Disusun oleh:
P1337420718005
Florence Nightingale 1
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat, dan hidayah-Nya, saya
dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat dengan
membahas mengenai “Manajemen Pasien Tenggelam Di Laut” dalam bentuk
makalah.
Saya berharap bahwa makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
berguna bagi semuanya.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tenggelam dapat terjadi pada air tawar maupun air laut dan merupakan
salah satu kecelakaan yang dapat berujung pada kematian jika terlambat mendapat
pertolongan. Inisiansi pemberian pertolongan pertama sangat penting untuk segera
dilakukan agar korban dapat terhindar dari kematian atau kecacatan yang lebih
parah. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai teknik pemberian bantuan hidup
dasar dan penanganan koban tenggelam sangat diperlukan dalam menghadapi
situasi seperti ini sehingga pertolongan yang diberikan akan lebih cepat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa tindakan yang dilakukan untuk mempertahankan jalan nafas orang yang
tenggelam di laut?
2. Bagaimana patofisiologi korban tenggelam di laut?
3. Dimana dan kapan resusitasi dapat dinyatakan berhasil pada korban tenggelam
di laut?
4. Manifestasi klinis apa yang timbul pada korban tenggelam di laut?
5. Kenapa seseorang khususnya para nelayan harus diberikan pendidikan
kesehatan?
6. Siapa saja yang dapat melakukan pertolongan pada korban near drowning dan
bagaimana penanganan korban near drowning ditempat kejadian?
C. Tujuan
1. Mampu memahami bagaimana cara memberikan pertolongan pertama pada
korban yang tenggelam.
Tanda dan gejala near drowning berbeda-beda pada setiap individu tergantung
pada durasi dari tenggelamnya. Manifestasi klinis yang biasa muncul (Raoof,
2008):
1. Asimtomatik
2. Simtomatik
3. Pasien sadar namun gelisah dan sesak napas, insufisiensi pulmonal dapat
berkembang cepat bersamaan dengan takipnea, takikardia, batuk dengan
sputum berwarna pink serta berbusa, dan sianosis.
4. Cardiopulmonary arrest: pasien mengalami apnea, bradikardi, ventricular
tachycardia, asistole, dan nampak seperti tidak sadar.
E. Pendidikan Kesehatan
Masyarakat yang mendapatkan pendidikan kesehatan tentang penanganan
pertama korban tenggelam air laut mengalami peningkatan pengetahuan tentang
upaya penanganan pertama korban tenggelam air laut. Hal ini sesuai dengan
pendapat Notoatmodjo (2012) bahwa pendidikan kesehatan dapat mengubah
pengetahuan seseorang, masyarakat dalam pengambilan tindakan yang
berhubungan dengan kesehatan. Pendidikan kesehatan secara umum merupakan
segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu,
kelompok, atau masyarakat dan pendidik atau pelaku pendidikan.
Menurut Machfoed (2005) pendidikan kesehatan merupakan proses
perubahan yang bertujuan untuk mengubah individu, kelompok dan masyarakat
menuju hal-hal yang positif secara terencana melalui proses belajar.
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat diperlukan sosialisasi atau
pendidikan kesehatan terutama tentang penanganan pertama korban tenggelam air
laut yang dimana khusus untuk masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan
ataupun kesehariannya berada di tepi pantai. Hal ini juga tidak luput dari perhatian
pemerintan setempat bahwa pentingnya memperhatikan pengetahuan masyarakat
tentang penanganan pertama korban tenggelam air laut karena penanganan ini
adalah penanganan yang bersifat darurat yang bisa dimana saja dilakukan dan
siapa pun bisa melakukan jika memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang
penanganan pertama korban tenggelam air laut atau mengikuti pelatihan bantuan
hidup dasar.
F. Penanganan Korban Near Drowning
Akibat yang paling penting dan merugikan dari tenggelam adalah
hipoksia. Oleh karena itu oksigenasi, ventilasi dan perfusi harus dikembalikan
sesegera mungkin. Untuk mencapainya akan diperlukan pertolongan RJP dengan
segera dan aktivasi sistem layanan kegawatdaruratan. Sesuai dengan AHA
Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovaskular
Care (2010), saat ini RJP dimulai kompresi dada dengan urutan C-A-B. Namun,
pedoman tersebut juga merekomendasikan individualisasi urutan berdasarkan
etiologic dari henti jantung. RJP untuk korban tenggelam sebaiknya tetap
menggunakan pendekatan A-B-C mengingat sifat hipoksia dari henti jantung
tersebut. Korban hanya dengan henti nafas biasanya merespon setelah beberapa
kali pemberian nafas buatan.
Berikut tatacara menangani korban near drowning:
1. Menyelamatkan Korban dari Air
Hal pertama yang dilakukan apabila menemukan near drowning adalah
menyelaatkan korban dari air. Untuk menyelamatkan korban tenggelam,
penolong harus dapat mencapai korban secepat mungkin, sebaiknya
menggunakan alat angkut (perahu, rakit, papan selancar, atau alat bantu apung).
Setidaknya diperlukan dua orang dewasa untuk mengangkat korban dari dalam
air ke perahu penyelamatan. Untuk menghindari terjadinya post-immersion
collapse, sebaiknya korban diangkat dari dalam air dengan posisi telungkup.
Selain itu, penolong juga harus memperhatikan keselamatan dirinya.
2. Pemberian Nafas Bantuan
Hal yang pertama dan utama dalam menangani korban tenggelam adalah
memberikan ventilasi segera. Inisiasi segera nafas bantuan dapat meningkatkan
peluang hidup korban. Bantuan pernafasan biasanya diberikan ketika korban
yang tidak responsif berada di air dangkal atau di luar air.
3. Kompresi Dada
Segera setelah korban yang tidak responsif dikeluarkan dari air, penolong
sebaiknya membuka jalan napas, mengecek pernafasan dan jika korban tidak
bernafas berikan dua kali napas bantuan yang membuat dada terangkat (jika
tidak dilakukan sebelumnya di air). Setelah pemberian dua kali napas bantuan,
penolong harus segera memberikan kompresi dada dan melakukan siklus
kompresi-ventilasi sesuai pedoman bantuan hidup dasar dewasa. Kemudian
penolong harus mengecek denyut nadi korban. Denyut nadi mungkin sulit
untuk diraba pada korban tenggelam, terutama jika korban kedinginan. Apabila
dalam 10 detik denyut nadi tidak teraba, siklus kompresi-ventilasi harus
dilakukan kembali. Apabila penolong hanya sendiri, setidaknya memberikan 5
siklus (sekitar 2 menit).
4. Penanganan Muntah saat Resusitasi
Korban mungkin akan muntah saat penolong melakukan kompresi dada atau
bantuan napas. Sesuai dengan penelitian selama 10 tahun di Australia, dua per
tiga dari korban yang mendapatkan napas bantuan dan 86% dari korban yang
mermerlukan kompresi-ventilasi muntah. Jika hal ini terjadi, miringkan korban
ke samping dan bersihkan muntahan menggunakan jari, pakaian atau penyedot
(suction). Jika terdapat kecurigaan cedera spinal cord korban sebaiknya
digulingkan dimana kepala, leher, dan badan digerakkan bersamaan untuk
melindungi saraf tulang leher.
5. Menghangatkan Kembali
Berusaha untuk menghangatkan kembali pasien dengan hipotermia dalam di
luar rumah sakit adalah tidak tepat, tetapi langkah-langkah untuk mencegah
kehilangan panas tubuh lebih lanjut penting untuk dilakukan. Untuk mencegah
kehilangan panas tubuh, pakaian yang basah sebaiknya dilepaskan sebelum
pasien dibungkus dengan selimu tebal. Minuman hangat tidak dapt membantu
dan sebaiknya dihindari. Menggigil merupakan tanda prognostik yang baik.
6. Transportasi dan Indikasi Rujuk ke Rumah Sakit
Korban near drowning sebaiknya segera dibawa ke unit gawat darurat terdekat
untuk evaluasi dan penanganan lebih lanjut sehingga dapat meminimalkan
komplikasi atau kecacatan yang mungkin ditimbulkan. Tidak dianjurkan
menunda transportasi untuk pemeriksaan sekunder kecuali korban benar-benar
dapat dikategorikan “stabil”. Sebelum dirujuk korban harus diamankan di
sebuah tandu (bila tersedia) dan diposisikan dengan nyaman. Korban dengan
fraktur, cedera kepala atau tulang belakang sebaiknya diletakkan di papan
dengan penyangga tulang belakang. Evaluasi terhadap kesadaran dan tanda-
tanda vital dilakukan secara berkala selama perjalanan. Semua pasien
tenggelam yang mengalami amnesia oleh karena kejadian tersebut, kehilangan
atau depresi kesadaran, ditemukan adanya periode apnea, atau mereka yang
memerlukan napas buatan harus dirujuk ke unit gawat darurat terdekat,
meskipun tanpa gejala ditempat kejadian. Selain itu, pertimbangan untuk
merujuk korban juga tergantung pada ada tidaknya aspirasi air, karena terdapat
risiko terjadinya edema paru.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Faktor terpenting yang harus diperhatikan dalam menilai korban
tenggelam adalah lama terbenam korban di dalam air, tingkat keparahan hipoksia
yang terjadi dan ada tidaknya aspirasi air saat kejadian berlangsung. Pertolongan
segera dapat mempengaruhi keselamatan korban. Penanganan yang dilakukan
berupa segera menyelamatkan korban dari air dan tindakan resusitasi sebagai
bantuan hidup dasar yang akan meningkatkan kesempatan hidup korban.
Transportasi dan evaluasi perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi korban dan
komplikasi yang mungkin terjadi. Berdasarkan penelitian selama 17 tahun di
Afrika Selatan tingkat keberhasilan resusitasi ditempat kejadian sebesar 53% dan
akan meningkat menjadi 76% apabila insiden terjadi di dekat menara pengawas
pantai.
B. Saran
Mengingat pentingnya penatalaksanaan yang cepat dan tepat terhadap
pasien gawat darurat, seharusnya kita lebih banyak membaca literature untuk
mendalami pengetahuan mengenai drowning.
DAFTAR PUSTAKA
Dikutip dari Jurnal Bantuan Hidup Dasar Dewasa Pada Near Drowning di tempat
kejadian. Oleh Gd. Harry Kurnia Prawedana, Putu Pramana Suarjaya. Universitas
Udayana. Denpasar.
1. Colquhoun MC, Handley AJ and Evans TR. ABC of Resuscitation. Fifth Edition.
Chapter 198
4. Berg RA et. al. Part 5: Adult Basic Life Support : 2010 American Heart
Association
Circulation 2010;122;S685-S705
5. Vanden Hoek TL et. al. Part 12: Cardiac Arrest in Special Situations: 2010
2005;112;IV-12-IV-18
7. Journal of American Heart Association. Part 10.3: Drowning. Circulation
2005;112;IV-133-IV-135
8. Travers AH et. al. Part 4: CPR Overview: 2010 American Heart Association
Circulation 2010;122;S676-S684
Zone: Efficacy of the South African Lifesaver and Current Challenges. South
10. https://media.neliti.com/media/publications/106098-ID-pengaruh-pendidikan-
kesehatan-tentang-pe.pdf