Anda di halaman 1dari 7

1.

Coba bayangkan bahwa dalam

upaya mempelajari kejahatan maka kita perlu mengetahui faktor-faktor apa

saja yang menyebabkan terjadinya perbuatan yang telah didefinisikan sebagai

jahat itu. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menyebabkan munculnya

perbuatan jahat maka kita juga harus menggali pengetahuan tentang sebab-

sebab mengapa seorang pelaku kejahatan (penjahat) melakukan perbuatan

jahatnya. Dengan kata lain, dengan mempelajari kriminologi seseorang tidak

hanya dapat menjelaskan masalah-masalah kejahatan tetapi juga diharapkan

akan dapat mengetahui dan menjelaskan sebab-sebab mengapa kejahatan itu

timbul dan bagaimana pemecahan masalahnya. Kesadaran akan ketidak-

sederhanaannya perhatian kriminologi tersebut akan berpengaruh pada

luasnya lingkup perhatian studi kriminologi itu sendiri.

B.

Kriminologi adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari soal-soal

kejahatan.

Objek studi kriminologi meliputi kejahatan, pelaku atau penjahat dan

reaksi masyarakat terhadap kejahatan dan pelaku atau penjahat, berikut

penjelasan mengenai kejahatan, pelaku atau penjahat dan reaksi masyarakat

terhadap kejahatan dan pelaku atau penjahat.

D.

Seorang antropolog yang berasal dari Prancis, bernama Paul Topinard

mengemukakan bahwa,

Kriminologi adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari soal-soal

kejahatan. Kata kriminologi itu sendiri berdasar etimologinya berasal

dari dua kata, crimen yang berarti kejahatan dan logos yang berarti

ilmu pengetahuan, sehingga secara sederhana kriminologi dapat

diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan.


1

Kriminologi menurut Soedjono Dirdjosisworo adalah ilmu

pengetahuan yang mempelajari sebab, akibat, perbaikan dan

pencegahan kejahatan sebagai gejala manusia dengan menghimpun

sumbangan-sumbangan berbagai ilmu pengetahuan. Tegasnya,

kriminologi merupakan sarana untuk mengetahui sebab-sebab

kejahatan dan akibatnya, mempelajari cara-cara mencegah

kemungkinan timbulnya kejahatan.2

Berdasarkan isi kutipan menurut Soedjono Dirdjosisworo dan Paul

Topinard di atas, penulis berpendapat bahwa Kriminologi sebagai disiplin

ilmu yang mempelajari kejahatan, Pada dasarnya sangat tergantung pada

disiplin ilmu-ilmu lainnya yang mempelajari kejahatan, bahkan dapat dikatakan bahwa keberadaan
kriminologi itu merupakan hasil dari berbagai

disiplin ilmu yang mempelajari kejahatan tersebut. Dengan demikian,

kriminologi itu bersifat “interdisipliner”, artinya suatu disiplin ilmu yang

tidak berdiri sendiri, melainkan hasil kajian dari ilmu lainnya terhadap

kejahatan. Jadi, Pendekatan interdisipliner merupakan pendekatan dari

berbagai disiplin ilmu terhadap suatu objek yang sama, yakni kejahatan.

2.

korban adalah

“orang yang telah mendapat penderitaan fisik atau penderitaan mental, kerugian

harta benda atau mengakibatkan mati atas perbuatan atau usaha pelanggaran

ringan dilakukan oleh pelaku tindak pidana dan lainnya”. Disini jelas yang

dimaksud “orang yang mendapat penderitaan fisik dan seterusnya” itu adalah

korban dari pelanggaran atau tindak pidana.23

Kejahatan tidak menimbulkan penderitaan pada korban secara langsung akibat tindak
pidana yang dilakukan. Contohnya berjudi, mabuk, dan hubungan seks yang tidak sah
tetapi dilakukan secara sukarela.
C

D.

Apabila dicermati lebih terperinci ternyata perlindungan korban

kejahatan bersifat perlindungan abstrak atau perlindungan tidak langsung

yang dirumuskan dalam kebijakan formulatif yaitu perlindungan abstrak

dimana cenderung mengarah pada perlindungan masyarakat dan individu.

Korban sebagai pihak yang dirugikan oleh suatu kejahatan terisolir atau tidak

mendapat perhatian sama sekali, terlebih lagi dengan meningkatnya

perhatian terhadap pembinaan nara pidana yang sering ditafsirkan sebagai

sesuatu yang tidak berkaitan dengan pemenuhan kepentingan korban, maka

tidak mengherankan jika perhatian kepada korban semakin jauh dari

peradilan pidana yang oleh Sthepen Schafer dikatakan sebagai cinderella dari

hukum pidana. Tegasnya, perlindungan terhadap korban kejahatan penting

eksistensinya oleh karena penderitaan korban akibat suatu kejahatan

belumlah berakhir dengan penjatuhan dan usainya hukuman kepada pelaku.

Dengan titik tolak demikian maka sistem peradilan pidana hendaknya

menyesuaikan, menselaraskan kualitas dan kuantitas penderitaan dan

kerugian yang diderita korban.

Tanggung jawab perlindungan bukan hanya pada Negara untuk melindungi korban
tindak pidana namun juga ada peran dari pelaku dan juga mesyarakat. Keterlibatan
berbagai pihak tersebut diharapkan akan membatu meringankan beban derita korban
yang selama ini belum begitu diperhatikan. Sehingga kedudukan korban tindak pidana
dalam peradilan pidana sebagai pihak pencari keadilan selama ini masih terabaikan.
Pelaku kejahatan lebih mendapat perhatian seperti rehabilitasi, readaptasi sosial,
pemasyarakatan. Hal ini merupakan suatu bentuk ketidakadilan bagi korban, karena
sebagai pihak yang dirugikan hanya difungsikan sebagai sarana pembuktian, dan tidak
jarang pula hak asasi korban terabaikan. padahal masalah keadilandan penghormatan
Hak Asasi Manusia tidak hanya berlaku terhadap pelaku kejahatan saja, tetapi juga
korban kejahatan. Hal ini dapat dilihat pada minimnya pengaturan.
3.

Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi dan


proposisi untuk menerangkan fenomena sosial secara sistematis
dengan cara merumuskan hubungan antar variabel. Berdasar
pengertian tersebut, definisi teori mengandung tiga hal.
Pertama, teori adalah serangkaian proposisi antar konsep-konsep
yang saling berhubungan. Kedua, teori merangkan secara
sistematis atau fenomena sosial dengan sosial dengan cara
menentukan hubungan  antar konsep. Ketiga, teori menerangkan
fenomena-fenomena tertentu dengan cara menentukan konsep
mana yang berhubungan dengan konsep lainnya dan bagaimana
bentuk hubungannya.

B.
Kebalikan dari penjelasan demologis, dimana penjelasan ini
bersumber dari berbagai
keterangan dicari dalam ide-ide dan penafsiran-penafsiran
mengenai objek kejadian
dalam hubungannya dengan dunia nyata. Pemikiran modern yang
ilmiah sudah
melepaskan diri dari kekuatan gaib. Mereka mempergunakan cara-
cara” naturalistik
explanation.
Berdasarkan pendekatan naturalistik timbul tiga pokok pemikiran
yang berbeda-beda
yang kemudian menjadi dasar dari berbagai teori yang meliputi,
pemikiran klasik,
determinisme biologi dan determinisme kebudayaan.
1. Pemikiran klasik adalah teori yang menyatakan bahwa
kepandaian manusia dan
karena itu merupakan dasar pokok dalam menjelaskan kelakuan
manusia, baik
individual maupun dalam kelompok.
2. Determinisme biologis teori ini menyatakan bahwa manusia pada
dasarnya
merupakan suatu organisme-biologis, suatu bagian dari dunia
mahluk biologis dan
karena itu tunduk pada pembatasan-pembatasan dan pengontrolan
dari apa yang
dinamakan hukum biologis .
Pandangan ini juga mengemukakan bahwa manusia bukanlah suatu
mahluk yang
dapat bebas menentukan segala sesuatunya berdasarkan kemauan
dan
kepandaiannya, akan tetapi manusia adalah mahluk yang dibatasi
oleh
 perbuatannya.
Manusia berubah dan berkembang bukan saja kepandaiannya
tetapi juga unsur
 biologisnya , evolusi sosial adalah paralel  biologisnya , evolusi
sosial adalah paralel atau mungkin hasil dari evolusi biologis ungkin
hasil dari evolusi biologis
(teori darwin)
3. Determinisme kebudayaan menyatakan bahwa meskipun
kegiatan
mengidentifikasi tindakan manusia dengan biologinya ( agar
manusia mengenal
dirinnya sebagai manusia ), dianggap penting, tetapi tindakan
manusia itu selalu
 berkaitan  berkaitan dengan dunia kebudayaan kebudayaan
sosialnya sosialnya dan sedikit sedikit banyak merupakan
merupakan
cermin dari ciri-ciri dunia kebudayaan sosial dimana ia hidup.
Pandangan ini berpendapat bahwa dunia kebudayaan dianggap
relatif dan terpisah
dari dunia biologis.
Kebudayaan akan dihasilkan oleh biologi, sedangkan fakta biologis
bukan
merupakan suatu penjelasan bagi suatu gejala kebudayaan.

Mazhab-mazhab dan aliran dalam kriminologi  merupakan suatu sistem pemikiran yang

mengandung suatu kesatuan teori mengenai sebab – sebab kejahatan. Aliran pemikiran dalam

kriminologi bisa diartikan sebagai cara pandang (kerangka, acuan, paradigm, persfektif) yang

digunakan kriminolog dalam memandang, menafsirkan dan menanggapi serta mejelaskan fenomena

kejahatan.

Aliran-aliran dalam kriminologi menunjuk kepada proses perkembangan pemikiran dasar,

konsep-konsep tentang kejahatan dan pelakunya. Oleh karena pemahaman kita terhadap dunia

sosial terutama dipengaruhi oleh cara kita menafsirkan peristiwa-peristiwa yang kita alami/lihat,

sehingga juga para ilmuwan cara pandang yang dianutnya akan mempengaruhi wujud penjelasan

maupun teori yang dihasilkannya. Dengan demikian untuk dapat memahami dengan baik penjelasan

dan teori-teori kriminologi, perlu diketahui perbedaan-perbedaan aliran pemikiran/paradigma dalam

kriminologi

Teori Sosiogenis

Teori ini menjelaskan bahwa penyebab tingkah laku jahat murni sosiologis

atau sosial psikologis adalah pengaruh struktur sosial yang deviatif, tekanan

kelompok, peranan sosial, status sosial, atau internalisasi simbolis yang keliru.

Perilaku jahat dibentuk oleh lingkungan yang buruk dan jahat, kondisi sekolah

yang kurang menarik dan pergaulan yang tidak terarahkan oleh nilai-nilai

kesusilaan dan agama. Teori ini mengungkapkan bahwa penyebab kejahatan

karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan sekitarnya, baik lingkungan keluarga,


ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan serta penemuan teknologi. Teori

ini mengarahkan kita bahwa orang memiliki kecenderungan bisa melakukan

kejahatan karena proses meniru keadaan sekelilingnya atau yang lebih dikenal

dengan proses imitation.

B.

Anda mungkin juga menyukai