Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH :
NI PUTU CETANA SRI HANDAYANI
XII MIA 1
23
SMA N 1 AMLAPURA
TAHUN PELAJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
anugrah, kesempatan dan pemikiran kepada penulis untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
Semua ini di rangkup dalam makalah Indonesia dalam demokrasi Liberal” ini, agar lebih
mudah di pahami, lebih singkat dan akurat.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang memberikan
bimbingan, arahan, bantuan dan dukungan dalam penyusunan makalah ini. Pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Kepala SMA Negeri 1 Amlapura Bapak Wayan Sugiana,S.Pd.,M.Pd selaku
penanggungjawab dari siswa-siswi SMA Negeri 1 Amlapura.
2. I Wayan Widiyanta , S.Pd yang telah membagi ilmunya sehingga dapat memberi
pemahaman dan penjelasan kepada penulis mengenai Demokrasi Liberal
3. Keluarga yang selalu memberikan dukungan dan doa dalam setiap kegiatan yang
dijalani oleh Penulis.
4. Teman-teman kelas XII MIA 1 yang telah memberikan saran dan masukan dalam
penyusunan Makalah Sejarah Indonesia.
5. Teman-teman baik yang dari kelas lain maupun yang ada di lingkungan tempat
tinggal penulis yang telah membantu dan bekerja sama dalam penulisan Makalah
ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna, untuk menjadi lebih
sempurna lagi penulis membutuhkan kritik dan saran dari pihak lain untuk membagikannya
kepada penulis demi memperbaiki kekurangan pada laporan ini. Semoga laporan ini
bermanfaaat bagi siswa-siswi yang ingin memperluas pemahamannya mengenai Indonesia
pada Demokrasi Liberal.
Amlapura,8 Oktober 2020
Penulis
DAFTAR ISI
1.4 Manfaat
1) Dapat mengetahui pengertian demokrasi liberal
2) Dapat mengetahui sejarah demokrasi liberal di Indonesia
3) Dapat mengetahui hal-hal positif dan negatif selama berlakunya sistem demokrasi
liberal
4) Dapat mengetahui kehidupan politik Indonesia di masa demokrasi liberal
5) Dapat mengetahui kehidupan ekonomi Indonesia di masa demokrasi liberal
6) Dapat mengetahui akhir masa demokrasi liberal di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.3 Hal-hal Positif dan Negatif Selama Berlakunya Sistem Demokrasi Liberal
Menurut Herbert Feith, selama berlakunya sistem parlementer, terdapat hal-hal
negatif yang terjadi, antara lain sebagai berikut.
Herbert Feith juga mencatat beberapa hal positif dalam pelaksanaan demokrasi
liberal pada masa 1950-1959, antara lain sebagai berikut.
a. Pemerintah berhasil melaksanakan program-programnya seperti dalam bidang
pendidikan, peningkatan produksi, peningkatan tingkat ekspor, dan
mengendalikan inflasi.
b. Kabinet dan ABRI berhasil mengatasi pemberontakan-pemberontakan, seperti
Republik Maluku Selatan (RMS) dan DI/TII di Jawa Barat.
c. Pesatnya jumlah pertumbuhan sekolah-sekolah.
d. Indonesia mendapat nama baik di dunia internasional karena berhasil
menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung pada April 1955.
e. Pers menikmati kebebasan yang cukup sehingga banyak variasi dalam
pemberitaan, serta hadirnya kritik dari pers, terutama dalam kolom kartun dan
pojok.
f. Badan-badan pengadilan menikmati kebebasan yang besar dalam menjalankan
fungsinya.
g. Hanya terdapat sedikit ketegangan diantara umat beragama.
h. Minoritas Tionghoa mendapat perlindungan dari pemerintah.
Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik
dan tantangan yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk
memperbaiki kondisi ekonomi adalah sebagi berikut.
1. Gunting syafruddin
Akibat dari perang kemerdekaan selama 5 tahun perekonomian di Indonesia
terbelangkai dan kacau sehingga Menteri Keuangan Indonesia Syafruddin
Prawiranegara mengeluarkan kebijakan sanering atau pengguntingan uang
dengan tujuan menyehatkan keuangan negara. Dari kebijakan tersebut, uang
kertas dengan nilai Rp 5.000 ke atas dinyatakan bernilai setengahnya. Sebagai
tindak lanjut dari pengguntingan uang tersebut, dikeluarkan uang kertas baru
berdasarkan undang-undang darurat No. 21 Th. 1950 tentang uang kertas baru.
Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri
Keuangan No. PU/1/19 Maret 1950, tujuannya untuk menanggulangi defisit
anggaran sebesar Rp 1,5 miliar. Melalui kebijakan ini jumlah uang yang beredar
dapat dikurangi dan pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda
dengan mendapat pinjaman sebesar Rp 200 juta..
2. Sistem ekonomi gerakan benteng
Sistem ekonomi gerakan benteng merupakan usaha pemerintah Republik
Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi
nasional yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir dan direncanakan oleh
Sumitro Joyohadikusumo (Menteri Perdagangan). Program ini bertujuan untuk
menumbuhkan kelas pengusaha di kalangan bangsa Indonesia dengan memberi
bimbingan, bantuan kredit, serta kesempatan bagi para pengusaha Indonesia yang
bermodal lemah untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
Program ini dimulai pada April 1950, hasilnya selama 3 tahun ± 700 perusahaan
bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Namun, tujuan
program ini tidak dapat tercapai dengan baik dan mengakibatkan beban keuangan
pemerintah makin besar.
3. Nasionalisasi De Javasche Bank
Pada akhir tahun 1951, pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De
Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa
mengenai pemrian kredit harus dikonsultasikan pada pemrintahan Belanda. Hal
ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter.
Tujuan dari nasionalisasi De Javasche adalah untuk menaikkan pendapatan dan
menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan.
4. Sistem Ekonomi Ali Baba
Pada pemerintahan Kabinet Ali Sastroamidjojo I (Agustus 1954-Agustus 1955),
Menteri Perekonomian Mr. Iskaq Tjokroadisurjo memprakarsai sistem ekonomi
yang dikenal dengan nama sistem Ali Baba. Sistem ini merupakan bentuk
kerjasama ekonomi antara pengusaha pribumi yang diidentikkan dengan Ali dan
pengusaha nonpribumi (khususnya Cina) yang diidentikkan dengan Baba. Sistem
ekonomi ini bertujuan mendorong tumbuh dan berkembangnya pengusaha-
pengusaha swasta nasional pribumi. Dalam pelaksanaannya, sistem ekonomi Ali
Baba tidak berjalan seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan para pengusaha
nonpribumi lebih berpengalaman daripada pengusaha pribumi. Akibatnya, para
pengusaha pribumi hanya dijadikan sebagai alat bagi para pengusaha nonpribumi
untuk mendapatkan kredit dari pemerintah.
5. Devaluasi mata uang rupiah
Dalam usaha memperbaiki kondisi ekonomi, pada tanggal 24 Agustus 1959,
pemerintah mendevaluasi mata uang Rp 1.000 dan Rp 5.00 menjadi Rp 100 dan
Rp 50. Pemerintah juga melakukan pembekuan terhadap semua simpanan di
bank-bank yang melebihi jumlah Rp 25.000. Tujuan kebijakan devaluasi ini
adalah untuk meningkatkan nilai rupiah dan rakyat kecil tidak dirugikan. Namun,
kebijakan pemerintah ini ternyata tidak dapat mengatasi kemunduran ekonomi
secara keseluruhan.
6. Mengeluarkan deklarasi ekonomi
Deklarasi ekonomi (dekon) dikeluarkan pada tanggal 26 Mei 1963. Pemerintah
menganggap bahwa untuk menanggulangi kesulitan ekonomi, satu-satunya jalan
adalah dengan sistem ekonomi terpimpin. Namun, dalam pelaksanaan ekonomi
terpimpin, pemerintah lebih menonjolkan unsur terpimpinnya daripada unsur
ekonomi efisien. Sektor ekonomi ditandatangani langsung oleh presiden.
Akibatnya, kegiatan ekonomi sangat bergantung pada pemerintah pusat dan
kegiatan ekonomipun mengalami penurunan.
7. Rencana pembangunan lima tahun (RPLT)
Pada masa Kabinet Ali Sastroamidjojo II, pemerintahan membentuk Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas
biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Djuanda diangkat sebagai
menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun RPLT yang rencananya
akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui oleh DPR pada tanggal
11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui
Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap), pembiayaan RPLT diperkirakan
Rp 12,5 miliar. RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena:
a. Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir
tahun 1957 dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan
negara merosot.
b. Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi
perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
c. Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang
melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.
8. Musyawarah nasional pembangunan
Masa kabinet Djuanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah.
Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musyawarah
Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakannya Munap adalah untuk
mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan
yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana pembangunan
tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena:
a. Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
b. Terjadi ketegangan politik yang tidak dapat diredakan.
c. Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
d. Membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI atau
Permesta sehingga meningkatkan defisit Indonesia.
e. Memuncaknya ketegangan politik Indonesia-Belanda menyangkut masalah
Irian Barat mencapai konfrotansi bersenjata.
3.1 Kesimpulan
Setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda pada akhir Desember 1949 secara
hukum internasional Indonesia memiliki prospek sebagai Negara yang dapat
menentukan masa depannya sendiri dan pada 15 Agustus 1950, Presiden Soekarno
menandatangani rancangan UUD NKRI yang dikenal dengan UUDS 1950 yang
kemudian mulai diberlakukan tanggal 17 Agustus 1950.
Dengan diberlakukannya UUDS 1950 Indonesia menerapkan sistem
Demokrasi Liberal sejak tahun 1950 sampai tahun 1959. Pada masa Demokrasi
Liberal banyak terjadi kemelut politik salah satunya adalah silih bergantinya kabinet
selama 9 tahun. Selain itu, juga terjadi prestasi politik yang gemilang seperti
terlaksananya Konferensi Asia Afrika pada masa kerja kabinet Ali Sastroamidjojo I
dan terlaksananya pemilu yang pertama.
Namun, kekacauan politik yang terjadi pada masa Demokrasi Liberal tidak
kunjung usai hingga akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli
1959 akibat kegagalan konstituante dalam menetapkan UUD. Dengan dikeluarkannya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menandakan berakhirnya masa Demokrasi Liberal dan
berlakunya masa Demokrasi Terpimpin
3.2 Saran
Dari sejarah berlakunya masa Demokrasi Liberal semoga kita mendapat
pelajaran dan hikmah dari apa yang telah terjadi juga bisa memperbaiki kesalahan
yang ada untuk kebaikan masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, Magdalia, dkk.2007.SEJARAH: untuk SMA dan MA Kelas XII Program Ilmu Pengetahuan Sosial.
Jakarta: Erlangga.
Alfian, Magdalia, dkk.2007.SEJARAH: untuk SMA dan MA Kelas XI Program Ilmu Pengetahuan Sosial.
Jakarta: Erlangga.
Matroji. 2007. SEJARAH: untuk SMP Kelas IX. Jakarta: Erlangga.
Hapsari, Ratna dan Adil, M. 2015. Sejarah untuk SMA/MA kelas XII Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial.
Jakarta: Erlangga.
Kardiman, Yuyus, dkk.2015. Mandiri Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMA dan MA Kelas
XII. Jakarta: Erlangga.
Kementerian pendidikan dan kebudayaan Indonesia. 2015. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta:
Kemdikbud.
http://ariskaputri88.blogspot.co.id/2014/03/kehidupan-politik-ekonomi-sosial-budaya.html
http://awalilmu.blogspot.co.id/2015/12/masalah-ekonomi-masa-demokrasi-liberal-terpimpin-upaya-
mengatasi.html