844 2338 1 SM
844 2338 1 SM
844 2338 1 SM
Juanda
Universitas Samawa, Sumbawa
ABSTRAK
688
Tuturan, Vol. 4, No. 1, Januari 2014: 688 – 703 ISSN 2089-2616
c) prasasti Kota Kapur (688), di Bangko, gangguan (Shohamy, 2006: 1). Dalam
Merangi, Jambi. kolonial, bahasa Melayu ditempatkan
Bahasa Melayu sudah berfungsi pada posisi marjinal/subordinat,
sebagai bahasa buku-buku yang berisi sedangkan bahasa kolonial (bahasa
aturan-aturan hidup dan sastra; bahasa Belanda) adalah superordinat. Selain
perhubungan; bahasa perdagangan dan sebagai alat komunikasi, bahasa juga
bahasa resmi kerajaan. Bahasa Melayu digunakan untuk mengendalikan orang
menyebar ke pelosok nusantara bersamaan lain, termasuk perilaku dan nilai-nilai
dengan menyebarnya agama Islam di yang diyakininya.
wilayah nusantara. Bahasa Melayu mudah Pengangkatan bahasa Melayu
diterima oleh masyarakat nusantara menjadi bahasa Indonesia bertujuan untuk
sebagai bahasa perhubungan antarpulau, memfasilitasi dan memediasi serta
antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, menghubungkan kebudayaan-kebudayaan
dan antarkerajaan (Samuel, 2008: 111). yang ada di nusantara (Badudu, 1985: 3).
Masa kolonial, bahasa Melayu Tambahan pula, bahasa menggambarkan
adalah ragam bahasa yang kurang diakui kondisi sosial-budaya Indonesia (Hasan,
penggunaannya. Belanda sangat paham 2005: 48). Bahasa nasional adalah bahasa
bahwa bahasa Melayu bisa Indonesia yang lahir sebagai sistesis dari
mempersatukan dan memperkokoh tesis dan antitesis bahasa-bahasa nusantara
nusantara. Pembatasan dan pelarangan ini yang telah digunakan sebagai lingua
sebetulnya sangat beralasan, yaitu franca. Semua bahasa nusantara tidak
dikhawatirkan bisa menguatkan semangat mungkin dihapuskan, apalagi tidak diakui
kemerdekaan. Kebijakan bahasa eksistensinya. Bahasa nusantara atau
pemerintah kolonial tetap membolehkan bahasa-bahasa daerah juga berperan
penggunaan bahasa Melayu, meskipun penting dalam proses pengangkatan dan
diharuskan menggunakan Ejaan van pembentukan bahasa Indonesia.
Ophuysen, yaitu ejaan yang ditulis oleh Dalam pasal 32 menyebutkan,
Belanda. Pascakolonial, bahasa Melayu “Negara menghormati dan memelihara
bermetamorfosa menjadi bahasa Indonesia bahasa daerah sebagai kekayaan budaya
yang bersumber dari bahasa daerah dan nasional” (UUD, 1945).Kemudian junto
bahasa asing. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989
Ragam bahasa dapat pula digunakan (UU, 1989) pasal 42 tentang Sistem
oleh pembuat kebijakan sebagai alat Pendidikan Nasional, yang menyebutkan
simbolik untuk manipulasi politik, sosial, bahwa “Bahasa daerah dapat digunakan
ekonomi, dan pendidikan (Fairclough, sebagai bahasa pengantar dalamtahap
2001: 204). Bahasa juga digunakan untuk awal pendidikan dan sejauh diperlukan
mengatagorikan orang, menciptakan dalampenyampaian pengetahuan dan/atau
kelompok, mengidentifikasikan diri, keterampilan tertentu.”
bahkan variasi lain dianggap sebagai
Politik bahasa sesungguhnya sangat bahwa bangsa ini sedang terjebak oleh
diperlukan, terutama dalam upaya penjara hukum dan politik. Seolah-olah
pembinaan dan pengembangan bahasa persoalan kebahasaan adalah masalah
Indonesia. Tanpa politik bahasa akan yang kurang diprioritaskan.
sangat sulit untuk mengembangkan, Pembicaraan kebahasaan dianggap
apalagi mewacanakan bahasa Indonesia sebagai sesuatu yang tidak produktif dan
menjadi bahasa internasional. Sebetulnya, tidak menghasilkan serta tidak
niatan tersebut harus ditanggapi secara mendapatkan apa-apa, kecuali menjadi
positif, namun juga harus didukung oleh lebih bingung. Padahal, bahasa adalah
kebijakan pemerintah yang memihak cara yang paling ampuh mempersatukan
kepada bahasa Indonesia. Graddol bangsa ini. Bahasa juga mampu
(Maurais & Morris, (Eds.) 2003: 16-17) menyelesaikan segala konflik yang
memperkirakan bahasa Melayu/Indonesia cenderung separatis. Barangkali bangsa
akan menjadi bahasa regional tahun 2050. ini telah melupakan sejarah, bagaimana
Pemerintah sebagai pembuat peran bahasa Indonesia mempersatukan
kebijakan tentunya harus memikirkan bangsa. Sekarang terlalu menjunjung
persoalan kebahasaan. Pemerintah tidak tinggi hukum positif untuk menyelesaikan
hanya mengurus sosial (kesejahteraa dan persoalan bangsa. Mengapa bahasa tidak
ketenagakerjaan), ketatanegaraan, digunakan sebagai media persatuan
perpolitakan dan hukum, akan tetapi juga bangsa?
melihat lebih dekat persoalan kebahasaan. Seminar politik bahasa nasional
Selama ini, masalah kebahasaan kurang yang diselenggarakan tahun 1975 di
diminati daripada masalah hukum, politik, Jakarta telah memberikan gambaran
ataupun perfilman. Padahal komprehensif dan lengkap mengenai
kekurangbanggaan terhadap bahasa butir-butir pokok yang harus diperhatikan
Indonesia bisa berdampak langsung dalam menangani masalah kebahasaan di
terhadap disintegrasibangsa. Indonesia. Hasil seminar itu meliputi tiga
Intensitas pembinaan dan aspek, yaitu bahasa, pemakai bahasa, dan
pengembagan bahasa Indonesia yang pemakaian bahasa. (Alwi dan Sugono,
dilakukan oleh media hampir tidak ada. (Eds.) 2011: 6-7).
Pemberitaan tentang kebahasaan telah Lewat politik kebijakan, bahasa
mati, termasuk pemberitaan di televisi dapat ditingkatkan fungsi dan
nasional. Ini sungguh menyedihkan kedudukannya sehingga sangat tidak
mengingat peranan media dalam upaya masuk akal suatu bahasa mampu
pembinaan dan pengembangan bahasa berkembang dan mengekspansikan diri
sangat dibutuhkan. Setiap hari tanpa didukung oleh kebijakan (perundang
pemberitaan tentang hukum dan politik, - undangan, peraturan pemerintah,
sedangkan acara/berita kebahasaan keputusan presiden, peraturan menteri,
sungguh nihil. Hal ini mengindikasikan keputusan menteri, dan sebagainya).
Konstitusi RIS (14 Desember 1949) dan di- pada ditulis dan dikarang (Rahim,
Undang-Undang Dasar Sementara 2009).
(Slametmuljana, 1959), bahasa Indonesia Balai Bahasa bertugas melakukan
tidak lagi menjadi bahasa negara seperti penelitian-penelitian terapan, terutama
tercantum dalam UUD 1945. Konstitusi mengenai bahasa Indonesia (juga bahasa-
RIS dan UUDS merupakan kebijakan bahasa daerah), baik tertulis maupun lisan
kompomistis (kompensasi) bangsa dan bahasa-bahasa yang punah. Tahun
Belanda. Dengan kata lain, ini merupakan 1952, Balai Bahasa digantikan perannya
syarat yang harus dipenuhi pemerintah oleh Lembaga Bahasa dan Budaya,
jika menginginkan Belanda meninggalkan kemudian lembaga ini diubah lagi menjadi
nusantara. Lembaga Bahasa dan Kesusastraan. LBB
Masa pemerintahan Soekarno mempunyai tujuh bagian, yaitu: a)
(1945-1966), jumlah penutur bahasa penyelidikan bahasa dan penyusunan tata
Indonesia meningkat. Ahli-ahli bahasa bahasa; b) leksikografi; c) penyelidikan
Orde Lama juga menghasilkan ratusan antropologi; d) komisi istilah; e)
ribu istilah dan kosakata baru, walaupun penyelidikan kesusastraan; f)
banyak sarjana menilai istilah dan perpustakaan; dan g) terjemahan. Berbeda
kosakata tersebut bermutu rendah. dengan LBB, LBK terdiri dari delapan
Lembaga-lembaga bahasa yang bagian, yakni: a) tata bahasa; b)
dibentuk,yaitu: a) Panitia Pekerdja Bahasa peristilahan; c) kesusastraan Indonesia
Indonesia (1947); b) Balai Bahasa; c) modern; d) kesusastraan Indonesia lama;
Lembaga Bahasa dan Budaja; d) Lembaga e) bahasa daerah; f) perkamusan; g)
Bahasa dan Kesusastraan. PPBI dokumentasi; h) terjemahan.
menghasilkan Ejaan Soewandi, yang Orde Baru memiliki sumbangsih
menggantikan ejaan sebelumnya. Tangal positif bagi perkembangan bahasa
19 Maret 1947 Ejaan Soewandi Indonesia. Misalnya pemerintah
diresmikan untuk menggantikan ejaan van membentuk Pusat Pembinaan dan
Ophuijsen. Ejaan baru itu oleh masyarakat Pengembangan Bahasa (P3B). Lembaga
disebut Ejaan Republik. Adapun ciri-ciri ini didirikan berdasarkan Kepmendikbud
penyempurnaan ini yaitu: a) huruf /oe/ No.079/0, 1975. Lembaga ini berada di
diganti dengan /u/, seperti guru, itu, umur; Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
b) bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis P3B bertugas melaksanakan penelitian,
dengan /k/, seperti pada kata-kata tak, pak, pembinaan, dan pengembangan bahasa
maklum, rakjat; c) kata ulang boleh ditulis dan kesusastraan. P3B juga ditugasi untuk
dengan angka -2, seperti anak2, berjalan2, merumuskan kebijakan di tingkat menteri
bermain2; awalan di-dan kata depan di dan kebijakan teknis mengenai penelitian
kedua-duanya ditulis serangkai dengan dan pengembangan bahasa.
kata yang mengikutinya, seperti kata Era Orde Baru berhasil merumuskan
depan di pada dirumah, dikebun, imbuhan ejaan baru, yang mengantikan dan
DAFTAR PUSTAKA
Adelaar, K. Alexander. (1994). Bahasa Pengembangan Bahasa dan
Melayik Purba: Rekonstruksi Universitas Leiden.
Fonologi dan sebagaian dari Alwasilah, A. C. (1997). Politik Bahasa
Leksikon dan Morfologi. Jakarta: dan Pendidikan. Bandung: PT
Pusat Pembinaan dan Remaja Rosdakarya.
Shohamy, Elana. (2006). Language Thomas, Linda & Waering, Shan. (2007).
Policy: Hidden Agendas and New Bahasa, Masyarakat dan
Approaches. London: Routledge Kekuasaan. (Terjemahan Sunoto,
Taylor and Friends Group. dkk.). Yogyakarta: Pustaka
Slametmuldjana. (1959). Politik Bahasa Pelajar.
Nasional. Jakarta: Djambatan. Tollefson, J. W. (Ed.). (2002). Language
Sugiyono. (2013) Pelindungan Bahasa Policies in Education: Critical
Daerah dalam Kerangka Kebijakan Issues. London: Lawrence
Nasional Kebahasaan. Erlbaum Associates Publishers.
http://badanbahasa.kemdikbud.go.i Young, Lynn.,& Fitzgerald, Brigid.
d/lamanbahasa. Diakses 4 (2006). The Power of Language:
Nopember 2014. How Discourse Influences Society.
London: Equinox Publishing.