Anda di halaman 1dari 3

Beberapa waktu yang lalu saya baru saja menunggui saudara saya (kakak kandung) yang

menjalani operasi batu empedu. Kebetulan saya tinggal dikota lain. Sehingga waktu saya sampai
di rumah sakit, kakak saya sudah masuk keruang operasi. Kebetulan saya bertemu dengan doker
bedah yang akan melakukan operasi dan saya bertanya, minta penjelasan tentang kondisi dari
kakak saya tersebut. Mungkin karna tergesa-gesa, dokter tersebut tidak bersedia memberikan
penjelaskan kepada saya dengan alasan bahwa penjelasan yang lengkap sudah diberikan kepada
kakak saya dan saudara-saudara yang lain yang kebetulan mendampinginya bahkan dokter
tersebut menyampaikan bahwa tidak mungkin dokter memberikan penelasan kepada semua
anggota keluarga pasien satu persatu, yang penting saya sudah melaksanakan “Informed
Consent” !

Tanya
Pertanyaan saya, apakah saya sebagai saudara kandung pasien, tidak berhak mendapat penjelasan
tentang tindakan bedah terhadap kakak saya? Dan apakah maksudnya “Informed Consent” itu ?
Terima kasih atas penjelasannya..

Jawab:
Definisi
Pertama-tama perlu kami jelaskan bahwa Informed Consent adalah suatu persetujuan mengenai
akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan ini bisa
dalam bentuk lisan maupun tertulis. Pada hakikatnya Informed Consent adalah suatu proses
komunikasi antara dokter dan pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan
dokter terhadap pasien (ada kegiatan penjelasan rinci oleh dokter), sehingga kesepakatan lisan
pun sesungguhnya sudah cukup. Penandatanganan formulir Informed Consent secara tertulis
hanya merupakan pengukuhan atas apa yang telah disepakati sebelumnya. Formulir ini juga
merupakan suatu tanda bukti yang akan disimpan di dalam arsip rekam medis pasien.

UU Praktik Kedokteran
Dalam Undang-Undang Republika Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,
telah diatur tentang Informed Consent ini pada Pasal 45 tentang “Persetujuan Tindakan
Kedokteran atau Kedokteran Gigi” yang isinya antara lain:

Ayat 1: setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.

Ayat 2: Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat
penjelasan secara lengkap.

Ayat 3: Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup:

 diagnosis dan tata cara tindakan medis


 tujuan tindakan medis yang dilakukan
 alternative tindakan lain dan resikonya
 risikonya dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
 prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
Ayat 4: Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis
maupun lisan.

Ayat 5: Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus
diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan.

Dalam penjelasan atas UU Nomor 29 Tahun 2004 tersebut disebutkan bahwa pada prinsipnya
yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan medis adalah pasien yang
bersangkutan. Namun, apabila pasien yang bersangkutan berada di bawah pengampuan,
persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga terdekat antara lain
suami/istri/ibu kandung, anak-anak kandung atau saudara-saudara kandung.

Memberi Informasi & Keluarga Pasien


Jadi sesungguhnya yang terutama dokter wajib memberikan informasi dan minta persetujuan
kepada pasiennya, kalau pasiennya tidak bisa berkomunikasi baru persetujuan dimintakan
kepada salah satu keluarga terdekat. Akan tetapi di Indonesia, sesuai dengan adat kebudayaan
kita, ternyata dokter juga dituntut memiliki kewajiban moril untuk memberi informasi kepada
keluarga pasien, karena hal ini merupakan bentuk kepedulian pasien tersebut.

Apabila terdapat banyak anggota keluarga yang bertanya satu persatu bergantian tentang
penyakit pasien, maka seringkali dokter merasa terganggu, lelah dan kesal kadang “voltasenya”
meningkat sehingga menjadi marah, seperti yang ibu alami.

Idealnya dokter memberikan penjelasan kepada keluarga pasien sekali saja sebelum tindakan
medis dilaksanakan, seyogyanya seluruh keluarga dekat pasien sudah mendengarkan penjelasan
dari dokter tersebut, sebaiknya cukup diberikan penjelasan oleh keluarga lain yang sudah
mengetahui, sehingga tidak merepotkan dokter.

Wakil Keluarga
Ada juga situasi di mana pasien dirawat lama dan masih dalam kondisi kritis. Pada keadaan
seperti ini sukar mengumpulkan seluruh keluarga setiap hari, apalagi banyak yang bekerja di
kantor, maka sebaiknya ditunjuk oleh keluarga seseorang wakil yang selalu hadir menerima
berbagai penjelasan-penjelasan dari hari ke hari tentang kemajuan pasien, tentang pemeriksaan,
tentang obat, dsb. Wakil ini kemungkinan meneruskan kepada keluarga, dan ybs menjadi
penghubung keluarga dan dokter / rumah sakit.

Demikian penjelasan kami, mudah-mudahan informasi tentang Informed Consent ini cukup
memadai sehingga yang dialami kejadian yang dialami di rumah sakit tersebut.

Dr. Adib A. Yahya, MARS


Ketua Umum PERSI
Mantan Kepala RSPAD Gatot Soebroto.

(http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=15&tbl=tanyars)

Anda mungkin juga menyukai