Anda di halaman 1dari 2

BEROPINI

Oleh Agus Riyanto

Di era abad ke-21 ini, internet, melalui tekhnologi komunikasinya, tidak hanya berhasil
menghubungkan manusia pada berbagai belahan dunia, tetapi lebih dari itu: telah melahirkan
komunitas baru. Komunitas tanpa batas itu kemudian dikenal dengan istilah “Netizen” yang
dibentuk dari dua suku kata, yaitu “internet” dan “citizen”. Netizen secara harfiah
diterjemahkan sebagai “warga internet”. Netizen ini tidak memiliki identitas diri yang jelas,
namun opini atau pendapat yang dibuatnya dapat mempengaruhi publik. Terlepas kebanaran
informasi yang dihasilkannya, pendapat netizen tidak dapat diterima mentah-mentah. Artinya,
harus ada proses pengecekan ulang terhadap apa yang dihasilkannya. Hal ini untuk
menghindari adanya berita bohong (hoax), yang pada kemudian hari menjadi permasalahan
setelah dipublikasikan di dunia maya. Yang menjadi pertanyaan mengapa opini pubik dapat
terbentuk dan bagaimana publik sebaiknya menyikapinya. Hal ini penting untuk diperhatikan,
karena konsekuensi hukum dari opini tidak semata-mata bagian dari hak mengekpresikan
pendapat pribadinya, tetapi juga dapat berimplikasi gugatan dari pihak yang merasa
dirugikan. Sehingga, Netizen tidak lagi dapat sesukanya menyampaikan opininya.
Seharusnya Netizen berhati-hati bersosial media.

Media sosial terbuka lebar bagi Netizen untuk beropini atau mengungkapkan pendapat secara
tertulis atau dengan mengupload video atau gambar pada medium What’s App (WA), Line,
Telegram, Twitter, Instagram, Facebook, You Tube dan lain-lain. Termasuk juga tersedia
kanal-kanal beropini di media masa nasional (koran atau majalah), yang terhubung dengan
media cetak. Media online tersebut memfasilitasi publik untuk berpendapat dengan mudah,
bebas, 24 jam sehari dan tidak berbayar.  Kelebihan dari media sosial adalah sifat yang
mendorong Netizen berkomunikasi secara aktif dengan mengeluarkan opini dan
berkolaborasi dengan minim proses sensor atau koreksi. Yang diperbincangkan berbagai
macam persoalan dalam kehidupan mulai dari sosial, ekonomi, politik, budaya, gender olah
raga hingga ke gossip dan kehidupan pesohor (artis) dari dunia entertaiment. Opini Netizen,
yang dikenal dengan sebutan “haters” (orang yang tidak suka terhadap orang lain) kerap
memicu kontroversial dan polemik. Opini Netizen terhadap kehidupan pribadi publik figur,
seperti artis, seringkali pedas, tajam dan menyakitkan hati di dalam mengungkapkan opini
atau pendapatnya.

Opini Netizen itu masuk ke kategori bermasalah apabila penggunaan media sosial itu telah
menjadikan senjata atau beropini secara berlebihan, mengekspos dirinya secara berlebihan,
mengritik pihak lain tanpa dasar alas yang kuat atau berbagikan informasi yang kebenarannya
tidak benar (hoax). Artinya, Netizen tidaklah lagi sekedar beropini dan berdasarkan
kebebasan berekspresi saja, tetapi konsekuensi opini yang tidak benar dan tidak proporsional
itu telah merugikan orang lain. Kasus “Ikan Asin” yang menghebohkan dunia maya adalah
ilustrasi betapa reaksi terhadap opini dapat menimbulkan kemarahan dari pihak yang
dirugikannya. Beberapa selibritis lain yang telah merasa dirugikan oleh Netizen terhadap
opininya telah mengambil langkah hukum dengan melaporkannya kepada Kepolisian.[i]
Terakhir, apa yang terjadi dengan artis Ruben Onsu yang juga mengambil tindakan hukum
terhadap Netizen yang membuat opini atau berita tidak benar tentang bisnis kulinernya yang
cukup terkenal, disebut-sebut menggunakan “pesugihan”.[ii] Kegeraman terhadap Netizen
juga dialami Ashanty yang merasa komentar-komentar Netizen sangat menghakimi dan
menyakiti dirinya. Meski demikian Ashanty mengaku dia akan menerima kritik dari opini
Netizen dengan lapang dada apabila disampaikan dengan baik.[iii]
Kejadian-kejadian di atas menunjukkan bagaimana sebagian Netizen cenderung beropini
pada medium media sosial dengan opini yang terlalu subyektif, sehingga ukuran kebenaran
beropini menjadi relatif adanya. Dengan titik pandang demikian opini menjadi tertutup
bersikap obyektif. Penilaian opini sangat tergantung kepada tingkat pengetahuan, informasi,
pendidikan, pengalaman, kesukaan (kebencian) dan ketidaksukaannya kepada pihak yang
menjadi obyek opininya. Untuk itu, harapan untuk semua Netizen menjadi beropini obyektif
tidak mudah sehingga dibutuhkan rujukan pemahaman kehati-hatian di media sosial. Hal ini
penting dalam rangka meminimalisir potensial terjadinya sengketa opini Netizen yang
berakhir di Pengadilan. Kehati-hatian dalam beropini terdiri dari empat ingredien.

Pertama, patut disadari bahwa internet bukan ranah kehidupan yang tanpa aturan. Namun,
ketentuan dan aturan tetaplah berlaku adalah sama dengan norma di dunia yang nyata. Yang
membedakannya adalah dimensi atau ruang geraknya. Perilaku dan tindak tanduk (termasuk
dalam beropini) yang dilarang dan diperbolehkan sebangun dengan ketentuan berlakunya.
Artinya, dunia maya tidaklah berarti negeri tidak bertuan atau tanpa aturan, yurisdiksi suatu
negara tetaplah ada sesuai dengan tempat kejadiannya. Dengan rangka berpikir demikian
maka menjadi jelas bahwa ketentuan di dunia keseharian tetap berlaku terhadap pelanggaran
di dunia maya. Melalui konsep kehatian-hatian demikian, maka kesadaran pribadi adalah
pintu pertama untuk memahami bahwa di luar sana (maya) telah ada dan berlaku aturan yang
harus ditaati oleh Netizen.

Kedua, etika berinternet adalah langkah setelah kesadaran akan aturan yang berlaku
sebagaimana diatur di dunia nyata. Hal ini didasari pertimbangan bahwa pengguna internet
berasal dari berbagai masyarakat (bahkan berbagai negara) yang memiliki budaya, bahasa
dan adat istiadat yang tidak sama. Berangkat dari realitas inilah membuat kemungkinan akan
terjadinya konflik sangat terbuka. Konflik (termasuk dalam beropini) dapat terjadi karena di
antara mereka tidak adanya keharusan untuk saling mengenal, bagi penghuni dunia maya
sangat mungkin untuk tidak pernah bertatap muka dengan penghuni internet lainnya. Artinya,
secara personal tidak mengenal karakter dan sifatnya masing-masing, sehingga
kesalahpahaman beropini dan konflik di media sosial sangat berpotensi terjadi. Maka di
media sosial kesadaran untuk beretika menjadi sangat penting untuk mencegah terjadinya
opini yang saling menyerang antara Netizen sehingga ada yang dirugikan.

Anda mungkin juga menyukai