Anda di halaman 1dari 10

PENTINGNYA PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN

MASALAH IPA MELALUI PROBLEM BASED LEARNING

Made Riska Depiani

Program Studi S2 Pendidikan IPA


Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

e-mail: riska.depiani@undiksha.ac.id

Abstrak
Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang sangat
kompleks dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia yang mampu bersaing di
era globalisasi. Salah satu indikator persaingan kualitas sumber daya manusia terlihat
dari hasil studi internasional yang diadakan OECD yaitu studi TIMSS dan PISA yang
menunjukkan performa siswa siswi Indonesia pada matematika dan sains masih
tergolong rendah. Pengajaran sains tidak berarti menyampaikan informasi saja, tetapi
berkaitan dengan pengembangan analisis, pengamatan kritis, kemampuan pemecahan
masalah dan kreativitas individu. Kemampuan siswa dalam memecahan masalah
sangat penting ditingkatkan untuk mempersiapkan mental dalam menghadapi
persoalan di dunia nyata. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa, perlu
didukung oleh metode pembelajaran yang tepat. Salah satu pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah adalah pembelajaran berbasis masalah
(Problem Based Learning).

Kata kunci: Abad ke-21, Kemampuan Pemecahan Masalah, PBM

Abstract
Entering the 21st century, the national education system faces very complex
competition in improving the quality of human resources capable of competing in the
era of globalization. One indicator of competition in the quality of human resources
can be seen from the results of international studies conducted by the OECD, namely
the TIMSS and PISA studies that show the performance of Indonesian students in
mathematics and is still relatively low. Teaching science does not mean conveying
information alone, but it discusses the development of analysis, examining criticism,
problem solving and individual creativity. Maintaining students in solving problems is
very important to prepare mentally in solving thinking in the real world. Improving
students' problem solving abilities, needs to be supported by appropriate learning
methods. One of the lessons learned to improve problem solving skills is problem
based learning.

Keywords : 21st Century, Problem Solving Capability, PBL


Pendahuluan
Pendidikan merupakan aspek pokok bagi kehidupan suatu bangsa. Kondisi
bangsa di masa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh paradigma berpikir
masyarakatnya yang terbentuk melalui suatu proses pendidikan. Pendidikan nasional
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945 berfungsi mengemban kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab
sebagaimana tercantum dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang
sangat kompleks dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia yang mampu
bersaing di era global khususnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang sedang
ramai diperbincangkan. Scott (2015) menjelaskan bahwa pembelajaran abad ke-21
menuntut siswa untuk memiliki kompetensi (hard skills) dan keterampilan (soft skills)
yang seimbang. Siswa yang memiliki hard skills dan soft skills yang baik akan
menjadi sumber daya yang berkualitas. Hal tersebut merupakan harapan pembangunan
dan perbaikan yang tengah digencarkan oleh pemerintah Indonesia dibidang
pendidikan untuk menjadikan generasi penerus Indonesia menjadi generasi emas yang
siap dalam menyongsong bonus demografi 2045 (Kemendikbud, 2018).
Pemerintah indonesia telah melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan
pendidikan salah satunya dengan membuat Standar Nasional Pendidikan yang termuat
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 2013 yang di dalamnya
telah terdapat delapan standar yang harus dipenuhi oleh lembaga kependidikan
Indonesia untuk menjadikan pembelajaran menjadi berkualitas. Selain itu, upaya
lainnya yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan perubahan kurikulum
secara berkala seperti yang telah dilakukan pada perubahan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP 2006) menjadi Kurikulum 2013 yang menekankan pada
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Namun, pada
kenyataannya masih banyak pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher
centered). Meskipun kurikulum terus berubah dan disempurnakan dengan menuntut
keterlibatan aktif siswa dalam belajar, kenyataannya pengajaran yang bersifat teacher
centerd masih banyak diterapkan (Prasetya, 2014).
Salah satu model pembelajaran yang termasuk dalam teacher centered adalah
model pembelajaran langsung (Direct Intruction). Depdiknas (2010) menjelaskan
bahwa model pembelajaran langsung adalah model yang berpusat pada guru di mana
guru mentransformasikan informasi atau keterampilan secara langsung kepada peserta
didik, pembelajaran berorientasi pada tujuan dan distrukturkan oleh guru. Rosdiana
(2012) menjelaskan bahwa model pembelajaran langsung memiliki kelemahan yaitu
menyebabkan keterlibatan siswa kurang dalam proses pembelajaran yang didominasi
oleh guru dan hanya melibatkan komunikasi satu arah. Model pembelajaran langsung
menyebabkan siswa hanya sebagai penerima informasi sehingga siswa cenderung
menunggu informasi dari guru dan pada akhirnya pembelajaran menjadi
membosankan. Hal ini dikarenakan siswa tidak dianjurkan untuk memecahkan
masalah sendiri, menyampaikan pendapat atau menanggapi jawaban dari guru atau
teman kelasnya. Wibawa et.al., (2018) menyatakan bahwa apabila siswa mengalami
kebosanan dalam proses belajar mengajar maka akan sulit bagi siswa untuk
memahami materi pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran yang kurang tepat
akan berpengaruh terhadap prestasi belajar. Hal tersebut menyebabkan timbulnya
permasalahan dalam pembelajaran yaitu prestasi belajar siswa menjadi rendah.
Effendi (dalam Aris, 2014) menyatakan bahwa salah satu indikator rendahnya
hasil belajar siswa terlihat dari data hasil studi internasional, diantaranya hasil studi
Trends In Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2015 Indonesia
mendapatkan skor matematika 397 dan menduduki peringkat 45 dari 50 dan skor
perolehan di bidang sains 397 Indonesia menduduki peringkat 45 dari 48 Negara yang
ikut serta dalam kompetisi matematika dan sains. Hasil studi Program for
International Student Assesment (PISA) pada tahun 2018 juga menunjukkan performa
siswa-siswi Indonesia masih tergolong rendah. Berturut-turut rata-rata skor pencapaian
siswa-siswi Indonesia untuk sains, membaca, dan matematika yaitu 396, 371, dan 379
berada di peringkat 74 dari 79 negara yang dievaluasi. Selain itu, dilihat dari rata-rata
perolehan hasil UN pada mata pelajaran IPA di tahun 2018 mengalami penurunan jika
dibandingkan pada tahun 2017. Rata-rata hasil UN IPA pada jenjang SMP/MTs pada
tahun 2017 dan 2018 secara berturut-turut adalah 52,36 dan 48,05 (Kemendikbud,
2018). Berdasarkan perolehan hasil studi internasional dan hasil UN tersebut,
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah masih tergolong rendah sehingga
berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.
Kemampuan pemecahan masalah adalah salah satu kemampuan penting yang
harus dimiliki siswa karena dalam kehidupan sehari-hari setiap orang selalu
dihadapkan pada berbagai masalah yang harus diselesaikan dan menuntut kreativitas
agar mampu menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapinya (Permatasari,
2014). Gok dan Silay (2010) menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah
dipandang sangat fundamental dalam pembelajaran sains. Yadav dan Mishra (2013)
menyatakan bahwa pengajaran sains tidak berarti menyampaikan informasi saja, tetapi
berkaitan dengan pengembangan analisis, pengamatan kritis, kemampuan pemecahan
masalah dan kreativitas individu. Kemampuan pemecahan masalah merupakan bagian
yang sangat penting dalam pembelajaran IPA karena kegiatan memecahkan masalah
menuntut siswa menemukan sendiri konsep-konsep dalam pembelajaran sehingga
proses pembelajaran lebih bermakna.
Kebanyakan siswa masih mengalami kesulitan dalam menentukan dan
memecahkan masalah yang dialaminya yang berkaitan dengan pembelajaran IPA.
Guna mengatasi hal tersebut guru harus memilih model pembelajaran yang mampu
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Salah satu alternatif model
pembelajaran yang dapat digunakan adalah Problem Based Learning (PBL) atau
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) (Rusman, 2013).

Pembahasan
Kemampuan Pemecahan Masalah
Suatu masalah dapat didefinisikan secara luas sebagai suatu sistuasi dimana
ada kesenjangan keadaan saat ini dengan tujuan yang diharapkan (Wen et.al., 2013).
Kemampuan pemecahan masalah adalah serangkaian operasi kognitif yang diarahkan
untuk sebuah tujuan (Anderson dalam Wen et.al., 2013). Pemecahan masalah bukan
perbuatan yang sederhana, akan tetapi lebih kompleks daripada yang diduga
(Nasution, 2009). Pemecahan masalah-masalah sains merupakan aspek penting di
sekolah karena pemecahan masalah digunakan untuk membelajarkan siswa dalam
menerapkan pengetahuan sains dan kemampuan yang mereka peroleh dalam proses
pembelajaran (Porteles & Lopes, 2007).. Bransford & Stein (dalam Kartono, 2013)
menyatakan IDEAL adalah singkatan dari I-Identify problem, D-Define goal, E-
Explore possible strategies, A-Anticipate outcomes dan L-Look back and learn.
Indikator IDEAL problem solver beserta indikator kemampuan pemecahan masalah
disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1.
Tahapan IDEAL Problem Solving dan Indikator
Kemampuan Pemecahan Masalah
Tahapan IDEAL
No Indikator KPM
Problem Solving
1 Identify problem Mengidentifikasi maksud dari
(mengidentifikasi soal/masalah tersebut misalnya dapat
masalah) menyebutkan apa yang diketahui,
bagaimana syarat-syaratnya, apa yang
ditanyakan, dan informasi apa yang
mendukung proses pemecahan masalah
2 Define goal (menentukan Menganalisis dan menentukan penyebab
tujuan) dari masalah yang sedang dihadapi
3 Explore possible 1. Menentukan strategi penyelesaian
strategies masalah yang digunakan dalam
(mengeksplorasi strategi) memecahkan masalah tersebut
misalnya apakah siswa dapat
membuat sketsa/gambar/model,
memilih dan menggunakan
pengetahuan yang relevan untuk
membentuk model/kalimat
matematika
2. Menjelaskan solusi pemecahan
masalah dengan menggunakan
rumus
4 Anticipate outcomes and Menjelaskan langkah-langkah
act (mengantisipasi hasil pemecahan masalah secara sistematis
dan bertindak) sesuai dengan strategis yang sudah
ditentukan
5 Look back and learn 1. Menjelaskan kelebihan dan
(melihat kembali dan kekurangan dari solusi pemecahan
belajar) masalah yang digunakan
2. Memberikan contoh masalah lain
yang berkaitan dengan masalah yang
sejenis
(Bransford & Stein dalam Kartono, 2013)
Problem Based Learning (PBL)
Model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran
dirancang dalam suatu prosedur pembelajaran yang diawali dengan sebuah masalah
(Sadia, 2014). Esensi model problem based learning menyuguhkan berbagai situasi
masalah yang autentik dan bermakna kepada siswa yang dapat berfungsi sebagai batu
loncatan untuk investigasi dan penyelidikan (Arends, 2007). Trianto (2010)
menyatakan bahwa tujuan model problem based learning yaitu membantu siswa
mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan mengatasi masalah, belajar
peranan orang dewasa yang autentik dan menjadi pembelajar yang mandiri. Sejalan
dengan pendapat tersebut, pemecahan masalah merupakan salah satu strategi
pengajaran berbasis masalah dimana guru membantu siswa untuk belajar memecahkan
melalui pengalaman-pengalaman pembelajaran hands-on (Jacobsen et.al., 2009).
Sugiyanto (2010) menyatakan terdapat lima tahapan dalam model problem based
learning dengan perilaku yang diberikan oleh guru. Tahapan-tahapan model problem
based learning disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2.
Tahapan-tahapan Model Problem Based Learning
Tahapan Model Problem
No Perilaku Guru
Based Learning
1 Orientasi siswa pada Siswa dihadapkan dengan
masalah actual dan permasalahan-permasalahan actual yang
autentik ada di lingkungan sekitar yang terkait
dengan pokok bahasan yang dipakai
sebagai langkah untuk memotivasi siswa
dalam pembelajaran
2 Mengorganisasikan siswa Guru membantu siswa untuk
untuk belajar mendefinisikan dan mengorganisasikan
tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah tersebut
3 Membimbing menyelidiki Guru mendorong siswa untuk
individual atau kelompok mendapatkan dan mengumpulkan
informasi yang tepat, melaksanakan
eksperimen, untuk mendapatkan
penjelasan dan solusi
4 Mengembangkan dan Menjelaskan langkah-langkah
menyajikan hasil karya pemecahan masalah secara sistematis
sesuai dengan strategis yang sudah
ditentukan
5 Menganalisis dan Guru membantu siswa melakukan
mengevaluasi proses refleksi dan evaluasi terhadap
pemecahan masalah penyelidikan/investigasi mereka dan
proses-proses yang mereka gunakan
(Sugiyanto, 2010)

Arends (dalam Riyanto, 2010) mengidentifikasi enam keunggulan model


problem based learning sebagai berikut.
1) Peserta didik lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri yang
menemukan konsep tersebut.
2) Menuntut keterampilan berpikir tingkat tinggi untuk memecahkan masalah.
3) Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki peserta didik sehingga
pembelajaran lebih bermakna.
4) Peserta didik dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah yang dikaji
merupakan masalah yang dihadapi dalam kehidupan nyata.
5) Menjadikan peserta didik lebih mandiri dan lebih dewasa, termotivasi, mampu
mmeberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap social
yang positif diantara peserta didik.
6) Pengkodisian peserta didik dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi baik
dengan guru maupun dengan teman dan akan memudahkan peserta didik mencapai
ketuntasan belajar.

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah IPA melalui PBL


Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh model
Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan pemecahan masalah yaitu pada
penelitian Suriani et.al., 2019 dalam penelitiannya menemukan bahwa hasil belajar
dengan model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dibandingkan dengan model
pembelajaran konvensional dan model pembelajaran berbasis masalah dapat
meningkatkan motivasi berpretasi siswa. Argaw et.al., 2016 menunjukkan model PBL
lebih efektif untuk mengajar fisika dibandingkan dengan model konvensional. Ini
karena siswa dalam kelompok PBL memperoleh skor yang lebih baik daripada
kelompok konvensional. Suastra et.al., 2019 menunjukkan bahwa siswa yang
dibelajarkan dengan menggunakan modul berbasis PBL memiliki kemampuan
pemecahan masalah lebih tinggi dibandingkan siswa yang dibelajarkan dengan model
pembelajaran konvensional.
Sarya et.al., 2019 menunjukkan bahwa dengan mengendalikan motivasi
berprestasi baik dalam pembelajaran berbasis masalah dan penilaian otentik memiliki
efek positif pada hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari perolehan skor tertinggi
pada siswa yang diinstrusikan dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah
dan penilaian otentik. Dewi (2018) menunjukkan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah. Hal ini dilihat dari perolehan skor rata-rata siswa pada tes
kemampuan pemecahan masalah. Sumiantari (2018) menunjukkan bahwa siswa yang
dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah memiliki kemampuan
pemecahan masalah yang lebih baik daripada siswa yang dibelajarkan dengan
menggunakan model pembelajaran STAD. Hal ini dilihat dari perolehan skor rata-rata
posttest pada kelas PBL lebih baik daripada kelas STAD. Astriani et,al., 2017
menunjukkan siswa yang belajar menggunakan PBL memberikan dorongan kepada
siswa untuk belajar sehingga berdampak pada peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa. Hal ini dilihat ketika siswa bekerja pada LAS dan tes
kemampuan matematika siswa.

Simpulan dan Saran


Untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa, perlu didukung
oleh metode pembelajaran yang tepat. Salah satu pembelajaran untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah adalah pembelajaran berbasis masalah (Problem
Based Learning). PBL meruapakan suatu model pembelajaran yang menggunakan
masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang
cara berpikir kritis dan ketrampilan pemecahannya serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensial. Sehingga model PBL menggunakan masalah
dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar aktif, berpikir kritis, dan
ketrampilan intelektual dalam pemecahan masalah.
Merujuk pada pembahasan di atas, maka saran yang dapat penulis berikan
adalah sudah seharusnya kemampuan pemecahan masalah dilatihkan pada seluruh
siswa yang berada pada tahap pemikiran operasional konkrit dan operasional formal.
Kemampuan tersebut bisa dilatihkan oleh guru dengan cara menerapkan pembelajaran
Problem Based Laerning (PBL). Karena dengan diberikan masalah dan kemudian
siswa dituntut untuk memecahkannya, penalaran ilmiah siswa akan berkembang.

Daftar Pustaka
Argaw, A. S., B. B. Haile, & S. G. Kuma. 2016. The Effect of Problem Based
Learning (PBL) Instruction on Students’ Motivation and Problem Solving
Skills of Physics. EURASIA Journal of Mathematics Science and Technology
Education 13 (3) 857-871.

Arends, I. R. 2007. Learning to Teach. Jakarta: Pustaka Pelajar. Terjemahan.

Astriani, N. Surya, E., & Syahputra, E. 2017. The Effect of Problem Based Learning
to Student’s Mathematics Problem Solving Ability. International Journal of
Advance Reseacrh and Innovative Ideas in Education, 3(2).

Dewi, N. P. S. 2018. Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan


Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1
Sukasada. Skripsi tidak diterbitkan. Jurusan Pendidikan Kimia. Undiksha
Singaraja.

Gok, T., & Silay, I. 2010. The Effect of Problem Solving Strategies on Students
Achievement, Attitude, and Motivation. Journal Physic Education, 4(1) : 7.

IEA’s Trends in International Mathematics and Science Study. 2016. Match


Student Achivement Infographic Grade 4. TIMSS 2015.

Jacobsen, D. A., Eggen, P., & Kauchak, D. 2009. Methods for Teaching: Metode-
metode Pengajaran Meningkatkan Belajar Siswa TK-SMA. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Kartono. 2013. Desain Asesmen Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika


Berorientasi pada PISA dengan Strategi IDEAL Problem Solver. Makalah
disajikan dalam Seminar Nasional Evaluasi Pendidikan Tahun 2013. UNNES.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2018. Peta Jalan Generasi Emas Indonesia
2045.

Kemendikbud. 2018. Rekap Hasil Ujian Nasional Tingkat Sekolah. Tersedia pada
https://puspendik.kemdikbud.go.id/hasil-un/.
Nasution. 2009. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta:
PT. Bumi Aksara.

OECD. 2019. PISA 2019: Results in focus. Pisa 2018, (67), 16. Tersedia pada
https://doi.org/10.1787/9789264266490-en.

Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan


Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Permatasari, N. Y. 2014. Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Memecahkan


Masalah Matematika dengan Model Pembelajaran Treffinger. Jurnal
Pendidikan Matematika 3(1): 31.

Portales, J.J., & Lopez, V.S. 2007. Previous Knowlegde, Mental Models and Problem
Solving. A Study with High School Students. Asia-Pasific Forum Learning
and Teaching Journal, 10(1): 4-14.

Rosdiana, D. 2012. Model Pembelajaran Langsung dalam Pendidikan Jasmani dan


Kesehatan. Bandung: Alfabeta.

Rusman. 2013. Model-model Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sadia, I. W. 2014. Model-model Pembelajaran Sains Kontruktivistik. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Sarya, I.W., Suarni, N.K., Adnyana, I.N.B., & Suastra, I.W. 2019. The Effect of
Problem Based Learning and Authentic Assessment on Student’s Natural
Science Learning Outcome by Controlling Achievement Motivation. Journal
of Physics: Conference Series, 1-6.
Scott, C. L. 2015. The Future of Learning 2: What Kind of Learning for the 21 st
Century?. Education Research and Foresight Working Papers, UNESCO.
Suastra, I.W., Ristiati, N.P., Adnyana, P.P.B., & Kanca, N. 2019. The Effectiveness of
Problem Based Learning-Physics Module with Autentic Assessment for
Enchancing Senior High School Student’s Physics Problem Solving Ability
and Critical Thinking Ability. Journal of Physics: Conference Series, 1-6.
Suriani, N.K., Santyasa, I.W., & Parwati, N. N. 2019. Pengaruh Model Pembelajaran
Berbasis Masalah dan Motivasi Berprestasi terhadap Hasil Belajar IPA. Jurnal
Pendidikan dan Pembelajaran IPA Indonesia, 9(3): 88-94.

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, 2003.


Jakarta.

Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Wena, M. 2012. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan


Konseptual Operasional. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Wibawa, I. M. C., Rati, N. W., & Santra, P. 2018. Pengaruh Model Pembelajaran
Think Pair Share Berbantuan Power Point terhadap Hasil Belajar IPA. Jurnal
Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran, 2(1), 38-46.

Yadav & Mishra. 2013. A Study of on Achievement and Process Skills in Science
among is Standard Students. International Journal of Scientific and Research
Publications, 3(1).

Anda mungkin juga menyukai