Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Kasus (Masalah Utama)


Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

II. Proses Terjadinya Masalah


Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal
mencapai keinginan. (Budi Ana Keliat, 1999). Gangguan harga diri atau harga diri
rendah dapat terjadi secara :
1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja dll. Pada klien
yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privacy yang kurang
diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak
sopan (pemasangan kateter, pemeriksaan perianal, dll), harapan akan struktur,
bentuk dan ffungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/sakit/penyakit,
perlakuan petugas yang tidak menghargai.
2. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama..

III. Pohon Masalah


Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

Berduka disfungsional

IV. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan
a. Isolasi sosial : menarik diri
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
c. Berduka disfungsional
2. Data yang perlu dikaji
a. Data Subyektif

1
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
b. Data Obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

V. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan berduka
disfungsional.

VI. Rencana Tindakan Keperawatan


a. Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri
rendah/klien akan meningkat harga dirinya.
b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi,
ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik
pembicaraan)
Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan bertanggung
jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
Tindakan :
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan
memberi pujian yang realistis
Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
3.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

2
3.2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
ke rumah
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan
kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

DAFTAR PUSTAKA
Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice. Philadelphia :
Lipincott-Raven Publisher. 1998
Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999
Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998
Tim Direktorat Keswa. Standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Bandung :
RSJP Bandung. 2000

3
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Kasus (Masalah Utama)


Isolasi sosial : menarik diri

II. Proses Terjadinya Masalah


A. Pengertian
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Budi Ana Keliat, 1999).
Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain (Rawlins, 1993). Dari pengertian diatas maka dapat dimbil kesimpulan
bahwa menarik diri merupakan perilaku seseorang yang tidak mau berhubungan
atau berinteraksi dengan orang lain.
B. Tanda Gejala
Tanda dan gejala pada klien dengan menarik diri adalah apatis, ekspresi
sedih, afek tumpul, menyendiri, banyak diam diri di kamar, menunduk, menolak
hubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi tidur seperti janin
(menekur).
C. Penyebab
Pada klien harga diri rendah dapat menyebabkan klien menajadi menarik
diri. Tanda dan gejala klien yang mengalami harga diri rendah yaitu perasaan
malu terhadap diri sendiri, merasa bersalah terhadap diri sendiri, merendahkan
martabat, kurang percaya diri. Sedangkan
D. Akibat
Klien yang menarik diri sering didapatkan duduk terpaku dengan
pandangan mata pada satu arah tertentu dapat mengalami halusinasi yang
ditandai dengan tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau
menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti menikmati sesuatu.
Juga keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang
dilihat, didengar atau dirasakan)

4
III. Pohon Masalah
Risiko perubahan persepsi sensori : halusinasi….

Isolasi sosial : menarik diri Core Problem

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

IV. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


a. Risiko perubahan persepsi sensori : halusinasi…..
Data yang perlu dikaji:
1) Data Subjektif
a) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata
b) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
c) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
d) Klien merasa makan sesuatu
e) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
f) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
g) Klien ingin memukul/melempar barang-barang
2) Data Objektif
a) Klien berbicara dan tertawa sendiri
b) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c) Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d) Disorientasi
b. Isolasi sosial : menarik diri
Data yang perlu dikaji:
1) Data obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri di kamar,
banyak diam
2) Data subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab
dengan singkat ya atau tidak.
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

5
Data yang perlu dikaji:
1) Data Subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.
2) Data Obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

V. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko perubahan persepsi sensori : halusinasi… berhubungan dengan
menarik diri
2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

VI. Rencana Tindakan Keperwatan


a. Tujuan umum : tidak terjadi perubahan persepsi sensori :
halusinasi…
b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, memperkenalkan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kesepakatan / janji dengan jelas tentang topik, tempat, waktu
1.1. Beri perhatian dan penghargaan : temani klien walau tidak
menjawab
1.2. Dengarkan dengan empati : beri kesempatan bicara, jangan terburu-
buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
2. Klien dapat menyebut penyebab menarik diri
Tindakan :
1.2 Bicarakan penyebab tidak mau bergaul dengan orang lain
1.3 Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan hubungan dengan orang lain
Tindakan :

6
3.1. Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain
3.2. Bantu mengidentifikasikan kemampuan yang dimiliki untuk bergaul
4. Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap : klien-perawat,
klien-perawat-klien lain, perawat-klien-kelompok, klien-keluarga
Tindakan :
4.1. Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien jika mungkin
perawat sama
4.2. Motivasi/temani klien untuk berkenalan dengan orang lain
4.3. Tingkatkan interaksi secara bertahap
4.4. Libatkan dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi
4.5. Bantu melaksanakan aktivitas setiap hari dengan interaksi
4.6. Fasilitasi hubungan klien dengan keluarga secara terapeutik
5. Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang
lain
Tindakan :
5.1. Diskusi dengan klien setiap selesai interaksi/kegiatan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
6. Klien mendapat dukungan keluarga
Tindakan :
6.1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga
6.2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart GW, Sundeen SJ. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi
3. Jakarta : EGC. 1998
2. Keliat BA. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1.
Jakarta : EGC. 1999
3. Aziz R, dkk. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang
: RSJD Dr. Amino Gondoutomo. 2003
4. Tim Direktorat Keswa. Standar Asuhan Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Bandung : RSJP Bandung. 2000

7
5. Boyd MA, Nihart MA. Psychiatric Nursing : Contemporary
Practice. Philadelphia : Lippincott-Raven Publisher. 1998

8
LAPORAN PENDAHULUAN

II. Kasus (Masalah Utama)


Perilaku kekerasan/amuk

III. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan
kesal atau marah yang tidak konstruktif (Towsend,1998). Perilaku kekerasan
dapat juga diartikan sebagai perilaku destruktif yang disebabkan perasaan jegkel
yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak
terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 1995). Dari
pengertian diatas dapat dimbil kesimpulan bahwa perilaku kekerasan merupakan
perilaku destruktif dan tidak terkontrol yang dapat membahayakan diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan sebagai akibat perasaan jengkel atau marah terhadap
kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi.
2. Tanda dan gejala
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungan, seperti menyerang orang
lain, memecahkan perabot, membakar rumah dan lain-lain.
3. Penyebab
Seseorang yang mengalami harga diri rendah memiliki perasaan negatif
terhadap diri sendiri, merasa dirinya tidak berharga, tidak percaya diri dalam
berhubungan dengan orang lain, klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila
disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri
hidup.
4. Akibat
Perilaku kekerasan atau amuk merupakan perilaku destruktif dan tidak
terkontrol sehingga dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan.

9
IV. Pohon Masalah

Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan/amuk Core Problem

Gangguan konsep diri: Harga Diri Rendah

V. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data yang perlu dikaji:
1) Data Subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh,
ingin membakar atau menacak-acak lingkungannya.
2) Data Objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindak
kekerasan pada orang disekitarnya.
2. Perilaku kekerasan/amuk
Data yang perlu dikaji:
1) Data Subjektif
a. Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
b. Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah
c. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya
2) Data Objektif
a. Mata merah, wajah agak merah
b. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai
c. Ekspresi marah saat membicarakan orang,
pandangan tajam
d. Merusak dan melempar barang-barang
3. Gangguan konsep diri: Harga Diri Rendah
Data yang perlu dikaji:
1) Data Subyektif

10
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
2) Data Obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

VI. Diagnosa Keperawatan


1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan perilaku kekerasan/amuk
2. Perilaku kekerasan/amuk berhubungan dengan gangguan konsep
diri: harga diri rendah

VII. Rencana Tindakan Keperwatan


a. Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan
b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.4 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, perkenalan
dan jelaskan tujuan interaksi
Beri perhatian dan penghargaan : temani klien walau tidak menjawab
Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang
2. Klien dapat mengidentifikasikan penyebab perilaku kekerasan
Tindakan :
Beri kesempatan mengungkapkan perasaan
Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal
Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan
tenang
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
Tindakan :
Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel
atau kesal
Observasi tanda perilaku kekerasan
Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami klien

11
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
Tindakan :
Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
Tanyakan apakah dengan tindakan seperti itu dapat menyelesaikan masalah
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
Tindakan :
Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan
Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan
Tanyakan apakah klien ingin mempelajari cara baru yang sehat
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon
terhadap kemarahan
Tindakan :
Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat
Diskusikan cara lain yang sehat. Secara fisik : tarik napas dalam jika sedang
kesal, berolahraga, memukul bantal/kasur
Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/tersinggung
Secara spiritual : berdoa, ibadah, memohon kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan
Tindakan :
Bantu memilih cara yang paling tepat
Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih
Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih
Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi
Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel/marah
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga
Tindakan :
Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan
keluarga
Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program)
Tindakan :

12
Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek
samping)
Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat,
dosis, cara dan waktu)
Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan

DAFTAR PUSTAKA

1. Stuart GW, Sundeen SJ. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998
2. Aziz R, dkk. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
3. Tim Direktorat Keswa. Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1.
Bandung : RSJP Bandung. 2000
4. Roesdiharjo. Profil kesehatan Indonesia. Disampaikan pada symposium nasional
pencegahan terjadinya korban kejahatan. Jakarta

13
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Kasus (Masalah Utama)


Perubahan sensori perseptual : halusinasi

II. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan
dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn,
1998).
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus
yang nyata, artinya klien mengiterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus
atau rangsangan dari luar (eksternal).
Dari pengertian diatas dapat dimbil kesimpulan bahwa halusinasi adalah
gangguan persepsi pada klien terhadap lingkungannya tanpa adanya rangsangan
atau stimulus yang nyata.
2. Tanda dan gejala
Tanda gejala dari klien halusinasi yaitu bicara, senyum, dan tertawa sendiri,
menarik diri dan menghindar dari orang lain, tidak dapat membedakan nyata atau
tidak nyata, tidak dapat memusatkan perhatian, curiga, bermusuhan, merusak
(diri sendiri, orang lain, lingkungan), ekspresi muka tegang, dan mudah
tersinggung.
3. Penyebab
Klien yang mengalami halusinasi dapat disebabkan karena klien menarik
diri yang ditandai dengan apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri,
banyak diam diri di kamar, menunduk, menolak hubungan dengan orang lain,
perawatan diri kurang, posisi tidur seperti janin (menekur).
4. Akibat
Pada klien jiwa yang mengalami halusinasi baik dengar, visual maupun
yang lainnya, klien merasa diperintah oleh suara-suara atau bayangan yang
mengejeknya. Suara atau bayangan tersebut dapat berupa perintah untuk
melakukan perilaku kekerasan sehingga dapat beresiko mencederai diri, orang

14
lain dan lingkungan yang ditandai dengan tindakan amuk atau kekerasan yang
dilakukan klien.

III. Pohon Masalah


Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perubahan sensori perseptual: halusinasi


Core Problem Core Problem

Isolasi sosial : menarik diri

IV. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data yang perlu dikaji:
1) Data Subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh,
ingin membakar atau menacak-acak lingkungannya.
2) Data Objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindak
kekerasan pada orang disekitarnya.
2. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
Data yang perlu dikaji:
1) Data Subjektif
a) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata
b) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
c) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
d) Klien merasa makan sesuatu
e) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
f) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
g) Klien ingin memukul/melempar barang-barang
2) Data Objektif
a) Klien berbicara dan tertawa sendiri
b) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu

15
d) Disorientasi
3. Isolasi sosial : menarik diri
Data yang perlu dikaji:
1) Data obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri di kamar,
banyak diam
2) Data subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab
dengan singkat ya atau tidak.

V. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan perubahan sensori perseptual : halusinasi
2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi berhubungan dengan
menarik diri.

VI. Rencana Tindakan Keperwatan


a. Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan
b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
Salam terapeutik – perkenalan diri – jelaskan tujuan – ciptakan
lingkungan yang tenag – buat kontrak yang jelas (waktu, tempat, topik)
Beri kesempatan mengungkapkan perasaan
Empati
Ajak membicarakan hal-hal yang ada di lingkungan
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
Kontak sering dan singkat
Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi (verbal dan non
verbal)
Bantu mengenal halusinasinya dengan menanyakan apakah ada suara
yang didengar dan apa yang dikatakan oleh suara itu. Katakan bahwa

16
perawat percaya klien mendengar suara itu, tetapi perawat tidak
mendengarnya. Katakan bahwa perawat akan membantu
Diskusi tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, waktu, frekuensi
terjadinya halusinasi serta apa yang dirasakan saat terjadi halusinasi
Dorong untuk mengungkapkan perasaan saat terjadi halusinasi
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :
Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika terjadi halusinasi
Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien dan cara baru untuk
mengontrol halusinasinya
Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi : bicara dengan
orang lain bila muncul halusinasi, melakukan kegiatan, mengatakan
pada suara tersebut “saya tidak mau dengar”
Tanyakan hasil upaya yang telah dipilih/dilakukan
Beri kesempatan melakukan cara yang telah dipilih dan beri pujian jika
berhasil
Libatkan klien dalam TAK : stimulasi persepsi
4. Klien dapat dukungan dari keluarga
Tindakan :
Beri pendidikan kesehatan pada pertemuan keluarga tentang gejala,
cara, memutus halusinasi, cara merawat, informasi waktu follow up atau
kapan perlu mendapat bantuan
Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Diskusikan tentang dosis, nama, frekuensi, efek dan efek samping
minum obat
Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, obat,
dosis, cara, waktu)
Anjurkan membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan
Beri reinforcement positif klien minum obat yang benar.

17
DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
1999
3. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
4. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,
RSJP Bandung, 2000

18
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Kasus (Masalah Utama)


Gangguan isi pikir: Waham

II. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Waham adalah keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau
dibuktikan dengan realitas (Hober, 1982). Menurut Stuart & Sundeen (1998)
waham merupakan keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas
yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya klien. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa waham
adalah suatu keyakinan yang dianut oleh seseorang dan tidak konsisten serta
tidak sesuai dengan realitas.
2. Tanda dan Gejala
Tanda gejala klien yang mengalami waham yaitu ketidakmampuan klien
mempercayai orang lain, perasaan takut sampai panic, kewaspadaan yang
berlebihan, dan ketidaktepatan menilai lingkungan.
3. Penyebab
Seseorang yang mengalami gangguan harga diri yaitu harga diri rendah
memiliki perasaan malu terhadap diri sendiri, merasa bersalah terhadap diri
sendiri, merendahkan martabat, kurang percaya diri. sehingga menyebabkan
waham.
4. Akibat
Pada klien waham, klien tidak lagi percaya pada orang lain, takut sampai
panik serta waspada yang berlebihan, dan ketidaktepatan menilai lingkungan
sehingga dapat berakibat klien tersebut mengalami kerusakan komunikasi verbal.
Klien yang mengalami kerusakan komunikasi verbal ditandai dengn pikiran yang
tidak realistis, flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang
didengar dan kontak mata yang kurang.

19
III. Pohon Masalah
Kerusakan komunikasi verbal

Perubahan isi pikir: waham Core Problem

Gangguan harga diri: harga diri rendah

IV. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji


1. Kerusakan komunikasi verbal
Data yang perlu dikaji:
a. Data subyektif
Klien mengungkapkan sesuatu yang tidak realistik
b. Data obyektif
Flight of ideas, kehilangn asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar, dan
kontak mata kurang.
2. Perubahan isi pikir: waham
Data yang perlu dikaji:
a. Data subyektif
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakini (agama, kebesaran, kecurigaan,
keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan.
b. Data obyektif
Klien tampak tidak memperhatikan orang lain, curiga bermusuhan, merusak
(diri, orang lain, lingkungan) takut, kadang panic, waspada, tidak tepat
menilai lingkungan atau realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah
tersinggung.
3. Harga diri: harga diri rendah
Data yang perlu dikaji:
a. Data subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
b. Data obyektif

20
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
V. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan Perubahan isi pikir: waham
2. Perubahan isi pikir: waham berhubungan dengan harga diri: harga diri rendah

VI. Rencana Tindakan


a. Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan isi pikir: waham
b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
1.2 Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
1.3 Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
1.4 Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
2.1 Beri pujianpada penampilan dan kemampuan klien yang realistis
2.2 Diskusikan dengan klien kempuan yang dimiliki (hati-hati terlibat
diskusi tentang waham)
2.3 Tanyakan apa yang biasa dilakukan
2.4 jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan
waham tidak ada.
3. Klien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tindakan :
3.1 Observasi kebutuhan klien sehari-hari
3.2 Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi
3.3 Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dengan waham
3.4 Tingkatkan aktivitas yang dpat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu serta tenaga.

21
3.5 Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan
wahamnya.
4. Klien dapat berhubungan realitas
Tindakan :
4.1. berbicara dengan klien dalam konteks realitas
4.2. sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok: orientasi realitas
4.3. berikan pujian pada setiap kegiatan positif yang dilakukan klien
5. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
5.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
5.2 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
5.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
5.4 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
6. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program)
Tindakan :
6.1 Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan
efek samping)
6.2 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat,
dosis, cara dan waktu)
6.3 Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan

DAFTAR PUSTAKA

Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice. Philadelphia :
Lipincott-Raven Publisher. 1998
Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999
Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998
Tim Direktorat Keswa. Standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Bandung :
RSJP Bandung. 2000

22
23

Anda mungkin juga menyukai