Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sebelum membahas Hiperbilirubinemia, maka perlu diketahui dulu tentang ikterus pada
bayi. Karena itu merupakan salah satu tanda Hiperbilirubinemia yang dapat diketahui oleh
seorang perawat sebelum dilakukan pemeriksaan penunjang.

A. Definisi
1. Ikterus
Adalah perubahan warna kuning pada kulit, membrane mukosa, sclera dan organ lain
yang disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin di dalam darah dan ikterus sinonim
dengan jaundice.

2. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam Schwats (2005)
adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
 Timbul pada hari kedua – ketiga
 Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus
cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan
 Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari
 Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %
 Ikterus hilang pada 10 hari pertama
 Tidak mempunyai dasar patologis

3. Ikterus Pathologis/ hiperbilirubinemia


Ikterus patologis/hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi
bilirubin dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern
ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan
keadaan yang patologis. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau
1
hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Menurut Surasmi (2003) bila :
 Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
 Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau > setiap 24 jam
 Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan dan 12,5 %
pada neonatus cukup bulan
 Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD
dan sepsis)
 Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia,
sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia,
hiperosmolalitas darah.

b. Menurut Tarigan (2003), adalah :


Suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown
menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg % pada cukup
bulan, dan 15 mg % pada bayi yang kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg % dan
15 mg %.

4. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Kern
Ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan
dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg %) dan disertai penyakit hemolitik berat
dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis
berbentuk kelainan syaraf spatis yang terjadi secara kronik.

B. Jenis Bilirubin
Menuru Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjad dua jenis yaitu:
1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu bilirubin
tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas
2
larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.
2. bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubin larut dalam
air dan tidak toksik untuk otak.

C. Etiologi
Etiologi hiperbilirubin antara lain :
1. Peningkatan produksi
 Hemolisis, misalnya pada inkompalibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus dan ABO.
 Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran
 Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang terdapat
pada bayi hipoksia atau asidosis
 Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase)
 Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta),
diol (steroid)
 Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin indirek meningkat
misalnya pada BBLR
 Kelainan congenital

2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya


hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine.

3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang
dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, toksoplasmasiss,
syphilis.

4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatic.

5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.

D. Patofisiologi
3
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar
bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi
hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah
apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan
ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi
mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak
apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin
akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung
pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudak melewati darah otak apabila bayi
terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, hipoksia, dan hipolikemia.

E. Tanda dan Gejala


Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah
letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan
opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral
dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia
dentalis).

Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit,
membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah
mencapai sekitar 40 µmol/l.
4
F. Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak.
Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau
menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements),
kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dn akhirnya opistotonus.

G. Pemeriksaan Penunjang
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
 Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi pada saat kelahiran
 Bila ibu mempunyai golongan darah O dianjurkan untuk menyimpan darah tali pusat
pada setiap persalinan untuk pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan
 Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada 24 jam pertama
kelahiran

H. Penilaian Ikterus Menurut Kramer


Ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Dan membagi tubuh bayi baru lahir
dalam lima bagian bawah sampai tumut, tumit-pergelangan kaki dan bahu pergelanagn
tangan dan kaki seta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan.
Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk ditempat yang tulangnya menonjol
seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain-lain. Kemudian penilaian kadar bilirubin
dari tiap-tiap nomor disesuaikan dengan angka rata-rata didalam gambar di bawah ini :

Tabel hubungan kadar bilirubin dengan ikterus

Derajat Daerah Ikterus Perkiraan kadar Bilirubin (rata-


Ikterus rata)
Aterm Prematur

5
1 Kepala sampai leher 5,4 -
2 Kepala, badan sampai 8,9 9,4
dengan umbilicus
3 Kepala, badan, paha, 11,8 11,4
sampai dengan lutut
4 Kepala, badan, ekstremitas 15,8 13,3
sampai dengan tangan dan
kaki
5 Kepala, badan, semua
ekstremitas sampai dengan
ujung jari

I. Diagnosis Banding Ikterus

Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan Kemungkinan


penunjang atau diagnosis
diagnosis lain yang
sudah diketahui

6
 Timbul saat lahir Sangat ikterus Hb<13 g/dl, Ht<39% Ikterus hemolitik
hari ke-2 Sangat pucat Bilirubin>8 mg/dl akibat inkompatibilitas
 Riwayat ikterus pada hari ke-1 atau darah
pada bayi kadar Bilirubin>13
sebelumnya mg/dl pada hari ke-2
 Riwayat penyakit ikterus/kadar
keluarga: ikterus, bilirubin cepat
anemia, Bila ada fasilitas:
pembesaran hati, Coombs tes positif
pengangkatan Defisiensi G6PD
limfa, defisiensi Inkompatibilitas
G6PD golongan darah ABO
atau Rh

 Timbul saat lahir Sangat ikterus Lekositosis, Ikterus diduga karena


sampai dengan hari Tanda infeksi/sepsis: leukopeni, infeksi berat/sepsis
ke2 atau lebih malas minum, trombositopenia
 Riwayat infeksi kurang aktif, tangis
maternal lemah, suhu tubuh
abnormal
 Timbul pada hari 1 Ikterus Bila ada fasilitas: Ikterus akibat obat
 Riwayat ibu hamil Hasil tes Coombs
pengguna obat positif
 Ikterus hebat timbul Sangat ikterus, Ensefalopati
pada hari ke2 kejang, postur

 Ensefalopati timbul abnormal, letragi


pada hari ke 3-7
 Ikterus hebat yang
tidak atau terlambat Faktor pendukung:

diobati Urine gelap, feses

 Ikterus menetap pucat, peningkatan

7
setelah usia 2 Ikterus berlangsung bilirubin direks Ikterus
minggu > 2 minggu pada berkepenjangan
bayi cukup bulan dan (Prolonged Ikterus)
> 3 minggu pada
bayi kurang bulan
 Timbul hari ke2
arau lebih Bayi tampak sehat Ikterus pada bayi
 Bayi berat lahir prematur
rendah

J. Penatalaksanaan
Berdasarkan pada penyebabnya maka manajemen bayi dengan hiperbilirubinemia
diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia. Pengobatan
mempunyai tujuan :

1. Menghilangkan anemia
2. Menghilangkan antibody maternal dan eritrosit teresensitisasi
3. Meningkatkan badan serum albumin
4. Menurunkan serum bilirubin

Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse pangganti, infuse


albumin dan therapi obat.
a. Fototherapi
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti
untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang
tinggi ( a bound of fluorescent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan
menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara
memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang
diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut
fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme
difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati.

8
Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam duodenum
untuk di buang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi
terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin, tetapi
tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia.
Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl.
Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan
konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan
fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir
rendah.
Tabel Terapi
Berikut tabel yang menggambarkan kapan bayi perlu menjalani fototerapi dan penanganan
medis lainnya, sesuai The American Academy of Pediaatrics (AAP) tahun 1994
Bayi lahir cukup bulan (38 – 42 minggu)
Usia bayi Pertimbangan Terapi sinar Transfuse Transfuse
(jam) terapi sinar tukar bila tukar dan
terapi sinar terapi sinar
intensif gagal intensif
Kadar bilirubin Indirek serum Mg/dl
<24
25 -48 >9 >12 >20 >25
49 – 72 >12 >15 >25 >30
>72 >15 >17 >25 >30
Bayi lahir kurang bulan perlu fototerapi jika:

Usia (jam) Berat lahir < BL 1500 – 2000 g BL >2000 g kadar


1500 g kadar kadar bilirubin bilirubin
bilirubin
< 24 >4 >4 >5
25 - 48 >5 >7 >8
49 - 72 >7 >8 > 10
> 72 >8 >9 > 12

Panduan terapi sinar berdasarkan kadar bilirubin serum

9
Saat timbul ikterus Bayi cukup bulan sehat Bayi denagn factor
kadar bilirubin, mg/dl: resiko (kadar bilirubin,
(µmol/l) mg/dl:µmol/l)
Hari ke 1 Setiap terlihat ikterus Setiap terlihat ikterus
Hari ke 2 15 (260) 13 (220)
Hari ke 3 18 (310) 16 (270)
Hari ke 4 dst 20 (340) 17 (290)

b. Transfusi Pengganti
Transfuse pengganti atau imediat didindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu
2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
3. Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama
4. Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama
5. Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama
6. Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl
7. Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus

Transfusi pengganti digunakan untuk:


1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel darah
merah terhadap antibody maternal
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan serum ilirubin
4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan
bilirubin

Pada Rh Inkomptabilitas diperlukan transfuse darah golongan O segera (kurang dari 2


hari), Rh negative whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan
antigen B. setiap 4 -8 jam kadar bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus diperiksa setiap
hari sampai stabil

10
c. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan
konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu
hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan
Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya
(letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine
sehingga menurunkan siklus enterohepatika

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, J.1985. Maternity and Ginecologic Care. Precenton.

Handoko, I.S. 2003. Hiperbilirubinemia. Klinikku.

http://www.klinikku.com/pustaka/dasar/hati/hiperbilirubinemia3.html.

Markum, H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Buku I. FKUI, Jakarta.

Pritchard, J.A. 1997. Obstetric Williams. Edisi xvii. Airlangga University Press: Surabaya.

Saifudin, AB, dkk. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.

YBPSP, Jakarta.

Solahudin, G. 2006. Kapan Bayi Kuning Perlu Terapi?. http://tabloid-nakita.com/artikel.php3?


11
edisi=08392&rubrik=bayi.

Schwart, M.W. 2005. Pedoman Klilik Pediatrik. Jakarta : EGC.

Surasmi, A., Handayani, S. & Kusuma, H.N. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Cetakan I.

Jakarta : EGC.

Tarigan, M. 2003 Asuhan Keperawatan dan Aplikasi Discharge Planning Pada Klien dengan

Hiperbilirubinemia. FK Program Studi Ilmu Keperawatan Bagian Keperawatan Medikal

Bedah USU. Medan. http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2004/04/05/nrs,20040405-

01,id.html

12

Anda mungkin juga menyukai