Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di dalam al-Qur’an terdapat ayat yang Qathi’ (pasti, yang tidak mungkin
lagi dimasuki oleh daya nalar manusia, seperti kewajiban melakukan shalat,
wajib puasa, zakat dan haji. Kemudian ada lagi ayat-ayat yang zhanni
(dugaan,memungkinkan beberapa pengertian dan penafsiran).

Dari ayat-ayat yang bersifat zhanni ini timbul berbagai macam pendapat
dan aliran dalam Islam. Dari interpretasi yang berbeda terhadap ayat-ayat yang
zhanni,  kemudian muncul berbagai macam aliran pemikiran Islam. Ini
bermula ketika Nabi Muhammad SAW wafat. Di zaman Nabi pemetaan
pemikiran belum terjadi karena Nabi menjadi sumber rujukan tunggal dalam
memahami ayat-ayat tersebut.

Sekarang kita kenal berbagai macam pemikiran atau aliran-aliran


pemikiran dalam Islam.  Hal tersebut sedikit menjelimet dan membuat kaum
muslimin sedikit bingung dalam pmenyaksikan realitas yang ada. Terlebih
dalam persoalan siapa yang benar dan siapa yang salah? Maka dari itu, siapa
yang akan diikuti menjadi persoalan yang lebih rumit lagi.

Aliaran –aliran dalam Islam secara garis besarnya adalah tasawuf, politik,
hukum, filsafat dan teologi. Masing-masing dari pembagian aliran-aliran yang
telah kami sebutkan di atas. Mereka terbagi-terbagi lagi menjadi beberapa
bagian.

Namun hal yang terpenting yang harus digaris bawahi sumber mereka satu
yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Sedang realitas yang ada memang benar
adanya bahwa Allah SWT menurunkan ayat yang sifatnya zhanni lebih
banyak daripada ayat yang sifatnya Qhat’i. Agar daya nalar yang dimiliki oleh
manusia berkembang.

Dan kami di sini ingin mengatakan perbedaan tersebut janganlah dianggap


sebagai sebuah masalah, terlebih mengatakan hal itu adalah ‘aib. Tidak perlu
bingung, dan menjadikannya sebagai beban yang memberatkan kehidupan
kita. Yang terpenting mengikuti ajaran yang telah diyakini dengan sebaik
mungkin. Dengan landasan fitrah yang menjadi neraca.1

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan teologi islam?


2. Apakah inti dari pemikiran islam tasawuf?
3. Apakah yang dimaksud dengan aliran pemikiran politik?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan teologi islam.
2. Untuk mengetahui apakah inti dari pemikiran islam tasawuf.
3. Untuk mengetahui Apakah yang dimaksud dengan aliran pemikiran
politik.

1
M. Ali Hasan. Studi Islam. (Jakarta, Rajagrafindo Persada : 2000). Hal. 146
BAB II

PEMBAHASAN

A. Aliran-Aliran Pemikiran Islam Teologi

Menuurut Ibnu Kaldum, sebagaimana dikutip A. Hanafi, ilmu kalam


(teologi islam) adalah ilmu yang berisi alasan-alasan yang mempertahankan
kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan
berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan-
kepercayaan aliran golongan salaf dan ahli sunnah.

Setelah itu pula yang mengatakan bahwa ilmu kalam ialah ilmu yang
membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan-kepercayaan
keagamaan dengan bukti-bukti yang meyakinkan. Di dalam Ilmu ini dibahas
tentang cara ma’rifat (mengetahui secara mendalam) tentang sifat-sifat
Allah dan para Rasul-Nya dengan menggunakan dalil-dalil yang pasti guna
mencapai kebahagian hidup abadi. Ilmu ini termasuk induk ilmu agama dan
paling utama bahkan paling mulia, karena berkaitan dengan zat Allah, zat
para Rasul-Nya. 2

Abuddin Nata dalam bukunya “Metode Studi Islam”  membagi metode


penelitian menjadi dua, Penelitian Pemula dan Penelitian Lanjutan.

 Penelitian Pemula
Pada tahap ini hanya tataran membangun ilmu kalam menjadi sebuah
disiplin ilmu pengetahuan dengan merujuk kepada al-Qur’an dan
hadits dan berbagai pendapat aliran teologi.

2
Abuddin Nata. Metodologi Studi Islam. (Jakarta, PT Rajagrafindo Persada : 2004). Hal. 268
Sebagai contoh yaitu model al-Ghazali (w.111 M). Imam al-Ghazali
yang pernah belajar kepada imam al-haramain sebagaiamana
disebutkan di atas, dan dikenal sebagai Hujjatu lislam telah pula
menulis buku berjudul al-Iqtisad fi al-I’tiqad dan telah diterbitkan
pada tahun 1962 di Mesir. Dalam buku ini di bahas tentang perlunya
ilmu sebagai fardhu kifayah, pembahasan tentang zat Allah, tentang
qadimnyaalam, tentang bahwa penciptaan alam tidak memiliki jisim,
karena jisim memerlukan pada materi dan bentuk; dan penetapan
tentang kenabian Muhammad SAW.3
 Penelitian lanjutan
Pada tahapan penelitian lanjutan, akan dideskripsikan adanya ilmu
kalam. Dengan rujukan pada penelitian tahapan pertama. Para
peneliti mencoba deskripsi, analisis, klasisifikasi dan generalisasi.
Sebagai contoh  model Abu Zahrah. Abu Zahrah mencoba
melakukan penelitian terhadap berbagai aliran dalam bidang politik
dan teologi yang dituangkan dalam karyanya berjudul Tarikh al-
Mazahib al-Islamiyah fi al-Siyasah wal ‘Aqaid. Pernmasalahannya.
Teologi yang diangkat dalam penelitiannya ini sekitar masalah
objek-objek yang dijadikan pangkal pertentangan oleh berbagai
aliran dalam bidang politik yang berdampak pada masalah teologi.
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang berabagai aliran mazhab
Syi’ah yang mencapai dua belas golongan, diantaranya Al-Sabaiyah,
Al-Ghurabiyah, golongan yang keluar dari Syi’ah, Al-Kisaniyah, Al-
Zaidiyah, Itsna Asyariyah, Al-Imamiyah, Isma’iliyah. Selanjutnya
dikemukakan pula aliran Khawarij dengan berbagai sektenya yang
jumlahnya mencapai enam aliran; jabariyah dan Qadariyah,

3
Abuddin Nata. Op.Cit. Hal. 275
Mu’tazilah, dan Asy’ariyah lengkap dengan berbagai pandangan
teologinya. 4
B. Aliran-Aliran Pemikiran Islam Politik

Dalam domain, sebagaiamana halnya dalam bidang sosial dan ekonomi,


ada kerangka kerja dari titik acuan Islam yang ditentukan oleh al-Qur’an
dan sunnah yang lebih kurang bersesuaian dengan status hukum dasar-
konstitusi (di mana ia membuat formasinya)-viv-a-vis perundang-undangan
nasional.5

Dalam  kamus umum bahasa Indonesia, karangan W.J.S


Poerwadarminta, politik diartikan sebagai pengetahuan mengenai
ketatanegaraan atau kenegaraan, seperti tatacara pemerintahan, dasar-dasar
pemerintahan dan sebagainya; dan dapat pula berarti segala urusan dan
tindakan (kebijaksanaan), siasat dan sebagainya mengenai pemerintahan
sesuatu negara atau terhadap sesuatu lain.6

Sedangkan dalam Islam politik diwakili oleh kata siyasah dan daulah;
dan ini berkaitan dengan politik keadilan dan musyawarah. Walau pada
awalnya tidak digunakan untuk masalah politik. Kata siyasah ini dijumpai
pada persoalan hukum, makanya dalam Islam ada istilah fiqh siyasah.
Demikian juga kata daulah digunakan pada persoalan penguasaan harta.
Misalnya zakat, hak asuh anak dan lain-lain. Namun dalam
perkembangannya, kemudian kata siyasah mempunyai makna yang
mengatur persoalan pemerintahan atau masalah kenegaraan.

4
Abuddin Nata. Ibid. Hal. 278
5
Tariq Ramadan. Menjadi Modern Bersama Islam. (Jakarta, Teraju : 2003). Hal. 98
6
Abuddin Nata. Metodologi Studi Islam. (Jakarta, PT Rajagrafindo Persada : 2004). Hal. 315
Dan setelah wafatnya Nabi, ini terus berlangsung. Di mana
pemerintahan dipengang oleh para khulafu rasyidin secara bergantian.
Hingga munculnya teori politik.

MenurutAlfian, permasalahan politik dapat dikaji melalui berbagai


macam pendekatan. Ia dapat dipelajari dari sudut kekuasaan. Struktur
politik, partisipasi politik, komunikasi politik, dan juga kebudayaan politik.7

Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan yang handal dan


dengan pendekatan normatif historis tersebut, Syafi’I Ma’arif berhasil
mengeksplorasi umat Islam Indonesia pada abad ke-20.

Hasil penelitian tersebut dituangkan dalam lima bab yang saling


berhubungan secara organic dan logis. Bab I adalah pendahuluan. Pada
bagian ini ia mengemukakan pengertian singkat dan tempat tentang al-
Qur’an  dan sunnah Nabi  yang bertalian dengan dengan topic kajiannya.
Selanjutnya diikuti dengan Bab II yang mengemukakan secara hati-hati
teori-teori politik yang dirumuskan para yuris Muslim abad pertengahan dan
sarjana-sarjana serta pemikir Muslim modern. Pada Bab III bertitik berat
pada mendekati Islam Indonesia di abad ke-20, yang tidak saja bersifat
deskriptif historis, tetapi juga analisis evaluative. Bab ini menurutnya
dimaksudkan untuk memberikan suatu latar belakang sejarah yang
konprehensif terhadap topic yang dibacakan. Penyajian Islam menurut, lebih
diberikan pada penyajian Islam sebagai sutu kekuatan pembebas.

Selanjutnya pada Bab IV, ia menguraikan secara kritis masalah yang


sangat krusial, yaitu pengajuan Islam sebagai dasar falsafah negara oleh
partai-partai islam dan tantangan kelompok nasionalisme republic
Indonesia. Perbenturan ideology antara kedua kekuatan politik itu sangat

7
Abuddin Nata. Ibid. Hal. 324
mewarnai iklim demokrasi Indonesia pada bagian akhir tahun 1950-an,
sedangkan dampaknya masih terasa sampai hari ini. Prospek dan
kemungkinan-kemungkinan hari depan Islam di Indonesia juga dimaksud
dalam Bab IV. Sedangkan Bab V sebagai kesimpulan dari penelitiannya.

C. Aliran-Aliran Pemikiran Islam Tasawuf

Dari segi kebahasaan (linguistik) terdapat sejumlah kata atau istilah


yang dihubungkan orang dengan tasawuf. Harun Nasution misalnya
menyebutkan lima istilah yang berhubungan dengan tasawuf, yaitu al-suffah
(ahl al-suffah) yaitu orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Makkah ke
Madinah, saf yaitu barisan yang dijumpai dalam melaksanakan shalat
berjama’ah, sufi yaitu bersih dan suci, sophos (bahasa Yunani:hikmah), dan
suf (kain wol kasar).8

tasawuf pada intinya adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai


kegiatan yang dapat membebaskan diri manusia dari pengaruh kehidupan
duniawi, selalu dekat dengan Allah, sehingga jiwanya bersih dan
memancarkan akhlak mulia. Tasawuf secara hakiki memasuki fungsinya
dalam mengingatkan kembali manusia siapa ia sebenarnya.9

Al-Ghazali tampil dalam khazanah tasawuf. Nama lengkapnya Abu


Hamid Muhammad al-Ghazali (450 H/1058M-505/1111M). Tokoh ini
demikian berpengaruh di dunia Islam. Ia lahir di Thus. Pada waktu muda ia
belajar teologi pada al-Juwaini di Nisyafur. Ia kemudian menjadi begitu
masyhur sebagai ahli teologi dan sains agama, sehingga pada usia muda ia
diundang ke Baghdad untuk menjabat guru besar pada universitas
Nizamiyah yang didirikan oleh Nizam al-Mulk, seorang wazir Bani Saljuk
adalah pengusaha di Baghdad yang menggantikan Bani Buwayh.

8
Abuddin Nata, hal. 286-289
9
Didin Ssefuddin Buchori, Metodologi Studi Islam, Granada Sarana Pustaka, hal.102-105
Perjalanan intelektualnya berakhir setelah ia mendalami tasawuf dan
tampaknya ia memiliki puncak kepuasannya di dunia tasawuf. Segala
jabatan duniawi ia tinggalkan kemudian ia memutuskan kembali ke Thus.
Karyanya yang paling monumental adalah Ihya Ulumuddin. Karya yang
dapat disebut sebagai magnum opus al-Ghazali mengenai etika spiritual. Al-
Ghazali menulis karya logika dan filsafat. Namun menurut
Nasrkehebatannya di bidang ini bukan dalam mengulas melainkan
memberikan kritik pada pemikiran filsafat.

Al-Ghazali dapat disebut sebagai tokoh pertama yang mencoba


mengkompromikan ajaran tasawuf dengan syari’at. Ajaran-ajaran tasawuf
yang mulanya seperti terpisah dari syari’at oleh al-Ghazali diformulasikan
sedemikian rupa sehingga menjadi amalan yang sah di kalangan kaum
muslimin sunni. Pada saat yang bersamaan ia berhasil mengurangi pengaruh
filsafat Peripatetik di dunia Islam. Bahkan akibat umat Islam tidak lagi
menyukai filsafat terdapat beberapa pendapat yang menyatakan bahwa al-
Ghazali anti intelektual seperti komentar Philip K. Hitti dan Sultan Takdir
Alisyahbana.

Ajaran tasawuf al-Ghazali tampak jauh berbeda dengan ajaran tasawuf


yang lain. Dapat dikatakan bahwa tasawuf al-Ghazali cenderung ortodokoks
dan moderat, sedangkan ajaran tasawuf yang lain cenderung bebas, ekstrim
dan dianggap berisiko terhadap kepercayaan seseorang. Hal ini terdapat
pada ajaran-ajaran tasawuf yang dianut oleh Zunnun al-Mishri, Abu Yazid
al-Bustami dan al-Hajjaj.

Harun Nasution, guru besar dalam bidang Teologi dan Filsafat Islam
juga menaruh perhatian terhadap penelitan di bidang tasawuf. Hasil
penelitiannya dalam bidang tasawuf ia tuangkan antara lain dalam bukunya
berjudul Faslsafat dan Mistisisme dalam Islam, yang diterbitkan oleh Bulan
Bintang, Jakarta, terbitan pertama tahun 1973. Penelitian yang dilakukan
Harun Nasution pada bidang tasawuf ini mengambil pendekatan tematik,
yakni penyajian ajaran tasawuf disajikan dalam tema jalan untuk dekat pada
Tuhan, zuhud dan station-station lain, al-mahabbah, al-ma’rifah, al-fana’
dan al-baqa, al-ittihad, al-hulul dan wahdat al-wujud.

Penelitian yang menggunakan pendekatan tematik tersebut terasa lebih


menarik karena langsung menuju kepada persoalan tasawuf dibandingkan
dengan pendekatan yang bersifat tokoh. Penelitian tersebut sepenuhnya
bersifat deskriptif eksploratif, yakni menggambarkan ajaran sebagaimana
adanya dengan mengemukakannya sedemikian rupa, walaupun hanya dalam
garis besarnya saja.

A.J. Arberry salah seorang peneliti Barat kenamaan, banyak melakukan


studi keislaman, termasuk penelitian dalam bidang tasawuf. Dalam bukunya
berjudul Pasang Surut AliranTasawuf, Alberry mencoba menggunakan
pendekatan kombinasi yaitu antara pendekatan tematik dengan pendekatan
tokoh. Dengan pendekatan tersebut ia coba mengemukakan tentang
firmanTuhan, kehidupan Nabi, para zahid, para sufi, para ahli teori tasawuf,
struktur teori tasawuf, struktur teori dan amalan tasawuf, tarikat sufi, teosofi
dalam aliran tasawuf serta runtuhnya aliran taswuf.10

D. Aliran-Aliran Pemikiran Islam Filsafat.

Dari segi bahasa, filsafat Islam terdiri dari gabungan kata filsafat dan
Islam. Kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta, dan sophos
yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian secara bahasa filsafat
berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Al-Syaibani berpendapat bahwa
filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan
berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan
menciptakan sikap positif terhadapnya.

Aliran Utama Pemikiran Filsafat


10
Abuddin Nata, hal. 292-293
 Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian
pengetahuan. Pengetahuan yang benar diukur dengan akal.
 Empirisme
Empirisme berasal dari bahasa Yunani yaitu Empeirikos artinya
pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan
melalui pengalamannya. Pengalaman yang dimaksud adalah
pengalaman inderawi. Namun hasil tangkapan inderawi masing-
masing individu dapat berbeda karena terbatas pada sensiblitas
organ-organ tertentu.
 Idealisme
Ajaran idealisme menegaskan bahwa untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar-benar sesuai dengan kenyataan adalah
mustahil. Pengetahuan adalah proses-proses mental atau psikologis
yang bersifat subjektif. Oleh karena itu pengetahuan menurut teori
ini tidak menggambarkan hakikat kebenaran, yang diberikan oleh
pengetahuan hanyalah gambaran menurut pendapat atau
penglihatan orang (subjek).
Idealisme subjektif akan menimbulkan kebenaran yang relative
karena setiap individu berhak menolak kebenaran yang datang dari
luar dirinya, sehingga kebenaran universal tidak diakui. Oleh
karena itu kebenaran agama dan aturan kemasyarakatan hanya bisa
benar untuk kelompok tertentu dan tidak berlaku bagi kelompok
lain.

Dalam rangka penulisan desertasinya, M. Amin Abdullah mengambil


bidang penelitiannya pada maslah filsafat islam. Hasil penelitiannya ia
tuangkang dalam bukunya berjudul The Idea of Universality Ethical Norm
In Ghazali and Kant dan Studi Agama Normativitas atau Historisitas?,
dalam bukunya “Studi Agama Normativitas atau Historisitas” M. Amin
Abdullah mengatakan ada kekaburan dan kesimpangsiuran yang patut
disayangkan didalam cara berfikir kita, tidak terkecuali di lingkungan
perguruan tinggi dan kalangan akademis. Tampaknya kita suliot
membedakan antara filsafat dasn sejarah filsafat; antara filsafat islam dan
sejarah filsafat islam. Biasanya kita korbankan kajian filsafat, karena kita
selalu dihantui oleh trauma sejarah abad peretngahan, ketika sejarah filsafat
islam diwarnai oleh pertentangan pendapat dan perhelatan pemikiran antara
Al-Ghozali dan Ibn Sina, yang sangat menentukan jalannya sejarah
pemikiran umat islam.

Kritik Amin Abdullah timbul setelah ia melihat melalui penelitian,


bahwa sebagian penelitian filsafat islam yang dilakukan para ahli selama ini
berkisar pada msalah sejarah filsafat islam, dan bukan pada materi
filsafatnya itu sendiri..

E. Aliran-Aliran Pemikiran Islam Hukum                             

Terdapat dua dimensi dalam memahami hukum islam. Pertama, hukum


islam berdimensi  illahiyah, karena ia diyakini sebagai  ajaran yang
bersumber dari Yang Mahasuci, Mahasempurna, dan Mahabenar. Kedua,
hukum islam berdimensi insaniyah. Dalam dimensi ini, hukum islam
merupakan upaya manusia secara sungguh-sungguh untuk memahami ajaran
yang dinilai suci dengan melakukan dua pendekatan, yaitu pendekatan
kebahasaan dan pendekatan maqasid. Dalam dimensi ini, hukum islam
dipahami sebagai produk pemikiran yang dilakukan dengan berbagai
pendekatan yang dikenal dengan sebutan ijtihad atau pada tingkat yang
lebih teknis disebut istinbath al-ahkam.

Sebagaimana dalam ‘ulum al-Qur’an terdapat didalamnya ilmu asbabun


nuzul dan didalam ilmu hadits terdapat asbabul wurud, begitu juga didalam
memahami hukum islam. Dalam memahami hukum islam kita perlu
mengetahui latar belakang terbentuknya atau munculnya suatu hukum.
Terkadang karena salah dalam memahami suatu hukum, itu akan
melahirkan kecenderungan merasa benar sendiri dan cenderung ” ekstrem”.
Karena itu, memahami hukum islam dengan mengetahui latar belakang
pembentukannya menjadi penting agar kita tidak “keliru” dalam memahami
hukum islam.

Dengan demikian, diantara kegunaan mempelajari sejarah hukum islam,


paling tidak, adalah dapat melahirkan sikap hidup yang toleran, dan dapat
mewarisi pemikiran ulama klasik  dan langkah-langkah ijtihadnya, serta
dapat mengembangkan gagasannya.11

BAB III

11
Farida. Studi Islam. 2012. Google : Blokspot
PENUTUP

A. Kesimpulan

Menuurut Ibnu Kaldum, sebagaimana dikutip A. Hanafi, ilmu kalam


(teologi islam) adalah ilmu yang berisi alasan-alasan yang mempertahankan
kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan
berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan-
kepercayaan aliran golongan salaf dan ahli sunnah.

tasawuf pada intinya adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan
yang dapat membebaskan diri manusia dari pengaruh kehidupan duniawi,
selalu dekat dengan Allah, sehingga jiwanya bersih dan memancarkan akhlak
mulia. Tasawuf secara hakiki memasuki fungsinya dalam mengingatkan
kembali manusia siapa ia sebenarnya.

Dalam  kamus umum bahasa Indonesia, karangan W.J.S Poerwadarminta,


politik diartikan sebagai pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau
kenegaraan, seperti tatacara pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan dan
sebagainya; dan dapat pula berarti segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan),
siasat dan sebagainya mengenai pemerintahan sesuatu negara atau terhadap
sesuatu lain.

B. Saran

Mohon maaf, jika makalah yang singkat ini didapati berbagai kesalahan
baik dari segi penulisan, referensi dan lainnya, kami mengharap kritik dan
saran yang membangun dari pembaca khususnya dari pihak pengajar (Dosen).

DAFTAR PUSTAKA
Buchori, Didin Saefuddin. 2005. Metodologi Studi Islam. Bogor : Granada Sarana
Pustaka

Farida. Studi Islam. 2012. Google : Blokspot

M. Ali Hasan. 2000.  Studi Islam. Jakarta : Rajagrafindo Persada

Nata, Abuddin. 2004. Metodologi Studi Islam. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada

Ramadan, Tariq. 2003. Menjadi Modern Bersama Islam. Jakarta : Terajau

Anda mungkin juga menyukai