Anda di halaman 1dari 17

i

MAKALAH TEKNOLOGI PAKAN


TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEPUNG BULU SECARA KIMIA DAN
KUALITASNYA

OLEH :
KELAS A
KELOMPOK 9

NUR HUDA SANTIKA AJI 200110160200


ANNISA NUR ALAWIYAH 200110160202
DINI NURHADIYATI 200110160203
FAUZAN LUTHFI R 200110160204
SOPHIA NUR SETIAWATI 200110160205

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2018

i
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah swt, atas segala

nimat yang diberikanNya diantaranya adalah nimat kesehatan dan waktu luang

yang menjadi syari’at makalah ini bisa diselesaikan dengan tepat waktu, tak lupa

penyusun sampaikan salawat dan salam untuk suri tauladan yang terbaik bagi

manusia yakni nabi Muhammad saw kepada keluarganya, shohabatnya, tabi’iin

dan kita sebagai umatnya sampai akhir zaman, aamiin.

Makalah yang penyusun buat mengenai Teknologi Pengolahan Tepung

Bulu Secara Kimia Dan Kualitasnya dengan berbagai aspek yang terkait di dalamnya.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca, dan bisa menambah wawasan bagi

yang membutuhkan. Saran dan kritik sangat penyusun harapkan.

Sumedang, Oktober 2018

Penyusun

ii
iii

DAFTAR ISI

Bab Halaman

KATA PENGANTAR..................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL........................................................................................... iv

I PENDAHULUAN........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah............................................................................. 2
1.3 Maksud dan Tujuan.............................................................................. 2

II ISI..................................................................................................................... 3
2.1 Tepung Bulu........................................................................................ 3
2.2 Kualitas Tepung Bulu yang Baik......................................................... 4
2.3 Kandungan Nutrisi Tepung Bulu...................................................... 7
2.4 Pengolahan Tepung Bulu secara Kimia................................................ 9

III KESIMPULAN............................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 13

iii
iv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Komposisi Nutrisi Bulu Ayam................................................................... 7

2 Kandungan Nutrisi Tepung Bulu Terolah atau Terhidrolisa...................... 11

iv
1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Selama ini banyak keluhan masyarakat atau dampak buruk bagi kegiatan

usaha RPA (Rumah Pemotongan Ayam) di pasar karena sebagian besar penjual/

pelaku usaha mengabaikan penanganan limbah dari usahanya, bahkan ada yang

membuang limbah usahanya ke sungai, ataupun dibuang di sekitar RPA sendiri,

sehingga terjadi pencemaran lingkungan pasar, baik berupa bau tidak enak dan

menyengat, ataupun pemandangan lingkungan pasar yang kumuh.

Berkenaan dengan hal tersebut, maka upaya untuk mengatasi limbah RPA

yang selama ini mengganggu karena menjadi sumber pencemaran lingkungan

perlu ditangani dengan cara yang tepat sehingga dapat memberi manfaat lain

berupa keuntungan ekonomis dari penanganan tersebut. Penanganan limbah ini

diperlukan bukan saja karena tuntutan akan lingkungan yang nyaman tetapi juga

menimbulkan kesadaran pelaku usaha RPA / usaha lain yang menghasilkan

limbah organik / non organik untuk memperhatikan kualitas lingkungan, sehingga

keberadaan mereka dipasar tidak menjadi masalah bagi konsumen dan pedagang

sekitar RPA.

Bulu unggas termasuk salah satu dari limbah yang dihasilkan oleh RPA

dengan jumlah yang terus melimpah seiring meningkatnya populasi unggas

(ayam) dan tingkat pemotongannya, akan tetapi pemanfaatan / pengolahan bulu

unggas tersebut masih relatif sedikit dari jumlah limbah bulu unggas tersebut

seperti pembuatan kamoceng, pengisi jok, kerajinan tangan/hiasan. Untuk itu


2

makalah ini akan membahas mengenai pengolahan bulu unggas menjadi tepung

bulu sebagai pakan alternatif pengganti sumber protein

1.2 Identifikasi Masalah

(1) Apa yang dimaksud dengan tepung bulu.

(2) Bagaimana kualitas tepung bulu yang baik.

(3) Apa saja yang komposisi nutrisi tepung bulu.

(4) Bagaimana cara mengolah tepung bulu secara kimia.

1.3 Maksud dan Tujuan

(1) Memahami maksud dari tepung bulu.

(2) Mengetahui kualitas tepung bulu yang baik.

(3) Mengetahui komposisi nutrisi dari tepung bulu.

(4) Mengetahui cara mengolah tepung bulu kimia.


3

II

ISI

2.1 Tepung Bulu

Pemanfaatan bulu ayam sebagai sumber protein pada ransum ternak

ruminansia belum banyak dilakukan. Hal ini disebabkan karena protein yang

terkandung didalamnya sulit dicerna. Protein kasar bulu ayam termasuk dalam

jenis protein serat, yaitu keratin yang sulit dicerna baik oleh mikroorganisme

rumen maupun oleh enzim-enzim pencernaan pascarumen (Tillman et.al., 1982).

Keunggulan penggunaan tepung bulu ayam untuk ternak ruminansia adalah

adanya sejumlah protein yang tahan terhadap perombakan oleh mikroorganisme

rumen (rumen undegradable protein/RUP), namun mampu diurai secara enzimatis

pada saluran pencernaan pascarumen. Nilai RUP tersebut berkisar antara 53-88%,

sementara nilai kecernaan dalam rumen berkisar 12-46%.

Bulu ayam merupakan limbah dari rumah pemotongan ayam (RPA)

dengan jumlah berlimpah dan terus bertambah seiring meningkatnya populasi

ayam dan tingkat pemotongan sebagai akibat meningkatnya permintaan daging

ayam di pasar. Bulu ayam sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan dan hanya

sebagian kecil saja yang dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat kemoceng,

pengisi jok, pupuk tanaman, kerajinan tangan/hiasan dan shuttle cock (Adiati

dkk., 2004)

Menurut Packham (1982) bahwa dari hasil pemotongan setiap ekor ternak

unggas akan diperoleh bulu sebanyak ± 6% dani bobot hidup (bobot potong ± 1,5

kg). Sebelum bulu ayam diberikan ke Ternak, bulu ayam diolah terlebih dahulu

menjadi tepung. Pemrosesan bulu ayam pada prinsipnya untuk melemahkan atau
4

memutuskan ikatan dalam keratin melalui proses hidrolisis. Berbagai metode

pemrosesan telah diteliti untuk meningkatkan kecernaan dari bulu ayam.

2.2 Kualitas Tepung Bulu yang Baik

Kualitas tepung bulu untuk ruminansia yang baik adalah tepung

mengandung protein yang tahan terhadap perombakan oleh mikroorganisme

rumen (rumen undegradable protein / RUP), tetapi mampu diurai secara enzimatis

pada saluran pencernaan pasca rumen. Nilai RUP tersebut berkisar 53-88 %,

sementara nilai kecernaan tepung bulu ayam dalam rumen hanya 12-46 %.

Menurut pengalaman Thomas dan Beeson penggunaan tepung bulu ayam dalam

ransum harus/sebaiknya dikombinasikan dengan urea (1977) . Selanjutnya tepung

bulu dapat digunakan pada level tidak lebih dari 4 % dari total formula ransum

tanpa membuat produktivitas unggas merosot. Semakin baik pengolahannya, akan

semakin baik pula hasilnya. Semakin banyak digunakan tepung ini justru akan

menekan prestasi unggas, produksi telur berkurang dan pertambahan berat badan

juga merosot (Rasyaf, 1992).

Pemrosesan limbah bulu ayam pada prinsipnya digunakan untuk

memutuskan ikatan sulfur dari sistin di dalam bulu ayam tersebut (Adiati et al

2004). Pemutusan ikatan keratin tersebut, bulu ayam dapat diolah dengan

menggunakan empat metode, antara lain fisik, kimiawi dan fisik, kimiawi, dan

mikrobiologis. Bulu ayam yang telah terhidrolisis dinamakan hidrolisat bulu ayam

(HBA).

Penggunaan HBA dalam pakan ternak memiliki keuntungan tersendiri,

yaitu tidak bersaing dengan manusia dan harga relatif lebih murah. Hal ini

dikarenakan, pakan ternak yang biasanya digunakan oleh pasar konvensional

menggunakan bahan dasar bungkil kedelai. Menurut Achmad (2001) HBA yang
5

dihasilkan pada masing-masing pemrosesan memiliki tingkat kecernaan yang

berbeda-beda. Pemrosesan bulu ayam secara fisik dengan menggunakan tekanan

dan suhu tinggi selama 8 jam meningkatkan kecernaan kadar protein sebesar 76%

(Adiati dkk., 2004). Pemrosesan kimiawi dan asam menggunakan HCl 12%

dengan lama hidrolisis 4 hari menghasilkan nilai kecernaan bahan kering sebesar

59,83%. Nilai kecernaan bahan kering dapat ditingkatkan menjadi 82,99% dengan

penambahan konsentrasi HCl menjadi 24%, namun dengan tingginya konsentrasi

HCl dapat emnyebabkan kerusakan pada pakan itu sendiri.

Pemrosesan kimiawi dan basa menggunakan NaOH 6% dengan

pemanasan dan tekanan meningkatkan kecernaan bahan kering 64,4% (Puastuti

2007). Pengolahan bulu ayam menggunakan suhu tinggi hingga menghasilkan

HBA dapat menyebabkan denaturasi protein, sehingga kualitas protein bulu ayam

menurun (Adiati et al 2004). Pemrosesan bulu ayam dengan mikrobiologis

meningkatkan nilai kecernaan protein bulu ayam sebesar 54,20%. Pada

pemrosesan ini menggunakan bantuan bakteri Bacillus liceniformis. Menurut

Zerdani et al (2004)

Bacillus liceniformis merupakan bakteri yang sangat efisien untuk

menghidrolisis bulu ayam. Bakteri ini akan menghasilkan enzim keratinase yang

akan mendegradasi protein yang terdapat di bulu ayam. Hasil dari teknik

fermentasi dengan menggunakan isolat jamur dari tanah kandang ayam

didapatkan jamur dengan spesies Helicomyces sp., Trichoderma sp., dan

Penicillium sp. Helicomyces sp. menghasilkan tingkat kecernaan protein sebesar

7,68% dan tingkat kecernaan berat kering 25,92%. Trichoderma sp. memiliki

tingkat kecernaan protein 16,40% dan kecernaan berat kering sebesar 30,15%.

Tingkat kecernaan protein yang dihasilkan oleh Penicillium sp. sebesar 28,89%
6

dan kecernaan berat kering sebesar 31,84%. Dilihat dari hasil tersebut

menunjukkan bahwa Penicillium sp. memiliki daya kerja yang lebih baik, hal ini

karena dalam fermentasi tepung bulu ayam isolat jamur ini menghasilkan zat

antibiotik yang dapat digunakan sebagai bahan pelengkap pakan untuk

meningkatkan nilai gizi HBA dan membantu proses pencernaan HBA dalam

tubuh. Tingkat kecernaan berat kering pun disebabkan karena Penicillium sp.

menghasilkan enzim keratinase yang mampu mendegradasi keratin (Ketaren

2008).

Penggunaan HBA hasil pemrosesan dengan berbagai cara memberikan

respon yang positif terhadap kecernaan bahan kering dan protein. HBA yang

terbentuk dari semua proses memiliki kelebihan asam amino dalam jumlah asam

amino leusin, isoleusin, dan valin yang bermanfaat dalam membantu sintesis

protein mikroba rumen. Taraf penggunaan HBA untuk pakan ternak memiliki

batasan antara 2%-3%. Taraf ini merupakan taraf yang paling maksimal dalam

membantu meningkatkan kecernaan bahan kering maupun protein (Puastuti &

Mathius 2007). Bulu ayam memiliki potensi sebagai pakan ternak ruminansia,

karena kandungan protein (keratin) sebesar 80%-90% yang bermanfaat bagi

ternak. Pemakaian protein (keratin) pada bulu ayam harus melalui proses terlebih

dahulu. Proses yang dapat digunakan ada beberapa cara yakni secara fisik,

kimiawi dan asam, kimiawi dan basa, serta mikrobiologi. Teknik fisik

meningkatkan kecernaan protein sebesar 76%. Teknik kimia dengan asam

meningkatkan kecernaan bahan kering sebesar 59,83%. Teknik kimia dengan basa

meningkatkan kecernaan bahan kering sebesar 64,4%. Teknik mikrobiologi

meningkatkan kecernaan protein sebesar 54,20%.


7

2.3 Kandungan Nutrisi Tepung Bulu

Salah satu bahan pakan inkonvensional yang bisa dimanfaatkan sebagai

bahan pakan adalah limbah peternakan berupa bulu. Setiap tahun rata-rata berat

ayam yang dipotong secara nasional adalah 800-900 ribu ton. Secara teknis, berat

bulu adalah 6,5% bobot hidup, maka setiap tahun akan didapat limbah bulu sekitar

52 ribu ton. Potensi bulu yang sedemikian besar tersebut sayang jika tidak

dimanfaatkan mengingat kandungan protein kasar bulu yang cukup tinggi yaitu

sekitar 81,9% (NRC 1994). 

Dalam pengolahan limbah bulu, terdapat kendala yaitu adanya ikatan

sistin, ikan ether, ikatan garam dan ikatan hidrogen yang menyebabkan daya cerna

tepung bulu  ayam dalam bentuk murni (tanpa pengolahan) sulut

dicerna. Komposisi nutrisi tepung bulu juga cukup baik, keterbatasanya adalah

rendahnya kandungan asam amino methionin. Akan tetapi hal itu bisa diatasi

dengan suplementasi bahan pakan sumber methionin ke dalam ransum. Berikut ini

komposisi nutrisi bulu ayam dalam persen (NRC 1994) :

Tabel 1. Komposisi Nutrisi Bulu Ayam


No. Zat-zat Nutrisi Komposisi
1. Protein Kasar 81,91 %
2. Lemak 2,5%
3. Serat Kasar 1%
4. Ca 0,2%
5. P 0,75%
6. ME 2360 kkal/kg
7. Arginin 5,57%
8. Isoleusin 3,91%
9. Leusin 6,91%
10. Lysin 2,28%
11. Methionin 0,57%
12. Phenilalanin 3,94%
13. Sistein 4,34%
Sumber : NRC, 1994
8

Beberapa metode yang digunakan untuk meningkatkan nilai nutrisi dari

bulu ayam, yaitu: (1) Penambahan asam dan basa; (2) Menggunakan bantuan

mikroorganisme; (3) Pengaturan temperatur dan tekanan. Adanya faktor

antinutrisi dan ketidakseimbangan asam amino bulu ayam setelah pengolahan,

maka penggunaan tepung bulu menjadi terbatas untuk ternak ruminansia.

Keunggulan penggunaan tepung bulu ayam untuk ternak ruminansia adalah

tepung mengandung protein yang tahan terhadap perombakan oleh

mikroorganisme rumen (Rumen Undegradable Protein/RUP), tetapi mampu diurai

secara enzimatis pada saluran pencernaan pascarumen. Nilai RUP tersebut

berkisar 53-88%, sementara nilai kecernaan dalam rumen hanya 12-46%.

Penggunaan tepung bulu unggas sebagai bahan pakan sumber protein ternak

merupakan salah satu pilihan yang perlu mendapat pertimbangan. Dari hasil

pengujian biologis, tepung bulu dapat digunakan sebagai pengganti komponen

bahan pakan penyusun konsentrat untuk ternak ruminansia. Substitusi komponen

utama pakan tambahan/konsentrat memberikan respons yang baik terhadap

pertambahan bobot hidup maupun produksi susu. Respons yang cukup baik

tersebut disebabkan adanya keseimbangan protein antara yang mudah didegradasi

dan yang lolos degradasi (Puastuti dan Adiati, 2003).

Kendala utama penggunaan tepung bulu ayam dalam ransum untuk ternak

adalah rendahnya daya cerna protein bulu. Hal tersebut disebabkan sebagian besar

kandungan protein kasar berbentuk keratin (Sri Indah, 1993). Dalam saluran

pencernaan, keratin tidak dapat dirombak menjadi protein tercerna sehingga tidak

dapat dimanfaatkan oleh ternak. Agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan,

bulu ayam harus beri perlakuan, dengan memecah ikatan sulfur dari sistin dalam

bulu ayam tersebut.


9

2.4 Pengolahan Tepung Bulu Secara Kimia

Pemrosesan bulu ayam pada prinsipnya untuk melemahkan atau

memutuskan ikatan dalam keratin melalui proses hidrolisis. Berbagai metode

pemrosesan telah diteliti untuk meningkatkan kecernaan dari bulu ayam.

Diketahui ada empat metode pemrosesan bulu ayam, yaitu secara fisik dengan

tekanan dan temperatur tinggi, secara kimiawi dengan asam, basa atau karbonasi

dan secara enzimatis serta secara mikrobiologis melalui fermentasi oleh

mikroorganisme. Keempat metode pemrosesan bulu ayam sebagai pakan sumber

protein.

(1) Pengolahan Secara Kimiawi dengan Asam (HCL)

Proses kimiawi dilakukan dengan penambahan HCl 12%, dengan ratio 2:1

pada bulu ayam yang sudah bersih, lalu disimpan dalam wadah tertutup selama

empat hari. Sampel yang telah direndam oleh HCl 12% kemudian dikeringkan dan

siap untuk digiling menjadi tepung.

Pada pemrosesan dengan asam, Achmad (2001) melaporkan hasil

pemrosesan bulu ayam dengan asam HCl 3% dan HCl 12% selama 3 hari

menghasilkan kecernaan bahan kering in vitro masing-masing sebesar 20,3 dan

45,5%. Hasil yang lebih tinggi dilaporkan oleh Puastuti, dkk (2004) bahwa

pemrosesan bulu ayam menggunakan asam HCl 12% dengan lama hidrolisis 4

hari tanpa pemanasan dan tekanan mampu meningkatkan kecernaan bahan kering

in vitro sebesar 59,83% dan kecernaan protein in sacco dalam rumen selama 24

jam sebesar 53,34%. Hasil ini merupakan kecernaan terbaik sebagai sumber

protein bypass untuk ruminansia (Puastuti dkk, 2004). Nilai kecernaan BK bulu

ayam dapat ditingkatkan hingga 82,99% pada penggunaan HCl 24% dengan lama

hidrolisis 6 hari, tetapi protein bulu ayam menjadi rusak. Kerusakan HBA
10

(Hidrolisis Bulu Ayam) tersebut ditunjukkan dengan perubahan warna dari putih

menjadi coklat akibat terjadinya reaksi browning dan secara kimia ditunjukkan

dengan tingginya kadar amonia yang dihasilkan (> 30 mM). Dari hasil penelitian

tersebut tampak bahwa bahan kimia dan konsentrasinya serta lama waktu

pemrosesan mempengaruhi kecernaan bahan kering bulu ayam.

(2) Pengolahan Secara Kimiawi dengan Basa (NaOH)

Pengolahan secara kimia menggunakan basa, dapat dilakukan dengan

menambahkan NaOH 6%, disertai pemanasan dan tekanan menggunakan

autoklaf. Bulu ayam yang sudah siap kemudian dikeringkan dan digiling (Puastuti

2007). Pengolahan secara kimiawi diolah dengan proses NaOH 6 % dan

dikombinasikan dengan pemanasan tekanan memberikan nilai kecernaan 64,6 %.

Lama pemanasan juga dapat meningkatkan kecernaan pepsin tepung bulu ayam

hingga 62,9 %. Namun, pemanasan yang terlampau lama dapat merusak asam

amino lisin, histidin dan sistin serta menyebabkan terjadinya reaksi kecoklatan

(browning reaction). pemrosesan bulu ayam dengan NaOH 6% disertai

pemanasan dan tekanan (pressure cooker) meningkatkan kecernaan bahan kering

menjadi 64,6% (Achmad, 2001). Sebelumnya Steiner, dkk. (1983) melaporkan

hasil pemrosesan bulu ayam dengan tekanan uap 1,06 kg/cm2 dan suhu 121°C

menggunakan NaOH 0,25% selama 0,5 jam dan H3PO4 0,25% selama 4 jam

menghasilkan kecernaan bahan kering in vitro sebesar 34,6 dan 32,4%.

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Tepung Bulu Terolah atau Terhidrolisa


PK SK Abu Ca P Garam
85% 0.3 – 1.5% 3.0 – 3.5 % 0.20 – 0.40 % 0.20 – 0.40 % 0.20%
11

III

KESIMPULAN
12

(1) Bulu ayam merupakan limbah dari rumah pemotongan ayam (RPA)

dengan jumlah berlimpah dan terus bertambah seiring meningkatnya

populasi ayam dan tingkat pemotongan sebagai akibat meningkatnya

permintaan daging ayam di pasar.

(2) Kualitas tepung bulu untuk ruminansia yang baik adalah tepung

mengandung protein yang tahan terhadap perombakan oleh

mikroorganisme rumen (rumen undegradable protein / RUP), tetapi

mampu diurai secara enzimatis pada saluran pencernaan pasca rumen.

Nilai RUP tersebut berkisar 53-88 %, sementara nilai kecernaan tepung

bulu ayam dalam rumen hanya 12-46 %.

(3) Kandungan nutrisi tepung bulu yaitu Protein Kasar (81,91%), Lemak

(2,5%), Serat Kasar (1,0%), Ca (0,2%), P (0,75%), ME (2360 kkal/kg),

Arginin (5,57%), Isoleusin (3,91%), Leusin (6,94%), Lysin (2,28%),

Methionin (0,57%), Phenilalanin (3,94%), dan Sistein (4,34%).

(4) Pengolahan secara kimia menggunakan basa, dapat dilakukan dengan

menambahkan NaOH 6%, disertai pemanasan dan tekanan menggunakan

autoklaf. Bulu ayam yang sudah siap kemudian dikeringkan dan digiling.

DAFTAR PUSTAKA
13

Achmad, W. 2001. Potensi Limbah Agroindustri sebagai Pakan Sapi Perah.


Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hlm.

Adiati, U., W. Puastuti dan I-W. Mathius. 2004. Peluang Pemanfaatan Tepung
Bulu Ayam Sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Wartazoa. 14(1):
39 – 44.

National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. Ed Rev ke-9.


Washington DC: Academy Pr.

Packham, R.G. 1982. Feed Composition, Formulation and Poultry Nutrition.


Nutrition and Growth Manual. Australian Universities International
Development Program (AUIDP), Melbourne

Puastuti, W dan U. Adiati. 2003. Bulu Unggas untuk Pakan Ruminansia. Balai
Penelitian Ternak. Bogor.

Puastuti W. 2007. Teknologi Pemrosesan Bulu Ayam dan Pemanfaatannya


Sebagai Sumber Protein Pakan Ruminansia. Wartazoa 17 (2): 53-60

Sri Indah Z. 1993. Pengaruh Lama Pengolahan dan Tingkat Pemberian Tepung
Bulu Terhadap Performans Ayam Jantan Broiler. Skripsi. Fakultas
Peternakan IPB. Bogor.

Steiner, R.J., R.O. Kellems and D.C. Church. 1983. Feather and Hair Meals for
Ruminant. IV. Effects of Chemical Treatments of Feathers and Processing
Time on Digestibility. J. Anim. Sci. 57: 495 – 502.

Tillman, A.D., S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1982.


Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Fakultas
Petemakan UGM. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai