Anda di halaman 1dari 6

Tugas Keperawatan Kritis S1

(Study kasus - Cardiogenic Shock)

Nama : Kevin Waldo Munson Panjaitan

NIM : 1851055

Seorang Pria berusia 56 tahun datang ke UGD dengan keluhan nyeri substernal pada dada dan pusing. Dia menderita
dispnea, mengeluarkan keringat dan pucat. Tanda vitalnya adalah sebagai berikut: denyut nadi 120x/ menit tidak teratur;
BP 78/52; RR 28; saturasi Oksigen, 88%; afebrile, crackels terdengar secara bilateral pada auskultasi dada. Hasil EKG
memperlihatkan adanya elevasi pada segment ST pada bagian anterior. Pasien diberikan oksigen melalui kanula hidung,
dan infus dopamin dimulai dengan 5 mcg / kg / menit untuk meningkatkan tekanan darah.
Furosemide 20 mg IVP diberikan. Tanda vital setelah peberian tindakan adalah, BP 100/74 mmHg,
Saturasi O2 94% dgn Nasal kanul 4 l/m. Nitrogliserin infus dimulai pada 5 mcg / menit dan dititrasi untuk mengontrol nyeri
dada sambil mempertahankan TD sistolik lebih dari 90.

Pasien kemudian dipindahkan ke lab kateterisasi.

1. Tanda dan gejala apa yang menunjukkan syok kardiogenik


    pada pasien ini?
2. Jelaskan patofisiologi pasien dispnea dan hipoksia.
3. Apa kemungkinan penyebab syok kardiogeniknya?
4. Apa prioritas utama dalam kolaborasi
     manajemen pasien ini?

Jawab:

1. - Tekanan darah turun < 80-90 mmHg (Hipotensi)

- Mengeluarkan keringat dan kulit pucat

- Mengalami sesak napas / dyspnea

- Nyeri dada dan pusing

- Takipnea (RR tidak normal)

- Takikardi (Nadi/pulse tidak normal)

2. Patofisiologi Dispnea (berhubungan dengan syok kardiogenik)


Penurunan curah jantung

Kompensasi aldosterone Peningkatan volume darah Kompensansi pelepasan


Peningkatan SVR
ADH adekuat katekolamin

Edema sistemik dan Peningkatan preload, stroke


pulmonal volume dan HR

Dyspnea

Patofisiologi Hipoksia

1. Hipoksia merupakan penurunan pemasukkan oksigen ke jaringan sampai bawah tingkat fisiologik meskipun perfusi jaringan oleh
darah memadai. Pada keadaan dengan penurunan kesadaran pada tindakan anastesi, penderita trauma kepala , maka akan
terjadi relaksasi otot-otot termasuk otot lidah dan sphincter cardia akibatnya bila posisi penderita terlentang maka pangkal lidah
akan jatuh ke posterior menutup orofaring, sehingga menimbulkan sumbatan jalan napas. Sphincter cardia yang relaks,
menyebabkan isi lambung mengalir kembali ke orofaring (regurgitasi). Hal ini merupakan ancaman terjadinya sumbatan jalan
napas oleh aspirat yang padat dan aspirasi pneumonia oleh aspirasi cair, sebab pada keadaan ini pada umumnya reflek batuk
sudah menurun atau hilang. Hal ini akan menyebabkan kegagalan respirasi mencakup kegagalan oksigenasi maupun kegagalan
ventilasi.
Kegagalan oksigenasi sendiri terjadi bila (1) ketimpangan antara ventilasi dan perfusi. (2) hubungan pendek darah intrapulmoner
kanan-kiri. (3) tegangan oksigen vena paru rendah karena inspirasi yang kurang, atau karena tercampur darah yang
mengandung oksigen rendah. (4) gangguan difusi pada membran kapiler alveoler. (5) hipoventilasi alveolar. Sedangkan
kegagalan ventilasi dapat terjadi bila PaCO2 meninggi dan pH kurang dari 7,35. Hal ini menyebabkan diafragma tidak mampu
membangkitkan tekanan yang diperlukan sehingga terjadi kelelahan otot-otot respirasi. Jalan napas yang tersumbat akan
menyebabkan gangguan ventilasi karena itu langkah yang pertama adalah membuka jalan napas dan menjaganya agar tetap
bebas. Setelah jalan napas bebas tetapi tetap ada gangguan ventilasi maka harus dicari penyebab lain.penyebab lain yang
terutama adalah gangguan pada mekanik ventilasi dan depresi susunan syaraf pusat. Untuk inspirasi agar diperoleh volume
udara yang cukup diperlukan jalan napas yang bebas, kekuatan otot inspirasi yang kuat, dinding thorak yang utuh, rongga pleura
yang negatif dan susunan syaraf yang baik.Bila ada gangguan dari unsur-unsur mekanik diatas maka akan terjadi hipoventilasi
yang mengakibatkan hiperkarbia dan hipoksemia. Hiperkarbia menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak yang akan
meningkatkan tekanan intrakranial, yang dapat menurunkan kesadran dan menekan pusat napas bila disertai hipoksemia
keadaan akan makin buruk. Penekanan pusat napas akan menurunkan ventilasi. Lingkaran ini harus dipatahkan dengan
memberikan ventilasi dan oksigensi. Gangguan ventilasi dan oksigensi juga dapat terjadi akibat kelainan di paru dan kegagalan
fungsi jantung. Parameter ventilasi : PaCO2 (N: 35- 45 mmHg), ETCO2 (N: 25-35mmHg), parameter oksigenasi : Pa O2 (N: 80-
100 mmHg), Sa O2 (N: 95-100%)

3. - Gangguan irama jantung, seperti ventricular tachycardia, ventricular fibrilasi, dan takikardia supraventricular

- Emboli paru atau sumbatan yang terjadi pada paru-paru

4. Prioritas utama untuk tindakan kolaborasi penanganan pada pasien ini adalah:

- Periksa TTV terlebih pada tekanan darahnya apakah terjadi hipotensi


- Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi

- Berikan oksigen 8-15 L/ menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan PO2 70-120 mmHg. (Memasang
nasal kanulla)

- Melakukan tindakan Elektrokardiografi untuk Mengetahui adanya sinus takikardi , iskemi infark /fibrilasi atrium, ventrikel
hypertrofi bilik atau perubahand alam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulmonal

- Pemberian obat2 untuk mencegah nyeri dan kembalikan fungsi jantung selain furosemide dan nitrogliserin yaitu:

 Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri


 Dopamin dan dobutamine (inotropic dan konotropik), bila perfusi jantung tidak adekuat dosis dopamine 2-15 microgram /kg/m
 Norepinefrin 2-20 microgram/ kg/ m

Anda mungkin juga menyukai