75 956 1 PB
75 956 1 PB
Wahyu Wibowo
Universitas Nasional
kangbowie@gmail.com
ABSTRACT
The purpose of this paper is to examine the vision of Indonesia as a maritime axis of
the world. This vision is important, in addition to its worldwide scale content, and also
directly addressed by the President of the Republic of Indonesia Joko Widodo at the East
Asia Summit in Nay Pyi Taw, Myanmar on November 13, 2015. This vision is increasingly
important because there are still many of our marine problems, particularly those relating
to security and economic issues, are suspected to weaken that vision. Using heuristic
technique and eclectic method, philosophical study of this qualitative descriptive type
will center on the President’s speech and the national newspaper coverage of maritime
problems, which likely raises the ethical problems of nation and state. As a result,
Indonesia’s vision as a maritime axis of the world should be manifested with a critical
note.
Keywords: maritime; Indonesia as the world’s maritime axis; East Asia Summit;
heuristic; eclectic; philosophical study
ABSTRAK
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji visi Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Visi ini menjadi penting, selain karena muatannya yang bersifat mondial, juga dipidatokan
secara langsung oleh Presiden RI Joko Widodo di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia
Timur, di Nay Pyi Taw, Myanmar, pada 13 November 2015. Visi ini semakin penting
karena masih banyak problem kelautan kita, terutama yang berkaitan dengan masalah
keamanan dan perekonomian, yang ditengarai akan melemahkan visi tersebut. Melalui
metode heuristis dan eklektik, kajian filosofis berjenis deskriptif kualitatif ini akan berpusat
pada pidato Presiden dan pemberitaan surat kabar nasional tentang problem kemaritiman,
yang berpeluang memunculkan problem etis berbangsa dan bernegara. Hasilnya, visi
Indonesia sebagai poros maritim dunia harus tetap diwujudkan dengan catatan kritis.
Kata Kunci: kemaritiman; Indonesia poros maritim dunia; KTT Asia Timur; heuristis;
eklektik; kajian filosofis
211
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
Wahyu Wibowo ISSN 2355-4721
212
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
ISSN 2355-4721 Kemaritiman Indonesia: Sebuah Kajian Kritis
sebagai poros maritim dunia, sebagaimana Joko Widodo tidak beredar di ruang
dipidatokan oleh Presiden Joko Widodo di kosong tanpa makna. Dalam perspektif
depan forum Konferensi Tingkat Tinggi Filsafat Bahasa, menurut Wibowo (2016),
(KTT) Asia Timur, di Nay Pyi Taw, ungkapan konstatif adalah jenis ungkapan
Myanmar, pada 13 November 2015. bahasa yang melukiskan suatu keadaan
“Saya memilih forum ini untuk faktual, atau peristiwa nyata, yang oleh
menyampaikan gagasan saya tentang karena itu memiliki konsekuensi untuk
Indonesia sebagai poros maritim dunia ditentukan benar-salahnya berdasarkan
dan harapan saya tentang peran KKT Asia hubungan faktual antara si penutur dan
Timur ke depan. Bagi Indonesia, KTT Asia fakta sesungguhnya. Berimplikasi dengan
Timur berperan penting bagi keamanan, hal ini, istilah konstatif itu sendiri dapat
stabilitas, dan kemakmuran ekonomi di pula digunakan untuk mendeskripsikan
kawasan. Indonesia akan menjadi poros semua pernyataan yang dapat dikaji benar-
maritim dunia, kekuatan yang mengarungi salahnya melalui faktanya, baik yang
dua samudra, sebagai bangsa bahari dialami langsung atau tidak langsung oleh
yang sejahtera dan berwibawa. Untuk si pengkajinya.
menjadi negara maritim, oleh karena itu Dengan demikian, untuk menilai
infrastruktur antarpulau dan sepanjang benar-salahnya ungkapan konstatif Presiden
pantai di setiap pulau harus dibangun dan Joko Widodo, terlebih dahulu faktanya
dikembangkan. Jalan antarpulau itu harus juga harus diselidiki dan dibuktikan. Oleh
benar-benar dapat direalisasikan untuk karena itu, dalam perspektif historis, fakta
mempercepat transportasi antarpulau di tersebut dapat dikelindankan dengan masa
Indonesia.” (Detikcom, 11/06/2014; 12.54 kejayaan maritim yang telah diupayakan
WIB). kerajaan-kerajaan di Nusantara, seperti
Demi mewujudkan visi tersebut, Sriwijaya dan Majapahit, ketika menjadikan
agar manusia Indonesia dapat meraih Nusantara sebagai poros maritim dunia.
kebenaran, kebaikan, dan keindahan dalam Kejayaan tersebut, yang pada hakikatnya
hidupnya, Presiden Joko Widodo melalui berupa perindahan etos dari agraria ke
pidatonya mengungkapkan, “KTT Asia lautan, berawal ketika kerajaan-kerajaan
Timur berperan penting bagi keamanan, di Nusantara mulai memanfaatkan laut
stabilitas, dan kemakmuran ekonomi di untuk mengangkut pelbagai hasil bumi
kawasan. (Oleh karena itu) Indonesia akan ke wilayah Nusantara dan juga ke India,
menjadi poros maritim dunia, (mengingat) Afrika, dan China.
kekuatan (bangsa kita) yang (mampu) Pelbagai temuan arkeologis di
mengarungi dua samudra.” Ungkapan ini sejumlah negara di Asia dan Afrika telah
dikonkretkannya melalui agenda lima pilar menunjukkan bahwa bangsa Nusantara,
yang secara heurestik dan eklektik dapat alias nenek moyang kita, memang orang
diuraikan sebagai berikut. pelaut. Melalui temuan tersebut, ribuan
Pertama, pembangunan kembali tahun lalu nenek moyang kita terbukti
budaya maritim. Menurut Presiden Joko telah memiliki ilmu kemaritiman, berupa
Widodo, sebagai “pemilik” 17 ribu pulau teknologi navigasi dan perkapalan, yang
bangsa Indonesia harus menyadari dan dapat membawa mereka menyeberangi
melihat dirinya sendiri sebagai bangsa yang Samudra Hindia, Semenanjung India,
identitasnya, kemakmurannya, dan masa bahkan sampai ke Timur Tengah dan
depannya amat ditentukan oleh bagaimana Afrika. Dari temuan itu saja, boleh
mengelola samudra. ditafsirkan nenek moyang kita yang
Ajakan yang diungkapkan melalui orang pelaut itu telah mampu mengelola
jenis ungkapan konstatif (pernyataan) wilayah darat, pesisir, dan laut secara
itu, memperlihatkan bahwa visi Presiden integratif. Penafsiran ini boleh dilanjutkan,
213
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
Wahyu Wibowo ISSN 2355-4721
214
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
ISSN 2355-4721 Kemaritiman Indonesia: Sebuah Kajian Kritis
215
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
Wahyu Wibowo ISSN 2355-4721
kapasitas lebih dari 10.000 TEU bisa tol laut, pelabuhan laut, logistik, industri
merapat di pelabuhan-pelabuhan Indonesia, perkapalan, dan dan pariwisata maritim.
sehingga tidak diperlukan tanshipment Ungkapan tentang pariwisata
melalui negara lain, yang membuat biaya kemaritiman digarisbawahi Presiden Joko
distribusi menjadi tidak efisien. Widodo melalui tindak tuturnya yang
Dalam konferensi pers, di acara yang bersifat komisif dalam melanjutkan atau
sama, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi mempertahankan gelar Hari Nusantara
Pudjiastuti juga secara tegas memastikan setiap tanggal 13 Desember. Dalam
pemberlakuan larangan cantrang (alat perspektif Filsafat Bahasa, tindak tutur
penangkat ikan yang fungsi dan bentuknya komisif (commissives) adalah tindak tutur
mirip trawl) di seluruh Indonesia akan yang ditandai oleh adanya perjanjian atau
ditunda hingga 31 Desember 2017. Menurut perbuatan yang menyebabkan si penutur
Pudjiastusi, selama masa penundaan itu melakukan sesuatu (Wibowo, 2016).
akan dilakukan transisi penggantian ke Sementara itu, Hari Nusantara itu sendiri,
alat tangkap ikan yang ramah lingkungan. yang ditetapkan sejak pemerintahan
Pelarangan cantrang, termasuk pukat hela, Presiden Megawati Soekarnoputri (melalui
pukat tarik, dogol, dan arad diatur dalam Keppres No. 126/2001), bertalian dengan
Permen Kelautan dan Perikanan No. Deklarasi Djoeanda (13 Desember 1957)
71/2016 tentang jalur penangkapan ikan yang merupakan ikrar bangsa Indonesia
dan penempatan alat penangkan ikan di untuk mewujudkan kesatuan wilayah
Wilayah Pengelolaan Perikanan NKRI. Nusantara terkait dengan negara kepulauan.
Ungkapan performatif Presiden Pada 1982, berdasarkan Pasal 58 UNCLOS
Joko Widodo, yang berkelindan dengan (United Nations Convention on the Law
kewenangan dan kelayakan dirinya selaku of the Sea), konvensi PBB tentang hukum
presiden, sebagaimana telah dijelaskan, laut, Indonesia ditetapkan sebagai negara
tercermin melalui ucapannya, “Kekayaan kepulauan.
maritim kami akan digunakan sebesar- Mengingat aspek kemaritiman
besarnya untuk kepentingan rakyat menjadi garis bawah, Kementerian
kami.” Ucapannya ini, terkait dengan Pariwisata dan pemerintah daerah dalam
komitmennya mengelola sumber daya laut hal gelar Hari Nusantara membuat paket
yang berfokus pada kedaulatan pangan, wisata kemaritiman terpadu dengan tujuan
dalam perspektif Filsafat Bahasa disebut pengembangan kepariwisataan nasional
bersifat verdiktif. Sifat verdiktif ini yang menitikberatkan pada destinasi laut,
ditandai oleh adanya keputusan “ya atau pantai, dan pulau kecil. Dengan panjang
tidak” (perhatikan: “akan digunakan...” pantai 99.093 kilometer (data mutakhir
yang bermakna bisa tidak atau bisa ya). Badan Informasi Geospasial), dan dengan
Akan tetapi, berkat performasi Presiden potensi sumber daya kelautan sebesar
Joko Widodo, keputusan verdiktif tersebut 3000 triliun rupiah per tahun yang belum
dapat diandaikan bukanlah keputusan yang tergarap secara maksimal, NKRI memang
merugikan rakyat. berpeluang menjadi poros maritim
Pengandaian ini juga dapat dunia. Oleh karena itu, paket tersebut
dihubungkan dengan pemberitaan surat tentu membutuhkan kapal pesiar untuk
kabar tentang kesungguhan Presiden Joko berkeliling Nusantara yang ditunjang oleh
Widodo ketika memimpin rapat koordinasi perahu-perahu tradisional.
bidang kemaritiman, sebagaimana telah Implikasi dari hal di atas, membangun
dikutip. tol laut, pelabuhan laut, logistik, dan
Ketiga, komitmen dalam mendorong industri perkapalan merupakan kenyataan
pengembangan infrastruktur dan komisif yang mesti diwujudkan pemerintah.
koneksivitas maritim dengan membangun Bersisian dengan hal ini, pemerintah juga
216
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
ISSN 2355-4721 Kemaritiman Indonesia: Sebuah Kajian Kritis
217
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
Wahyu Wibowo ISSN 2355-4721
218
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
ISSN 2355-4721 Kemaritiman Indonesia: Sebuah Kajian Kritis
219
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
Wahyu Wibowo ISSN 2355-4721
ini memang harus dilakukan mengingat bukanlah harapan tanpa makna. Fakta
Presiden Joko Widodo telah menyiarkan menunjukkan, pusat gravitasi geoekonomi
visi Indonesia sebagai poros maritim dunia dan geopolitik dunia sedang beralih dari
ke tingkat mondial, melalui forum KTT Barat ke Asia Timur. Negara-negara Asia
Asia Timur, di Nay Pyi Taw, Myanmar, sedang bangkit. Momentum, saat yang
pada 13 November 2015. tepat, atau kesempatan inilah yang sedang
Patut pula segera dikemukakan, dimanfaatkan NKRI untuk mewujudkan
peningkatan anggaran TNI AL, yang harapannya.
secara linear terkait dengan pengembangan Sehubungan dengan momentum
infrastruktur dan koneksivitas maritim, tersebut, secara filosofis boleh
pengembangan industri kemaritiman, dipertanyakan: jika kodrat manusia
dan pengembangan pariwisata maritim, ditengarai cukup mengandung unsur
berkelindan dengan harapan bangkitnya perekat sosial, setelah menemukan
kembali kesadaran lingkungan maritim kebenaran, kebaikan, dan keindahan dalam
semua komponen bangsa bahwa laut hidupnya, mampukah manusia di dalam
harus dipandang sebagai kesatuan suatu negara menjaga dan mengembangkan
wilayah, sumber kehidupan, sarana utama tatanan sosial yang damai, stabil, dan saling
penghubung antarpulau, dan sebagai melayani kepentingan orang? Pertanyaan
wilayah utama penyangga pertahanan ini dilontarkan oleh filsuf Thomas Hobes
demi kedaulatan NKRI. Harapan ini harus (1588-1679) sebelum membangun teori
digarisbawahi, mengingat bangsa Indonesia kontrak sosial. Melalui pertanyaan itu,
(sedang) kehilangan budaya bahari. Hobes hendak menegaskan bahwa sebuah
Implikasi dari hal ini, paradigma TNI AL negara selalu berada dalam “kondisi
yang selama ini terkesan hanya sebagai alamiah”, yaitu kondisi “bellum omnium
pendukung pertahanan darat, seharusnya contra omnes” (perang atas perang).
diubah menjadi “antisipasi ke depan” Manurut Hobes, dinamika kekuasaan
bertalian dengan kebutuhan pengendalian (terutama karena nafsu hendak mencapai
keamanan laut nasional sampai ke batas popularitas), yang merupakan karakter
ZEE, sebagaimana semangat etis di balik dasar manusia, akan selalu memicu benturan
semboyan Jalesveva Jayamahe. Andai dan ketidakstabilan (perang atas perang).
musuh dapat dihalau di laut, mengapa harus Hobes kemudian mengajukan teori kontrak
terjadi perang di darat? sosial yang terkenal itu, yaitu kontrak
Dengan kembalinya budaya bahari, yang memberikan pendasaran etis pada
visi Indonesia sebagai poros maritim kekuasaan dan bukan tentang pembatasan
dunia akan menjadi praksis dan relevan kekuasaan (bandingkan: Munandar, 2013).
dengan tujuan etis bangsa Indonesia dalam Andai kita kaitkan dengan visi
menemukan kebenaran, kebaikan, dan Indonesia sebagai poros maritim,
keindahan dalam hidupnya. Hal ini, secara sebagaimana dipidatokan oleh Presiden
perlokutif dapat dihubungkan dengan Joko Widodo di Myanmar, boleh ditegaskan
penegasan performatif dan konstantif bahwa kontrak sosial tersebut harus
Presiden Joko Widodo dalam pidatonya dimulai melalui pernyataan etis berikut
tersebut: “Visi Indonesia sebagai poros ini: NKRI sebagai negara maritim adalah
maritim dunia adalah fokus NKRI pada negara yang mampu memanfaatkan dan
abad ke-21. Indonesia akan menjadi poros menjaga lautnya, karena memiliki sumber
maritim dunia, kekuatan yang mengarungi kehidupan, perdagangan, dan kekuatan laut.
dua samudra, sebagai bangsa bahari yang Dengan demikian, jika kemudian masih ada
sejahtera dan berwibawa.” Visi adalah pernyataan di luar sana yang meragukan
sebuah harapan dan harapan tentang kemampuan NKRI sebagai poros maritim
Indonesia sebagai poros maritim dunia dunia, seraya menggarisbawahi bahwa
220
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
ISSN 2355-4721 Kemaritiman Indonesia: Sebuah Kajian Kritis
NKRI belum memiliki strategi maritim maritim dunia dipidatokan oleh Presiden
dalam bentuk ocean policy, pernyataan Joko Widodo di muka forum KTT Asia
ini secara perlokutif mengindikasikan Timur, di Nay Pyi Taw, Myanmar, pada
bahwa penuturnya, selain belum mampu 13 November 2015. Visi ini, selain hendak
memahami makna kontrak politik Hobes, mengubah paradigma bangsa sebagai
juga mempertegas masih kehilangan bangsa agraris menjadi bangsa maritim
budaya bahari. Sebagai fokus NKRI abad yang berwawasan mondial, juga hendak
ke-21, visi Indonesia sebagai poros maritim menumbuhkan kembali budaya bahari,
dunia telah diejawantahkan melalui lima sehubungan dengan penciptaan pemerataan
pilar pendukungnya, sebagaimana telah dan pertumbuhan pembangunan. Oleh
dikaji di atas. Presiden Joko Widodo, padatonya ini
Semua komponen bangsa, sebagai diungkapkan secara performatif dan
anggota organisasi bernama NKRI, dengan konstantif dengan menggarisbawahi jenis
demikian secara etis tidak mungkin tindak tutur verdiktif, komisif, ilokutif, dan
menolak “ocean policy” visi Indonesia eksersitif.
sebagai maritim dunia beserta kelima pilar Dengan tujuan hendak
pendukungnya sebagai kontrak politik. menyejahterakan bangsa, “ocean policy”
Patut disadari, pada milenium ketiga dewasa berupa visi tersebut harus didukung secara
ini kerap dikatakan sebagai era Pasifik. etis dan akademis oleh semua komponen
Padahal dengan usainya Perang Dunia II, bangsa yang merasa menjadi bagian dari
negara-negara kawasan masih cenderung organisasi bernama NKRI. Ya, Jalesveva
memperlihatkan ofensif militernya. Jayamahe.
Kenyataan ini menunjukkan, bangsa-
bangsa di dunia masih kesulitan mencari
kebenaran, kebaikan, dan keindahan dalam DAFTAR PUSTAKA
hidup berbangsa dan bernegaranya.
Hal tersebut patut digarisbawahi, Baggini, Julian. 2013. Making Sense,
apalagi mengingat mitra pemerintah Filsafat di Balik Headline Berita.
“paling dekat”, yaitu lembaga DPR, (Penerjemah: Nurul Qamariyah).
belakangan ini masih mempertahankan Jakarta: Teraju.
kondisi alamiahnya sebagai “hewan Detik.com. 2014. “Maritim sebagai
berakal” seperti dikatakan Aristoteles, Bagian dari Diplomasi”. Detik.com,
terutama ketika mereka mempertontokan 11/6/2014; 15.23 WIB.
daya perlokutif ungkapan “bellum omnium Detik.com. 2015. “Indonesia sebagai
contra omnes” sebagai status quo. Poros Maritim Dunia”. Detik.com,
13/11/2015; 12.54 WIB.
Kadarisman, Muh. 2015. “Transportation
SIMPULAN System and Human Need in a Family”.
Jurnal Manajemen Transportasi &
Visi Indonesia sebagai poros maritim Logistik 02 (03): 313-331.
dunia, beserta kelima pilar pendukungnya, Kompas. 2017. “Maritim Masih Butuh
merupakan harapan dan sekaligus wujud Terobosan: Pelarangan Penggunaan
“ocean policy” dalam hal mengembalikan Cantang Ditunda”. Kompas,
kejayaan NKRI sebagai negara maritim, 5/5/2017; h.18
sebagaimana secara historis pernah dialami Kompas. 2017. “Kapal Keruk Asal China
bangsa Nusantara pada masa keemasan Ditangkap”. Kompas, 6/7/2017; h. 17.
Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Kompas. 2017. “Pemerintah Naikkan
Majapahit. Tarif Penyeberangan”, Kompas,
Visi Indonesia sebagai poros 6/11/2017; h.17.
221
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
Wahyu Wibowo ISSN 2355-4721
222
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017