehensif S:
Jam 10.00 jaringan perifer) termasuk lokasi, - Ny. T mengatakan hari ini tidak
WIB karakteristik, durasi, pusing lagi
frekuensi, dan kualitas. P : jaringan perfusi yang tidak
2. Mengobservasi  reaksi adekuat
nonverbal dari Q : nyeri hanya seperti
ketidaknyamanan. kesemutan
3. Menggunakan teknik R : nyeri di bagian tungkai kaki
komunikasi terapeutik untuk bawah
mengetahui pengalaman S : skala nyeri 1
nyeri klien sebelumnya. T : jarang muncul
4. Mengontrol lingkungan yang - Ny. T mengatakan tadi berjalan
mempengaruhi nyeri seperti ke warung sampe pulang kaki
suhu ruangan, pencahayaan, tidak merasa sakit
kebisingan. O:
5. Melakukan kompres hangat - Tekanan darah : 148/86 mmHg,
dan pijatan lembut disekitar nadi : 88x/menit dan suhu 36,60
tungkai bawah. - Wajah klien tampak rileks
6. Mengajarkan teknik
peregangan dan senam kaki A : Nyeri akut b/d Agen cidera
setiap pagi sebelum biologis (peningkatan tekanan
melakukan aktivitas. darah) teratasi
7. Mengukur tekanan darah, P : Hentikan intervensi
Nadi dan suhu RIKA

RIKA

3 Jumat Ketidakstabilan kadar glukosa 1. Memonitor tanda dan gejala Kamis 5/11/2020 Jam 17.00 WIB
6/11/2020 darah berhubungan dengan diabetik ketoasidosis ; gula S :
No Hari/Tgl/Jam Dx Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi
Jam 11.00 Resisten insulin (00179) darah > 300 mg/dl, pernafasan - Ny. T mengatakan hari ini
WIB bau aseton, sakit kepala, badan lebih segar tidak byk
pernafasan kusmaul, tidur seperti kemarin-kemarin
anoreksia, mual dan muntah, - Ny. T mengatakan obat gula nya
tachikardi, TD rendah, tadi pagi sudah diminum
polyuria,
polidypsia,poliphagia, O:
keletihan, pandangan kabur . - GDS : 212 mg/dl
2. Memotivasi untuk konsumsi - TD sebelum latihan : 148/86
OAD secara rutin mmHg, nadi : 88x/menit dan
3. Menganjurkan untuk patuh suhu 36,60
terhadap program diet dan olah - TD setelah latihan : 138/87
raga - Nadi : 96x/menit
4. Mengajarkan teknik terapi
relaksasi otot progresif secara A : Ketidakstabilan kadar glukosa
berulang darah berhubungan dengan Resisten
5. Memonitor v/s :TD dan nadi insulin teratasi
sebelum dan sesudah aktivitas P : Hentikan intervensi
latihan RIKA
6. Memantau jantung dan
sirkulasi ( frekuensi & irama,
warna kulit)
7. Memantau hasil GDS setelah
latihan terapi relaksasi otot

RIKA
Bartel Indeks
Termasuk yang manakah klien ?
Kriteria Dengan Mandiri Keterangan Skor
Bantuan
1. Makan Frekuensi :2-3x 10
Jumlah :1 porsi
5 10
Jenis : nasi, lauk,
sayur
2. Minum Frekuensi : 10
Jumlah : 1,5 L
5 10
Jenis : air
putih,teh
3. Berpindah dari kursi roda ke 15
5-10 15
tempat tidur, sebaliknya
4. Personal toilet (cuci muka, Frekuensi : 5
0 5
menyisir rambut, gosok gigi)
5. Keluar masuk toilet (mencuci 10
pakaian, menyeka tubuh, 5 10
menyiram)
6. Mandi 5 15 15
7. Jalan dipermukaan datar 0 5 Frekuensi : 5
8. Naik turun tangga 5 10 5
9. Mengenakan pakaian 5 10 10
10. Kontrol bowel (BAB) Frekuensi : 10
5 10
Konsistensi :
11. Kontrol bladder (BAK) Frekuensi : 10
5 10
Warna :
12. Olah raga/latihan Frekuensi : 5
5 10
Jenis :
13. Rekreasi/pemanfaatan waktu Jenis : 10
5 10
luang Frekuensi :
Total 110
Keterangan :
A. 100 : MANDIRI
B. 5-90 : KETERGANTUNGAN SEBAGIAN
C. 0 : KETERGANTUNGAN TOTAL

a. Faktor Resiko Jatuh Akibat Mobilisasi


KETERANGAN KRITERIA SKORE
Usia 60 – 70 1
> 70
Status mental* Bingung terus-menerus 0
Kadang-kadang bingung
Penurunan tingkat kooperatif
Riwayat jatuh dalam 1 - 2 kali 0
1 bulan Berulang
Pakai kateter / ostomi
Kebutuhan eliminasi dibantu
Incontinensia /urgensi
Gangguan penglihatan* 0
Mobilisasi Tidur berbarig di tempat tidur / duduk di 0
kursi
Gaya berjalan, melangkah lebar
Kehilangan keseimbangan berdiri atau
berjalan*
Penurunan koordinasi otot
Kesukaran berjalan, sempoyongan
Menggunakan alat bantu : kruk, walker
Obat berisiko Menggunakan 1 obat 0
(lihat daftar di bawah tabel) Menggunakan 2 atau lebih
Hospitalisasi 3 hari dirawat sejak masuk/dirujuk 0
2 hari pembedahan atau melahirkan
Persiapan alat IV line 0
Therapy anti embolitik
TOTAL SKORE 1
Daftar Obat (beri tanda ✓di belakang nama obat, jika pasien mengkonsumsi):
Alkohol Sedative
Anti kejang Benzodiazeplines
Diuretic Narcotic
Psycotropika Hypoglicemic agent
Antihistamin Antihipertensi
Untuk skore jatuh :
Keterangan : pasien diobservasi selama 24 jam, jika hasil skore >10 atau yang diberi
tanda * pasien tersebut beresiko jatuh. Lakukan tindakan pencegahan.

b. Kognitif
Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan Short Postable Status
Mental Questioner (SPSMQ)
Instruksi :
Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini dan catat semua jawaban
BENAR SALAH NO PERTANYAAN
1 01 Tanggal berapa hari ini ?
1 02 Hari apa sekarang ini ?
1 03 Apa nama tempat ini ?
1 04 Dimana alamat anda ?
1 05 Berapa umur anda ?
1 06 Kapan anda lahir ? (minimal tahun terakhir)
1 07 Siapa presiden Indonesia sekarang ?
1 08 Siapa Presiden Indonesia sebelumnya ?
1 09 Siapa nama Ibu anda ?
Jumlah Jumlah 10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari
setiap angka baru, semua secara menurun

Interpretasi hasil :
a. Salah 0 – 2 = fungsi intelektual tubuh
b. Salah 3 – 4 = Kerusakan intelektual ringan
c. Salah 5 – 7 = Kerusakan intelektual sedang
d. Salah 8 – 10 = Kerusakan intelektual berat

c. Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan MMSE (Mini Mental
Status Exam) :
 Orientasi
 Registrasi
 Perhatian
 Kalkulasi
 Mengingat kembali
 Bahasa
Aspek Nilai Nilai
No. Kriteria
Kognitif Maksimal Klien
1. Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar :
 Tahun
 Musim
 Tanggal
 Hari
 Bulan
Orientasi 5 5 Dimana kita sekarang berada ?
 Negara Indonesia
 Propinsi DIY
 Kota Yogyakarta
 Kabupaten
 Kecamatan
 Kelurahan
2. Registrasi 3 3 Sebutkan nama 3 obyek (oleh
pemeriksa) 1 detik untuk
mengatakan masing-masing obyek.
Kemudian tanyakan kepada klien
ketiga obyek tadi. (untuk
disebutkan)
3. Perhatian dan 5 3 Minta klien untuk memulai dari
kalkulasi angka 100 kemudian dikurangi 7
sampai 5 kali/tingkat
Aspek Nilai Nilai
No. Kriteria
Kognitif Maksimal Klien
 93
 86
 79
 72
 65
4. Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangi
ketiga obyek pada no 2 (registrasi)
tadi. Bila benar, 1 point untuk
masing-masing obyek
5. Bahasa 9 6 Tunjukkan pada klien suatu benda
dan tanyakan nama pada klien.
 (misal jam tangan)
 (misal pensil)
Minta klien untuk mengikuti
perintah berikut terdiri dari 3
langkah :
“ambil kertas di tangan anda, lipat
dua dan taruh di lantai”
 Ambil kertas di tangan anda
 Lipat dua
 Taruh di lantai
Perintahkan pada klien untuk hal
berikut (bila aktivitas sesuai
perintah nilai 1 point)
 “Tutup mata anda”
Perintahkan pada klien untuk
menulis satu kalimat dan menyalin
gambar.
 Tulis satu kalimat
 Menyalin gambar
Total Nilai 25

Interpretasi Hasil: > 23 = Aspek kognitif dari fungsi mental baik


≤ 23 = Terdapat kerusakan aspek fungsi mental

d. Depresi
A. Inventaris Depresi Beck
1) Kesedihan
a) Saya sangat sedih atau tidak bahagia, dimanaa saya tidak dapat menghadapinya
b) Saya galau atau sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat keluar darinya
c) Saya merasa sedih atau galau
d) Saya tidak merasa sedih (V)
2) Pesimisme
a) Saya merasa bahwa masa depan adalah sia-sia dan sesuatu tidak dapat membaik
b) Saya merasa saya tidak mempunyai apa-apa untuk memandang ke depan
c) Saya merasa kecil hati mangenai masa depan
d) Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati tentang masa depan (V)
3) Rasa kegagalan
a) Saya merasa benar-benar gagal sebagai seseorang
b) Ketika melihat perjalanan hidup saya, semua yang saya lihat adalah kegagalan
c) Saya telah gagal melebihi kebanyakan orang
d) Saya tidak merasa gagal (V)
4) Ketidakpuasan
a) Saya tidak puas dengan segalanya
b) Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan dari apapun
c) Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan
d) Saya tidak merasa tidak puas (V)
5) Rasa bersalah
a) Saya merasa seolah-olah saya buruk atau tidak berharga
b) Saya merasa sangat bersalah
c) Saya merasa buruk atau tak berharga di sebagian waktu
d) Saya tidak merasa benar-benar bersalah (V)
6) Tidak menyukai diri sendiri
a) Saya benci diri saya sendiri
b) Saya muak dengan diri saya sendiri
c) Saya tidak suka dengan diri saya sendiri
d) Saya tidak merasa kecewa dengan diri saya sendiri (V)
7) Membahayakan diri sendiri
a) Saya akan membunuh diri saya sendiri jika ada kesempatan
b) Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri
c) Saya merasa lebih baik mati
d) Saya tidak punya pikiran-pikiran yang membahayakan diri sendiri (V)
8) Menarik diri dari sosial
a) Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak peduli pada mereka
semua
b) Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan mempunyai sedikit perasaan
pada mereka
c) Saya kurang berminat pada orang lain daripada sebelumnya
d) Saya tidak kehilangan minat pada orang lain (V)
9) Keragu-raguan
a) Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali
b) Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan
c) Saya berusaha mengambil keputusan (V)
d) Saya membuat keputusan yang baik
10) Perubahan gambaran diri
a) Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikkan
b) Saya merasa bahwa ada perubahan-perubahan yang permanen dalam penampilan saya, dan
ini membuat saya tidak menarik
c) Saya khawatir bahwa saya tampak tua dan tak menarik
d) Saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk dari sebelumnya (V)
11) Kesulitan diri
a) Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali
b) Saya telah menolong diri saya sendiri dengan keras untuk melakukan sesuatu (V)
c) Memerlukan usaha tambahan untuk memulai sesuatu
d) Saya dapat bekerja sebaik sebelumnya
12) Keletihan
a) Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
b) Saya lelah untuk melakukan sesuatu
c) Saya lelah lebih dari yang biasanya
d) Saya tidak lebih lelah dari biasanya (V)
13) Anoreksia
a) Saya tidak mempunyai nafsu makan sama sekali
b) Nafsu makan saya sangat buruk sekarang
c) Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya (V)
d) Nafsu makan saya tidak buruk dari biasanya

PENILAIAN
A=3 B=2 C=1 D=0
Lakukan penjumlahan dari no.1-13
PENILAIAN :
0–4 = Tidak ada depresi
5–7 = Depresi ringan
8 – 15 = Depresi sedang
16 ke atas = Depresi berat

B. SKALA DEPRESI GERIATRIK (YESAVAGE)


No Pertanyaan Ya Tidak Nilai
1 Apakah pada dasarnya anda puas dengan kehidupan anda ? 0 1 0
2 Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan minat 1 0 0
atau kesenangan anda ?
3 Apakah anda merasa bahwa hidup anda kosong ? 1 0 0
4 Apakah anda sering merasa bosan ? 1 0 0
5 Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap saat ? 0 1 0
6 Apakah anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada 1 0 0
anda ?
7 Apakah anda merasa bahagia di sebagian besar hidup anda ? 0 1 0
8 Apakah anda sering merasa tidak berdaya ? 1 0 0
9 Apakah anda lebih senang tinggal di rumah daripada pergi 1 0 1
ke luar dan mengerjakan sesuatu yang baru ?
10 Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan 1 0 0
daya ingat anda dibanding kebanyakan orang ?
11 Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini 0 1 0
menyenangkan ?
12 Apakah anda merasa tidak berharga ? 1 0 0
13 Apakah anda merasa penuh semangat ? 0 1 1
14 Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada 1 0 0
harapan ?
15 Apakah anda pikir orang lain lebih baik keadaannya 1 0 0
daripada anda ?
Total score 2

Penilaian
Nilai 0-5 = normal
Nilai >5 = depresi

e. Resiko decubitus
f. Pengkajian skala resiko dekubitus
1. Braden Scale

Variabel 1 2 3 4
Persepsi Terbatas Sangat terbatas Agak terbatas Tidak
Sensori Penuh terbatas
(V)
Kelembaban Selalu lembab Sering Lembab Kadang Kering
lembab (V)
Aktivitas Di tempat tidur Di Kursi Kadang Jalan
berjalan keluar
ruangan(V
)
Mobilisasi Imobilisasi Berjalan dengan Kadang Sering
bantuan Berjalan berjalan
(V)
Nutrisi Malnutrisi Tidak Adekuat Adekuat (V) Sempurna
Friction dan Masalah Kadang Tidak ada
shear Masalah masalah (V)
Total Score 21

Kategori :
1. 19-23 = tidak ada risiko decubitus
2. 15-18 = risiko rendah
3. 13-14 = risiko sedang
4. 10- 12 = risiko tinggi
5. 6-9 = risiko sangat tinggi

2. Norton Scale (7)

Variabel 1 2 3 4
Kondisi fisik Sangat Buruk Buruk Sedang Baik (V)
Kesadaran Soporus Confused Apatis CM (V)
Hanya bisa Hanya bisa Berjalan Dengan Mandiri
Aktivitas
Tidur Duduk Bantuan (V)
Sangat Bebas
Mobilitas Immobile Sedikit Terbatas
Terbatas (V)
Selalu (urin dan Tidak
Inkontinensia Selalu (urin) Kadang (V)
fekal) ada
TOTAL SCORE : 19

Kategori :
Nilai < 10 : risiko sangat tinggi
Nilai 10-14: risiko tinggi
Nilai 15-18 : risiko sedang
Nilai >18 : resiko rendah

g. Kualitas hidup
A. Kualitas hidup
PETUNJUK
Pertanyaan-pertanyaan dibawah ini berhubungan dengan kesehatan anda. Informasi yang
diharapkan adalah bagaimana perasaan anda dan bagaimana anda melakukan kegiatan-kegiatan
setiap harinya. Mohon setiap pertanyaan anda jawab dengan cara melingkari atau mencontreng
jawabah yang sesuai dengan keadaan anda.

1. Dapatkah anda menerangkan tentang kondisi kesehatan anda saat ini


1. Amat sangat baik
2. Baik sekali
3. Baik (V)
4. Biasa-biasa saja
5. Buruk
2. Dibandingkan dengan setahun yang lalu bagaimana kondisi kesehatan anda saat ini
1. Lebih baik dari pada setahun yang lalu
2. Agak baik dari pada setahun yang lalu
3. Kira-kira sama dengan setahun yang lalu (V)
4. Agak lebih buruk dari pada setahun yang lalu
5. Sangat buruk dari pada setahun yang lalu
3. Pertanyaan-pertanyaan dibawah ini tentang aktivitas yang biasa anda lakukan sehari-hari.
Apakah aktivitas anda menjadi terbatas atau terganggu karena kondisi kesehatan anda saat
ini? Jika ya, seberapa banyak?
No Pertanyaan ya sangat ya agak tidak terbatas
terbatas terbatas sama sekali
a aktivitas berar, seperti mengangkat (V)
bebab berat, melakukan olahraga,
mencangkul disawah
b aktivitas sedang seperti memasak, (V)
menyetrikam mencuci, menyapu
c mengangkat/membawa belanjaan harian (V)
d menaiki beberapa anak tangga (V)
e menaiki satu anak tangga (V)
f menekuk tubuh, membungkuk, berlutut (V)
atau sujud
g berjalan lebih dari 1,5 km (V)
h berjalan jarak 500 meter (V)
i berjalan 100 meter (V)
j mandi atau berpakaian sendiri (V)

4. Dalam 4 minggu terakhir ini apakah anda pernah mengalami beberapa masalah dengan
pekerkaan anda atau aktivitas sehari-hari lainnya sebagai akibat dari kesehatan anda?
No Pertanyaan Ya Tidak
a mengurangi waktu yang anda gunakan untuk bekerja/aktivitas (V)
b hanya dapat mengerjakan pekerjaan lebih sedkiti dari yang (V)
seharusnya dapat anda lakukan
c mengalami keterbatasan jenis pekerjaan atau aktivitas yang dapat (V)
dilakukan
d mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan atau aktivitas lain (V)

5. Dalam 4 minggu terakhir ini apakah anda mengalami beberapa masalah pekerjaan atau
aktivitas sehari-hari lainnya sebagai akibat perasaan emosi (tertekan atau cemas)
No Pertanyaan Ya Tidak
a mengurangi waktu bekerja atau aktivitas lain (V)
b hanya dapat mengerjakan pekerjaan lebih sedkiti dari yang (V)
seharusnya dapat anda lakukan
c tidak dapat melakukan aktivitas sebaik/seteliti biasanya (V)

6. Dalam 4 minggu terakhir ini seberapa jauh kondisi kesehatan fisik dan masalah
emosi/perasaan anda mempengaruhi aktivitas sosial anda dengan keluarga, tetangga atau
kelompok? (contoh rekreasi, arisam, pengajian, kumpulan)
1. Tidak berpengaruhs sama sekali (V)
2. Sedikti berpengaruh
3. Sedang-sedang saja
4. Benar-benar berpengaruh
5. Banyak berpengaruh
7. Seberapa banyak nyeri tubuh (sakit kepala, leher, asam urat, rematik, kemeng, gringgingan
dll) yang anda alami selama 4 minggu terakhir
1. Tidak pernah
2. Sangat ringan
3. Sedang (V)
4. Berat
5. Sangat berat
8. Selama 4 minggu terakhir ini, seberapa berat nyeri tubuh sakit kepala, leher, asam urat,
rematik, kemeng, gringgingan dll) mempengaruhi pekerkjaan/ aktivitas anda?
1. Tidak berpengaruh sama sekali
2. Sedikit berpengaruh
3. Sedang-sedang saja (V)
4. Benar-benar berpengaruh
5. Banyak berpengaruh

9. Pertanyaan-pertanyaan dibawah ini tentang bagaimana perasaan anda dan bagaimana hal
tersebut anda rasakan selama 4 minggu terakhir ini. Untuk setiap pertanyaan, harap berikan
satu jawaban yang paling mendekati dengan apa yang anda rasakan dan seberapa sering hal
tersbtu terjadi dalam 4 minggu terakhi ini

No Pertanyaan Setiap sangat sering kadang jarang tidak


waktu sering - pernah
kadang
a apakah anda merasa sangat (V)
bersemangat?
b apakah anda merasa sangat (V)
gugu?
c apakah anda merasa sangat (V)
sedih sehingga tidak ada
yang dapat menghibur anda?
d apakah anda merasa tenang (V)
dan dan damai?
e apakah anda merasa penuh (V)
energy?
f apakah anda bimbang dan (V)
kecewa?
g apakah anda merasa jenuh (V)
dan bosan?
h apakah anda merasa (V)
bahagia?
I apakah anda merasa lelah? (V)

10. Dalam 4 minggu terakhir ini, seberapa sering masalah kesehatan fisik dam masalah emosi/
perasaan anda mempengaruhi aktivitas sosial anda (seperti mengunjungi teman, pergi
arisan, pengajian, rapat dan kondangan)
1. Setiap waktu
2. Sangat sering
3. Kadang-kadang
4. Jarang
5. Tidak pernah (V)

11. Apakah pernyataan-pernyataan dibwah ini BETUL atau SALAH


No Pernyataan sangat betul tidak salah sangat
betul tahu salah
A saya merasa mudah sakit disbanding (V)
orang lain
B saya merasa sehat seperti orang lain (V)
C saya mengira kesehatan saya akan (V)
memburuk
D kesehatan saya baik sekali (V)
Keterangan
a) Buruk jika skor dibawah 60
b) Baik jka skor diatas 60

Penelantaran pada lansia


No Jenis Penelantaran Kriteria
1 Penelantaran finansial jika terdapat satu atau lebih kegiatan yang dilakukan oleh
keluarga, teman atau petugas kesehatan dalam kurun waktu
1 tahun terakhir
 Uang dan harta benda dicuri
 Mencoba untuk mencuri uang, harta dan benda
TIDAK  Membuat anda memberikan uang, harta dan benda
 Mencoba untuk Membuat anda memberikan uang,
harta dan benda
 Melakukan penipuan harta dan benda
 Mencoba melakukan penipuan harta dan benda
 Mengambil surat kuasa
 Mencoba untuk mengambil surat kuasa
2 Penelantaran Psikologis jika terdapat satu atau lebih kegiatan yang dilakukan oleh
keluarga, teman atau petugas kesehatan dalam kurun waktu
1 tahun terakhir
 Menghina nama anda, atau memanggil dengan nama
TIDAK ejekan
 Perilaku mengancam
 Merusak atau meremehkan apa yang anda lakukan
 Dikucilkan atau diabaikan
 Diancam oleh orang lain
 Dicegah untuk peduli terhadap orang lain

3 penelantaran fisik jika terdapat satu atau lebih kegiatan yang dilakukan oleh
keluarga, teman atau petugas kesehatan dalam kurun waktu
1 tahun terakhir
 Menampar anda
 Mendorong anda
TIDAK  Ditendang atau dipukul dengan kepalan
 Terbakar atau tersiram air panas
 Mengancam dengan pisau, pistol atau senjata lainnya
 Berbagai aksi kekerasan lainnya
 Diikat/ dipasung
 Dikunci dikanar
 Memberikan obat-obatan yang berlebihan untuk
membuat anda menurut
 Menahan anda dengan cara lain
4 penelantaran seksual jika terdapat satu atau lebih kegiatan yang dilakukan oleh
keluarga, teman atau petugas kesehatan dalam kurun waktu
1 tahun terakhir
 Berbicara pada anda dengan menggunakan
bahasa-bahasa sensual
TIDAK  Menyentuh anda dengan cara tidak pantas
 Mencoba menyentuh anda dengan cara tidak
pantas
 Menontonkan pornografi kepada anda
 Mencoba Menontonkan pornografi kepada
anda
 Melakukan hubungan seksual dengan anda
 Mencoba untuk melakukan hubungan seksual
dengan anda
5 penelantaran oleh tenaga jika terdapat satu atau lebih kegiatan yang dilakukan oleh
kesehatan keluarga, teman atau petugas kesehatan dalam kurun waktu
1 tahun terakhir
 Melakukan aktivitas sehari-hari padahal anda tidak
TIDAK mampu untuk melakukannya
 Tidak melalkukan perawatan makan, mandi,
berpakaian padahal anda tidak membantu untuk
melakukannya
 Tidak memberikan bantuan dan waktu minum obat
yang tepat
LAPORAN MAKALAH JURNAL

PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION (PMR) IS EFEKTIVE TO LOWER


BLOOG GLUCOSE LEVELS OF PATIENT WITH TYPE 2 DIABETES
MELLITUS

OLEH:

NAMA : RIKA SEPTI

HANDAYANI

NIM : 200300757

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA
2020
NO Kriteria Jawaban Pembenaran dan critical thingking

1. P Ya Dalam jurnal ini, populasi atau problem yang ditemukan


yaitu
2. I Ya pasien yang terdiagnosa DM TIPE 2.
 Intervensi yang diberikan pada pasien penderita DM Tipe 2
yang mempunyai criteria tidak memiliki komplikasi
diabetikum,
memperoleh pengobatan dan diet dari RS, kadar gula darahnya

200 gr/dl serta kompos mentis. Kelompok intervensi diberikan
intervensi PMR (Progressif Muscle Relaxation). Pada kelompok
intervensi sebelum dilakukan intervensi PMR responden
diperiksa kadar darahnya terlebih dahulu.
 Penderita DM Tipe 2 diberikan intervensi tiga kali sehari
dengan durasi 25 – 30 menit selama 3 hari, setelah PMR
diberikan sebanyak 9 kali kemudian gula darah
diperiksa kembali menggunakan alat yang sama.
 Sementara untuk kelompok control melakukan aktivitas rutin
seperti biasa sesuai anjuran perawat.
Critical
thinking
PMR adalah merupakan salah satu tindakan keperawatan
yang
dapat diberikan kepada pasien DM tipe II untuk meningkatkan
relaksasi dan kemampuan pengelolaan diri. PMR berfungsi untuk
menurunkan kadar gula darah karena akan menghambat
umpan balik stress dan membuat tubuh pasien rileks. Relaksasi
membuat tubuh melepaskan hormon endorphin yang dapat
3. C Ya menenangkan sistem syaraf.
Terdapat perbedaan antaraTubuh
kadaryanggula
rileksyang
membuat stress
diberikan
intervensi
PMR dengan kelompok yang tidak diberikan intervensi PMR.
Pada kelompok intervensi kadar gula turun secara signifikan
setelah dilakukan intervensi PMR, sedangkan pada kelompok
control yang tidak diberikan intervensi, kadar gula turun tidak
signifikan.
Critical
thinking
Pada penelitian sebelumnya tahun 2012 PMR menunjukkan
4. O Ya Pada kelompok intervensi kadar gula darah sebelum dan sesudah
intervensi menunujukkan ada perubahan yang signifikan kadar gula
darah sebelum dan sesudah dilakukan intervensi PMR pada pasien
DM Tipe 2.
Critical thinking
PMR telah dibuktikan manfaatnya melalui penelitian- penelitian
terutama untuk mengurangi stres dan kecemasan. Kecemasan dan
stres dapat dikurangi dengan latihan fisik dan PMR, hal ini
menyebabkan sekresi kortisol terhambat dan sekresi insulin lebih
banyak sehingga menurukan GDP. Hal ini dipertegas oleh
kashaninia (2011) relaksasi dapat menurunkan tegangan otot, dan
meningkatkan hormon yang efektif (preparat β adrenergik) dalam
meningkatkan penyerapan insulin dan meningkatkan sirkulasi yang
mengarah kepada penurunan kadar glukosa dalam darah. Dalam
penelitian ini diharapkan sebagai terapi komplementer yang bisa
digunakan pasien untuk menurunkan kadar gula dalam darah.

Kesimpulan :

PMR adalah suatu prosedur untuk mendapatkan relaksasi pada otot melalui pemberian
tegangan pada suatu kelompok otot dan menghentikan tegangan tersebut kemudian
memusatkan perhatian untuk mendapatkan sensasi rileks. PMR dapat dijadikan salah satu
intervensi keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien DM tipe II untuk meningkatkan
relaksasi dan kemampuan pengelolaan diri. PMR juga berfungsi untuk menurunkan kadar
gula darah jika dilakukan secara teratur, karena akan menghambat umpan balik stress dan
membuat tubuh pasien rileks. Relaksasi membuat tubuh melepaskan hormon endorphin
yang dapat menenangkan system syaraf. Tubuh yang rileks membuat stress yang dihadapi
penderita menurun sehingga produksi hormon stress yang umumnya meningkatkan Kadar
glukosa darah menjadi berkurang. Selain itu PMR juga sangat mudah dilakukan, Pada
instansi terkait harus membuat SOP terkait intervensi PMR.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar MA, Malini H, Afriyanti E. Progressive Muscle Relaxation (Pmr) Is Effective


To Lower Blood Glucose Levels Of Patients With Type 2 Diabetes Mellitus. J
Keperawatan Soedirman. 2018;7.

Azitha M, Aprilia D, Ilhami YR. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar Glukosa
Darah Puasa pada Pasien Diabetes Melitus yang Datang ke Poli Klinik
Penyakit Dalam Rumah Sakit M. Djamil Padang. :5.

Mashudi, Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap Kadar Glukosa Darah


Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Mataher
Jambi. 2012.

LAMPIRAN-LAMPIRAN
JURNAL KEPERAWATAN SOEDIRMAN

journal homepage : www.jks.fikes.unsoed.ac.id

PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION (PMR) IS EFFECTIVE TO LOWER BLOOD


GLUCOSE LEVELS OF PATIENTS WITH TYPE 2 DIABETES MELLITUS
M. Agung Akbar1, Hema Malini2, Esi Afriyanti3

1. Bachelor of Nursing Student, Faculty of Nursing, Andalas University, Indonesia


2. Associate Professor, Faculty of Nursing, Andalas University, Indonesia
3. Lecturer, Faculty of Nursing, Andalas University, Indonesia

ABSTRACT
Most of the management for hospitalized patient with type 2 Diabetes Mellitus (T2DM) is still
concentrated on medication and diet. On the other hand, exercise or activity management, however,
gets little attention. Health professionals, especially nurses, need to be aware that some exercises or
activities should be provided even for hospitalized patients. One of the choices is Progressive Muscle
Relaxation (PMR). The purpose of this study was to determine the effect of PMR on reducing blood
glucose levels in patients with T2DM. This research used the quasi-experimental with pre and post
control group design. The sampling technique was simple random sampling with 30 samples, that
divided into intervention and control groups (15 samples in each group). Data collection techniques
were performed by measuring the blood glucose levels at that time. PMR as an intervention was
performed for three days on a regular basis. Afterward, the blood glucose levels were remeasured. Data
analysis was done by using t-test. Data analysis showed that there was a decrease in mean score of
blood glucose levels for 63,80 mg/dl in the control group and 80,46 mg/dl in the intervention group. The
results showed that PMR was effective in reducing the blood glucose levels of hospitalized patients with
T2DM (p-value = 0,015). The results of this study can be applied by nurses as an alternative
intervention in the management of patients with T2DM.

Keyword : Blood glucose, nursing intervention, physical


activity

ABSTRAK
Manajemen pasien dengan Diabetes Mellitus tipe 2 (T2DM) yang dirawat di rumah sakit seringkali
masih hanya berfokus pada pengobatan dan diet. Di sisi yang lain, olah raga atau manajemen aktivitas
masih kurang mendapat perhatian. Tenaga kesehatan, terutama perawat, perlu menyadari bahwa olah
raga atau aktivitas tetap dapat diberikan kepada pasien meskipun dirawat di rumah sakit. Salah satunya
adalah dengan Relaksasi Otot Progresif (ROP). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan
pengaruh ROP terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien DM tipe 2. Penelitian ini
menggunakan desain kuasi eksperimental pre dan post. Tehnik sampling yang digunakan adalah
simple random sampling pada 30 orang, yang dibagi atas kelompok intervensi dan kelompok kontrol
(masing-masing 15 orang pada setiap grup). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengukur
kadar gula darah sewaktu. Intervensi ROP dilakukan selama tiga hari berturut-turut. Setelah itu, kadar
glukosa darah diukur kembali. Analisa data menggunakan t-test. Hasil analisa menunjukan bahwa
terdapat penurunan rerata kadar gula darah sebesar 63,80 mg/dl di kelompok kontrol dan 80,46 mg/dl
di kelompok intervensi. Hasil menunjukan bahwa PMR efektif untuk menurunkan kadar gula darah pada
pasien DM tipe 2 yang dirawat di rumah sakit (p-value=0,015). Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
digunakan oleh perawat sebagai alternative tindakan untuk pasien dengan DM tipe 2.

Kata kunci: Glukosa darah, intervensi keperawatan, aktivitas


fisik

Corresponding Author : Hema Malini ISSN : 1907-6637


Email : hemamalini@nrs.unand.ac.id e-ISSN : 2579-9320

77
Akbar, Malini, Afriyanti DOI : 10.20884/1.jks.2018.13.2.808

Jurnal Keperawatan Soedirman 13 (2) 2018 : 77 – 83


BACKGROUND be caused by insensitivity of receptor to
Diabetes Mellitus (DM) remains a the insulin or by low of insulin level and
worldwide health issue. The prevalence
keeps increasing every year. According to
World Health Organization (WHO), in 2014
approximately 422 million people were
living with diabetes. An estimated 78,3
million people have diabetes in Southeast
Asia, and it is the largest number
considering for about one-third of cases
globally (WHO, 2016). Type 2 diabetes
mellitus (T2DM) is the predominant form of
diabetes and accounts for 90-95% of all
cases. According to International Diabetes
Federation (IDF) (2015), 1 out of 11 adults
are diabetic and nearly 80% of diabetics
are living in developing countries, one of
which is Indonesia.
Indonesia is in the top 7 countries
with the largest number of people with
diabetes. IDF estimates that in 2015 there
are approximately 10 million cases of
adults with DM in Indonesia. Basic Health
Research Report (Riskesdas) states that
the number of DM patients in 2013 is
about 6,9% of the total population or
nearly 12 million people. In West Sumatra
Province, there is a sufficiently number of
diabetics, accounting for 1.8% of the total
population. West Sumatera Province is
ranked 21st for DM case in Indonesia
(Balitbang of Department of Health RI,
2013).
Department of Health of Padang
city in 2015 reported that DM is the third
largest illness referred from Community
Health Centres (Puskesmas) accounting
for 2592 people. While in 2014, DM is in
the second place of 10 most diseases
referred by health insurance
participants
with a total of 2436 patients. Although
in
2015 there is a decrease in the ranking
from the previous year, an increase occurs
in the number of DM patients who are
referred to the hospital (Department of
Health, 2016).
Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM)
occurs due to reduced insulin sensitivity or
insulin resistance. Normally, insulin
is
bound by a receptor on the cell surface
and begins to unite a series of reactions
including glucose metabolism. T2DM may

78
Akbar, Malini, Afriyanti DOI : 10.20884/1.jks.2018.13.2.808

result in high level


Jurnal Keperawatan of 13
Soedirman the(2) 2018
blood: 77 – 83 Hasaini (2015) has conducted a
glucose study to prove the effectiveness of PMR
(Tarwoto, Wartonah, Taufiq & on blood glucose levels of T2DM patients
Mulyati, at Martapura Community Health Center
2012). Therefore, physical exercises (Puskesmas). PMR was given 1 to 3 times
are required to increase insulin a day for ± 15-20 minutes to 34 patients.
receptors The study showed that there was a
activity in plasma membrane so that it can
lower the blood glucose
levels
(Damayanti, 2015).
Most of the DM management in
hospitals are still concentrated
on
medication and diet, yet there is
little
attention to physical activity fulfillment.
Physical activity will make
body's
metabolism work more optimal. As a result
blood glucose levels will be controlled.
Therefore, holistic handling is necessary
(Wade & Tavns, 2007).
Physical exercise is an important
part of diabetes management. Soegondo
(2007) explains that physical exercise
leads to an increase in blood flow and
opening of more capillary meshes. As a
result, insulin receptors are widely
available and more active. However, the
opportunity to do physical exercise for
hospitalized patient is usually decrease
due to some circumstances, for example
limited movement in lower extremities and
environmental barrier (inpatient room
design is not supported) (Mahanani,
Natalia & Pangesti, 2015; Dewi &
Budiharsana, 2014; Niqren, 2014).
Thus, there is a need for exercise
that patient can perform during their
stay
in the hospital. Progressive
Muscle
Relaxation (PMR) is those kinds of
exercises (Mahanani et al., 2015). PMR
focuses on tightening and relaxing
sequential muscle group. PMR is first
introduced by Jacobson in 1938 and is still
widely used nowadays. Jacobson
explained that PMR could facilitate body's
oxygen consumption,
increase
metabolism, accelerate respiration, relax
muscle tension, balance systolic
and
diastolic blood pressure, and increase
alpha brain waves (Synder &
Linquist,
2010).
79
significant difference in blood glucose post-test design. A total of 30 patients who
levels between the intervention group and selected using simple random sampling
the control group (p-value <0,05). participated in this study. They were
The similar results were also divided into intervention and control group
found in Casman, Fauziyah, Fitriyana and (15 respondents in each group) by
Triwibowo (2015) study at the Puskesmas drawing the names out. Sample criteria
Suraneggala. This research used pre- were T2DM patients without diabetes-
experiment with one group pretest-posttest related complication; received
design. PMR was conducted twice per pharmacological and dietary therapy from
day, in the morning and afternoon, for six the hospital; had ≥200 mg/dl blood
consecutive days in 30 respondents. The glucose level; and compos mentis.
study showed that there was a significant In order to control whether the
difference in fasting blood glucose level decrease of the blood glucose level, the
before and after intervention in PMR group pre and posttest measurement of
( 204,4 mg/dl compared to 155,47 mg/dl). peripheral blood glucose level were
Both studies were conducted in conducted for both groups. For the
the community setting where all the intervention group, the PMR was
respondents were not hospitalized. conducted three times on three
The consecutive days with duration of 25-30
respondents could mobilize without any minutes. Meanwhile for the control group,
limitation. There is limited literature the routine activity suggestion to the
that respondents by the nurses in ward.
explains the implementation of PMR in the The research process began by
hospital setting. The implementation of identifying T2DM patients who were
PMR in hospitals setting could become suitable with inclusion criteria. Then,
one of the proposed activity therapy. The
researchers explained the research
PMR provide an alternative for patients procedures. Informed consent was filed
who were experienced limited movement. after the patients agreed to become
In the hospital, nurses can continuously respondents. The researchers measured
monitor the accuracy of PMR movements. blood glucose levels by using peripheral
Therefore, this research was conducted to blood glucose measuring device before
observe the effectiveness of PMR intervention. Then, researchers introduced
implementation in lowering blood glucose and explained PMR that would be done
levels within T2DM patients in hospitals. three times a day for three consecutive
This research was conducted in
days with duration of 25-30 minutes. The
Central General Hospital (RSUP) Dr. M.
researchers observed the PMR
Djamil Padang, West Sumatra Province,
Indonesia. Based on medical records, implementation by using observation
1081 T2DM patients had been sheets. After performing PMR for nine
hospitalized from January to July 2017. times, researchers remeasured blood
From the initial assessment, 15 patients glucose levels by using the same device.
stated that they did not know about the The data were collected,
Progressive Muscle Relaxation processed and then analyzed by using
(PMR) univariate and bivariate analysis. Bivariate
exercise. Of 15 patients, 4 people did analysis used t-test to determine effect of
physical activity during the hospitalization PMR in lowering blood glucose levels of
by doing morning or afternoon walk diabetics. This research had passed
around the inpatient room. Meanwhile, 9 ethical clearance at the Faculty of
patients said they just rested in bed. Medicine, Andalas University of Padang
Nurses who were assigned in the Internal (Approval no: 396 / KEP / FK / 2017) and
Disease Room stated that they have never obtained the written permission from Dr.
performed PMR exercise for hospitalized M. Djamil Hospital before doing the
DM patients. research (Approval no LB.00.02.07.1131).
METHOD
This was quasi-experiment
research with control group pretest and
RESULTS

Table 1. Demographic characteristics of respondents (n=30)


Intervention (n=15) Control (n=15)
f ( %) f (%)
Age, years (Mean, SD) 49,60 (4,68) 51,33 (5,49)
Sex
Male 4(26,7) 6(40)
Female 11(73,3) 9(60)
Education
Primary School 0 (0) 0 (0)
Junior High School 5(33,3) 5 (33)
Senior High School 8 (53,5) 9 (60)
Bachelor Degree 2 (13,3) 1 (6,7)
Occupation
Housewife 7 (46,7) 4 (26,7)
Laborers 3 (20) 3 (20)
Self-Employed 4 (26,7) 6 (40)
Civil Servant 1 (6,7) 2 (13,3)
Characteristics of respondents glucose level on pre and post test (p
are described in table 1. Table 1 shows 0,000).
that mean age of respondents in
intervention group was 49,60 years old, Table 3. Mean deviation of blood glucose
while in control group was 51,33 years levels (n=30)
old.
Majority of respondents in intervention Deviation p-value
group were female (73,3%), had senior (mean, SD)
high school education level (53,5%), and Intervention 80,46 (20,10)0,015
0,015
were housewives (46,7%). Similarly in the Control 63,80 (14,56)
control group, majority of respondents
were female (60%) and had senior high Table 3 shows mean deviation of
school education level (60%). However, blood glucose levels in both groups.
many of them were self-employed (40%). Independent t-test showed that there was
a significant differences in mean deviation
Table 2. Mean of blood glucose levels of blood glucose levels between groups
(n=30) (p=0,015). It means that PMR is
Pre test Post test p-value significantly effective to lower blood
Intervention 292,07 211,60 0,000 glucose levels of T2DM patients.
Control 294,13 230,33 0,000
DISCUSSION
Mean of blood glucose level pre- Physical activities are beneficial
test and post-test of both groups are in lowering blood glucose in patients' body
shown in table 2. Table 2 shows that mean because it can increase the cells'
of blood glucose level at pre-test and post- absorption. Exercises can enhance blood
test in intervention group was 292,07 flow, and the opened capillary mesh
mg/dl and 211,60 mg/dl respectively. increases insulin receptors availability that
Meanwhile, in the control group, mean of will reduce blood glucose level in diabetic
blood glucose level at pre-test and post- patients (Soegondo, 2007). For these
test was 294,13 mg/dl and 230,33 mg/dl reasons, physical activities for T2DM
respectively. Paired t-test in intervention patients are very important even when the
group showed p-value 0,000 (p <0,05) patients are being hospitalized.
which means that there was a significant In this study, it was found that
differences in blood glucose level before there is a significant difference in blood
and after PMR intervention. Similar result glucose levels of pre-test and post-test in
was also found in control group. There the intervention group as the effect of
was a significant difference in blood PMR exercise to lower blood glucose

80
levels in patients with T2DM. In another (63,80 mg/dl). The decrease in blood
study, PMR effectiveness was tested if it glucose levels within control group
could reduce blood glucose levels in
patients with gestational diabetes. Before
the intervention, there was no significant
difference in mean of fasting blood
glucose between two groups. After the
intervention, mean of fasting blood
glucose was 94,79 and 103 mg/dl in the
intervention and control group respectively
(p-value <0,001) (Kaviani, et al., 2014).
PMR exercises in this study have
met the criteria as described by Dharma
(2016). The exercise should be
continuous, which are given for 25-30
minutes, 3 times daily for 3 consecutive
days, rhythmical (it makes the muscles to
contract and relax regularly), intensity (it is
done alternately between stretching and
loosening), progressive/gradually(it
is
done gradually from a little to a heavy
training), and endurance(it restores the
cardiovascular system).
Indrayani, Heru, and Agus (2007)
also showed that physical exercises had
an effect on reducing blood glucose levels
in T2DM patients. Insufficient gestures will
decrease skeletal muscle movement.
Unmoved skeletal muscle will make fat
cannot be converted into energy. As a
result fat deposits are higher in the walls
of blood vessels and skeletal muscles.
The accumulation of fat can activate
secretion of chemical mediator, leptin.
Leptin weakens function decreases
amount of insulin receptor. Leptin also
reduces binding capacity of insulin
receptors with the hormone insulin
(Masjur, 2005).
Physical exercises are necessary
for DM patients to control blood glucose
levels which are foundation of
DM
management. PMR is one type of exercise
that can be performed independently, so
patient's self-management will improve.
To
get maximum results, patients is
required to learn about PMR and also be
motivated to do the exercises, so they can
do it regularly.
This study found that there was a
significant decrease of blood
glucose
levels of T2DM patients in control group
because respondents took
pharmacological therapy and dietary
program in the hospital. Patients took
drugs and insulin therapy prescribed by
doctor in charge of service (DPJP).
Patients' diet was also monitored by
nutritionists. When patients regularly
follow programmed treatment and diet, it
will affect their glucose levels.
Alfian (2015) in his research in
Ansari Saleh Regional Public Hospital
(RSUD), Banjarmasin revealed that when
patients regularly taking medication then
their blood glucose levels will drop. In
contrast, when patients did not take
medication regularly then the
patient's
blood glucose levels remain high. In
research by Tangka, Wiyono and Wati
(2015) in Internal Polyclinic of Bethesda
General Hospital, Tomohon explained that
the dietary compliance in DM patients is
very important. Usually, patients should
not consume too many sugary foods and
should eat on a regular schedule. Dharma
(2016) also explained the purpose of
controlling food for patients with diabetes
mellitus is to maintain the blood glucose
levels to stay close to normal by balancing
food intake with insulin and physical
activities.
When patients are hospitalized, it
is very possible to keep the blood
glucose
at lower levels because patients’ diet and
medication are closely monitored by
health care personnel. However, this
condition does not necessarily happen
when patients are outside of healthcare
facility. Patients should be empowered by
give them adequate knowledge and skills
to perform diabetes self-management.
This study revealed that PMR that
given along with standard treatment could
significantly decreases blood glucose level
compared to standard treatment alone
(p=0,015). Other literature also shows that
PMR has an effect in lowering blood
glucose levels of patients with DM at
Keling 1 Community Health Center
(Puskesmas), Jepara (Rusnoto & Diana,
2016). However, the study did not
provided detailed explanation
about
effects of PMR on T1DM, or T2DM, or
Gestational
Diabetes.
DM patients urgently require REFERENCES
some physical exercises because glucose Alfian, R. (2015). Korelasi antara
and free fatty acids (FFAs) were kepatuhan minum obat dengan
processed into energy during the training. kadar gula darah pada pasien
Physical exercises could lower blood diabetes mellitus di rawat jalan rsud
glucose levels by enhancing carbohydrate dr. h. moch. ansari saleh
metabolism, losing weight and maintaining banjarmasin. Jurnal Pharmascience,
it in normal condition, and increasing 2, 15-23.
insulin sensitivity (Tarwoto, et al., 2012).
Managing patients holistically Balitbang Depkes RI. (2013). Riset
needs to be done by training self-care and kesehatan dasar. Jakarta: Ministry of
arranging behavioral changes. DM Health RI.
management includes education, dietary,
Casman., Fauziyah, Y., Fitriyana, I.,
physical exercise, and medicines.
Triwibowo, C. (2015). Perbedaan
Basically, the DM management starts with
efektivitas antara latihan fisik dan
diet and then supplemented by sufficient
progressive muscle relaxation (PMR)
physical exercises (Dharma, 2016). The
terhadap penurunan kadar gula
PMR increase the mobility and the use of
darah puasa pada penderita
muscle that could improve the uptake
diabetes mellitus tipe 2. Jurnal
glucose by the muscle cell. The PMR
Ilmiah PANNMED, 10, 246-249.
could be performed even when the
patients were in bed, it become one of Damayanti, S. (2015). Diabetes mellitus &
active range of motion that could penatalaksanaan keperawatan.
performed easily by the hospitalized Yogyakarta: Nuha Medika.
patients.
During the research, respondents Dewi, F.V.S., & Budiharsana, M.P. (2014).
and families were able to understand the Gambaran diabetes self
instructed PMR techniques well. However, management education (DSME) dan
motivation and direction are necessary for lama hari rawat pasien diabetes
the respondents to be able to do the mellitus tipe 2 rawat inap Rumah
exercises independently and Sakit Umum Provinsi Nusa
appropriately. PMR is easy to learn and Tenggara Barat Tahun 2012-2013.
practice in various environments even in Jurnal FKM UI, 1-16.
hospitals, inexpensive, can be self-studied Dharma, S. (2016). Pengantar studi kasus
by respondents or family, and almost do tentang penggunaan obat dan
not have any contraindication. Therefore, penatalaksanaan penyakit.
PMR can be used by nurses as an Magelang: GRE Publishing.
intervention to reduce glucose levels of
patients with T2DM along with standard Dinas Kesehatan Kota Padang. (2016).
treatment. Laporan dinas kesehatan Padang
tahun 2015. Padang: Dinas
CONCLUSION Kesehatan Kota Padang.
The hospitalized T2DM patients Hasaini, A. (2015). Effectiveness muscle
were able to practice PMR to lower blood progressive relaxation (PMR) toward
glucose levels. PMR exercises become to blood glucose levels of diabetes
effective when they are done continuously, mellitus type 2 patients group in the
rhythmically, intensity, gradually, and Martapura public health center.
having the endurance. Researchers Caring, 2, 16-27.
recommend that PMR could be taught to
hospitalized T2DM patients. Nurses can Indrayani, P., Heru S., & Agus S. (2007).
apply PMR as an intervention in the Pengaruh latihan fisik senam aerobik
management of patients with T2DM along terhadap penururnan kadar gula
with standard treatment. darah pada penderita dm tipe 2 di

82
wilayah kerja Puskesmas Bukateja Tangka, W.T., Wiyono., & Wati, A.T.
Purbalingga. Jurnal Media Ners, 1, (2015). Hubungan kepatuhan
49-99. pengaturan diet dengan kadar
International Diabetes Federation. (2015). glukosa darah pada pasien diabetes
IDF diabetes atlas-seventh edition. mellitus. Buletin Sariputra, 5(1), 40-
Brussel: IDF. 46.

Kaviani, M., Bahoosh, N., Azima, S., Wade, C. & Tavns, C. (2007). Psikologi
Asadi, N., Sharif, F., & Sayadi, M. edisi 9 jilid 2. Jakarta: Erlangga.
(2014). The effect of relaxation on World Health Organization. (2016). Global
blood sugar and blood presure report on diabetes. France: WHO
changes of women with gestational Press.
diabetes: A randomized control trial.
Iranian Journal of Diabetes And
Obesity, 6, 14-22.
Mahanani, S., Natalia, D., & Pangesti, S.
(2015). Aktivitas fisik berdasarkan
teori handerson pada pasien
diabetes mellitus laki-laki dan
perempuan. Jurnal STIKES RS
Baptis Kediri, 2, 1-10.
Masjur, A. (2005). Kapita selekta
kedokteran, edisi II jilid 3. Jakarta:
Media Aesulapius.
Niqren, Z.L. (2014). Kemudahan gerak
aktivitas bagi pasien stroke di unit
terapi okupasi adl (activities of daily
living). Jurnal Mahasiswa Jurusan
Arsitektur, 2, 1-17.
Rusnoto & Diana, N.I.R. (2016). Effect of
progressive muscle relaxation
against the decrease blood sugar
levels in patients with diabetes
mellitus at health Keling 1 Jepara.
International Nursing Workshop And
Conference, 1, 16-23.
Soegondo, S. (2007). Penatalaksanaan
diabetes mellitus terpadu. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Synder, M., & Linquist, R. (2010).
Complementary and
alternative
therapies in nursing 6th edition.
United States of America: Hamilton
Printing.
Tarwoto., Wartonah., Taufiq, I., & Mulyati,
L. (2012). Keperawatan medikal
bedah gangguan sistem endokrin.
Jakarta: TIM.
http://jurnal.fk.unand.ac.id 40
0

Artikel Penelitian

Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar Glukosa Darah Puasa


pada Pasien Diabetes Melitus yang Datang ke Poli Klinik
Penyakit Dalam Rumah Sakit M. Djamil Padang

1 2 3
Mala Azitha , Dinda Aprilia , Yose Ramda Ilhami

Abstrak
Aktivitas fisik merupakan satu dari empat pilar program penatalaksanaan diabetes mellitus. Aktivitas fisik yang
kurang juga merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka kejadian diabetes melitus. Tujuan penelitian ini
adalah menentukan hubungan aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah puasa pada pasien diabetes melitus. Jenis
penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan potong lintang terhadap 120 pasien diabetes melitus yang datang ke
poliklinik penyakit dalam rumah sakit Dr. M. Jamil Padang yang memenuhi kritia inklusi dan ekslusi. Pada
penelitian ini didapatkan dari 36 pasien dengan kadar glukosa darah puasa normal ada 24 pasien dengan aktivitas
fisik ringan dan 12 pasien dengan aktivitas fisik sedang-berat. Dari 84 pasien yang memiliki kadar glukosa
darah puasa meningkat, terdapat 60 pasien dengan aktivitas fisik ringan dan 24 pasien dengan aktivitas fisik sedang-
berat. Hasil penelitian diolah dengan rumus Chi-square sehingga nilai p=0.602 (p>0.05). Simpulan studi ini ialah tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah puasa pada pasien diabetes
melititus yang datang ke poliklinik rumah sakit M. Jamil Padang.
Kata kunci: aktivitas fisik, kadar glukosa darah puasa

Abstract
Physical activity is one of four main management for diabetes mellitus patients. Lack of physical activity can
cause increasing of diabetes mellitus to happen. The objective of this study was to determine the relation between
physical activity and fasting blood glucose level in diabetes mellitus patients. The methode of this research
was analytic with cross sectional approach that took 120 pasients diabetes mellitus in internal medicine’s policlinic Dr.
M. Djamil Hospital Padang which fit the inclusion an exclusion criteria. The results were from 36 patients who had
normal fasting blood glucose level there were 24 patients with mild activity and 12 with medium-heavy activity. There
were 84 patients who had increase fasting blood glucose level 60 patients with mild activity and 24 patients with
medium -heavy acivity. This research was processed using chi-square test and the result is p=0.602 (p>0.05) There
is no significant correlation between physical acitivity winth fasting blood glucose level of diabetes mellitus pasients in
internal medicine’s policlinic M. Jamil Hospital Padang
Keywords: physical activity, fasting blood glucose
level

Affiliasi penulis: 1. Prodi Kedokteran Fakultas Kedokteran


PENDAHULUAN
Universitas Andalas Padang (FK Unand) 2, Bagian Penyakit Dalam
FK Unand/RSUP Dr. M. Djamil Padang 3. Bagian Fisiologi FK Unand Pada tahap perkembangan Indonesia dari
Korespondensi: Mala Azitha, Email : malazitha@yahoo.co.id, Telp: bangsa agraris yang berkembang menuju masyarakat
081275688335 industri telah membawa kecenderungan baru dalam
pola penyakit di masyarakat. Pola penyakit di
Indonesia saat ini mengalami pergeseran yang cukup

Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7(3)


meyakinkan. Penyakit infeksi dan kekurangan gizi meliputi fungsi sirkulasi metabolisme, penglepasan
berangsur menurun, meskipun diakui bahwa angka dan pengaturan hormonal dan susunan saraf otonom .
7

penyakit infeksi masih dipertanyakan dengan Pada keadaan istirahat, metabolisme otot
timbulnya penyakit baru seperti hepatitis B, AIDS, dan hanya sedikit sekali memakai glukosa sebagai sumber
angka kesakitan TBC yang masih tinggi. Disisi lain bahan bakar, sedangkan saat berolahraga, glukosa
angka penyakit degeneratif ataupun non infeksi dan lemak akan dijadikan sebagai bahan bakar utama.
meningkat tajam, salah satu contoh adalah diabetes Diharapkan dengan dijadikannya glukosa sebagai
1
melitus. bahan bakar utama, kadar glukosa darah akan
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu menurun .
7

kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik Berdasarkan hal tersebut dan belum adanya
tingginya kadar gula dalam darah (hiperglikemia) yang penelitian yang meneliti tentang hubungan aktivitas
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kelainan kerja fisik dengan kadar glukosa darah puasa pada pasien
2
insulin atau gabungan keduanya. DM yang datang berobat ke poliklinik penyakit dalam
World Health Organization (WHO) merumuskan RS M. Jamil Padang, maka perlu diteliti pengaruh
bahwa diabetes merupakan suatu penyakit kronis aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah puasa pada
yang terjadi saat pankreas tidak dapat menghasilkan pasien diabetes melitus yang datang ke Poliklinik
insulin yang cukup atau tubuh tidak dapat Penyakit Dalam rumah sakit Dr. M. Djamil Padang.
3
menggunakan insulin yang sudah ada.
Indonesia merupakan salah satu dari 10 negara
METODE
dengan jumlah penderita diabetes terbanyak.
Jenis penelitian ini adalah cross sectional
Indonesia menempati peringkat ke-7 pada tahun 1995
analitik yang dilakukan di poliklinik Penyakit Dalam
dan diprediksi akan naik menjadi peringkat ke-5 pada
rumah sakit Dr. M. Djamil Padang.
tahun 2025 dengan perkiraan jumlah penderita
4 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
sebanyak 12,4 juta jiwa.
pasien DM yang datang ke poliklinik Penyakit Dalam
Pada awalnya, resistensi insulin masih belum
RSUP Dr. M. Jamil Padang. Sampel pada penelitian
menyebabkan diabetes secara klinis. Pada keadaan
ini adalah seluruh populasi yang memenuhi kriteria
ini, sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi
inklusi dan eksklusi, sehingga didapatkan 120 orang
keadaan ini sehingga terjadi hiperinsulinemia dan
dengan menggunakan teknik consecutive sampling.
glukosa darah masih normal atau sedikit meningkat.
Setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pankreas,
HASIL
kemudian terjadi diabetes melitus yang ditandai
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
dengan peningkatan kadar gula dalam darah yang
5 diperoleh informasi mengenai gambaran aktivitas fisik
memenuhi kriteria diagnosis diabetes mellitus.
dan kadar gula darah puasa sebagai berikut.
Latihan fisik merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM yang berfungsi untuk memperbaiki
Tabel 1. Kadar glukosa darah dan aktivitas fisik pada
sensitivitas insulin dan juga untuk menjaga kebugaran
pasien DM
tubuh. Latihan fisik bisa membantu memasukan

glukosa kedalam sel tanpa membutuhkan insulin, Parameter Jumlah (%)


selain itu latihan fisik juga bisa untuk menurunkan
berat badan diabetisi yang obesitas serta mencegah Kadar Glukosa Darah Puasa
laju progresivitas gangguan toleransi glukosa menjadi Normal 36 (30%)
6 Meningkat 84 (70%)
DM.
Aktivitas Fisik
Pada saat tubuh bergerak, akan terjadi
Ringan 84 (70%)
peningkatan kebutuhan bahan bakar tubuh oleh otot
Sedang Berat 36 (30%)
yang aktif, juga terjadi reaksi tubuh yang kompleks
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa kadar yang masuk kriteria normal (< 126 mg/dl) yaitu
glukosa darah puasa dari pasien DM yang masuk sebanyak 36 orang (30%) sedangkan pasien yang
kriteria normal (< 126 mg/dl) yaitu sebanyak 36 orang masuk kedalam kriteria kadar glukosa darah
(30%) sedangkan pasien yang masuk kedalam kriteria meningkat (≥126 mg/dl) yaitu 84 orang (70%). Hasil ini
kadar glukosa darah meningkat (≥126 mg/dl) yaitu 84 menunjukkan bahwa rata-rata gula darah puasa pasen
orang (70%). DM yang datang ke poli klinik Penyakit Dalam rumah
Aktivitas fisik yang merupakan salah satu dari sakit Dr. M. Djamil Padang pada bulan September
empat pilar penatalaksanaan DM dari Tabel 1 di 2016 sampai Desember 2016 belum terkontrol. Pada
dapatkan jumlah sampel dengan tingkat aktivitas kasus ini lebih kurang sepertiga pasien yang memiliki
ringan sebanyak 84 orang (70%) dan sampel dengan kadar gula darah puasa yang normal. Hal ini sesuai
tingkat aktivitas sedang-berat sebanyak 36 orang dengan penelitian yang dilakukan Rachmawati di
(30%). Makasar tahun 2011 bahwa didapatkan kadar gula
darah yang tidak terkontrol pada pasien DM sebanyak
Tabel 2. Hubungan aktivitas fisik dengan kadar 8
71.4% sedangkan yang terkontrol sebanyak 28.6%.
glukosa darah puasa pada pasien DM Aktivitas fisik pada pasien DM yang datang ke
Aktivitas Kadar Glukosa Darah Total poliklinik Penyakit Dalam rumah sakit Dr. M. Djamil
Fisik Puasa (%) p Padang bahwa jumlah sampel dengan tingkat aktivitas
Normal Meningkat ringan sebanyak 84 orang (70%) dan sampel dengan
Ringan 24 60 84 tingkat aktivitas sedang-berat sebanyak 36 orang
(28.6%) (71.4%) (70%) 0.602 (30%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Sedang- 12 24 36 responden yang memiliki kadar glukosa darah normal
Berat (33.3%) (66.7%) (30%)
maupun meningkat lebih banyak yang beraktifitas fisik
ringan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
Pada Tabel 2, jumlah pasien yang melakukan
dilakukan oleh Rachmawati tahun 2011 di Makasar
aktivitas fisik ringan dengan kadar gula darah puasa
didapatkan 51 responden dari 55 responden memiliki
normal sebanyak 24 orang (28.6%) dan pasien
aktivitas fisik ringan, dan sisanya aktivitas fisik sedang.
dengan kadar gula darah puasa meningkat sebanyak
Hal ini kemungkinan disebabkan karena sebagian
60 orang (71.4%). Pasien yang melakukan aktivitas
besar mereka telah berusia lanjut, hingga tidak
fisik sedang-berat dengan kadar gula darah puasa 8
mampu lagi melakukan aktifitas yang agak berat.
normal sebanyak 12 orang (33.3%) dan pasien yang
Aktivitas fisik yang dilakukan bila ingin
melakukan aktivitas fisik sedang-berat dengan kadar
mendapatkan hasil yang baik harus memenuhi syarat
gula darah puasa meningkat 24 orang (66.7%).
yaitu minimal 3 sampai 4 kali dalam seminggu serta
Hasil uji antara aktivitas fisik dengan kadar gula
dalam kurun waktu minimal 30 menit dalam sekali
darah puasa menggunakan Chi-square diperoleh nilai
beraktivitas. Tidak harus aktivitas yang berat cukup
p =0.602, yang berarti nilai p lebih dari 0.05, sehingga
dengan berjalan kaki di pagi hari sambil menikmati
menurut diagnosis statistik dapat disimpulkan bahwa
pemandangan selama 30 menit atau lebih sudah
ativitas fisik tidak berhubungan terhadap kadar
termasuk dalam kriteria aktivitas fisik yang baik.
glukosa darah puasa pasien DM yang datang ke
Aktivitas fisik ini harus dilakukan secara rutin agar
poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang. kadar gula darah juga tetap dalam batas normal.
9

Selain kemungkinan dikarenakan kebanyakan


PEMBAHASAN responden adalah orang dengan usia lanjut, juga ada
Penelitian ini dilakukan terhadap 120 orang responden yang merupakan ibu rumah tangga. Ini
responden yang semuanya adalah pasien DM yang berkaitan dengan aktivitas yang dilakukan tidak terlalu
datang ke poliklinik Penyakit Dalam rumah sakit Dr. M. berat dan bisa diselingi dengan istirahat. Hal ini sesuai
Djamil Padang. Berdasarkan Tabel 1 didapatkan dengan teori apabila setelah melaksanakan aktivitas
bahwa kadar glukosa darah puasa dari pasien DM fisik dilanjutkan dengan berisitirahat dalam jangka
waktu yang cukup lama maka aktivitas fisik yang 15
darah, namun tidak secara signifikan . Untuk aktivitas
dilakukan tidak akan banyak mempengaruhi pada sedang secara signifikan dapat menurunkan glukosa
kadar kadar gula darah, karena pasien diabetes tidak 16
darah. Namun lain halnya dengan intensitas berat,
dianjurkan untuk banyak beristirahat. Banyak
yang menurut Guelfi bahwa intensitas berat lebih
beristirahat ataupun jarang bergerak akan sedikit menurunkan glukosa darah dari pada intensitas
menyebabkan penurunan sensistifitas sel pada insulin 17
sedang. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah
yang telah terjadi menjadi bertambah parah karena
hormon katekolamin dan growth hormonyang lebih
tujuan dari dilakukannya aktivitas fisik adalah utuk
besar dari pada intensitas berat, dapat meningkatkan
merangsang kembali sensitifitas dari sel terhadap 18
gula darah.
insulin serta pengurangan lemak sentral dan
10
perubahan jaringan otot.
SIMPULAN
Uji antara aktivitas fisik dengan kadar glukosa
Tidak ada hubungan antara aktivitas fisik
darah puasa menggunakan Chi-square diperoleh nilai
dengan kadar glukosaa darah puasa pada pasien DM
p =0.602 yang berarti nilai p lebih dari 0.05, sehingga
yang datang ke poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. M.
menurut analisis statistik dapat disimpulkan bahwa
Djamil Padang.
ativitas fisik tidak berhubungan terhadap kadar
glukosa darah puasa pasien DM yang datang ke poli
klinik Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang. DAFTAR PUSTAKA
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh 1. Suyono S. Diabetes melitus di Indonesia. Dalam:

Fuad Hariyanto pada tahun 2013 yang melihat Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M,

hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah Setiyohadi B, Syam AF, editor (penyunting). Buku

puasa pada pasien DM tipe 2 di RSU Cilegon. Dari ajar ilmu penyakit dalam jilid 2. Edisi ke-6. Jakarta:

hasil penelitian tersebut di dapatkan bahwa tidak ada Interna Publishing; 2014.hlm. 2315-22.

hubungan antara aktivitas fisik dengan kadar gula 2. Purnamasari D. Diagnosis dan klasifikasi diabetes

darah pada pasien DM.


11 melitus. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,

Menurut Plotnikoff (2006) dalam Canadian Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editor

Journal of Diabetes, aktivitas fisik merupakan kunci (penyunting). Buku ajar ilmu penyakit dalam jlilid 2.

dalam pengelolaan diabetes melitus terutama sebagai Edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing; 2014.hlm.

pengontrol gula darah dan memperbaiki faktor resiko 2323-27.

kardiovaskuler seperti menurunkan hiperinsulinemia, 3. WHO. Diabetes Facts sheet (diunduh Maret 2016).

meningkatkan sesnsitifitas insulin, menurunkan lemak Tersedia dari: http://www.who.int/mediacentre/

tubuh, serta menurunkan tekanan darah.


12 factsheets /fs312/en/

Latihan fisik yang rutin menyebabkan sel akan 4. Arisman. Buku ajar ilmu gizi obesitas, diabetes

terlatih dan lebih sensitif terhadap insulin sehingga melitus, dan dislipidemia. Jakarta: EGC.hlm.44-5.

asupan glukosa yang dibawa glukosa transporter ke 5. Soegondo S. Farmakoterapi pada pengendalian

dalam sel meningkat. Aktifitas fisik ini pula yang glikemia diabetes melitus tipe 2. Dalam: Setiati S,

kemudian menurunkan kadar glukosa puasa pada Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B,

sampel yang diperiksa.


13 Syam AF, editor (penyunting). Buku ajar ilmu

Anjuran untuk melakukan aktifitas fisik bagi penyakit dalam jilid 2. Edisi ke-6. Jakarta: Interna

penderita DM telah dilakukan sejak seabad yang lalu Publishing; 2014.hlm. 2328-35.

oleh seorang dokter dari China, dan manfaat kegiatan 6. Tjokroprawiro A, Murtiwi S. Terapi non farmakologi

ini masih diteliti sampai sekarang.


14 pada diabetes melitus. Dalam: Setiati S, Alwi I,

Intensitas melakukan aktivitas fisik akan Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam

berpengaruh kepada kadar gula darah. Intensitas AF, editor (penyunting). Buku ajar ilmu penyakit

ringan pada penderita DM dapat menurunkan glukosa dalam jilid 2. Edisi ke-6 Jakarta: Interna Publishing;
2014.hlm. 2336-46.
7. Ilyas E. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu. 13. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran and physiology. Edisi ke-13. Singapore: John Wiley
Universitas Indonesia; 2007.hlm.69-83. and Sons (Asia) Pte Ltd; 2011.
8. Rachmawati. Pola makan dan aktivitas fisik 14. Yunir E, Soebarji S. Terapi nonfarmakologi pada
dengan kadar gula darah penderita diabetes diabetes melitus. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo
melitus tipe 2 rawat jalan di RSUP dr. Wahidin AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editor
Sudirohusodo Makasar. Media gizi masyarakat (penyunting). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 2.
Indonesia. 2011;1(1):3. Edisi ke-6. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI. 2014;
9. Ramadhanisa A, Larasati TA, Mayasari D. hlm 2336-40.
Hubungan aktivitas fisik dengan kadar HBA1C 15. Fathoni A. Penurunan kadar gula darah
pasien diabetes melitus tipe 2 Di Laboratorium postprandial pada latihan fisik intensitas ringan
Patologi Klinik RSUD DR. H. Abdul Moeloek durasi 20 menit dan intensitas sedang durasi 20
Bandar Lampung. Medical Journal Of Lampung menit pada penderita diabetes melitus. Airlangga
University. 2013; 2(4):5. University Library; 2008.
10. Kriska A. Physical activity and the prevention 16. Henriksen EJ, editor (penyunting). Effects of acute
of type ii (non–insulin dependent) diabetes. exercise and exercise training on insulin
University of Pittsburgh. PCPFS Research resistance. Arizona: Department of Physiology,
DIGEST. 2010; University of Arizona Collage of medicine. 2002;
2(10). 788-96.
11. Haryanto F. Hubungan aktifitas fisik dengan 17. Guelfi KJ. Effect of intermittent high intensity
kadar gula darah puasa pada pasien diabetes compare with countinous moderat exercise on
melitus tipe 2 di rumah sakit umum daerah Kota glukose production and utilization in individuals
Cilegon tahun 2013. E-Journal Syarif with type 1 diabetes. Physiol Endocrinal
Hidayatullah. 2013; Metabolism. 2007:865-70.
2(2):3. 18. Molina, Patricia E. Endocrine physiology. Edisi ke-
12. Plotnikoff RC. Physical activity in the 3. Louisiana USA: McGraw Hill Company. 2010;
management of diabetes: population-based hlm:865-70.
perspectives and strategies. Canadian Journal of
Diabetes. 2006;
30:52-62.
Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap Kadar Glukosa Darah
Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah
Raden Mattaher Jambi

Mashudi

Abstrak
PMR adalah suatu prosedur untuk mendapatkan relaksasi pada otot melalui pemberian
tegangan pada suatu kelompok otot dan menghentikan tegangan tersebut kemudian
memusatkan perhatian untuk mendapatkan sensasi rileks. Tujuan penelitian ini adalah
teridentifikasikannya pengaruh progressive muscle relaxation(PMR) terhadap
penurunan kadar glukosa darah (KGD) pada pasien diabetes melitus tipe 2 (DMT2) di
RSUD Raden Mattaher Jambi. Penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimen
dengan pre and post with control group, masing-masing kelompok terdiri dari 15 orang
responden. Data dianalisis secara univariat dan bivariat. Hasil analisis menunjukkan
adanya pengaruh PMR secara signifikan dalam menurunkan KGD pasien DMT2 di
RSUD Raden Mattaher Jambi. Sedangkan variabel umur, jenis kelamin, penyakit
penyerta, dan lama menderita DMT2 tidak mempunyai hubungan dengan rata-rata
penurunan kadar glukosa darah setelah intervensi. Hasil penelitian ini dapat menjadi
masukan bagi perawat untuk menjadikan PMR sebagai salah satu intervensi
keperawatan mandiri dan memasukkan PMR dalam protap penatalaksanaan pasien
DMT2.

Kata kunci : PMR, kadar glukosa darah, pasien DMT2


Relaksasi otot progresif merupakan salah dapat dilakukan bersamaan dengan terapi
satu teknik relaksasi yang mudah dan medis (Moyad & Hawks, 2009).
sederhana serta sudah digunakan secara PMR merupakan salah satu intervensi
luas. PMR merupakan suatu prosedur keperawatan yang dapat diberikan kepada
untuk mendapatkan relaksasi pada otot pasien DM untuk meningkatkan relaksasi
melalui dua langkah, yaitu dengan dan kemampuan pengelolaan diri. Latihan
memberikan tegangan pada suatu ini dapat membantu mengurangi
kelompok otot, dan menghentikan ketegangan otot, stres, menurunkan
tegangan tersebut kemudian memusatkan tekanan darah, meningkatkan toleransi
terhadap aktivitas sehari-hari,
perhatian terhadap bagaimana otot
meningkatkan imunitas, sehingga status
tersebut menjadi rileks, merasakan sensasi fungsional dan kualitas hidup meningkat
rileks, dan ketegangan menghilang (Smeltzer & Bare, 2002).
(Richmond, 2007). PMR telah menunjukkan manfaat dalam
Relaksasi merupakan salah satu bentuk mengurangi ansietas atau kecemasan, dan
mind-body therapy dalam terapi berkurangnya kecemasan ini
komplementer dan alternatif mempengaruhi berbagai gejala psikologis
(Complementary and Alternative Therapy dan kondisi medis. Yildirim & Fadiloglu
/CAM) (Moyad & Hawks, 2009). Terapi (2006) dari hasil penelitiannya
komplementer adalah pengobatan menyebutkan bahwa PMR menurunkan
tradisional yang sudah diakui dan dapat kecemasan dan meningkatkan kualitas
dipakai sebagai pendamping terapi hidup pasien yang menjalani dialisis.
konvensional medis. Pelaksanaannya Penelitian yang dilakukan oleh Sheu, et al,

686
Jurnal Health & Sport, Volume 5, Nomor 3, Agustus 2012 687

(2003) memperlihatkan bahwa PMR diabetes, pasien juga perlu mendapatkan


menurunkan rata-rata tekanan darah terapi komplementer berupa latihan
sistolik sebesar 5,4 mmHg dan rata-rata relaksasi untuk mengatasi stresnya.
tekanan darah diastolik sebesar 3,48 Berbagai studi yang berbasis terapi
mmHg pada pasien hipertensi di Taiwan. relaksasi telah dilakukan untuk mengatasi
Gazavi, et al, (2007) menyebutkan bahwa stres dan kecemasan serta kadar glukosa
PMR dan masase menurunkan tingkat darah, tetapi penelitian tentang pengaruh
HbA1C pada diabetes melitus tipe 1 (DM PMR terhadap penurunan glukosa darah
pada anak-anak). Maryani (2008), pada pasien DMT2 belum ada. Dengan
menyebutkan PMR mengurangi demikian, masalah penelitian ini adalah:
kecemasan yang berimplikasi pada Belum diketahuinya pengaruh Progressive
penurunan mual dan muntah pada pasien Muscle Relaxation terhadap kadar glukosa
yang menjalani kemoterapi. Selanjutnya darah pada pasien DMT2.
relaksasi otot progresif efektif
menurunkan tekanan darah pada pasien METODE
hipertensi primer di Kota Malang Jenis penelitian ini adalah kuasi
(Hamarno, 2010). eksperimen dengan pre and post with
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah control group, dengan jumlah sampel 15
Sakit Umum Daerah (RSUD) Raden responden kelompok intervensi dan 15
Mattaher Jambi. RSUD Raden Mattaher responden kelompok kontrol.
adalah rumah sakit umum unit swadana Pengambilan sampel dilakukan dengan
tipe B non pendidikan yang menjadi cara consecutive sampling. Pengumpulan
rumah sakit rujukan dari 10 kabupaten/ data dilaksanakan dari tanggal 27 April
kota di provinsi Jambi. Berdasarkan studi sampai dengan 31 Mei 2011 di Instalasi
pendahuluan yang peneliti lakukan, Rawat Inap Mayang Mengurai, Pinang
diperoleh data sebanyak 412 pasien Masak, Gapkindo, dan Interne RSUD
DMT2 yang menjalani rawat inap di Raden Mattaher Jambi. Data dianalisis
RSUD Raden Mattaher Jambi selama secara univariat dan bivariat.
tahun 2010 (Medical Record, 2010). Dari
keterangan perawat yang bekerja di ruang HASIL
penyakit dalam RSUD Raden Mattaher Hasil dari penelitian ini diperoleh rata-rata
Jambi belum ada intervensi PMR oleh umur responden kelompok intervensi
perawat dalam memberikan asuhan 51,60 tahun dengan standar deviasi 7,199
keperawatan. tahun. Umur terendah 42 tahun dan
Diabetes melitus menjadi masalah tertinggi 62 tahun. Sedangkan rata-rata
kesehatan yang serius, baik di negara umur responden kelompok kontrol 52,87
maju maupun di negara berkembang tahun dengan standar deviasi 7,671 tahun.
karena insidensinya yang terus meningkat Responden dengan jenis kelamin laki-laki
(Suyono dalam Soegondo, 2009). lebih banyak dari pada perempuan, yaitu 8
Penyakit ini merupakan penyakit kronis orang (53,3%) untuk kelompok intervensi
yang dapat menyebabkan komplikasi pada dan 10 orang (66,7%) untuk kelompok
berbagai sistem tubuh, dan hanya dapat kontrol. Sebagian besar responden dirawat
dikontrol kadar glukosa darahnya, tetapi dengan penyakit penyerta, yaitu 66,7%
tidak dapat disembuhkan. Hal ini kelompok intervensi dan 66,7% kelompok
membuat pasien stres dan berakibat buruk kontrol. Sebagian besar responden
terhadap kesehatannya karena menambah menderita DMT2 kurang atau sama
tinggi kadar glukosa darahnya. Oleh dengan 8 tahun, yaitu 60,0% untuk
karena itu, selain diberikan terapi standar
Mashudi : Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap Kadar 688
Glukosa Darah

kelompok intervensi dan 53,3% untuk 168,27 mg/dl, dengan standar deviasi
kelompok kontrol. 54,293 mg/dl. rata-rata KGD jam 11.00
Untuk KGD dapat disimpulkan bahwa adalah 226,80 mg/dl, dengan standar
rata-rata KGD jam 06.00 sebelum deviasi 62,065 mg/dl, dan rata-rata KGD
dilakukan PMR pada kelompok intervensi jam 16.00 sebelum intervensi pada
adalah 182,20 mg/dl, dengan standar kelompok kontrol adalah 206,00 mg/dl,
deviasi 69,104 mg/dl, rata-rata KGD jam dengan standar deviasi 75,277 mg/dl.
11.00 adalah 262,33 mg/dl, dengan Setelah intervensi rata-rata KGD jam
standar deviasi 77,391 mg/dl, dan rata-rata 06.00 pada kelompok kontrol adalah
KGD jam 16.00 adalah 236,67 mg/dl, 155,53 mg/dl, dengan standar deviasi
dengan standar deviasi 84,641 mg/dl. 46,457 mg/dl, rata-rata KGD jam 11.00
Rata-rata KGD jam 06.00 setelah adalah 206,53 mg/dl, dengan standar
dilakukan PMR pada kelompok intervensi deviasi 45,436 mg/dl, sedangkan rata-rata
adalah 130,67 mg/dl, dengan standar KGD jam 16.00 adalah 197,53 mg/dl,
deviasi 53,581 mg/dl, rata-rata KGD jam dengan standar deviasi 66,517 mg/dl.
11.00 177,00 mg/dl dengan standar Hasil analisis terhadap perbedaan KGD
deviasi 45,530 mg/dl, sedangkan rata-rata sebelum dan setelah intervensi PMR pada
KGD jam 16.00 adalah 148,80 mg/dl, kelompok intervensi dan kelompok
dengan standar deviasi 74,289 mg/dl. kontrol dapat dilihat pada tabel di bawah
ini :
Untuk kelompok kontrol rata-rata KGD
jam 06.00 sebelum intervensi adalah
Tabel 5.7 Hasil Analisis Perbedaan Kadar Glukosa Darah Pasien DMT2 Sebelum Dan Setelah Intervensi PMR Pada
Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011 (n1=n2=15)
Variabel Mean SD P Value 95% CI
KGD
Intervensi
KGD 06.00
Sebelum 182,20 69,104 0,001* 21,092-
Setelah 130,67 53,581 81,975
Selisih 51,53 54,970
KGD 11.00
Sebelum 262,33 77,391 0,000* 45,031-
Setelah 177,00 45,530 125,636
Selisih 85,33 72,777
KGD 16.00
Sebelum 236,67 84,641 0,003* 34,373-
Setelah 148,80 74,289 141,361
Selisih 87,87 96,598
Kontrol
KGD 06.00
Sebelum 168,27 54,293 0,187 -6,951-
Setelah 155,53 46,457 32,418
Selisih 12,73 35,546
KGD 11.00
Sebelum 226,80 62,065 0,118 -5,834-
Setelah 206,53 45,436 46,367
Selisih 20,27 47,131
KGD 16.00
Sebelum 206,00 75,277 0,565 -22,307-
Setelah 197,53 66,517 39,241
Selisih 8,47 55,571
*signifikan pada α=0,05

Hasil analisis perbedaan rata-rata KGD intervensi dan kelompok kontrol dapat
setelah intervensi PMR antara kelompok dilihat pada tabel berikut ini :
Jurnal Health & Sport, Volume 5, Nomor 3, Agustus 2012 689

Tabel 5.8 Hasil Analisis Selisih Rata-Rata Kadar Glukosa Darah Pasien DMT2 Setelah PMR Antara Kelompok
Intervensi Dan Kelompok Kontrol Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011 (n1=n2=15)
Variabel Selisih SD P 95% CI
Mean Value
KGD
KGD 06.00
Intervensi 51,53 54,970 0,014* 4,178-73,422
Kontrol 12,73 35,546
KGD 11.00
Intervensi 85,33 72,777 0,025* 7,919-
Kontrol 20,27 47,131 107,281
KGD 16.00
Intervensi 87,87 96,598 0,001* 40,594-
Kontrol 8,47 55,571 144,873
*Signifikan pada α=0,05

Dari hasil analisis hubungan antara umur, disimpulkan tidak adanya hubungan. Hasil
jenis kelamin, penyakit penyerta, dan analisis selengkapnya dapat dilihat pada
lama menderita DMT2 dengan penurunan tabel di bawah ini :
KGD setelah intervensi PMR dapat
Tabel 5.9 Hasil Analisis Umur, Jenis Kelamin, Penyakit Penyerta, Dan Lama Menderita DMT2 Dengan Selisih Kadar
Glukosa Darah Jam 06.00, 11.00, Dan 16.00 Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011 (n1=n2=15)

P value KGD
Variabel Total (%)
06.00 11.00 16.00
Umur
- ≤ 45 tahun 11 (36,7) 0,389 0,533 0,518
- > 45 tahun 19 (63,3)
Jenis Kelamin
- Laki-laki 18 (60,0) 0,019 0,385 0,156
- Perempuan 12 (40,0)
Penyakit penyerta
- Tidak ada 10 (33,3) 0,090 0,826 0,271
- Ada 20 (66,7)
Lama menderita
DMT2
- ≤ 8 tahun 17 (56,7) 0,161 0,336 0,477
- > 8 tahun 13 (43,3)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa alasan, diantaranya penelitian ini
pasien DMT2 yang diberi latihan PMR menggunakan desain kuasi eksperiman
selama tiga hari dengan frekuensi latihan dengan pre and post with control group,
dua kali sehari dan durasi masing-masing variabel karakteristik responden setara
sesi ± 15 menit memperlihatkan adanya (homogen) antara kelompok intervensi
perbedaan rata-rata KGD baik KGD jam dengan kelompok kontrol, dan variabel
06.00, 11.00, dan 16.00 sebelum dan rata-rata kadar glukosa darah sebelum
setelah latihan PMR, yaitu mengalami intervensi setara antara kelompok
penurunan kadar glukosa darah. intervensi dan kelompok kontrol.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam Mekanisme PMR dalam menurunkan
penelitian ini, terlihat bahwa latihan PMR KGD pada pasien DMT2 erat kaitannya
mempunyai pengaruh yang signifikan
dengan stres yang dialami pasien baik
terhadap penurunan kadar glukosa darah
fisik maupun psikologis. Selama stres,
pada pasien DMT2. Peneliti meyakini
bahwa PMR memberikan pengaruh yang hormon-hormon yang mengarah pada
signifikan dalam menurunkan KGD peningkatan KGD seperti epineprin,
pasien DMT2 dalam penelitian ini dengan kortisol, glukagon, ACTH, kortikosteroid,
dan tiroid akan meningkat. Selain itu
Mashudi : Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap Kadar 690
Glukosa Darah

peristiwa kehidupan yang penuh stres sama yaitu terapi PMR ternyata rentang
telah dikaitkan dengan perawatan diri penurunan KGD jam 06.00, 11.00, dan
yang buruk pada penderita diabetes seperti 16.00 setiap responden berbeda-beda.
pola makan, latihan, dan penggunaan Responden dalam penelitian ini
obat-obatan (Smeltzer & Bare, 2008; Price melaporkan bahwa pada saat melakukan
& Wilson, 2006). PMR ada dua sensasi yang berbeda yaitu
Stres fisik maupun emosional merasakan ketegangan otot ketika bagian
mengaktifkan sistem neuroendokrin dan otot-otot tubuhnya diteganggkan dan
sistem saraf simpatis melalui hipotalamus- merasakan sesuatu yang rileks, nyaman,
pituitari-adrenal (Price & Wilson, 2006; enak, dan santai ketika otot-otot tubuh
Smeltzer, 2002; DiNardo, 2009). yang sebelumnya ditegangkan tersebut
Relaksasi PMR merupakan salah satu direlaksasikan. Namun ada beberapa
bentuk mind-body therapy (terapi pikiran responden yang melaporkan kurang bisa
dan otot-otot tubuh) dalam terapi merasakan sensasi dari latihan PMR yang
komplementer (Moyad & Hawks, 2009). dilakukannya karena mereka kurang bisa
Brown 1997 dalam Snyder & Lindquist berkonsentrasi dalam melakukan PMR
(2002) menyebutkan bahwa respon stres tersebut, meskipun dirinya bisa
merupakan bagian dari jalur umpan balik melakukan semua langkah atau prosedur
yang tertutup antara otot-otot dan pikiran. PMR. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Penilaian terhadap stressor mengakibatkan Richmond (2007), bahwa PMR
ketegangan otot yang mengirimkan merupakan salah satu bentuk mind-body
stimulus ke otak dan membuat jalur therapi, oleh karena itu saat melakukan
umpan balik. Relaksasi PMR akan PMR perhatian diarahkan untuk
menghambat jalur tersebut dengan cara membedakan perasaan yang dialami saat
mengaktivasi kerja sistem saraf kelompok otot dilemaskan dan
parasimpatis dan memanipulasi dibandingkan ketika otot-otot dalam
hipotalamus melalui pemusatan pikiran kondisi tegang.
untuk memperkuat sikap positif sehingga Penelitian ini sejalan dengan pernyataan
rangsangan stres terhadap hipotalamus Dunning (2003) bahwa terapi
berkurang. komplementer memberikan manfaat pada
Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan pasien diabetes diantaranya meningkatkan
Ghazavi, et al (2007), bahwa latihan PMR penerimaan kondisi DM saat ini,
yang diberikan kepada pasien DM dapat menurunkan stres, kecemasan, dan
menurunkan kadar HbA1C. Perbedaannya depresi, mengembangkan strategi untuk
dengan penelitian ini adalah, pada mencegah stres berkelanjutan,
penelitian tersebut peneliti meningkatkan keterlibatan pasien dalam
membandingkan PMR dengan terapi proses penyembuhan. Keuntungan terapi
masase dan kelompok kontrol pada pasien komplementer secara spesifik bagi pasien
DMT1 (anak-anak) untuk mengukur diabetes juga dikemukakan oleh Riyadi &
HbA1C bukan KGD. Sukarmin (2008) yaitu menurunkan KGD,
Individu mempunyai sifat yang meningkatkan kontrol metabolik,
multidimensi, respon individu dalam mencegah neuropati perifer, menurunkan
mengatasi masalah berbeda-beda. Tampak kadar katekolamin dan aktivitas otonom.
pada penelitian ini dengan perlakuan yang
Jurnal Health & Sport, Volume 5, Nomor 3, Agustus 2012 691

SIMPULAN bagi perkembangan ilmu pengetahuan


PMR berpengaruh terhadap penurunan keperawatan khususnya yang terkait
rata-rata kadar glukosa darah pasien dengan intervensi keperawatan mandiri.
DMT2 baik kadar glukosa darah jam Hasil penelitian ini diharapkan dapat
06.00, jam 11.00, maupun jam 16.00. dijadikan sumber ilmu atau referensi baru
Tidak ada hubungan antara umur, jenis bagi para pendidik dan mahasiswa
kelamin, penyakit penyerta, dan lama sehingga dapat menambah wawasan yang
menderita DMT2 dengan rata-rata lebih luas dalam hal intervensi
penurunan kadar glukosa darah setelah keperawatan mandiri. Bagi pendidikan
intervensi PMR. keperawatan diharapkan dapat
memasukkan materi terapi komplementer
SARAN ke dalam kurikulum pendidikan
Bagi Pelayanan Keperawatan, latihan keperawatan pada mata ajar Kebutuhan
PMR dapat dijadikan salah satu intervensi Dasar Manusia dan Keperawatan Medikal
keperawatan mandiri untuk membantu Bedah.
menurunkan kadar glukosa darah pasien Bagi Penelitian selanjutnya, penelitian ini
DM. Berdasarkan hasil penelitian ini, bersifat aplikatif, diharapkan dapat
diharapkan perawat dapat meningkatkan direplikasi atau dikembangkan lagi untuk
pengetahuan dan keterampilan melalui memperkaya ilmu pengetahuan
seminar atau pelatihan terkait teknik PMR keperawatan terutama intervensi
dan melakukan evidence based practice. keperawatan mandiri yang berbasis terapi
Bagi manajer keperawatan diharapkan komplementer. Diharapkan hasil
dapat mempertimbangkan untuk penelitian ini dapat menjadi inspirasi
menjadikan hasil penelitian ini sebagai untuk melakukan penelitian labih lanjut
dasar dalam menyusun rencana asuhan dengan jumlah sampel yang lebih besar
keperawatan atau standar operasional sehingga dapat menyempurnakan
prosedur. penelitian ini.
Bagi Pendidikan Keperawatan, penelitian
ini diharapkan dapat dijadikan sumber

Daftar Pustaka http://care.diabetes journals.


org/content/27/suppl1/s5.full.
Alim, M.B, (2010). Langkah-langkah
Relaksasi Otot Progresif. Diakses Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009).
tanggal 20 April 2010. http: Medical-Surgical Nursing;
//www.psikologizone.com/langkah Clinical Management for Positive
th
-langkah-relaksasi-otot-progresif. Outcomes, (8 edition). Elsevier
Ankrom, S. (2008). Progressive muscle Saunders.
relaxation can help you reduce Copstead, L.C., & Banasik, J.L. (2000).
th
anxiety and prevent panic : What Pathophysiology, (2 ed).
is progressive muscle relaxation? Philadelphia : W.B. saunders
April 20, 2010. company.
http://panicdisorder.about.com/ Dahlan, M. S. (2008). Statistik untuk
od/living withpd/a/PMR.htm, kedokteran dan kesehatan,
American Diabetes Association, (2010). deskriptif, bivariat, dan multivariat
dilengkapi aplikasi dengan
Diabetes Care. April 21, 2010.
menggunakan SPSS. Seri evidence
Mashudi : Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap Kadar 692
Glukosa Darah

based medicine (seri 1), Jakarta: Istiarini, C.H. (2009). Pengaruh terapi
Sagung Seto. refleksologi terhadap kadar
. (2008). Besar sampel glukosa darah pada klien diabetes
dalam penelitian kedokteran dan melitus tipe 2 dalam konteks
kesehatan, Seri evidence based asuhan keperawatan di Sleman
medicine (seri 2), Jakarta: Sagung Yogyakarta, (tesis). Perpustakaan
Seto. FIK-UI.
. (2008). Langkah-langkah Jacobs, G.D., (2001). The Physiology of
membuat proposal penelitian Mind–Body Interactions: The
bidang kedokteran dan kesehatan, Stress Response and the
Seri evidence based medicine (seri Relaxation Response. The journal
3), Jakarta: Sagung Seto. of alternative and complementary
Di Nardo, M.M. (2009). Mind-bodies research, April 20, 2010,
therapy in diabetes management. (supplement 1): 83-92.
Diabetes spectrum, April 20, 2010. doi:10.1089/ 107555301
http://proquest.umi.com/ pqdweb? 753393841.
Index =8&dib =1662109331& http://gemini.utb.edu/nurs330484/
Srchmode=2&side =14&Fmt. ASSIGNMENTS/Assignment%20
Dunning, T. (2003). Care of people with 7%20Mind%20Body%20Physiolo
diabetes: a manual nursing gy _ 5921200.pdf"
practice. Melbourne : Blackwell Maryani. (2008). Pengaruh progressive
Publishing. muscle relaxation terhadap
Ghazavi, Z., Talakoob, S., Abdeyazdan, kecemasan yang berimplikasi pada
Z., Attari, A., dan Joazi, M. mual dan muntah pada pasien post
(2007). Effects of Massage kemoterapi di poliklinik rumah
Therapy and Muscle Relaxation on sakit Hasan Sadikin Bandung,
Glycosylated Hemoglobin in (tesis). Perpustakaan FIKUI.
Diabetic Children. April 20, 2010 Moyad, M., dan Hawks, J.H. (2009).
http://semj.sums. ac.ir/ Complementary and alternative
vol9/jan2008 /dm.htm therapies, dalam Black, J.M., &
Gunawan, B., dan Sumadiono. (2007). Hawks, J.H. Medical-Surgical
Stres dan Sistem Imun Tubuh; Nursing; Clinical Management for
th
Suatu Pendekatan Positive Outcomes, (8 edition).
Psikoneuroimunologi. 20 April, Elsevier Saunders.
2010. http:// dennyhendrata. Price, S.A., & Wilson, L.M. (2006).
wordpress.com/2007/07/30/ stres- Patofisiologi konsep klinis proses
dan-sistem-imun-tubuhsuatu- penyakit, Edisi 6. Jakarta : EGC
pendekatan-psikoneuroimu nologi- Ramdhani, N., dan Putra, A.A. (2008).
2/. Pengembangan Multimedia
Hamarno, R. (2010). Pengaruh relaksasi Relaksasi. Diakses tanggal 20
otot progresif terhadap penurunan April 2010.
tekanan darah pada pasien http://neila.staff.ugm.ac.id/wordpr
hipertensi primer di kota malang, ess/ wp-
(tesis). Perpustakaan FIK-UI. content/uploads/2008/05/relaksa
Ignatavicius, D., & Wolkman, M.L. si-otot.pdf.
(2006). Medical surgical nursing, Richmond, R.L. (2007). A guide to
critical thinking for collaborative psychology and its practice. April
th
care, (5 ed). St. Louis : Missouri.
Jurnal Health & Sport, Volume 5, Nomor 3, Agustus 2012 693

20, 2010. http://www.guideto Smeltzer, S.C. dan bare, B.G. (2002).


psychology.com/ pmr.htm. Buku ajar keperawatan medikal
Riyadi dan Sukarmin. (2008). Askep pada bedah Brunner & suddarth, (edisi
pasien dengan gangguan eksokrin 8). Jakarta : EGC.
dan endokrin pada pankreas.
Yogyakarta : Graha ilmu. Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L.,
Robbins, N.C., Shaw, C.A., dan Lewis, Cheever, K.H. (2008). Brunner &
S.L. (2007). Nursing management Suddarth’s Textbook of medical-
th
diabetes mellitus dalam Lewis, surgical nursing, (11 edition).
S.L., Heitkemper, M.M., Dirksen, Philadelphia : Lippincott William
S.R., O’Brien, P.G., dan Bucher, & Wilkins.
L. Medical surgical nursing; Snyder, M. dan Lindquist, R. (2002).
assessment and management of Complementary/ alternative
th
clinical problems, (7
th
edition) therapies in nursing, (4 ed). New
(hlm 1253-1289) Elsevier Mosby. York : Springer Publishing
Rochmah, W. (2006). Diabetes melitus Company.
pada usia lanjut, dalam Sudoyo, Soewondo, P. (2009). Pemantauan kendali
A.W., Setyohadi, B., Alwi, I., diabetes melitus, dalam Soegondo,
Simadibrata, M., dan Setiati, S. S., Soewondo, P., & Subekti, I. Ed.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Penatalaksanaan diabetes melitus
th
(4 ed) (hlm 1937-1939). Jakarta : terpadu (hlm 151-162). Jakarta :
Pusat Penerbit Departemen FKUI.
Penyakit Dalam FK-UI. Soegondo, S. (2009). Prinsip penanganan
Santono, Lian, S., dan Yudi. (2006). diabetes, insulin dan obat oral
Gambaran pola penyakit diabetes hipoglikemik oral, dalam
melitus di bagian rawat inap Soegondo, S., Soewondo, P., &
RSUD Koja Jakarta tahun 2000- Subekti. I. Ed. Penatalaksanaan
2004. Cermin Dunia Kedokteran. diabetes melitus terpadu (hlm 111-
Sastroasmoro, S., dan Ismael, S. (2010). 133). Jakarta : FKUI.
Dasar-dasar Metodologi Subekti, I. (2009). Apa itu diabetes:
Penelitian Klinis, (edisi ke-3), patofisiologi, gejala dan tanda,
Jakarta: Sagung Seto. (materi penyuluhan 1) dalam
Setyawati, A. (2010). Pengaruh relaksasi Soegondo, S., Soewondo, P., &
otogenik terhadap kadar glukosa Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan
darah dan tekanan darah pada diabetes melitus terpadu (hlm 273-
pasien diabetes melitus tipe 2 278). Jakarta : FKUI.
dengan hipertensi di DI Yogykarta Sukardji, K. (2009). Bagaimanakah
dan Jawa Tengah. (Tesis). perencanaan makan pada
Perpustakaan FIK UI. penyandang diabetes, (materi
Sheu, S., Irvin, B. L., Lin, HS., dan Mar, penyuluhan 2) dalam Soegondo,
CL. (2003). Effects of progressive S., Soewondo, P., & Subekti, I. Ed.
muscle relaxation on blood Penatalaksanaan diabetes melitus
pressure and psychososial status terpadu (hlm 279-287). Jakarta :
for clients with essential FKUI.
hypertension in taiwan. Holistic Sumadji, D.W. (2006). Hipoglikemia
nursing practice. April 20, 2010. iatrogenik, dalam dalam Sudoyo,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pub A.W., Setyohadi, B., Alwi, I.,
med/12597674. Simadibrata, M., dan Setiati, S.
Mashudi : Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap Kadar 694
Glukosa Darah

Buku ajar ilmu penyakit dalam. Waspadji, S. (2009). Diabetes melitus :


th
(4 ed) (hlm 1892-1895). Jakarta : Mekanisme dasar dan
Pusat Penerbit Departemen pengelolaannya yang rasional,
Penyakit Dalam FK-UI. dalam Soegondo, S., Soewondo,
Suyono, S. (2009). Kecendrungan P., & Subekti, I. Ed.
peningkatan jumlah penyandang
Penatalaksanaan diabetes melitus
diabetes, dalam Soegondo, S.,
Soewondo, P., & Subekti, I. Ed. terpadu (hlm 31-45). Jakarta :
FKUI.
Penatalaksanaan diabetes melitus . (2009). Diabetes melitus,
terpadu (hlm 3-10). Jakarta : FKUI.
. (2009). Patofisiologi diabetes melitus, dalam Soegondo, S., Soewondo, P., &
Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 11-18). Jakarta : FKUI.
Tomey, AM., dan Alligood, MR., (2006).
Nursing Theorists and Their Work,
th
(6 edition). Elsevier Mosby.
penyulit kronik dan pencegahannya, dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I.
Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 175-185). Jakarta : FKUI.
Yildirim, Y.K., dan Fadiloglu, T. (2006).
The effect of progressive muscle relaxation training on anxity levels and quality of life
in dialysis patients, April 20, 2010. EDNA/ERCA Journal.

Anda mungkin juga menyukai