Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Tanaman karet termasuk famili Euphorbiaceae atau tanaman getah-getahan.

Dinamakan demikian karena golongan famili ini mempunyai jaringan tanaman yang

banyak mengandung getah (lateks) dan getah tersebut mengalir keluar apabila

jaringan tanaman terlukai. Mengingat manfaat dan kegunaannya, tanaman ini

digolongksn ke dalam tanaman industry. Tanaman karet berasal dari lembah

Amazone. Karet liar atau semi liar masih ditemukan di bagian utara benua Amerika

Selatan, mulai dari Brazil hingga Venezuela dan dari Kolombia hingga Peru dan

Bolivia (Syamsulbahri, 1996).

Karet alam merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting untuk

Indonesia dan lingkup internasional. Di Indonesia, karet merupakan salah satu hasil

pertanian yang banyak menunjang perekonomian Negara. Hasil devisa yang

diperoleh dari karet cukup besar. Bahkan, Indonesia pernah menguasai produksi karet

dunia dengan mengungguli hasil dari negara-negara lain dan negara asal tanaman

karet sendiri yaitu di daratan Amerika Selatan (Anonim, 2008).

Tanaman karet bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman karet diduga sebagai

tanaman asli dari Brasil, Amerika Selatan. Diperkirakan bangsa kulit putih yang

1
pertama kali mengenal dan memanfaatkan tanaman karet, yaitu pada abad ke – 15 tak

lama sesudah benua Amerika ditemukan Oleh Colombus (Bambang, 2010)

Karet merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Latin, khususnya Brasil.

Karenanya, nama ilmiahnya Hevea brasiliensis. Sebelum dipopulerkan sebagai

tanaman budidaya yang dikebunkan secara besar-besaran, penduduk asli Amerika

Selatan, Afrika, dan Asia sebenarnya telah memanfaatkan beberapa jenis tanaman

penghasilan getah (Setiawan dan Andoko, 2005).

Tanaman karet termasuk famili Euphorbiare atau tanaman getah-getahan.

Dinamakan demikian karena golongan famili ini mempunyai jaringan tanaman yang

banyak mengandung getah (latek) dan getah tersebut mengalir keluar apabila jaringan

tanaman terlukai. Mengingat manfaat dan kegunaannya, tanaman ini digolongkan ke

dalam tanaman industri (Syamsulbahri, 1996).

Seiring dengan makin majunya peradaban manusia, dampak dari penemuan-

penemuan tersebut adalah banyaknya jenis barang atau alat-alat yang dapat dibuat

dari bahan karet cair (lateks) sehingga permintaan karet pun terus meningkat sejalan

dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia, meningkatnya industri mobil, dan

meningkatnya industri peralatan yang berbahan baku karet (Bambang, 2010)

Sistem perkebunan karet muncul pada abad ke-19. Akan tetapi sistem

perkebunan di Asia Tenggara tidak terjadi sebelum akhir abad ke-19, ketika

2
permintaan menuntut perluasan sumber penawaran. Sistem diperkenalkan oleh

beberapa ahli tumbuh-tumbuhan di inggris (Anonim, 2008).

Karena lebih dari 80% dikelola oleh rakyat, perkebunan juga merupakan

sumber mata pencaharian dan pendapatan sebagian besar penduduk Indonesia.

Sebagai sumber pertumbuhan bahan baku industri, lapangan kerja, pendapatan,

devisa, maupun pelestarian alam, perkebunan masih akan tetap memegang peranan

penting (BPPP, 1997).

Di perkebunan karet pada umumnya selama masa tanaman belum

menghasilkan, gawangan ditanami dengan tanaman penutup tanah leguminosa yang

merambat atau legume cover crop (LCC). Dalam budidaya tanaman karet,

pengelolaan LCC selama periode belum menghasilkan sudah merupakan standard

baku teknis. Walaupun sudah terbukti berdampak positif, penanaman LCC pada

perkebunan rakyat kurang berkembang. Hal ini disebabkan karena pekebun tidak

dapat merasakan keuntungannya secara langsung dari tanaman penutup tanah

(Anonim, 2010).

Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun

lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skarifikasi

mekanik. Pre treatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji,

sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embrio. Skarifikasi

merupakan salah satu upaya ore trearment atau perawatan awal pada benih yang

3
dutunjukan untuk mematahkan dormansi serta mempercepat perkembangan biji yang

sergam (Anonim, 2009).

Ada 4 fungsi media tanam yang harus mendukung pertumbuhan tanaman

yang baik, yaitu sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang tersedia

bagi tanaman dapat melatukan pertukaran udara antar akar dari atmosfer di atas

media dan berakhir harus dapat menyokong tanaman asal tidak kokoh (Nelson, 1991).

Pada awalnya seluruh karet dikumpulkan dari tanaman liar, awalnya karet dari

Brazil tetapi ada juga dari daerah lain dalam jumlah perbandingan yang kecil. Karena

permintaan yang bertambah dan lebih cepat dibandingkan dengan persediaan yang

ada dan harga yang melambung tinggi. Ini memungkinkan terjadinya pelanggaran

terhadap pengelupasan benih dilanggar dan pohon karet pula diperkenalkan kepada

kerajaan-kerajaan kolonial di bagian dunia lain (Schery, 1991).

Pemupukan bertujuan untuk mengganti unsur hara yang hilang dan

menambah unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk meningkatkan produksi dan

mutu tanaman (Sarif, 1996).

Ketersediaan fosfor (P) dalam jumlah yang cukup akan meningkatkan

perkembangan perakaran. Jumlah asam nukleat, phytin dan fosfolipida yang cukup

pada awal pertumbuhan tanaman adalah penting pada fase piramida tanaman yang

selanjutnya untuk bagian produktif lainnya (Nyakpa, dkk, 1998).

4
Jumlah zat kimia yang mengatur pertumbuhan sangat banyak, begitu juga

dengan produk-produk berupa pupuk cair untuk diperlukan suatu pengujian dan

pemilihan bahan ke bayfolan untuk diteliti sejauh mana pengaruhnya terhadap

pertumbuhan vegetatif tanaman Karet.

Pupuk daun bayfolan merupakan pupuk daun lengkap berbentuk cair,

produksi Bayer, kandungan kadarnya N 11 %, P2O5 10 %, K2O 6 % dan mengandung

unsur-unsur mikro lainnya yaitu Fe, Mn, Cu, Zn, Co, No, Gelatin dan zat penyangga,

warna cairannya hijau kehitam-hitaman (Sutejo, 2008)

Tanah yang diisi kedalam kantong adalah tanah bagian atas (topsoil) 30 cm.

Tanah galian parit-parit batas tertentu. Penyusunan kantong plastik ( 15 cm) dapat

juga diambil sebagai bahan pengisi. Tanah tersebut dihancurkan sehingga tidak

terdapat bongkah. Kemudian hancuran tanah diayak untuk membuang akar-akar,

kayu, batu, dan lain-lain (Sianturi, 2001).

Berdasarkan hal diatas maka saya melakukan penelitian “Pengaruh Pemberian

Pupuk SP36 dan Pupuk Daun Bayfolan Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Bibit

Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Varietas Klon GT1 Dalam Polibag”.

5
1.2. Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah penelitian yaitu sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh perlakuan pemberian pupuk SP36 pada semua

parameter yang diamati yaitu, tinggi tanaman, diameter batang, jumlah

daun, luas daun, dan berat basah tanaman?

2. Apakah ada pengaruh perlakuan pemberian pupuk Daun Bayfolan pada

semua parameter yang diamati yaitu, tinggi tanaman, diameter batang,

jumlah daun, luas daun, dan berat basah tanaman?

3. Apakah ada interaksi perlakuan pemberian pupuk SP36 dan pupuk Daun

Bayfolan pada semua parameter yang diamati yaitu, tinggi tanaman,

diameter batang, jumlah daun, luas daun, dan berat basah tanaman?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pupuk SP36 terhadap

pertumbuhan vegetatif bibit tanaman Karet.

2. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pemberian pupuk Daun

Bayfolan terhadap pertumbuhan vegetatif bibit tanaman Karet.

6
3. Untuk mengetahui ada atau tidaknya suatu interaksi antara pemberian

pupuk SP36 dan pupuk Daun Bayfolan terhadap pertumbuhan vegetatif

bibit tanaman Karet.

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini seperti sebagai berikut:

1. Sebagai bahan penelitian ilmiah dalam penyusunan skripsi untuk

memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian

(STIPER) Labuhanbatu, Yayasan Universitas Labuhanbatu.

2. Sebagai bahan informasi tambahan pada semua pihak yang

membutuhkannya, terutama bagi saya sendiri dan yang bergerak di bidang

budidaya Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg).

1.5. Kerangka pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan pondasi utama untuk sepenuhnya

proyek penelitian itu ditujukan hal ini merupakan jaringan hubungan antar

variabel yang secara logis diterangkan, dikembangkan, dan dielaborasi dari

perumusan masalah yang telah diidentifikasi melalui proses secara penelitian

langsung.

7
Kerangka pemikiran ini mengemukakan tentang variabel yang di teliti

yaitu Pupuk SP36 dan Pupuk Daun Bayfolan.merupakan variabel bebas, serta

pertumbuhan vegetatif bibit tanaman karet merupakan variabel terikat, secara

sederhana kerangka pemikiran didalam penelitian ini dapat dilihat dalam

gambar berikut:

8
Gambar 1.1. Skema Kerangka Pemikiran

Pupuk SP36

Pertumbuhan Vegetatif
Tanaman Karet

Pupuk Daun Bayfolan


Pelaksanaan Penelitian

Paremeter yang diamati yaitu : - Tinggi Tanaman


Diameter Batang
Jumlah Daun
Luas Daun
Berat Basah Tanaman

Metode Penelitian
Rancangan Acak Lengkap

Metode Analisa
Sidik Ragam Linier

9
1.6. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

1. Ada pengaruh pemberian pupuk SP36 terhadap pertumbuhan vegetatif

bibit tanaman Karet.

2. Ada pengaruh pemberian pupuk Daun Bayfolan terhadap pertumbuhan

vegetatif bibit tanaman Karet.

3. Ada interaksi antara pupuk SP36 dan pupuk Daun Bayfolan terhadap

pertumbuhan vegetatif bibit tanaman Karet.

1.7. Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kampung baru, Kecamatan Bilah

Barat, Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi Sumatera Utara, dengan ketinggian ±

54 m dari permukaan laut selama 3 bulan yaitu pada bulan Januari sampai

dengan bulan Maret 2013.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Tanaman

Menurut (Setiawan dan Andoko, 2005), karet dapat diklasifikasikan sebagai


berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiareae

Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasililensis Muell. Arg

2.2. Morfologi Tanaman Karet

2.2.1. Akar

Tanaman karet berupa pohon, ketinggiannya dapat mencapai 30-40 meter.

Tanaman karet memiliki sistem perakaran tunggang dan perakaran serabut. Akar

tunggangnya dapat menghunjam tanah hingga kedalaman 1-2 meter. Akar tunggang

tanaman karet menembus ke dalam tanah menuju pusat bumi cukup dalam dan

11
kokoh. Oleh karena itu, tanaman karet sangat tahan kekeringan dan tanaman tidak

mudah roboh. Sedangkan akar serabutnya dapat menyebar sejauh 10 meter dan akar

serabutnya tumbuh menyebar secara horizontal yang cukup dalam.

(Syamsulbahri, 1996).

2.2.2. Batang

Tanaman karet berupa pohon yang tingginya bisa mencapai 25 meter dengan

diameter batang cukup besar. Umumnya batang karet tumbuh lurus ke atas dengan

percabangan dibagian atas. Kulit batang tanaman karet menempel kuat pada kayunya,

berwarna cokelat sampai cokelat tua, tergantung pada klonnya. Kulit bercorak

memanjang teratur, terputus-putus tidak teratur, seperti jala, tergantung pada klonnya

dan cukup tebal. Pertumbuhan batang lurus samapai jagur. Bentuk batang silindris,

pipih lurus, pipih spiral dengan ketegakan batang tegak, lurus, bengkok, dan

lengkung, tergantung pada klonnya. Dibatang inilah terkandung getah yang lebih

terkenal dengan nama lateks (Setiawan dan Andoko, 2005).

2.2.3. Daun

Daun berselang-seling, tangkai daun panjang, 3 anak daun yang licin berkilat.

Bentuk helaian daun elips, belah ketupat dan oval dengan pinggiran daun rata,

bergelombang, tergantung pada klonnya. Helaian daun berwarna hijau muda, hijau

12
tua dan hijau kekuningan, tergantung pada klonnya Helaian anak daun bertangkai

pendek dan berbentuk lonjong oblong tergantung pada klonnya (Sianturi, 2001).

2.2.4. Bunga

Tanaman karet adalah tanaman berumah dua (monoecious). Pada satu tangkai

bunga yang berbentuk bunga majemuk terdapat bunga betina dan bunga jantan.

Penyerbukan bunga dapat terjadi secara penyerbukan sendiri maupun penyerbukan

silang, penyerbukan silang dibantu oleh serangga (Setyamidjaja, 1999).

Bunga karet muncul (tumbuh) dari ranting-ranting yang bersemi selesai gugur

daun. Bunga tersusun (terangkai) dalam malai yang setiap malai atau tangkai bunga

tersusun banyak bunga. Bunga itu disebut bunga majemuk. Bunga karet terdiri atas

tangkai bunga, daun kelopak atau tebal berwarna hijau, daun mahkota berwarna putih

kekuningan, benang sari, kepala putik, dan bakal buah. Bunga karet berukuran kecil

dan berbentuk bintang (Bambang, 2010)

2.2.5. Buah

Buah karet yang masih muda berwarna hijau dan akan berubah menjadi

cokelat sampai hitam apabila sudah matang. Buah karet tidak berdaging dan tidak

berair. Buahnya berbentuk bulat segitiga seperti belimbing, dan berukuran sebesar

buah apel atau sebesar bola tenes. Di dalam buah terdapat tiga ruangan dan masing-

13
masing ruangan berisi 1 butir biji. Proses pemasakan buah berlangsung selama 5,5 – 6

bulan sejak pembungaan. Buah karet berbiji dan jumlah bijinya 3 butir. Secara

keseluruhan buah karet terdiri atas tangkai buah, kulit buah, cangkang buah, dan biji

(Bambang, 2010)

Buah karet dengan diameter 3-5 cm, terbentuk dari penyerbukan bunga karet

dan memiliki pembagian ruangan yang jelas, biasanya 3-6 ruang. Setiap ruangan

berbentuk setengah bola (Setiawan dan Andoko, 2005).

2.2.6. Biji

Biji karet berukuran sebesar telur burung puyuh bentuknya bulat agak

lonjong, berwarna cokelat kehitaman, dan bersifat keras. Bobot biji berkisar antara

3,30 g – 4 g. Biji karet tersusun atas cangkang, kulit ari berwarna putih, daging biji

berwarna putih susu, dan lembaga yang berwarna putih kekuningan. Biji karet

bersifat monoembrional, yaitu biji hanya mengandung satu embrio. Biji yang bersifat

monoembrional bila ditumbuhkan (disemaikan) hanya menghasilkan satu tanaman

(Bambang, 2010).

Biji karet mengandung minyak yang dapat dimanfaatkan untuk bahan sabun,

minyak cat, varnish, dan lain – lain. Sedangkan bungkil biji karet dari hasil

pengepresan banyak mengandung albumin yang baik untuk pupuk tanaman dan

14
makanan ternak. Didalam perbanyakan tanaman (pembibitan), biji digunakan untuk

bibit batang bawah tergantung klonnya (Anonim, 2010).

2.2. Syarat Tumbuh

2.2.1. Iklim

Tanaman karet dapat tumbuh baik dan berproduksi tinggi pada kondisi iklim

sebagai berikut, yaitu didataran rendah sampai dengan ketinggian 200 m diatas

permukaan laut, suhu optimal 28 (Anonim, 2010).

Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 15 dan 15.

Bila ditanam diluar zone tersebut, pertumbuhannya agak lambat, sehingga memulai

produksinya pun lebih lambat (Setyamidjaja, 1999).

Vegetasi yang sesuai untuk kondisi lintang tersebut adalah hutan hujan

tropis yang disertai dengan suhu panas dan kelembaban tinggi. Curah hujan rata-rata

yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman karet adalah sekitar 2000 mm per tahun

dengan jumlah hari hujan 100-150 hari (Syamsulbahri, 1996).

15
2.2.2. Tanah

Tanah yang dikehendaki adalah bersolom dalam, jeluk lapisan padas lebih

dari 1 m, permukaan air tanah rendah yaitu 1 m. Sangat toleran terhadap keasaman

tanah, dapat tumbuh pada hingga 8,0 (Sianturi, 2001).

Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik pada tanah-tanah

vulkanis muda ataupun vulkanis tua, aluvial dan bahkan tanah gambut. Tanah-tanah

vukanis umumnya memiliki sifat-sifat fisika yang cukup baik, terutama dari segi

struktur, tekstur, solom, kedalaman air tanah, aerase, dan drainasenya

(Setyamidjaja, 1999).

Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti tanah berpasir

hingga laterit merah dan padsolik kuning, tanah abu gunung, tanah berilat serta tanah

yang mengandung peat. Tampaknya tanaman karet tidak memerlukan kesuburan

tanah yang khusus ataupun topografi tertentu (Syamsulbahri, 1996).

Syarat tanah ideal untuk tanaman karet adalah subur, gembur dan banyak

mengandung bahan organik (humus), tidak menggenang (becek), tata udara dalam

tanah berjalan dengan baik dan pH antara 6-7. Karet data ditanam pada berbagai jenis

tanah, namun untuk pertumbuhan yang paling baik adalah jenis tanah lempung

berpasir seperti tanah andosol. Pada tanah-tanah yang mengandung liat perlu

pengelolahan secara sempurna antara lain pengelolahan tanah yang cukup.

(Sianturi, 2001).

16
Tanah yang paling baik untuk tanaman karet sudah tentu tanah yang subur.

yang dimaksud dengan tanah subur adalah tanah yang akan kaya zat hara yang sangat

dibutuhkan oleh tanaman. Tapi kesuburan tanah juga belum cukup menjamin

berhasilnya tanaman. selain menghendaki tanah yang subur, tanaman karet juga

membutuhkan air yang cukup dan kepadatan tanah yang memadai pula

(Anonim, 2009).

Tanah merupakan tempat bertumpunya tanaman agar dapat tubuh dengan

tegak. Hal ini berhubungan dengan kinerja akar dalam tanah. Oleh sebab itu, tanah

harus menyediakan ruang yang cukup bagi perakaran tanaman. Pada teknik

penanaman karet di dalam polibag perlu diperhatikan ukuran wadah yang tidak terlalu

sempit sehingga tidak mengganggu perakaran.

Kelembaban tanah harus cukup dengan ditandai oleh kandungan air yang

tidak berlebihan dan tidak kekurangan. Normal tidaknya kelembaban tanah dan

gembur tidaknya tanah dapat diamati dengan menguji daya serap tanah terhadap air.

Caranya adalah tanah disiram air, lalu perhatikan lamanya air tersebut terserap ke

dalam tanah. Apabila kedalaman penyerapan antara 0,2 – 20 cm berlangsung paling

lama satu jam, maka tanah masih bisa dikatakan cukup mampu menjaga kelembaban.

Apabila lebih dari itu berarti tanahnya tergolong liat dan bisa membuat tanah becek

(Anonim, 2010).

17
Tanah perlu diperhatikan dalam budidaya karet yaitu jenis tanah dan derajat

keasaman ( pH ) tanah.

1. Jenis Tanah

Tanah yang digunakan sebagai media tanam sebaiknya merupakan tanah yang

gembur, perakaran akan mudah untuk melakukan proses respirasi atau pernapasan.

Tanah yang remah dan berbutir – butir memiliki aerasi dan daya tahan air yang baik.

Selain itu, akar juga akan mudah manembus saat mencari bahan makanan. Tanah

yang baik adalah jenis aluvial dan andosol karena kedua tanah ini mamiliki komposisi

kandungan pasir dan tanah liat yang baik dan seimbang.

2. Derajat Keasaman Tanah (pH)

Derajat keasaman (pH) tanah yang ideal untuk pertumbuhan tanaman cabai

berkisar antara 4,5 – 7. Pada pH yang terlalu rendah (di bawah 4), tanaman akan

keracunan aluminium (AL) dan besi (Fe) atau kekurangan unsur hara yang penting,

misalnya fosfor. Sementara, pada pH yang terlalu tinggi tanaman juga dapat

kekurangan fosfor karena unsur ini diikat oleh kalsium.

Untuk mengatasi hal ini, dapat dilakukan penambahan bahan – bahan kimia

tertentu. Jika tanah terlalu asam, untuk mengatasinya dapat menambahkan kation

basa seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), atau kalium (K). Senyawa yang paling

umum digunakan adalah kation basa CA dalam bentuk kalsium oksida (CaO) atau

lebih populer dengan sebutan kapur kalsit. Selain kapur kalsit, dapat juga digunakan

18
dolomit. Dolomit adalah mineral yang berasal dari alam serta mengandung unsur hara

magnesium dan kalsium berbentuk tepung dengan rumus kimia CaMg (CO 3)2. Selain

kapur, untuk meningkatkan pH tanah dapat pula menggunakan abu sekam atau abu

kapur. Jumlah kapur yang diberikan disesuaikan dengan pH tanah tersebut.

Sementara itu untuk menurunkan pH tanah yang terlalu asam dapat dilakukan

dengan menambahkan unsur belerang. Jumlah belerang yang ditambahkan

disesuaikan dengan kondisi pH tanah (Anonim, 2008).

2.3.3. Penyinaran matahari

Cahaya matahari merupakan syarat mutlak yang harus terpenuhi untuk

berlangsung proses kehidupan tanaman terutama untuk proses fotosintesis lainnya,

yaitu pada masa pembungaan dan pematangan buah, yang penting dari matahari

adalah intensitas cahaya berhubungan menentukan kualitas buah karet dalam batas

yang normal intensitas cahaya akan memberikan pengaruh yang mendapat

pencahayaan yang cukup akan menampakkan warna buah yang menarik, serta

warnanya merata dan mengkilap (Anonim, 2009).

19
2.3.4. Curah hujan

Pada umumnya dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman temperatur dan

kelembapan lingkungan merupakan faktor penting. Tanaman karet tidak menyukai

curah hujan yang lebat (Anonim, 2010).

2.3.5. Angin

Angin yang bertiup sepoi-sepoi akan membawa uap air dan melindungi

tanaman dari terik matahari, sehingga penguapan yang berlebihan akan berkurang

pada saat mendung dan diselingi hujan, biasanya lebah penyerbuk jarang muncul

dipertanaman, dalam keadaan ini angin berperan penting sebagai perantara

penyerbukan, meskipun perananya tidak besar bila dibandingkan lebah. Angin yang

kencang akan merugikan karena dapat merusak tanaman (BPPP, 1997).

2.3.6. Air

Pada prinsipnya semua jenis tanaman memerlukan air untuk kelangsungan

hidupnya mulai dari perkecambahan sampai panen. Dalam jaringan tanaman secara

fungsional air berperan sebagai pelarut dalam proses fisiologis dan merupakan alat

yang dapat membawa zat hara serta gas dari luar ke dalam jaringan tanaman

(Sianturi, 2001).

20
Air adalah suatu unsur yang menentukan mati/hidupnya tanaman. Telah

ditentukan secara umum, bahwa tanaman hanya dapat mengisap garam-garam

mineral dari larutan didalam tanah melalui air. Di sinilah peranan air bagi kehidupan

tumbuh-tumbuhan.

Seperti lazimnya tanaman lain, tanaman karet juga sangat membutuhkan air.

Air berfungsi sebagai media pengangkutan unsur – unsur hara yang ada di dalam

tanah, pelarut sel tanaman, dan bahan pembentuk senyawa baru.

Air yang digunakan sebaiknya tidak mengandung kadar garam terlalu tinggi.

Sel – sel tanaman karet sangat rentan terhadap pengaruh kadar garam. Tanaman karet

pada larutan dengan kadar garam tinggi dapat terhambat pertumbuhannya, bahkan

mati. Selain itu, air yang digunakan sebaiknya bebas dari polutan dan logam berat.

Yang dimaksud curah hujan di sini adalah air hujan dengan segala bentuknya

yang langsung diterima oleh bumi, seperti air embun, kabut dan segenap jumlah air

yang turun berbagai macam. Banyak air yang diterima pada permukaan tanah diukur

dengan tebalnya lapisan air per mm, andai kata air tidak mengalir, tidak menguap dan

tidak meresap kedalam tanah (Sianturi , 2001).

21
2.3. Perkecambahan Benih Karet

Terdapat dua tipe pertumbuhan awal dari suatu kecambah tanaman, yaitu:

1. Tipe epigeal (Epigeous), dimana munculnya radikel diikuti dengan

memanjangnya hipokotil secara keseluruhan dan membawa serta kotiledon dan

plumula ke atas permukaan tanah.

2. Tipe hipogeal (Hypogeous), dimana munculnya radikel diikuti dengan

pemanjangan plumula, hipokotil tidak memanjang ke atas permukaan tanah,

sedangkan kotiledon tetap berada di dalam kulit biji di bawah permukaan tanah.

Perkecambahan benih karet adalah dengan meletakkan biji dengan mikrofolia

(mata lembaga) ke satu arah, biasanya ke arah yang lebih longgar (jarak tanam 1 cm).

Perut biji (tuniculus) menghadap ke bawah dan ditekan dengan jari tangan

sedemikian rupa sehingga bagian punggung biji masih berada di atas permukaan pasir

dan mata lembaga telah berada di bawah permukaan pasir, atau 2/3 bagian biji

terbenam dalam pasir. Dengan cara meletakkan biji demikian. Bakar akar (radikula)

dan bakal batang (plumula) dapat muncul tanpa terganggu oleh biji yang lain

(Sianturi, 2001).

Biji karet yang dikecambahkan diambil dari pohon induk yang berumur

minimal 10 tahun dan jelas diketahui klonnya. Biji memiliki tingkat kesegaran >

70%, karena daya kecambah ditentukan dari kesegarannya. Daya kecambah biji dapat

22
diseleksi dengan cara merendam atau melentingkan di atas lantai semen atau papan.

Biji yang baik adalah bila dipantulkan di atas lantai semen akan melenting, sedangkan

bila direndam akan terapung 1/3 bagian dan 2/3 bagian lain terendam dalam air .

2.3.1. Penggosokan benih

Pertumbuhan kecambah setelah suatu periode tertentu merupakan hasil waktu

yang diperlukan untuk perkecambahan yakni pertumbuhan awal dan laju

pertumbuhan berikutnya. Kecambah tersebut dengan waktu dan tidak dapat

diekspresikan dengan mudah untuk jumlah kecambah yang banyak

(Mugnisjah, dkk, 1994).

Perkecambahan benih biasanya berlangsung 7-10 hari setelah penaburan.

Penyemalan benih dan tunas memperlihatkan pertumbuhan secara berskala. Tumbuh

secara terminal (tempat yang wajar) dari batang utama dengan pertambahan daun-

daun menuju akat perkecambahan (Westphal dan Jansen, 1993).

Pengambilan air pada benih umumnya terjadi dalam 3 fase : Penyerapan awal

dengan cepat, dan fase kedua adalah pengambilan air dengan kemunculan akar.

Imbibisi diidentifikasi dengan fase pertama pengambilan air dan merupakan proses

fisiologi, karena metabolisme inisiasi sebelum benih mendapatkan makanan.

23
Pengambilan air dikendalikan oleh kekuatan dinding sel yang kekurangan air,

karbonhidrat dan protein (Arnold dan Sandjez, 2004).

Exogenous dormancy umumnya terjadi karena sifat kulit benih. Dalam proses

perkecambahan sehingga proses perkecambahan tidak terjadi. Selain itu, kulit benih

juga menjadi penghalang munculnya kecambah pada proses perkecambahan .

Dormansi ini dapat dipatahkan dengan memberi perlakuan terhadap kulit benih agar

menjadi mudah dilalui air dan gas, seperti pelukaan kulit

(Wirawan dan Wahyuni, 2002).

Dormansi pada beberapa jenis benih disebabkan oleh :

(1) struktur benih, misalnya kulit benih yang mempersulit masuknya keluar air

dan udara

(2) kelainan fisiologis pada embrio

(3) Penghabatan perkecambahan

(4) gabungan dari faktor-faktor (Justice dan Bass, 1994).

Lapisan yang membentuk embrio yaitu endosperma kulit biji dan kulit buah,

dapat mengganggu masuknya air atau antigen. Lapisan itu pun bertindak penghalang

mekanis agar radikuala tidak muncul (Salisbury dan Ross, 1995).

24
2.3.2. Media tanam

Media tumbuh benih dari pasir harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai

berikut:

(1) ukuran partikel pasir antara 0,05-0,8 mm,

(2) tidak mengandung Namur, spora, mikroorganisme lanilla

(3) PH tanah sekitar 6,0-7,5

(4) sebelum digunakan pasir harus disterikan terlebih dahulu

(Sumpena, 2005).

Tempat pengecambahan perlu disiram air secara perlahan-lahan dengan

penyiram berlubang halus, satu atau dua kali sehari. Perlu diperhatikan, agar pasir

harus dalam keadaan lembab (Anonim, 2008).

Biji-biji yang telah diseleksi berdasarkan kemurnian klon dan daya kecambah

seperti telah diuraikan harus segera dikecambahkan. Ada dua tempat untuk

pengecambahan berdasarkan jumlah biji karetnya sedikit, pengecambahan bisa

menggunakan peti kayu dan jika biji karetnya banyak pengecambahan dilakukan di

atas lahan (Setiawan dan Andoko, 2005).

Media tanam karet dapat dikombinasikan dari top soil, subsil, humus, dan

pupuk kandang, humus merupakan ikatan/gabungan senyawa organik yang tidak

25
mudah terurai (resisten, bewarna cokelat sampai hitam), berkemampuan mengikat

menahan air memegang atau menyimpan unsur hara (Musa, 2006).

Tanah untuk media tanam harus subur dan bethumus yang bisa diambil dari

tanah permukaan (top soil) degan kedalaman maksimum 15 cm. Tanah tidak perlu

dicampur pupuk kandang, pasir atau bahan-bahan lainnya. Setelah itu, kecambah

karet ditanam dengan cara yang sama dengan menanam kecambah pada persemalan

di lahan (Setiawan dan Andoko, 2005).

2.4. Peranan Pupuk Fosfor (P) Pada Tanaman

Peran pupuk fosfor untuk tanaman antara lain : dapat mempercepat dan

memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman muda pada umumnya,

dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau gabah, dapat

meningkatkan produksi biji-bijian (Kartasapoetra dan Sutedjo, 2000).

Ketersediaan fosfor dalam jumlah yang cukup akan meningkatkan

perkembangan perakaran. Jumlah asam nukleat, phytin dan fosfolipida yang cukup

pada awal pertumbuhan tanaman adalah penting pada fase piramida tanaman yang

selanjutnya untuk bagian produktif lainnya (Nyakpa, dkk., 1998).

Di dalam tanah, fungsi fosfor terhadap tanaman adalah sebagai zat

pembangun dan terikat dalam senyawa – senyawa organis. Hanya sebagian kecil saja

26
yang tersedia dalam bentuk anorganis sebagai ion – ion fosfat, sebagai bahan

pembentuk fosfor (Kartasapoetra dan Sutedjo, 2000).

Menurut (Pinus, 1996). Bibit karet diberi pupuk, terutama pupuk untuk

memacu pertumbuhan vegetatif, yaitu fosfor. Pemberian pupuk fosfor umumnya

menggunakan TSP. Pemupukan dilakukan dua minggu sekali dengan dosis 30 gr per

bibit . Pupuk diberikan ke dalam sebuah lingkaran yang dibuat 3 cm dari batang bibit,

lalu ditutup dengan tanah dan disiram air.

2.5. Peranan Pupuk Daun Bayfolan Pada Tanaman

Bayfolan merupakan pupuk daun lengkap berbentuk cair, produksi Bayer,

kandungan kadar N 11%, P2O5 10 %, K2O 6% dan unsur-unsur hara mikro lainya

yang melengkapi yaitu : Fe, Mn, Cu, Co, No, Gelatin serta zat penyangga. Warna

cairannya hijau agak kehitaman-hitaman. Dianjurkan sebagai konsentrasi 0,2%.

200 CC Bayfolan dilarutkan dalam air/ pelarut sebanyak 100 liter air

(Sutejo, 2008).

Keuntungan pemakaian pupuk bayfolan yaitu :

- Mengandung unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman.

- Bebas dicampur dengan pestisida dan fungisida kecuali campuran alkalis seperti

belerang dan kapur.

- Tidak mengganggu transpirasi

27
- Dapat digunakan dengan alat penyemprot dan dapat dilarutkan langsung ke air

- Mampu ditoleril dengan baik oleh tanaman

- Tidak memperlihatkan endapan sehingga tidak menyumbat alat penyemprot.

Pemupukan melalui tanah kadang-kadang kurang bermanfaat karena beberapa

unsure hara telah larut terlebih dahulu atau mengalami fiksasi dalam tanah sehingga

tidak dapat lagi di serap tanaman. (Sarif, 1996).

Jika penyerapan unsur hara dari pupuk yang diberikan melalui tanah

mengalami kesulitan, pemupukan melalui daun merupakan cara efektif dalam

penempatan pupuk.

2.6. Mekanisme Masuknya Unsur Hara Melalui Akar

Unsur C dan O diserap oleh tanaman melalui udara dalam bentuk CO 2 yang

diambil melalui stomata dalam proses fotosintesis. Unsur H diambil dari air oleh akar

tanaman, unsur hara yang diserap dari larutan tanah dapat tersedia sekitar akar.

Akar akan menghisap hara yang larut dalam air pada kedalaman tertentu,

tergantung pada perkembangan dan kedalaman penetrasi akar. Pada perkembangan

akar yang tidak normal akibat adanya rintangan dalam menembus tanah, maka unsur

hara yang terdapat jauh dibawah jangkauan daya hisap akar tidak akan terserap

(Sarif, 1996).

28
2.7. Mekanisme Masuknya Unsur Hara Melalui Daun

Proses masuknya unsur hara melalui daun terjadi karena adanya difusi dan

osmosi melalui lubang stomata. Maka dengan demikian mekanisme masuknya unsur

hara berhubungan langsung dengan proses pembukaan dan penutupnya stomata.

Membukanya stomata merupakan proses yang diatur oleh tekanan turgor dari

sel-sel penutup, meningkatnya tekanan turgor sendiri berbanding langsung dengan

kandungan karbondioksida dari ruangan stomata. Meningkatnya tekanan turgor akan

mengakibatkan membukanya stomata daun pada saat itu juga unsur hara akan

berfungsi ke dalam lubang stomata bersama dengan air (Sarif, 1996).

Sarif (1996), mengatakan bahwa pada fase vegetatif tanaman berhubungan

dengan tiga proses yaitu pembelahan sel, pemanjangan sel, dan difresiasi akan sel.

Jika kerja pembelahan sel berjalan cepat maka pertumbuhan batang, daun, dan akar

juga akan berjalan cepat.

29
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk pelaksanaan penelitian ini adalah :

- Biji Karet Varietas Klon GT1

- Tanah topsoil

- Polybag hitam ukuran 20 x 35 cm

- Pupuk SP36

- Pupuk Daun Bayfolan

- Insektisida 8.5 S

- Fungisida Dithane M-45

- Pelepah dan daun Kelapa Sawit

- Air

- Jaring

Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah :

- Cangkul

- Parang

- Dodos

- Gembor

30
- Schliper

- Alat ukur

- Hand sprayer

- Timbangan

- Gergaji, dan

- Alat tulis.

3.2. Metode Penelitian

Rancangan yang digunakan untuk mengolah data dalam percobaan ini adalah

Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor yaitu :

1. Faktor pemberian pupuk SP36 dengan 4 taraf yaitu :

- F0 : Tanpa pemberian SP36

- F1 : Pemberian pupuk SP36 15 gr/bibit

- F2 : Pemberian pupuk SP36 30 gr/bibit

- F3 : Pemberian pupuk SP 36 45 gr/bibit

2. Faktor pemberian pupuk daun bayfolan dengan 3 taraf yaitu :

- B0 : Tanpa Pemberian Pupuk Daun Bayfolan

- B1 : Pemberian Pupuk Daun Bayfolan 2 ml/liter air

- B2 : Pemberian Pupuk Daun Bayfolan 3 ml/liter air

31
3.3. Analisa Data

Data hasil pengamatan analisis dengan menggunakan sidik ragam linear

sebagai berikut :

Yijk : μ + pi + aj + βk + (aβ) jk + ∑ijk

Dimana :

Yijk : Hasil pengamatan pada ulangan ke-i, diperlukan pupuk SP36 pada taraf

ke-j dan pengaruh perlakuan pupuk daun bayfolan taraf ke-k

μ : Efek dari nilai tengah

pi : Efek dari ulangan ke-i

aj : Efek dari pupuk SP36 pada taraf ke-j

βk : Efek dari pupuk daun bayfolan pada taraf ke-k

(aβ) jk : Efek dari interaksi pupuk SP36 pada taraf ke-j dan pengaruh pupuk daun

bayfolan pada taraf ke-k

∑ijk : Efek error pada ulangan ke-I, perlakuan pupuk SP36 pada taraf ke-j dan

pupuk daun bayfolan pada taraf ke-k. (Hanafiah, 2010).

Kombinasi perlakuan yang diperlukan adalah 4 x 3 = 12 perlakuan yaitu :

1. F0B0 3. F1B0 7. F2B0 10. F3B0


2. F0B1 4. F1B1 8. F2B1 11. F3B1
3. F0B2 5. F1B2 9. F2B2 12. F3B2

32
Jumlah ulangan (n) adalah :

(t-1) (n-1) ≥ 15

(12-1) (n-1) ≥ 15

11 (n-1) ≥ 15

11- n (11) ≥ 15

11- n ≥ 15 + 11

n ≥ 26/11

n = 2,36

Jumlah ulangan : 3 ulangan

Jumlah plot : 36 plot

Jumlah tanaman perplot : 12 tanaman

Jumlah seluruh tanaman : 432 tanaman

Jumlah tanaman sampel perplot : 3 tanaman

Jumlah tanaman sampel keseluruhan : 108 tanaman

Jarak antar plot : 30 cm

Jarak antar ulangan : 60 cm

33
BAB IV

PELAKSANAAN PENELITIAN

4.1. Persiapan Lahan

4.1.1. Pemilihan lokasi

Tempat pembibitan dilakukan pada lokasi yang memiliki sumber air yang

cukup, areal yang rata dengan drainase harus baik pula, sehingga tidak terjadi

genangan air sewaktu terjadi hujan lebat, dan aman dari gangguan hama binatang

besar maupun serangga.

4.1.2. Pembersihan lahan

Pembersihan lahan dilakukan sebelum melakukan pembibitan yaitu dengan

mengendalikan gulma, memagar lahan agar terhindar dari serangan hama binatang

besar. Pelaksanaan pembersihan lahan ini dilakukan selama 1 minggu.

4.1.3. Pembuatan naungan

Untuk melindungi tanaman pembibitan dari teriknya matahari dan guyuran air

hujan secara langsung maka pembuatan dibuat secara kolektif. Naungan dibuat

dengan memanjang arah utara selatan, tinggi tiang naungan depan 2 m atau

timur,tiang belakang atau barat setinggi 1,75 m dengan tujuan untuk mendapatkan

34
sinar matahari pagi. Jarak antar tiang 3 m. Atap dan tiang terbuat dari pelepah kelapa

sawit.

4.1.4. Persiapan media tanam (pengisian polibag)

Tanah yang digunakan sebagai media adalah tanah dengan kedalaman 0-20

cm dari permukaan tanah, terlebih dahulu dibersihkan dari sisa akar dan batu-batuan.

Kemudian tanah dimasukkam ke dalam polibag sampai kira-kira 1-2 cm dibawah tepi

atas bibir polibag dan segera disiram dan disusun serta diatur sesuai dengan plotnya

masing-masing.

4.1.5. Menabur pasir

Pada lahan pembenihan atau perkecambahan, kegiatan yang harus dilakukan

adalah dengan memberi pasir setebal 10 cm pada semua lahan persemaian. Lahan

persemaian yang mendukung sangat baik untuk perkecambahan biji karet.

4.1.6. Drainase

Pada fase ini, pembuatan drainase di pinggir lahan pembibitan sangat penting

untuk mengalirkan air ketika hujan turun. Ini bertujuan untuk menghindari terjadinya

penggenangan air di daerah pembibitan.

35
4.2. Perkecambahan dan Penanaman

4.2.1. Perkecambahan

Biji karet bias langsung ditanam dikebun. Namun, untuk memperkecil

kegagalan perkecambahan terlebih dahulu. Perkecambahan biji karet dapat dilakukan

dengan beberapa cara sebagai berikut:

a. Biji diletakkan di antara lapisan karung goni yang selalu basah dan

ditempatkan di tempat yang teduh

b. Biji diletakkan disebuah peti berisi tanah halus yang diatasnya ditaburi

pasir setebal 3 – 5 cm. Biji ini ditekan sedalam ¾ ukuran biji. Perut biji

karet harus terletak di bawah agar tumbuhnya akar bias lurus.

c. Jika letaknya terbalik maka akarnya akan tumbuh melingkar.

4.2.2. Penanaman

Bibit dari persemaian dipindahkan ke dalam polibag pada umur 10-15 hari.

Bibit dipilih yang sehat, seragam, akarnya lurus dan tidak mengalami kerusakan.

Setiap polibag yang sudah berisi medium tumbuh ditanami satu kecambah karet.

Polibag-polibag disusun dibawah naungan dengan intensitas cahaya yang masuk

65%.

36
Benih yang telah berumur lebih dari 15 hari belum juga tumbuh harus dibuang

demikian juga kecambah yang akarnya bengkok atau melingkar. Penandaan benih

yang siap dipindahkan adalah kecambah yang belum menampakkan sepasang daun.

Kecambah dengan sepasang daun akan cepat menjadi layu dan mati. Akar tombak

yang baik adalah akar yang tumbuhnya lurus. Jenis akar tombak yang biasa terjadi

pada pengecambahan ada lima macam, yaitu akar bedenggol, bercabang, lurus,

berbentuk kursi, dan tunggang muntir.

Benih yang sudah berkecambah dan memenuhi syarat diambil secara hati-hati

dari persemaian, polibag yang telah disiapkan diberi lubang pada media pembibitan

sedalam 2-3 cm. Kemudian kecambah dimasukkan kedalam lubang dan diusahakan

akar dapat berdiri lurus didalam lubang, selanjutnya lubang ditutup dengan tanah.

4.3. Pemeliharaan Bibit

Kecambah yang telah tumbuh menjadi bibit selama masa pertumbuhan sampai

dipindahkan kekebun harus di peliharadengan baik. Pekerjaan pemeliharaan bibit

yang harus dilakukan adalah sebagai berikut.

4.3.1. Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. Pagi sebelum pukul

10.00 WIB dan sore hari sesudah pukul 15.00 WIB. Penyiraman dilakukan

37
menggunakan gembor ukuran 10 liter air, apabila turun hujan dan polybag telah

mencapai kapasitas lapang tidak perlu dilakukan penyiraman.

4.3.2. Penyiangan

Penyiangan pembibitan dilakukan apabila ditumbuhi gulma atau rumput-

rumput yang mengganggu pertumbuhan bibit. Penyiangan dapat dilakukan dengan

mencabut rumput rumput yang terdapat di bedengan pembibitan. Dengan demikian,

tempat pembibitan bersih dari rumput-rumput pengganggu dan terjadi persaingan

penggunaan unsur hara antara tanaman pokok dengan rumput. Pengendalian gulma

dapat dilakukan secara manual dan teknis. Diusahakan pengendalian secara manual

setiap 1 bulan sekali atau tergantung kondisi lahan.

4.3.3. Pemupukan

- Pupuk SP36 dilakukan setelah tanaman berumur 4 minggu setelah tanam dan

diberikan dengan cara ditanam ditanah dengan jarak 3 cm dari batang atau

dibuat sebuah lingkaran dengan jarak 3 cm dari batang dan pupuk SP36

diberikan setiap 2 minggu sekali dengan dosis sebagai berikut :

- F0 : Tanpa pemberian SP36

- F1 : Pemberian pupuk SP36 15 gr/bibit

- F2 : Pemberian pupuk SP36 30 gr/bibit

38
- F3 : Pemberian pupuk SP36 45 gr/bibit

- Pupuk Daun Bayfolan dilakukan pada saat tanaman berumur 4 minggu setelah

tanam diberikan 2 minggu sekali dengan cara disemprotkan ke bibit karet

dengan dosis sebagai berikut:

- B0 : Tanpa Pemberian Pupuk Daun Bayfolan

- B1 : Pemberian Pupuk Daun Bayfolan 2 ml/liter air

- B2 : Pemberian Pupuk Daun Bayfolan 3 ml/liter air

Disamping itu diberikan juga pupuk Kompos 300 gr/polibag yang diberikan 1

kali sebelum benih dipindahkan ke polibag sebagai pupuk dasar.

4.3.4. Pengendalian hama dan penyakit

Didalam pengendalian hama dan penyakit kemungkinan adanya serangan

hama dan penyakit terhadap bibit karet di pembibitan sangat besar oleh karena itu,

perlu pengamatan yang cermat terhadap setiap individu tanaman agar gangguan hama

dan penyakit dapat segera diketahui dan di berantas.

Pengawasan hama atau penyakit dilakukan setiap hari. Diusahakan dengan

cara manual. Apabila gangguan hama ataupun penyakit sudah tingkat yang lebih

berat maka dapat dikendalikan dengan penyemprotan Insektisida sevin 85 S dengan

39
konsentrasi 2 gr/liter air, Fungisida Dithane M-45 dengan konsentrasi 2 gr/liter air,

dengan interval penyemprotan 2 minggu sekali.

4.4. Pengamatan Parameter

4.4.1. Tinggi tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan 2 cm dari permukaan tanah sampai

ujung daun yang paling tinggi dengan menggunakan Rol (cm). Pengukuran dilakukan

pada saat tanaman berumur 6 minggu dengan interval 2 minggu sekali sampai umur

12 minggu pada akhir penelitian yaitu pada minggu ke 6, 8, 10, dan 12. Untuk

mempermudah pengukuran dibuat pancang dengan titik nol sejajar dengan leher akar

permukaan tanah.

4.4.2. Diameter batang (mm)

Diameter diukur dengan menggunakan jangka sorong (schliper) yaitu dengan

cara mengukur batang tanaman pada ketinggian 2 cm dari permukaan tanah.

Pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali dengan arah yang berlawanan kemudian

dijumlahkan dan dibagi dua atau dirata-ratakan. Pengukuran dilakukan pada saat

tanaman berumur 6 minggu dengan interval 2 minggu sekali sampai umur 12 minggu

pada akhir penelitian yaitu pada minggu ke 6, 8, 10, dan 12.

40
4.4.3. Jumlah daun (helai)

Daun yang dihitung adalah daun pertama sampai daun terakhir yang telah

membuka sempurna, termasuk daun yang gugur juga dihitung. Pengukuran dilakukan

pada saat tanaman berumur 6 minggu dengan interval 2 minggu sekali sampai umur

12 minggu pada akhir penelitian yaitu pada minggu ke 6, 8, 10, dan 12.

4.4.4. Luas daun (cm2)

Cara pengukuran lebar daun diukur pada bagian tengah daun (bagian terlebar),

sedangkan panjang daun diukur dari pangkal daun sampai ke bagian ujung daun.

Sebelum dilakukan pengukuran luas daun, terlebih dahulu dilakukan pengukuran

panjang daun, lebar daun dan dimasukkan ke dalam rumus, yaitu :

P x L x 0,654 (cm)

Keterangan :

P : Panjang daun (cm)

L : Lebar daun (cm)

0,654 : Luas daun (cm2)

Pengukuran luas daun dilakukan pada saat tanaman berumur 6 minggu dengan

interval 2 minggu sekali sampai umur 12 minggu pada akhir penelitian yaitu pada

minggu ke 6, 8, 10, dan 12.

41
4.4.5. Berat basah tanaman (gr)

Pengamatan berat basah tanaman dilakukan pada akhir penelitian yaitu

dengan membongkar tanaman dari polibag secara hati-hati agar tidak putus.

Kemudian dibersihkan dari tanah dengan menggunakan air dan dikering anginkan,

setelah itu ditimbang. Pengamatan ini sebaiknya dilakukan pada tanaman sampel plot

yang ditentukan.

42
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan, dan data rataan dari pengaruh pemberian

Pupuk SP36 dan Pupuk Daun Bayfolan serta interaksi keduanya pada parameter yang

diamati seperti, tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, luas daun, dan berat

basah tanaman dapat dilihat pada lampiran 4 sampai dengan lampiran 20.

5.1.1. Tinggi tanaman (cm)

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman umur 6 sampai

12 minggu dapat dilihat pada lampiran 4 sampai lampiran 7. Untuk perlakuan Pupuk

SP36 dan Pupuk Daun Bayfolan pada umur 12 minggu menunjukkan pengaruh yang

sangat nyata, sedangkan interaksinya juga menunjukkan pengaruh yang tidak nyata.

Dengan adanya hasil uji beda rataan dari tinggi tanaman bibit Karet pada

perlakuan Pupuk SP36 dan Pupuk Daun Bayfolan dapat dilihat nilai tertinggi dan

nilai terendah pada tanaman karet berumur 12 minggu yaitu nilai tertinggi pada F1B0

sebesar 170,00 cm dan nilai terendah pada F2B2 sebesar 132,00 cm. Dari hasil rataan

pada tinggi tanaman Karet tersebut dapat dilihat pada tabel 5.1.

43
Tabel 5.1 : Rataan Tinggi Tanaman (cm) Bibit Karet Umur 12 MST

F/B B0 B1 B2 Total Rataan


F0 157,25 157,50 151,75 466,50 154,83
F1 170,00 156,25 156,00 481,25 160,08
F2 153,75 143,50 132,00 429,25 142,42
F3 140,00 140,00 158,00 438,00 145,33
Total 622,00 597,25 597,75 1819,00
Rataan 154,75 148,56 148,69

5.1.2. Diameter batang (mm)

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam diameter batang umur 6 sampai 12

minggu dapat dilihat pada lampiran 8 sampai lampiran 11. Untuk perlakuan Pupuk

Pupuk SP36 dan Pupuk Daun Bayfolan pada umur 12 minggu menunjukkan

pengaruh tidak nyata sedangkan interaksinya juga menunjukkan pengaruh yang tidak

nyata.

Dengan adanya hasil uji beda rataan dari diameter batang bibit Karet pada

perlakuan Pupuk SP36 dan Pupuk Daun Bayfolan dapat dilihat nilai tertinggi dan

nilai terendah pada tanaman karet berumur 12 minggu yaitu nilai tertinggi pada F3B0

sebesar 17,50 mm dan nilai terendah pada F0B0 sebesar 15,25 mm. Dari hasil rataan

pada tinggi tanaman Karet tersebut dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. : Rataan Diameter Batang (mm) Bibit Karet Umur 12 MST

F/B B0 B1 B2 Total Rataan

44
F0 15,25 16,50 15,75 48,50 15,50
F1 16,26 15,74 16,75 50,00 16,00
F2 16,74 16,00 15,26 48,00 15,33
F3 17,50 17,00 17,25 49,50 15,83
Total 66,75 65,25 65,00 200,00
Rataan 15,94 15,56 15,50

5.1.3. Jumlah daun (helai)

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam jumlah daun umur 6 sampai 12

minggu dapat dilihat pada lampiran 12 sampai lampiran 15. Untuk perlakuan Pupuk

SP36 dan Pupuk Daun Bayfolan pada umur 12 minggu menunjukkan pengaruhnya

nyata sedangkan interaksinya menunjukkan pengaruh yang tidak nyata.

Dengan adanya hasil uji beda rataan dari jumlah daun bibit Karet pada

perlakuan Pupuk SP36 dan Pupuk Daun Bayfolan dapat dilihat nilai tertinggi dan

nilai terendah pada tanaman karet berumur 12 minggu yaitu nilai tertinggi pada F3B0

sebesar 42,00 helai dan nilai terendah pada F0B2 sebesar 33,50 helai. Dari hasil

rataan pada tinggi tanaman Karet tersebut dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3. : Rataan Jumlah Daun (helai) Bibit Karet Umur 12 MST

F/B B0 B1 B2 Total Rataan


F0 35,25 35,75 33,50 104,50 34,17
F1 35,75 36,00 35,75 107,50 35,17

45
F2 37,50 35,00 37,00 109,50 35,83
F3 42,00 35,25 34,75 110,00 36,00
Total 149,50 143,00 140,00 435,50
Rataan 36,62 35,00 34,25

5.1.4. Luas daun (cm²)

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam luas daun umur 6 sampai 12

minggu dapat dilihat pada lampiran 16 sampai lampiran 19. Untuk perlakuan Pupuk

SP36 dan Pupuk Daun Bayfolan pada umur 12 minggu menunjukkan pengaruhnya

sangat nyata sedangkan interaksinya menunjukkan pengaruh yang tidak nyata.

Dengan adanya hasil uji beda rataan dari luas daun bibit Karet pada perlakuan

Pupuk SP36 dan Pupuk Daun Bayfolan dapat dilihat nilai tertinggi dan nilai terendah

pada tanaman karet berumur 12 minggu yaitu nilai tertinggi pada F3B1 sebesar

265,51 cm2 dan nilai terendah pada F1B0 sebesar 225,56 cm2. Dari hasil rataan pada

tinggi tanaman Karet tersebut dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4. : Rataan Luas Daun (cm²) Bibit Karet Umur 12 MST

F/B B0 B1 B2 Total Rataan


F0 230,42 243,35 232,95 706,72 236,91
F1 225,56 241,93 249,25 716,74 238,25
F2 250,73 259,08 247,37 757,18 251,73
F3 254,25 265,51 255,25 775,01 257,67

46
Total 961,96 1009,87 984,82 2958,65
Rataan 239,74 251,71 245,45

5.1.5. Berat basah tanaman (gr)

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam berat basah tanaman umur 12

minggu dapat dilihat pada lampiran 20.Untuk perlakuan Pupuk SP36 dan Pupuk

Daun Bayfolan pada umur 12 minggu menunjukkan pengaruhnya tidak nyata

sedangkan interaksinya juga menunjukkan pengaruh yang tidak nyata.

Dengan adanya hasil uji beda rataan dari berat basah tanaman bibit Karet pada

perlakuan Pupuk SP36 dan Pupuk Daun Bayfolan dapat dilihat nilai tertinggi dan

nilai terendah pada tanaman karet berumur 12 minggu yaitu nilai tertinggi pada F3B1

sebesar 61,82 gr dan nilai terendah pada F0B0 sebesar 50,95 gr. Dari hasil rataan

pada tinggi tanaman Karet tersebut dapat dilihat pada tabel 5.5.

Tabel 5.5. : Rataan Berat Basah Tanaman (gr) Bibit Karet Umur 12 MST

F/B B0 B1 B2 Total Rataan


F0 50,95 54,18 55,55 160,68 52,89
F1 52,11 57,18 53,45 162,74 53,58
F2 52,50 56,20 56,68 165,38 54,46
F3 58,21 61,82 54,84 174,87 57,62
Total 214,77 229,38 220,52 666,67
Rataan 52,94 56,59 54,38

47
5.2. Pembahasan Penelitian

5.2.1. Pengaruh pupuk SP36 terhadap pertumbuhan vegetatif bibit tanaman karet.

Dari hasil pengamatan pada penelitian pengaruh Pupuk SP36 terhadap

pertumbuhan vegetatif bibit tanaman Karet, secara keseluruhan dapat dijelaskan

bahwa perlakuan Pupuk SP36 berpengaruh sangat nyata terhadap parameter tinggi

tanaman dan luas daun pada umur 12 minggu. Sedangkan terhadap parameter

diameter batang, jumlah daun, dan berat basah tanaman tidak menunjukkan hasil

yang nyata pada umur 12 minggu.

Hal ini disebabkan karena Pupuk SP36 yang diberikan dengan dosis 15

gr/polibag, 30 gr/polibag, dan 45 gr/polibag belum mampu untuk mendukung

pertumbuhan tanaman pada parameter diameter batang, jumlah daun, dan berat basah

tanaman.

Pemupukan ini dimaksudkan menambah unsur-unsur hara yang kurang dalam

tanah. Kalau dilihat dari laboratorium maka tanah di Indonesia ini pada umumnya

kekurangan unsur P, dengan demikian pemberian pupuk SP36 selalu memberi respon

yang paling nyata.(Pinus, 1996).

Menurut Pinus (1996), bahwa pemupukan melalui akar hanya dilakukan

sebagai penyerap unsur hara bagi tanaman, akar menjadi pintu gerbang utama bagi

zat-zat hara untuk masuk ke jaringan tanaman. Namun, karena unsur hara hanya

48
dapat diserap akar tanaman dalam bentuk ion maka sebagian besar pupuk yang

diberikan tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman. Oleh karena itu,

pupuk harus diuraikan dulu menjadi ion-ion yang bermanfaat.

5.2.2. Pengaruh pupuk daun Bayfolan terhadap pertumbuhan vegetatif bibit


tanaman karet

Dari hasil pengamatan pada penelitian pengaruh Pupuk Daun Bayfolan

terhadap pertumbuhan vegetatif bibit tanaman Karet, secara keseluruhan dapat

dijelaskan bahwa perlakuan Pupuk Daun Bayfolan berpengaruh nyata terhadap

parameter jumlah daun dan luas daun pada umur 12 minggu. Sedangkan terhadap

parameter tinggi tanaman, diameter batang, dan berat basah tanaman tidak

menunjukkan hasil yang nyata pada umur 12 minggu.

Hal ini disebabkan karena Pupuk Daun Bayfolan yang diberikan dengan dosis

2 ml/liter air dan 3 ml/liter belum mampu untuk mendukung pertumbuhan tanaman

pada parameter diameter batang, dan berat basah tanaman.

Menurut Pinus (1996), bahwa Pupuk Daun Bayfolan dapat meningkatkan

pertumbuhan vegetatif kalau waktu pemupukan yang diberikan tepat sebab Pupuk

Daun Bayfolan dapat merangsang perkembangan tanaman.

49
Menurut Pinus (1996), jika Pupuk Daun Bayfolan diberikan pada waktu

pemupukan yang jauh lebih tinggi, maka faktor Pupuk Daun Bayfolan dapat

menggangu proses pertumbuhan dan perkembangan dari tanaman tersebut.

5.2.3. Pengaruh interaksi antara pupuk SP36 dan pupuk daun Bayfolan terhadap
pertumbuhan vegetatif bibit tanaman karet

Dari hasil pengamatan pada penelitian pengaruh interaksi antara Pupuk SP36

dan Pupuk Daun Bayfolan terhadap pertumbuhan vegetatif bibit tanaman Karet,

secara keseluruhan dapat dijelaskan bahwa perlakuan pengaruh interaksi antara

Pupuk SP36 dan Pupuk Daun Bayfolan berpengaruh tidak nyata terhadap parameter

tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, luas daun dan berat basah tanaman

pada umur 12 minggu.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya keseimbangan antara Pupuk SP36

dan Pupuk Daun Bayfolan untuk mendukung pertumbuhan tanaman, dengan kata lain

Pupuk SP36 dan Pupuk Daun Bayfolan bekerja masing-masing di dalam tubuh

tanaman sesuai dengan fungsinya masing-masing.

Menurut Pinus (1996), bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi

kesuburan tanaman, yaitu :

- Struktur tanah

- Derajat keasaman tanah (pH), dan

50
- Apakah tanah itu lengkap mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh

tanaman.

Menurut Sutejo (2008), bahwa pada Pupuk Daun Bayfolan terdapat unsur

Natrium yang ikut dalam proses fisiologi dengan fosfor yaitu menghalangi atau

mencegah pengisapan Fosfor (P) yang berlebihan.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan yaitu :

51
1. Perlakuan pemberian Pupuk SP36 berpengaruh sangat nyata terhadap

parameter tinggi tanaman dan luas daun, sedangkan pengaruh yang tidak

nyata terhadap parameter diameter batang, jumlah daun, dan berat basah

tanaman.

2. Perlakuan pemberian Pupuk Daun Bayfolan menunjukkan pengaruh yang

nyata terhadap parameter jumlah daun dan luas daun, sedangkan yang

tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter tinggi

tanaman, diameter batang, dan berat basah tanaman

3. Interaksi antara Pupuk SP36 dan Pupuk Daun Bayfolan menunjukkan

adanya pengaruh yang tidak nyata dengan nilai tertinggi terhadap semua

parameter yaitu tinggi tanaman di F1B0 = 170,00 , diameter batang di

F3B0 = 17,50 , jumlah daun di F3B0 = 42,00 , luas daun di F3B1

=265,51 , dan berat basah tanaman di F3B1 = 61,82.

6.2. Saran

Dari hasil penelitian ini disarankan :

1. Untuk penggunaan Pupuk SP36 lebih baik melalui tanah dengan dosis 45

gr/polibag.

52
2. Untuk penggunaan Pupuk Daun Bayfolan lebih baik dengan dengan dosis

3 ml/liter air.

2. Untuk penelitian lebih lanjut dianjurkan agar memberikan Pupuk SP36

dengan dosis diatas minimal 45 gr/polibag dan untuk penggunaan pupuk

daun bayfolan dengan dosis dimulai minimal 3 ml/liter air

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya, Jakarta.

Anonim, 2009. Dormansi biji. Diakses pada tanggal 15 April 2010.

53
Anonim, 2010. Okulasi Karet. Diakses pada tanggal 12 April 2010.

Anonim, 2010. Karet. Diakses pada tanggal 12 April 2010.

Anonim, 2010. Budidaya Tanaman Karet. Diakses pada tanggal 12 April 2010.

Arnold, R. L. B. dan R. A. Sanchez, 2004. Handbook of Seed Physiology


Applications to Agricultura. The Haworth Reference Press, London.

BPPP, 1997. 5 Tahun Penelitian dan Pengembangan Pertanian 1992-1996.


Departemen Pertanian, Jakarta.

Bambang. C, 2010, Cara Sukses Berkebun Karet, Pustaka Mina, Jakarta

Hanafiah. K. A, 2010, Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi, PT Raja Grafindo


Persada, Jakarta

Justice, O. L. dan L. N. Bass, 1994. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. PT


Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kartasapoetra, A. G dan Sutedjo, 2000. Pupuk dan Cara Pemupukannya. Rineka


Cipta, Jakarta.

Mugnisjah, W. Q. A. Setiawan, Suwarto, dan C. Santiwa, 1994. Panduan Praktikum.


Raja Grafindo, Jakarta.

Musa, L., 2006. Dasar Ilmu Tanah. Universitas Sumatera Utara Press, Medan.

Nyakpa, M. Y., A. M. Lubis, Mamat. A. P., A. G. Amran., Ali, M. G.B. Hong dan N.
Hakim, 1998. Kesuburan Tanah. Penerbit Universitas Lampung, Lampung.

Nelson P. V., 1991. Green House Operador and Managemen. 2 edition Restore
Publishing Company Inc, Virginia.

Pinus. L, 1996. Petunjuk Penggunaan Pupuk.Penebar Swadaya, Jakarta.

Sarif. S, 1996. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana.


Bandung

54
Salisbury, F. B., dan C. W. Ross, 1995. Plant Physiology Third Edition. Wadsworth
Publishing, California.

Schery, R. W., 1991. Plants for Man. Prentice Hall Inc, New York.

Setiawan, D. H. dan A. Andoko, 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet.


Agromedia Pustaka, Jakarta.

Setyamidjaja, D., 1999. Karet. Kanisius, Yogyakarta.

Sianturi, H. S. D., 2001. Budidaya Tanaman Karet. Universitas Sumatera Utara


Press, Medan.

Sutedjo. M, 2008. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.

Sumpena, U., 2005. Benih Sayuran. Penebar Swadaya, Jakarta.

Syamsulbahri, 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Gadjah Mada


University Press, Yogyakarta.

Westphal, E. Dan P. C. M. Jansen, 1993. Plant Resources of South East Asia. Prosea,
Bogor.

Wirawan, B. dan S. Wahyuni, 2002. Memproduksi Benih Bersertifikat. Penebar


Swadaya, Jakarta.

55

Anda mungkin juga menyukai