1
lembaga pengadilan. Penyelesaian atas sengketa perbankan di PT. Bank Eksekutif
Internasional Tbk. Cabang Medan selama ini dengan memprioritaskan melalui
lembaga mediasi (musyawarah) serta pengadilan dan tidak ada yang diselesaikan
melalui lembaga Arbitrase. (Sihombing, 2004).
Juga ada penelitian yang dilakukan oleh Evailna Alissa dengan judul
“Penyelesaian Kredit Macet Pada Bank Swasta Di Kota Jambi (Penelitian Pada
Bank LIPPO dan Bank Danamon Cabang Jambi)”, pada tahun 2002,
menunjukkan bahwa: Pertama, penyelesaian kredit macet dari Bank Swasta
dilakukan dengan cara musyawarah/negosiasi untuk menyelamatkan dahulu kredit
yang macet, dengan cara restruktur kredit hutang kredit melalui penjualan kembali
hutang, perpanjangan jangka waktu kredit dan penambahan kredit. Cara lain
dilakukan dengan somasi (peringatan) kepada kredit macet agar mau
menyelesaikan hutang-hutangnya bila tidak diusahakan agar debitur macet
menjual sendiri barang yang menjadi jaminan/agunan, kemudian bank akan
berusaha mencari sendiri pembeli yang mau membeli barang jaminan, atas
kesepakatan bersama untuk menjual barang jaminan secara dibawah tangan agar
dapat diperoleh harga tertinggi untuk pelunasan hutangnya. Cara lainnya dengan
mengajukan eksekusi hak tanggunggan melalui penetapan pengadilan negeri
untuk melelang barang jaminan. Sedangkan upaya terakhir adalah dengan gugatan
perdata biasa ke pengadilan. Kedua, kendala yang dihadapi oleh Bank swasta
dalam menyel;esaikan kredit yaitu adanya itikad tidak baik dari debitur macet,
pada saat bank akan menjual barang jaminan sebagi hutang debitur melakukan
perlawanan , kemudian semestinya eksekusi hak tanggungan dapat dilakukan
secara langsung melalui Kantor Lelang Negara, tetapi berdasarkan pedoman
Mahkamah Agung harus melalui prosedur penetapan dari Pengadilan Negeri baru
kemudian dapat dilelang di pelelangan umum. Adanya gugatan dari pihak debitur
pada saat eksekusi hak tanggunan dilakukan dengan alasan adanya selish hutang.
Proses penyelesaiaan kredit macet di Pengadilan membutuhkan waktu yang lama.
(Alissa, 2002).
Penelitian yang dilakukan oleh Camelia Djaya, dengan judul “Penyelesaian
Kredit Macet Dengan Cara Pembelian Objek Jaminan Oleh Bank Swasta Di
Makassar”, pada bulan Mei 2003, menunjukkan bahwa pembelian objek jaminan
oleh bank sebagai penyelesaian kredit macet ternyata jauh lebih lebih
menguntungkan (lebih baik) dibandingkan penyelesaian kredit macet dengan
eksekusi hak tanggungan. Kelebihannya itu seperti cepat prosedurnya sederhana
sehinga waktu penyelesaian lebih cepat sampai tanggung jawab debitur dianggap
selesai. Biaya murah, dibandingkan dengan biaya eksekusi hak tanggungan
dengan waktunya yang minimum 6 (enam) bulan. Resiko diminimumkan, karena
sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak yakni debitur dan kreditur (pihak
bank). Debitur tidak dirugikan dengan pembelian objek jaminan oleh bank karena
penyerahan ini harus didasarkan penyerahan sukarela dari debitur kepada bank,
dan tentunya setelah debitur diberi kesempatan yang cukup untuk menjual objek
jaminannya tersebut untuk menyelesaikan kewajibannya. Meskipun Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 12 A telah memberikan penyelesaian
dengan pembelian objek jaminan oleh bank tetapi waktu untuk segera menjual
kembali dirasakan sangat singkat, yaitu hanya 1 (satu) tahun. Padahal dalam
2
praktek 1 (satu) tahun itu sangat singkat karena bukan hanya satu permasalahan
saja yang dirus dan diselesaikan oleh pihak bank. Begitu banyak kasus yang
ditangani oleh pihak bank sehingga waktu yang satu tahun itu dirasakan sangat
singkat. Yang akhirnya mengakibatkan pihak bank terburu-buru untuk segera
menjual kembali yang dapat menyebabkan pihak bank rugi karena mencari
pembeli dengan terburu-buru. Jadi sebaiknya pihak bank diberikan waktu untuk
pengalihan tersebut sama seperti BPPN yaitu 5 (lima) tahun karena waktu tersebut
dianggap sangat ideal. (Djaya, 2003).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Adhityo Bagus Prakoso dengan judul
“Studi Komparasi Penyelesaian Kredit Macet Dengan Jaminan Gadai Dan Fidusia
Pada Perusahaan Umum Pegadaian Kantor Cabang Gondang Kabupaten Sragen”,
pada tahun 2007, dengan kesimpulan bahwa komparasi prosedur pemberian kredit
dengan jaminan gadai dan fidusia pada Perusahaan Umum Pegadaian Kantor
Cabang Gondang yaitu adanya perbedaan pada uji kelayakan usaha, objek barang
yang dijaminkan, pendaftaran benda jaminan dan kedudukan secara fisik benda
jaminan. Komparasi mekanisme penyelesaian kredit macet dengan jaminan gadai
dan fidusia pada Perusahaan Umum Pegadaian Kantor Cabang Gondang yaitu
apabila benda itu dijaminkan dengan jaminan gadai maka penyelesaiannya dengan
cara lelang barang, sedangkan apabila dengan jaminan fidusia maka diawali
dengan tindakan persuasif, mengirimkan surat peringatan dan penarikan barang
jaminan untuk dilelang atau penjualan dibawah tangan. Hambatan yang muncul
dalam penyelesaian kredit macet dengan jaminan gadai pada Perusahaan Umum
Pegadaian Kantor Cabang Gondang yaitu adanya barang hasil kejahatan yang
menjadi benda jaminan, upaya yang dilakukan kepala cabang berhak menolak
apabila benda dicurigai merupakan hasil kejahatan dan berkoordinasi dengan
aparat hukum dan tunduk kepada proses peradilan. Hambatan yang muncul dalam
penyelesaian kredit macet dengan jaminan fidusia pada Perusahaan Umum
Pegadaian Kantor Cabang Gondang adalah adanya barang hasil kejahatan yang
menjadi benda jaminan dan penipuan oleh nasabah dengan mengatakan benda
jaminan belum dikenai hak yang melekat, dan nasabah berusaha menghalangi
penarikan benda jaminan. Upaya yang dilakukan adalah berkoordinasi dengan
aparat hukum dan tunduk kepada proses peradilan, peningkatan sumber daya
manusia yang melakukan analisis dan dilakukan terlebih dahulu penelitian secara
fisik di lapangan, investigasi kredit dan analisis keuangan, memberikan
argumentasi yang kuat bahwa penarikan benda jaminan sesuai dengan perjanjian
yang telah dibuat, jika perlu meminta bantuan aparat penegak hukum. (Prakoso,
2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Sartono dengan judul penelitian “Tindakan
Hukum Dalam Penyelamatan Dan Penyelesaian Kredit Bermasalah (Non
Performing Loan) Oleh Bank Rakyat Indonesia Cabang Temanggung Tahun
2002–2006”, yang dilakukan pada tahun 2006, berkesimpulan bahwa: tindakan
penyelamatan dan penyelesaian yang dilakukan oleh BRI Cabang Temanggung
dalam mengatasi kredit macet/non performing loan antara lain dengan cara
Penurunan suku bunga kredit, Pengurangan/penghapusan tunggakan, Pengurangan
tunggakan pokok kredit, Perpanjangan jangka waktu Kredit, Pengambil alihan
agunan/aset debitur, Penjualan Barang Jaminan dibawah tangan, Penyerahan
3
piutang ke BUPLN/PUPN, Mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri.
(Sartono, 2006).
Penelitian lain dilakukan oleh Ari Wahyu Wicaksono, S.H., dengan judul
“Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui Penjualan Dibawah Tangan Atas
Obyek Jaminan Yang Diikat Dengan Fidusia Pada Pt. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk. Cabang Tangerang” pada tahun 2007, menunjukan bahwa Pertama,
Proses penyelesaian kredit macet apabila pemberi fidusia tersebut cidera janji,
pihak BRI Cabang Tangerang melakukan penjualan dibawah tangan dengan
meminta kepada debitur untuk melakukan penjualan sendiri jaminannya secara
sukarela, untuk selanjutnya hasilnya diserahkan kepada bank untuk melunasi
kredit tersebut. Hal ini dipilih oleh bank karena dianggap cukup cepat dalam
proses penyelesaiannya, efektif, dan lebih efisien, jika dibandingkan dengan
melalukan penyelesaian melalui lembaga Pengadilan. Kedua, dalam
menyelesaikan penyelesaian kredit macet yang dijamin dengan fidusia dengan
instrumen eksekusi dibawah tangan, ditemukan beberapa kendala sehingga
memperlambat dalam penyelesaian kreditnya. Kendalakendala yang muncul
adalah sebagai berikut: Keberatan debitur terhadap eksekusi jaminan fidusia
seringkali ditemui kendala perlawanan dari debitur yang keberatan jaminan
fidusianya ditarik. Alasan yang dikemukakan oleh debitur antara lain, debitur
menganggap bahwa bank terlalu cepat mengambil tindakan eksekusi tanpa
memberikan kesempatan kepada debitur untuk melunasi tunggakannya, padahal
debitur menganggap bahwa tunggakannya baru satu atau dua bulan. Permasalahan
berikut yang dihadapi oleh bank adalah keberatan debitur terhadap harga jual
jaminan fidusia. Permasalahan ini dijumpai oleh bank akan melakukan tindakan
penjualan. Tahap penjualan ini bank melaksanakan kekuasaan yang dimilikinya
sebagaimana diatur dalam Akta Jaminan Fidusia serta Sertifikat Jaminan Fidusia.
(Wicaksono, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Nur Asmalina Siregar, dengan jdul
“Penyelesaian Kredit Macet Melalui Penjualan Dibawah Tangan Benda Jaminan
Yang Diikat Dengan Hak Tanggungan (Studi Kasus Terhadap Praktek Perbankan
Di Kota Medan)”, pada tahun 2008, berdasarkan hasil penelitian terhadap
penyelesaian kredit macet melalui penjualan dibawah tangan benda jaminan yang
diikat dengan hak tanggungan pada Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol dan Bank
Danamon Cabang Iskandar Muda Medan, baik pihak bank sebagai kreditur dan
nasabah sebagai debitur dalam menyelesaikan kredit macet dengan obyek hak
tanggungan menghendaki untuk melakukan penjualan dibawah tangan obyek hak
tanggungan tersebut sebagai upaya penyelesaian kredit macet dengan
pertimbangan bahwa penjualan dibawah tangan benda jaminan yang diikat dengan
hak tanggungan itu nama baik debitur akan terlindungi, prosedurnya tidak rumit,
benda jaminan cepat terjual dan hemat biaya. Dan dalam prakteknya penjualan
dibawah tangan obyek hak tanggungan tersebut sebagian besar memperoleh harga
tertinggi. Hasil penjualan dipergunakan untuk membayar seluruh hutang debitur
kepada Bank, kemudian bagi pihak ketiga yang membeli benda jaminan tersebut
langsung dibuat akta jual belinya untuk keperluan perlindungan hukum terhadap
pembeli, penjualan tersebut diikuti dengan balik nama pada sertifikat tanahnya
sehingga sertifikat tanah tersebut sudah atas nama pembeli. (Siregar, 2008).
4
Penelitian yang dilakukan oleh Angga Widyaningrum dan Mustafa dengan
judul “Penjualan Dibawah Tangan Barang Jaminan Yang Diikat Dengan Hak
Tanggungan Pada Kredit Macet di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang
Sleman, pada tahun 2004, hasil penelitian menunjukkan bahwa Bank BRI
melakukan penundaan penyerahan pengurusan kredit macet ke KP2LN, bank
lebih memilih melakukan penjualan dibawah tangan terhadap barang jaminan
yang diikat dengan hak tanggungan dalam hal kredit macet. Penjualan dibawah
tangan lebih menguntungkan karena harga penjualan mendekati harga pasar, tidak
ada biaya administrasi KP2LN sehingga tidak memakan biaya yang banyak,
waktu penjualan ditentukan oleh bank dengan persetujuan debitur dan
prosedurnya sangat sederhana karena tidak melalui KP2LN.
Dari penelitian-penelitian yang ditampilkan di atas, mayoritas adalah
penelitian penyelesaian kredit terhadap jaminan yang sudah diletakan pada
lembaga penjaminan seperti fidusia dan hak tanggungan dan lokasi penelitian
dilakukan di beberapa tempat seperti Medan, Makassar, Jambi, Sragen, Tangerang
dan lainnya. Pada umumnya penelitian-penelitian tersebut merupakan jenis
penelitian empiris. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah
tinjauan yuridis penyelesaian kredit terhadap jaminan yang belum diletakan pada
lembaga penjaminan dengan penggunaan Kuasa Untuk Menjual dan dilakukan di
Kota Batam dan dengan metode penelitian normatif (liabrary research). Di sini
penulis hanya ingin menunjukkan orisinilitas dari penelitian yang akan penulis
lakukan ini.
5
DAFTAR PUSTAKA
Alissa, Evailna, Penyelesaian Kredit Macet Pada Bank Swasta Di Kota Jambi
(Penelitian Pada Bank LIPPO dan Bank Danamon Cabang Jambi), 2002, USU
Repositori © 2007.