Pembangunan inklusif yang juga mengurangi tingkat kemiskinan hanya bisa terwujud jika
semua pihak berkontribusi untuk menciptakan peluang yang setara, berbagi manfaat
pembangunan dan memberikan ruang partisipasi seluas-luasnya dalam pengambilan
keputusan; seluruhnya didasarkan pada penghormatan atas nilai dan prinsip-prinsip hak
asasi manusia, partisipatif, non-diskriminatif dan akuntabel.
Strategi utama pembangunan inklusif adalah penciptaan lapangan kerja produktif dan
menguntungkan, penyediaan jaring pengaman sosial yang efektif dan efisien untuk
melindungi mereka yang tidak mampu bekerja atau yang terlalu sedikit mendapatkan
manfaat pembangunan, peningkatan pelayanan publik dasar dan dukungan kebijakan
publik yang memadai.
Pembangunan Inklusif
Istilah pembangunan inklusif sering disampaikan oleh pimpinan negara dalam berbagai kesempatan
pidato. Pembanguan inklusif secara umum diartikan sebagai oposit dari pembangunan eksklusif, yaitu
pembangunan yang hanya menguntungkan kelompok eksklusif tertentu saja. Kesadaran mengenai
pentingnya pembangunan inklusif timbul setelah melihat realitas bahwa pembangunan nasional yang
telah menghasilkan pertumbuhan ekonomi (growth) yang cukup tinggi tidak sepenuhnya dinikmati oleh
kelompok miskin di pedesaan atau di daerah kumuh perkotaan. Meskipun ekonomi tumbuh pesat,
namun jumlah masyarakat di bawah garis kemiksinan tidak banyak berkurang.
Dalam RPJMN 2010-2014 Buku I Bab V Kerangka Ekonomi Makro, pemerintah secara eksplisit
menyebutkan pentingnya pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan. Dijelaskan bahwa
pembangunan ekonomi yang eksklusif menyertakan semua kelompok masyarakat dan golongan serta
masyarakat yang berada di wilayah-wilayah yang terpencil dan terisolasi. Pembangunan yang inklusif
dan berkeadilan juga dicerminkan dari segi proses perumusan kebijakan dan implementasinya, yaitu
harus melibatkan para pemangku kepentingan untuk dapat berperan aktif dan bekerjasama dengan
membangunkonsensus pemihakan kepada masyarakat yang masih tertinggal. Kebijakan yang afirmatif
harus dijalankan untuk mengatasi kesenjangan, ketertinggalan, maupun kemiskinan yang masih
mewarnai kehidupan sebagian besar bangsa Indonesia.
Inovasi untuk Pembangunan Inklusif
Telah dijelaskan bahwa sistem inovasi nasional adalah sistem interaksi antara unsur kelembagaan
iptek yang diarahkan untuk menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam lingkup nasional.
Interaksi antara unsur tersebut secara keseluruhan bertujuan untuk mengembangkan, proteksi,
membiayai, atau regulasi ilmu pengetahuan dan teknologi baru untuk meningkatkan kualitas hidup dan
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Namun implementasi konsep sistem inovasi nasional
khususnya di Indonesia terkesan masih lebih ditujukan pada kepentingan pertumbuhan ekonomi.
Inovasi yang dikembangkan masih ditujukan untuk kepentingan sektor industri karena lebih signifikan
dalam menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Inovasi yang diarahkan dalam bentuk teknologi tepat guna
yang dibutuhkan oleh masyarakat lapisan bawah masih belum dibina secara baik dan seakan
diserahkan kepada mekanisme pasar.
Kurangnya keberpihakan terhadap pengembangan inovasi untuk masyarakat kecil terlihat dalam
pelaksanaan PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) yang secara masif dilaksanakan
oleh pemerintah. Sukses pelaksanaannya lebih ditentukan oleh keberhasilan dalam melakukan
rekayasa sosial dan pengembangan kegiatan ekonomi dan belum bertumpu pada unsur teknologi.
Seharusnya kegiatan ini kental dengan inovasi teknologi yang mampu memberikan suntikan nilai
tambah yang lebih tinggi, sehingga peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat dipacu secara lebih
cepat.
Secara umum dapat dilihat bahwa unsur ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi (STI) belum terlibat
banyak dalam pembangunan inklusif. Pengembangan sistem inovasi nasional perlu dilaksanakan tidak
hanya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi (industri), tetapi juga pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat miskin. Untuk itu diperlukan penguatan kelembagaan riset yang mampu menghasilkan
teknologi masyarakat (tepat guna), dukungan sumber daya yang memadai untuk terciptanya teknologi
masyarakat, dan jaringan yang mantap baik antar lembaga riset mapun lembaga riset dengan
pelaksana pembangunan inklusif.
Dalam tataran regional (propinsi dan/atau kabupaten), pemerintah telah mengembangan konsep Sistem
Inovasi Daerah (SIDa) yang merupakan turunan dari Sistem Inovasi Nasional (SINas) dalam tingkat
regional. Dalam kerangka SIDa yang relatif berlingkup lebih kecil, kedekatan antara unsur teknologi
dengan proses pemberdayaan masyarakat secara inklusif lebih mudah dikembangkan. Tantangan
yang dihadapi adalah bagaimana menciptakan jaringan yang erat antara unsur penyedia teknologi dan
pengguna teknologi melalui peran fasilitator dilapangan.
Dalam tataran perencanaan sebagaimana Dewan Riset Nasional dapat banyak berperan, tugas yang
harus diselesaikan adalah bagaimana mendorong agar Agenda Pembangunan Iptek perlu secara
seimbang mengembangkan iptek untuk industri (orientasi ekonomi) dan iptek untuk masyarakat
(orientasi sosial). Universitas sebagai salah satu unsur kelembagaan iptek dapat berperan sebagai
penghasil iptek (litbang) sekaligus penerap hasil iptek dilapangan (pengabdian masyarakat).
Agenda Riset Nasional sebagai salah satu output DRN disusun untuk memberikan arahan pada
pengembangan iptek dalam bidang (1) Pangan dan pertanian, (2) Energi, (3) Transportasi, (4) TIK, (5)
Kesehatan dan Obat, (6) Hankam, (7) Material Maju, dan (8) Sosial Humaniora. Agenda riset yang
bersentuhan langsung dengan topik inovasi untuk pembangunan inklusif terutama dilaksanakan dalam
komisi pangan, kesehatan dan sosial humaniora. Selain itu, semangat pembangunan iptekpada
Agenda Riset nasional ditekankan pada kemanfaatan dan kontribusi hasil-hasil iptek yang ditekankan
pada 3 hal yaitu (1) peningkatan kesejahteraan masyarakat, (2) kesadaran akan potensi kelautan, dan
(3) berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Penutup
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan harus sejalan dengan tujuan utama pembangunan
nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kenyataan menunjukkan bahwa pembangunan dan
pengembangan iptek yang menyertainya masih dilaksanakan dengan arah yang lebih menguntungkan
masyarakat lapisan atas. Untuk itu tantangan bagi dunia iptek adalah bagaimana mengembangkan
iptek dan inovasi yang mendorong pembangunan yang juga berpihak kepada golongan masyarakat
yang kurang beruntung (pembangunan inklusif).
Referensi
engantar: HS Dillon
Editor: A Prasetyantoko, Setyo Budiantoro, Sugeng Bahagijo
ISBN: 978-979-3330-92-9-1
Penerbit LP3ES
Cetakan Pertama, Maret 2012
xviii+456 hlm; 15,5 x 23 cm
IPEI terdiri dari tiga pilar utama, yaitu pertumbuhan ekonomi tinggi,
pemerataan pendapatan dan pengurangan kemiskinan dan perluasan akses
kesempatan. Pilar utama ini dibagi lagi atas delapan pilar dengan 21
indikator.
Indikator tersebut a.l. pertumbuhan PDRB riil per kapita, share sektor
manufaktur terhadap PDB, rasio kredit perbankan terhadap PDRB nominal,
persentase penduduk miskin, harapan lama sekolah hingga rasio jumlah
rekening kredit perbankan UMKM terhadap rekening kredit keseluruhan.
Hampir seluruh 21 indikator tersebut telah dimuat di dalam rancangan
teknokratik RPJMN 2020-2024.