Anda di halaman 1dari 18

PEMERINTAH PROVINSI BALI

DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA


SMA NEGERI 1 AMLAPURA
Alamat: Jalan Ngurah Rai No.56 Amlapura Telp. (0363) 21152
Website: http//www.smansapura.com E-mail: smanone-amlapura@yahoo.co.id
Faxmile 0363 23543

Makalah Sejarah Indonesia


“Indonesia Pada Demokrasi Liberal”

OLEH :
NI PUTU CETANA SRI HANDAYANI
XII MIA 1
23
SMA N 1 AMLAPURA
TAHUN PELAJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
anugrah, kesempatan dan pemikiran kepada penulis untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
Semua ini di rangkup dalam makalah Indonesia dalam demokrasi Liberal” ini, agar lebih
mudah di pahami, lebih singkat dan akurat.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang memberikan
bimbingan, arahan, bantuan dan dukungan dalam penyusunan makalah ini. Pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Kepala SMA Negeri 1 Amlapura Bapak Wayan Sugiana,S.Pd.,M.Pd selaku
penanggungjawab dari siswa-siswi SMA Negeri 1 Amlapura.
2. I Wayan Widiyanta , S.Pd yang telah membagi ilmunya sehingga dapat memberi
pemahaman dan penjelasan kepada penulis mengenai Demokrasi Liberal
3. Keluarga yang selalu memberikan dukungan dan doa dalam setiap kegiatan yang
dijalani oleh Penulis.
4. Teman-teman kelas XII MIA 1 yang telah memberikan saran dan masukan dalam
penyusunan Makalah Sejarah Indonesia.
5. Teman-teman baik yang dari kelas lain maupun yang ada di lingkungan tempat
tinggal penulis yang telah membantu dan bekerja sama dalam penulisan Makalah
ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna, untuk menjadi lebih
sempurna lagi penulis membutuhkan kritik dan saran dari pihak lain untuk membagikannya
kepada penulis demi memperbaiki kekurangan pada laporan ini. Semoga laporan ini
bermanfaaat bagi siswa-siswi yang ingin memperluas pemahamannya mengenai Indonesia
pada Demokrasi Liberal.
Amlapura,8 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. i


Daftar Isi ........................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 2
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 2
1.3 Tujuan............................................................................................................ 1
1.4 Manfaat.......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 3
2.1 Pengertian Demokrasi Liberal .................................................................... 3
2.2 Sejarah Demokrasi Liberal di Indonesia........................................................ 3
2.3 Hal-hal Positif dan Negatif Selama Berlakunya Sistem Demokrasi Liberal… 4
2.4 Kehidupan Politik ......................................................................................... 4
2.5 Kehidupan Ekonomi ....................................................................................... 8
2.6 Akhir Masa Demokrasi Liberal Di Indonesia ................................................ 12
BAB III PEMBAHASAN.................................................................................. 14
3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 14
3.2 Saran ............................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada masa-masa awal kemerdekaan, Indonesia menerapkan berbagai macam
sistem pemerintahan dan yang paling mengemuka adalah sistem demokrasi liberal dan
demokrasi terpimpin. Indonesia memasuki masa demokrasi liberal pada awal
pengakuan kedaulatan, masa ini berlaku antara tahun 1950-1959. Masa demokrasi
liberal atau parlementer ditandai dengan tumbuh suburnya partai politik dan
berlakunya kabinet parlementer. Prestasi politik dan kemelut politik merupakan hal
yang terjadi pada masa demokrasi liberal. Prestasi politik berupa pemberlakuan sistem
multipartai dan penyelenggaraan pemilu yang demokratis. Kemelut politik berupa
kabinet yang silih berganti dan perdebatan berkepanjangan dalam konstituante.
Perjalanan sejarah Indonesia pada masa demokrasi liberal diwarnai oleh
pemerintahan dengan tujuh masa kebinet yang berbeda. Sistem pemerintahan pada
masa demokrasi liberal menetapkan bahwa kabinet-kabinet ini bertanggung jawab
secara langsung kepada parlemen. Kondisi Indonesia di masa demokrasi liberal
sangatlah rentan karena dalam kurun pemerintahan ketujuh kabinet tersebut, kinerja
kabinet sering mengalami deadlock dan ditentang oleh parlemen. Hal tersebut terjadi
karena adanya kelompok oposisi yang kuat sehingga mengakibatkan timbulnya
konflik kepentingan dalam proses perumusan dan pembuatan kebijakan negara.
Demokrasi liberal mewariskan ketidakstabilan politik yang cukup parah dan
membuahkan berbagai pergolakan serta pemberontakan dalam negeri yang
mengancam persatuan bangsa. Melihat keadaan tersebut, Presiden Soekarno terdorong
untuk menerapkan sistem pemerintahan yang sentralistis yang berpusat di tangan
presiden yang dikenal dengan Demokrasi Terpimpin ditandai dengan dikeluarkannya
dekrit Presiden 5 Juli 1959. Keputusan tersebut diambil atas pertimbangan
menempatkan kesatuan bangsa sebagai yang utama.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa pengertian demokrasi liberal ?
2) Bagaimana sejarah demokrasi liberal di Indonesia ?
3) Apa sajakah hal-hal positif dan negatif selama berlakunya sistem demokrasi
liberal ?
4) Bagaimanakah kehidupan politik Indonesia di masa demokrasi liberal ?
5) Bagaimanakah kehidupan ekonomi Indonesia di masa demokrasi liberal ?
6) Bagaimana akhir masa demokrasi liberal di Indonesia ?
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian demokrasi liberal
2) Untuk mengetahui sejarah demokrasi liberal di Indonesia
3) Untuk mengetahui hal-hal positif dan negatif selama berlakunya sistem
demokrasi liberal
4) Untuk mengetahui kehidupan politik Indonesia di masa demokrasi liberal
5) Untuk mengetahui kehidupan ekonomi Indonesia di masa demokrasi liberal
6) Untuk mengetahui akhir masa demokrasi liberal di Indonesia

1.4 Manfaat
1) Dapat mengetahui pengertian demokrasi liberal
2) Dapat mengetahui sejarah demokrasi liberal di Indonesia
3) Dapat mengetahui hal-hal positif dan negatif selama berlakunya sistem demokrasi
liberal
4) Dapat mengetahui kehidupan politik Indonesia di masa demokrasi liberal
5) Dapat mengetahui kehidupan ekonomi Indonesia di masa demokrasi liberal
6) Dapat mengetahui akhir masa demokrasi liberal di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Demokrasi Liberal


Secara etimologis kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos
yang berarti rakyat dan kratos atau cratein yang berarti pemerintahan. Jadi, demokrasi
adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sementara liberalisme
adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada
pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa demokrasi liberal adalah sistem politik yang
menganut kebebasan individu. Secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan
pemerintah. Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas diberlakukan
pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada
pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan
dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi. Demokrasi liberal pertama
kali dikemukakan pada abad pencerahan oleh penggagas teori kontrak sosial seperti
Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau.

2.2 Sejarah Demokrasi Liberal di Indonesia


Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI melaksanakan demokrasi
parlementer yang liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa ini
disebut masa demokrasi liberal. Indonesia dibagi 10 provinsi yang mempunyai
otonomi dan berdasarkan UUDS 1950 yang juga bernafaskan liberal. Akibat
pelaksanaan konstitusi tersebut, pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan menteri
(kabinet) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada
parlemen (DPR). Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk
lahirnya partai-partai politik, karena dalam sistem kepartaian menganut sistem
multipartai.
Demokrasi liberal berlangsung selama hampir 9 tahun, dalam kenyataannya
rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem demokrasi liberal tidak
cocok dan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa kita. Pada tanggal 5 Juli 1959
Presiden Soekarno mengumumkan dektrit mengenai pembubaran konstituante dan
berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950 karena dianggap
tidak cocok dengan keadaan ketatanegaraan Indonesia.

2.3 Hal-hal Positif dan Negatif Selama Berlakunya Sistem Demokrasi Liberal
Menurut Herbert Feith, selama berlakunya sistem parlementer, terdapat hal-hal
negatif yang terjadi, antara lain sebagai berikut.

a. Kebijakan pemerintahan jangka panjang banyak yang tidak dapat terlaksana


akibat masa kerja kabinet rata-rata pendek.
b. Meningkatnya ketegangan sosial di masyarakat akibat masa kegiatan kampanye
pemilu yang berlangsung lama, yaitu sejak tahun 1953 hingga tahun 1955.
c. Kebijaksanaan beberapa perdana menteri yang cenderung menguntungkan
partainya sendiri.

Herbert Feith juga mencatat beberapa hal positif dalam pelaksanaan demokrasi
liberal pada masa 1950-1959, antara lain sebagai berikut.
a. Pemerintah berhasil melaksanakan program-programnya seperti dalam bidang
pendidikan, peningkatan produksi, peningkatan tingkat ekspor, dan
mengendalikan inflasi.
b. Kabinet dan ABRI berhasil mengatasi pemberontakan-pemberontakan, seperti
Republik Maluku Selatan (RMS) dan DI/TII di Jawa Barat.
c. Pesatnya jumlah pertumbuhan sekolah-sekolah.
d. Indonesia mendapat nama baik di dunia internasional karena berhasil
menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung pada April 1955.
e. Pers menikmati kebebasan yang cukup sehingga banyak variasi dalam
pemberitaan, serta hadirnya kritik dari pers, terutama dalam kolom kartun dan
pojok.
f. Badan-badan pengadilan menikmati kebebasan yang besar dalam menjalankan
fungsinya.
g. Hanya terdapat sedikit ketegangan diantara umat beragama.
h. Minoritas Tionghoa mendapat perlindungan dari pemerintah.

2.4 Kehidupan Politik


Hasil Konferensi Meja Bundar pada 2 November 1949 di Den Haag
melahirkan terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Setelah itu,
diangkatlah Soekarno dan Hatta sebagai presiden dan perdana menteri yang pertama,
dan dibentuk pula kabinet. Namun, pada Agustus 1950, RIS dibubarkan karena
sebagian negara-negara federal Belanda membubarkan diri dan menginginkan
kembali ke pengakuan Republik Indonesia. Kemudian pada 15 Agustus 1950,
Presiden Soekarno menandatangani rancangan UUD NKRI (RI dan RIS) yang
kemudian lebih dikenal dengan UUDS 1950 sehingga pada periode ini bentuk negara
Indonesia yang semula federal beralih pada bentuk negara kesatuan dimana
kekuasaannya dipegang oleh pemerintah pusat dan menganut sistem pemerintahan
parlementer.
Tetapi, praktik sistem pemerintahan parlementer yang diterapkan pada masa
berlakunya UUDS 1950 ini ternyata tidak membawa bangsa Indonesia ke arah
kemakmuran, keteraturan, dan kestabilan politik. Hal ini tercermin dari jatuh
bangunnya kabinet dalam kurun waktu antara 1950-1959, telah terjadi 7 kali
pergantian kabinet, yaitu.
a. Kabinet Natsir (6 September 1950-18 April 1951)
Program kerja:
1) Meningkatkan keamanan dan ketertiban.
2) Menguatkan konsolidasi, penyempurnaan susunan pemerintahan.
3) Penyempurnaan angkatan perang.
4) Memperjuangkan masalah Irian Barat.
5) Meusatkan perhatian pada ekonomi rakyat sebagai fondasi ekonomi nasional.
Hasil kerja:
1) Memetakan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
2) Masukknya Indonesia menjadi anggota PBB.
3) Dilaksanakannya perundingan masalah Irian Barat dengan pihak Belanda.
Kegagalan:
Gagalnya perundingan dengan Belanda tantang masalah Irian Barat,
mengakibatkan munculnya mosi tidak percaya pada kabinet Natsir di parlemen.
b. Kabinet Sukiman (26 April 1951-1952)
Program kerja:
1) Penerapan tindakan tegas untuk menjaga keamanan dan ketertiban.
2) Memperjuangkan keamanan dan kesejahteraan rakyat dengan memperbarui
hukum agrarian untuk kesejahteraan petani.
3) Mempersiapkan segala usaha untuk pemilu.
4) Memperjuangkan Irian Barat dalam wilayah Indonesia.
Hasil Kerja:
Banyaknya hambatan dalam kabinet Sukiman membuat hasil kerja kabinet ini
tidak maksimal. Hambatannya, antara lain kondisi keamanan negara yang belum
stabil, adanya perseteruan antar berbagai elemen politik, dan adanya permasalah
dengan politik luar negeri Indonesia.
Kegagalan:
Kegagalan kabinet ini, yaitu dalam penanganan masalah keamanan dalam
negeri, memihaknya Indonesia kepada blok barat dengan menandatangani Mutual
Security Act dengan pemerintah Amerika Serikat.
c. Kabinet Wilopo (19 Maret 1952-2 Juni 1953)
Program kerja:
1) Mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilu.
2) Meningkatkan taraf kemakmuran, pendidikan, dan keamanan rakyat.
3) Berusaha menyelesaikan masalah Irian Barat, memperbaiki hubungan dengan
Belanda, dan konsisten menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif.
Hasil kerja:
Kabinet ini menghadapi banyak hambatan dalam melaksanakan tugasnya,
antara lain:
1) Munculnya sentimen kedaerahan akibat ketidakpuasan terhadap pemerintah.
2) Adanya konflik di tubuh angkatan darat yang mengakibatkan terjadinnya
peristiwa 17 Oktober 1952.
3) Adanya peristiwa Tanjung Morawa di Sumatra Utara.
Kegagalan:
Dengan adanya hambatan tersebut, kabinet ini melahirkan mosi tidak percaya
dari kelompok oposisi pemerintah bernama Sarekat tani Indonesia dan diakhiri
dengan pengembalian mandat oleh Wilopo.
d. Kabinet Ali Sastroamidjojo I (31 Juli 1953-24 Juli 1955)
Program kerja:
1) Mempersiapkan penyelenggaraan pemilu yang rencananya diadakan pada
tengah tahun 1955.
2) Mengatasi gangguan keamanan dan pemberontakan di daerah.
3) Melaksanakan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan turut
berperan dalam menciptakan perdamaian dunia.
Hasil kerja:
1) Disusunnya kerangka panitia pelaksanaan pemilu.
2) Suksesnya pelaksanaan Konferensi Asia Afrika.
3) Membaiknya hubungan dengan Cina.
Kegagalan:
1) Memperjuangkan Irian Barat ke dalam negara Indonesia.
2) Munculnya pemberontakan di berbagai daerah.
3) Masih berlanjutnya konflik di tubuh Angkatan Darat, yaitu dengan mundurnya
A. H. Nasution yang digantikan oleh Bambang Sugeng.
e. Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955-3 Maret 1956)
Program kerja:
1) Memerintahkan polisi militer untuk menangkap Mr. Djody Gondokusumo atas
kasus korupsi di departemen kehakiman.
2) Melaksanakan pemilu secara baik, maksimal, dan secepat mungkin.
3) Mengangkat kembali A.H. Nasution sebagai KSAD pada 28 Oktober 1955.
Hasil kerja:
1) Diselenggarakannya pemilu tahun 1955.
2) Dibubarkannya Uni Indonesia-Belanda.
3) Berhasil menentukan sistem parlemen Indonesia.
Kegagalan:
Banyak perseteruan antara pemenang pemilu yang meyebabkan sidang
parlemen menjadi deadlock.
f. Kabinet Ali Sastroamidjojo II (24 Maret 1956-14 Maret 1957)
Program kerja:
1) Memperjuangkan masuknya Irian Barat ke Indonesia.
2) Mempercepat proses pembentukan daerah otonom di Indonesia.
3) Meningkatkan kesejahteraan kaum buruh dan pegawai negeri serta
menyehatkan dan menyeimbangkan anggaran belanja dan keuangan negara.
4) Mengganti sistem ekonomi kolonial menjadi sitem ekonomi nasional.
Hasil kerja:
1) Ditandatanganinya undang-undang pembatalan KMB oleh Presiden Soekarno.
2) Beralihnya perusahaan Belanda menjadi milik warga Tionghoa.
3) Kepentingan Belanda diperlakukan sesuai dengan hukum yang berlaku di
Indonesia.
Kegagalan:
Munculnya sentimen anti-Cina dalam masyarakat, munculnya kekecewaan
pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat, tidak stabilnya kondisi pemerintah
dengan banyaknya partai politik, dan munculnya gerakan separatis di berbagai daerah.
g. Kabinet Djuanda atau Kabinet Karya (9 April 1957-10 Juli 1959)
Program kerja:
1) Pembentukan dewan nasional.
2) Normalisasi keadaan Republik.
3) Memperjuangkan lancarnya pelaksanaan pembatalan hasil KMB.
4) Memperjuangkan kembali Irian Barat ke wilayah Indonesia.
5) Mempercepat dan mengintensifkan program pembangunan.
Hasil kerja:
1) Dibentuknya dewan nasional untuk menampung aspirasi rakyat yang
tergabung dalam nonpartai.
2) Pembersihan pejabta-pejabat yang melakukan korupsi.
3) Dilaksanakannya konsolidasi dengan daerah-daerah yang melakukan
pemberontakan dengan tujuan agar dapat menormalisasi keamanan negara.
4) Ditetapkannya peraturan kelautan yang tertuang dalam Deklarasi Djuanda
tanggal 13 Desember 1957. Hal itu merupakan bukti keberhasilan diplomasi
Indonesia dalam memperjuangkan wilayah teritorial laut Indonesia.
Kegagalan:
Terjadi banyak pemberontakan separatis di daerah-daerah.

2.5 Kehidupan Ekonomi


Pada masa Kabinet Sukiman, salah satu perubahan kehidupan ekonomi yang
terjadi adalah adanya proses nasionalisasi ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah.
Proses nasionalisasi ekonomi itu menyangkut tiga bidang, yaitu:
1. Pembentukan Bank Negara Indonesia
Sebelum dilaksanakan nasionalisasi de Javasche Bank, terjadi proses
pembentukan Bank Negara Indonesia sebagai bank nasional pertama Indonesia
dan dikukuhkan di dalam peraturan pemerintah pengganti UU No. 2/1946. Proses
itu terjadi pada 5 Juli 1946.
2. Nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Indonesia
Setelah Bank Negara Indonesia terbentuk pemerintah mengeluarkan UU No.
24/1951 yang berisi tentang pelaksanaan nasionalisasi de Javasche Bank menjadi
Bank Indonesia (BI) yang berfungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi..
Undang-undang tersebut diperkuat dengan UU No. 11/1953 dan Lembaran
Negara No. 40 yang menyatakan bahwa jabatan presiden Bank Indonesia berubah
menjadi Gubernur Bank Indonesia. Menteri keuangan, menteri perekonomian,
dan gubernur bank menjadi direksi yang berfungsi melancarkan percepatan
peningkatan taraf ekonomi dan moneter negara.
3. Pemberlakuan Oeang Repoeblik Indonesia
Pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi mata uang Republik Indonesia
dengan menukar mata uang Jepang ke mata uang Indonesia yang disebut dengan
Oeang Repoeblik Indonesia (ORI). Proses itu terjadi pada 1 Oktober 1946 yang
dikukuhkan dengan UU No. 17/1946 dan UU No. 19/1946. Kondisi masyarakat
Indonesia pada masa awal kemerdekaan, berangsur-angsur membaik. Kebijakan
pemerintah untuk mengajak rakyat Indonesia agar menabung di bank menjadi
awal sehatnya kondisi perekonomian bangsa.

Pada masa demokrasi liberal, proses nasionalisasi ekonomi Indonesia tidak


berjalan mulus karena konflik kepentingan politik antar kelompok didalam tubuh
konstituante dan parlemen. Berbagai kebijakan pada masa dmeokrasi liberal
menunjukkan hal itu. Contohnya, proyek nasionalisasi ekonomi pada masa kabinet
Ali I yang menekankan nasionalisasi sektor perekonomian dan mendukung tumbuh
kembangnya para pengusaha pribumi. Proses nasionalisasi sektor perekonomian itu
merupakan salah satu upaya dari pemerintahan kabinet Ali I dalam meningkatkan
taraf perekonomian bangsa Indonesia.
Perubahan perekonomian negara juga terlihat pada masa kabinet Ali II.
Ditandatanganinya UU Pembatalan Konferensi Meja Bundar (KMB) oleh Presiden
Soekarno pada 3 Mei 1956 berakibat pada berpindahnya aset-aset modal yang dimliki
para pengusaha Belanda ke tangan pengusaha nonpribumi. Hal itu berdampak pada
munculnya kondisi sosial yang timpang.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pada 19 Maret 1956, Kongres Nasional
Importir Indonesia mengeluarkan sebuah kebijakan yang dinamakan Gerakan Assaat.
Gerakan itu mendorong pemerintah untuk mengeluarkan peraturan yang dapat
melindungi pengusaha pribumi dalam berdaya saing terhadap pengusaha-pengusaha
non pribumi.

Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik
dan tantangan yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk
memperbaiki kondisi ekonomi adalah sebagi berikut.
1. Gunting syafruddin
Akibat dari perang kemerdekaan selama 5 tahun perekonomian di Indonesia
terbelangkai dan kacau sehingga Menteri Keuangan Indonesia Syafruddin
Prawiranegara mengeluarkan kebijakan sanering atau pengguntingan uang
dengan tujuan menyehatkan keuangan negara. Dari kebijakan tersebut, uang
kertas dengan nilai Rp 5.000 ke atas dinyatakan bernilai setengahnya. Sebagai
tindak lanjut dari pengguntingan uang tersebut, dikeluarkan uang kertas baru
berdasarkan undang-undang darurat No. 21 Th. 1950 tentang uang kertas baru.
Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri
Keuangan No. PU/1/19 Maret 1950, tujuannya untuk menanggulangi defisit
anggaran sebesar Rp 1,5 miliar. Melalui kebijakan ini jumlah uang yang beredar
dapat dikurangi dan pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda
dengan mendapat pinjaman sebesar Rp 200 juta..
2. Sistem ekonomi gerakan benteng
Sistem ekonomi gerakan benteng merupakan usaha pemerintah Republik
Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi
nasional yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir dan direncanakan oleh
Sumitro Joyohadikusumo (Menteri Perdagangan). Program ini bertujuan untuk
menumbuhkan kelas pengusaha di kalangan bangsa Indonesia dengan memberi
bimbingan, bantuan kredit, serta kesempatan bagi para pengusaha Indonesia yang
bermodal lemah untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
Program ini dimulai pada April 1950, hasilnya selama 3 tahun ± 700 perusahaan
bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Namun, tujuan
program ini tidak dapat tercapai dengan baik dan mengakibatkan beban keuangan
pemerintah makin besar.
3. Nasionalisasi De Javasche Bank
Pada akhir tahun 1951, pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De
Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa
mengenai pemrian kredit harus dikonsultasikan pada pemrintahan Belanda. Hal
ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter.
Tujuan dari nasionalisasi De Javasche adalah untuk menaikkan pendapatan dan
menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan.
4. Sistem Ekonomi Ali Baba
Pada pemerintahan Kabinet Ali Sastroamidjojo I (Agustus 1954-Agustus 1955),
Menteri Perekonomian Mr. Iskaq Tjokroadisurjo memprakarsai sistem ekonomi
yang dikenal dengan nama sistem Ali Baba. Sistem ini merupakan bentuk
kerjasama ekonomi antara pengusaha pribumi yang diidentikkan dengan Ali dan
pengusaha nonpribumi (khususnya Cina) yang diidentikkan dengan Baba. Sistem
ekonomi ini bertujuan mendorong tumbuh dan berkembangnya pengusaha-
pengusaha swasta nasional pribumi. Dalam pelaksanaannya, sistem ekonomi Ali
Baba tidak berjalan seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan para pengusaha
nonpribumi lebih berpengalaman daripada pengusaha pribumi. Akibatnya, para
pengusaha pribumi hanya dijadikan sebagai alat bagi para pengusaha nonpribumi
untuk mendapatkan kredit dari pemerintah.
5. Devaluasi mata uang rupiah
Dalam usaha memperbaiki kondisi ekonomi, pada tanggal 24 Agustus 1959,
pemerintah mendevaluasi mata uang Rp 1.000 dan Rp 5.00 menjadi Rp 100 dan
Rp 50. Pemerintah juga melakukan pembekuan terhadap semua simpanan di
bank-bank yang melebihi jumlah Rp 25.000. Tujuan kebijakan devaluasi ini
adalah untuk meningkatkan nilai rupiah dan rakyat kecil tidak dirugikan. Namun,
kebijakan pemerintah ini ternyata tidak dapat mengatasi kemunduran ekonomi
secara keseluruhan.
6. Mengeluarkan deklarasi ekonomi
Deklarasi ekonomi (dekon) dikeluarkan pada tanggal 26 Mei 1963. Pemerintah
menganggap bahwa untuk menanggulangi kesulitan ekonomi, satu-satunya jalan
adalah dengan sistem ekonomi terpimpin. Namun, dalam pelaksanaan ekonomi
terpimpin, pemerintah lebih menonjolkan unsur terpimpinnya daripada unsur
ekonomi efisien. Sektor ekonomi ditandatangani langsung oleh presiden.
Akibatnya, kegiatan ekonomi sangat bergantung pada pemerintah pusat dan
kegiatan ekonomipun mengalami penurunan.
7. Rencana pembangunan lima tahun (RPLT)
Pada masa Kabinet Ali Sastroamidjojo II, pemerintahan membentuk Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas
biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Djuanda diangkat sebagai
menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun RPLT yang rencananya
akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui oleh DPR pada tanggal
11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui
Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap), pembiayaan RPLT diperkirakan
Rp 12,5 miliar. RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena:
a. Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir
tahun 1957 dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan
negara merosot.
b. Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi
perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
c. Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang
melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.
8. Musyawarah nasional pembangunan
Masa kabinet Djuanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah.
Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musyawarah
Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakannya Munap adalah untuk
mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan
yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana pembangunan
tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena:
a. Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
b. Terjadi ketegangan politik yang tidak dapat diredakan.
c. Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
d. Membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI atau
Permesta sehingga meningkatkan defisit Indonesia.
e. Memuncaknya ketegangan politik Indonesia-Belanda menyangkut masalah
Irian Barat mencapai konfrotansi bersenjata.

2.6 Akhir Masa Demokrasi Liberal Di Indonesia


Kegagalan konstituante menetapkan UUD membawa Indonesia ke tepi jurang
kehancuran. Keadaan negara yang telah dirongrong sejumlah pemberontakan
menjadii tambah gawat. Faktor-faktor utama yang menjadi penyebab kegagalan
konstituante dalam merancang sebuah UUD bagi Indonesia adalah terdapatnya sikap
mementingkan kepentingan golongan atau partai politik yang berada didalam
konstituante, selain itu terdapat pula berbagai peristiwa politik yang merembet pada
konflik kepentingan masing-masing kelompok politik di dalam tubuh konstituante.
Atas dasar pertimbangan menyelamatkan negara dari bahaya, Presiden Soekarno
terpaksa melakukan tindakan inkonstitusional. Tindakan presiden tersebut berupa
pengeluaran dekrit yang dikenal sebagai Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Tindakan itu
terutama didukung oleh kalangan militer. Dukungan kalangan militer terhadap Dekrit
Presiden tersebut karena sudah direpotkan oleh sejumlah pemberontakan akibat krisis
politik. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 berisi beberapa keputusan, yaitu:
1. Konstituante dibubarkan.
2. UUD 1945 berlaku kembali sebagai UUD Republik Indonesia.
3. Membentuk MPRS dan DPAS dalam waktu singkat.
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka masa demokrasi liberal
atau parlementer di Indonesia berakhir dan beralih pada demokrasi terpimpin.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda pada akhir Desember 1949 secara
hukum internasional Indonesia memiliki prospek sebagai Negara yang dapat
menentukan masa depannya sendiri dan pada 15 Agustus 1950, Presiden Soekarno
menandatangani rancangan UUD NKRI yang dikenal dengan UUDS 1950 yang
kemudian mulai diberlakukan tanggal 17 Agustus 1950.
Dengan diberlakukannya UUDS 1950 Indonesia menerapkan sistem
Demokrasi Liberal sejak tahun 1950 sampai tahun 1959. Pada masa Demokrasi
Liberal banyak terjadi kemelut politik salah satunya adalah silih bergantinya kabinet
selama 9 tahun. Selain itu, juga terjadi prestasi politik yang gemilang seperti
terlaksananya Konferensi Asia Afrika pada masa kerja kabinet Ali Sastroamidjojo I
dan terlaksananya pemilu yang pertama.
Namun, kekacauan politik yang terjadi pada masa Demokrasi Liberal tidak
kunjung usai hingga akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli
1959 akibat kegagalan konstituante dalam menetapkan UUD. Dengan dikeluarkannya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menandakan berakhirnya masa Demokrasi Liberal dan
berlakunya masa Demokrasi Terpimpin

3.2 Saran
Dari sejarah berlakunya masa Demokrasi Liberal semoga kita mendapat
pelajaran dan hikmah dari apa yang telah terjadi juga bisa memperbaiki kesalahan
yang ada untuk kebaikan masa depan.
DAFTAR PUSTAKA

Alfian, Magdalia, dkk.2007.SEJARAH: untuk SMA dan MA Kelas XII Program Ilmu Pengetahuan Sosial.
Jakarta: Erlangga.
Alfian, Magdalia, dkk.2007.SEJARAH: untuk SMA dan MA Kelas XI Program Ilmu Pengetahuan Sosial.
Jakarta: Erlangga.
Matroji. 2007. SEJARAH: untuk SMP Kelas IX. Jakarta: Erlangga.
Hapsari, Ratna dan Adil, M. 2015. Sejarah untuk SMA/MA kelas XII Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial.
Jakarta: Erlangga.
Kardiman, Yuyus, dkk.2015. Mandiri Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMA dan MA Kelas
XII. Jakarta: Erlangga.
Kementerian pendidikan dan kebudayaan Indonesia. 2015. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta:
Kemdikbud.
http://ariskaputri88.blogspot.co.id/2014/03/kehidupan-politik-ekonomi-sosial-budaya.html
http://awalilmu.blogspot.co.id/2015/12/masalah-ekonomi-masa-demokrasi-liberal-terpimpin-upaya-
mengatasi.html

Anda mungkin juga menyukai