Anda di halaman 1dari 21

HAM DI INDONESIA

Sejarah perkembangan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia sudah ada


sejak lama. Indonesia adalah negara berdasarkan hukum bukan berdasarkan atas
kekuasaan, hal ini dapat kita lihat dengan tegas di dalam penjelasan UUD tahun
1945. Dalam negara hukum mengandung pengertian setiap warga negara
mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum, tidak ada satu pun yang
mempunyai kekebalan dan keistimewaan terhadap hukum.
Salah satu tujuan hukum adalah untuk menciptakan keadilan di tengah-
tengah pergaulan masyarakat, sedangkan keadilan adalah salah satu refleksi dari
pelaksanaan hak asasi manusia dan hukum adalah keterkaitan yang erat, karena
dalam pelaksanaan hak asasi manusia. Keterkaitan antara hak asasi manusia dan
hukum adalah keterkaitan yang erat, karena dalam pelaksanaan hak asasi manusia
adalah masuk ke dalam persoalan hukum dan harus diatur melalui ketentuan
hukum.
Dalam negara kesatuan RI sumber dari tertib hukum adalah Pancasila
artinya dalam pembuatan suatu produk hukum haruslah berlandaskan dan sesuai
dengan kaedah Pancasila. Sebagai suatu falsafah bangsa Pancasila juga
memberikan warna dan arah, bagaimana seharusnya hukum itu diterapkan pada
masyarakat sehingga terciptanya suatu pola hidup bermasyarkat sesuai dengan
hukum dan Pancasila.
Mengenai persoalan hak asasi manusia dalam pandangan Pancasila bahwa
manusia sebagai mahkluk Tuhan ditempatkan dalam keluhuran harkat dan
martabatnya dengan kesadaran mengemban kodrat sebagai mahluk individu dan
mahkluk sosial yang dikaruniai hak, kebebasan dan kewajiban asasi di dalam
kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat haruslah mewujudkan
keselarasan hubungan:

1. Antara manusia dengan penciptanya. 


2. Antara manusia dengan manusia. 
3. Antara manusia dengan masyarakat dan negara. 
4. Antara manusia dengan lingkungannya. 
5. Antara manusia dalam hubungan antar bangsa.

Maka dapat dilihat kritetia hak asasi manusia menurut Pancasila adalah hak
dan kewajiban asasi manusia, dimana hak dan kewajiban asasi ini melekat pada
manusia sebagai karunia Tuhan yang mutlak diperlukan dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat dan bernegara berdasrkan Pancasila dan UUD tahun 1945.
Di samping Pancasila sebagai landasan filosofis, perlu dilihat UUD tahun
1945 sebagai landasan konstitusional. Dalam membicarakan UUD tahun 1945
haruslah melihat secara keseluruhan artinya melihat UUD tahun 1945 dari
pembukaan, batang tubuh dan penjelasannya. Pembukaan UUD tahun 1945
merupakan sumber motivasi, sumber inspirasi cita-cita hukum, cita-cita moral
sebagai staatsfundamental norm Indonesia.
Thomas Hobbes mengatakan bahwa “setiap bangsa cenderung
mempertahankan kehidupannya, sehinggga semua kegiatan manusia dan
masyarakat manusia digerakkan oleh naluri dasar untuk mempertahankan hidup
serta harkat dan martabatnya sebagai manusia dan bangsa”. Pandangannya ini
sesuai dengan bangsa Indonesia yang telah menentukan jalan hidupnya sendiri
sejak tanggal 17 Agustus 1945 sebagai tonggak sejarah dan indikasi bahwa
Indonesia telah melaksanakan prinsip-prinsip HAM, bahkan Indonesia telah
melaksanakan prinsip-prinsip HAM, bahkan berperan aktif dalam kancah
internasional baik di dalam maupun di luar forum PBB.
Peran Indonesia dalam perjuangan hak asasi internasional sejalan dengan
tekad bangsa Inodnesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD tahun 1945 untuk
ikut melaksanakan ketertiban dunia, Indonesia telah aktif dalam usaha menegakkan
penghormatan hak-hak asasi manusia di forum internasional sesuai dengan prinsip-
prinsip PBB.
Salah satu peran aktif di Indonesia yang penting, setelah diterimanya
Universal Declaration of Human Rights oleh negara-negara yang tergabung dalam
PBB tahun 1948, adalah diselengarakannya Konferensi Asia Afrika di Bandung
pada tahun 1955 yang menghasilkan Deklarasi Bandung yang memuat pernyataan
sikap negara-negara peserta bertekad untuk menjunjung tinggi:

1. Penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia yang sesuai dengan tujuan


dan prinsip-prinsip Piagam PBB 
2. Penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial semua Negara 
3. Pengakuan atas persamaan derajat semua ras dan semua bangsa besar dan
kecil 
4. Tidak akan melakukan intervensi dan mempengaruhi urusan dalam negari
lain 
5. Penghormatan atas hak setiap bangsa untuk mempertahankan dirinya baik
secara sendiri-sendiri maupun kolektif sesuai dengan prinsip-prinsip yang
terkandung dalam Piagam PBB 
6. Menghindarkan diri dari penggunaan cara pertahanan kolektif untuk
kepentingan tertentu dari sikap kekuatan besar dan menghindarkan diri dari
tindak melakukan tekanan terhadap negara lain 
7. Menahan diri dari tindakan-tindakan atau penggunaan kekerasan terhadap
integritas teritorial atau kemerdekaan politik setiap Negara 
8. Menyelesaikan segala sengketa internasional dengan cara damai seperti
negoisasi, konsiliasi, arbitrase atau pengadilan serta cara-cara lain yang
dipilih oleh para pihak sesuai dengan ketentuam Piagam PBB 
9. Menjunjung tinggi kepentingan timbal balik dan kerjasama internasional. 
10.Menghormati prinsip keadilan dan kewajiban-kewajiban internasional.

Bagi bangsa Indonesia pelaksanaan HAM telah tercermin di dalam


Pembukaan UUD tahun 1945 dan batang tubuhnya yang menjadi hukum dasar
tertulis dan acuan untuk setiap peraturan hukum yang di Indonesia. Prinsip-prinsip
yang terkandung dalam Pembukaan UUD tahun 1945 telah digali dari akar budaya
bangsa yang hidup jauh sebelum lahirnya Deklarasi HAM Internasional (The
Universal Declaration of Human Rights 1948).
Di dunia ini terdapat perbedaan-perbedaan yang menyolok di berbagai
bidang seperti di tingkat internasional dikenal negara maju, negara berkembang
dan negara miskin, negara adikuasa dengan dunia ketiga, negara liberal dengan
negara komunis dan di tingkat nasional pun terdapat hal-hal yang berbeda.
Dalam konterks Pembukaan UUD tahun 1945 dapat dililhat bahwa
bersirinya Negara Republik Indonesia adalah hasil perjuangan untuk menegakkan
HAM Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka. Pembukaan UUD tahun
1945 dengan jelas mencerminkan tekad bangsa Indonesia untuk menjunjung tinggi
HAM dari penindasan penjajah “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak
segala bangsa dan sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Sesuai dengan rumusan yang tertulis secara eksplisit dan berdasarkan pandangan
hidup dalam masyarakat Indonesia tekad melepaskan diri dari penjajahan itu akan
diisi dengan upaya-upaya mempertahankan eksistensi bangsa dengan:

1. Membentuk pemerintahan Negara Indonesia yang melilndungi segenap


bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia 
2. Memajukan kesejahteraan umum 
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa 
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Tujuan tersebut dilandasi oleh falsafah hukum yang menjadi landasan hak
dan kewajiban asasi seluruh warga negara Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila
adalah dasar yang melandasi segala hukum dan kebijaksanaan yang berlaku di
negara Republik Indonesia.
Hal ini berarti Pancasila menjadi titik tolak pikir dan tindakan termasuk
dalam merumuskan semua peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi
HAM. Karena Pancasila merupakan akar filosofis jiwa dan budaya bangsa
Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku yang memiliki berbagai macam
corak budaya. Dasar-dasar pemikiran dan orientasi Pancasila pada hakekatnya
bertumpu pada dan nilai-nilai yang terdapat dalam budaya bangsa. Kebudayaan
bangsa tersebar di seluruh kepulauan Indonesia yang terdiri dari kebudayaan
tradisional yang telah hidup berabad-abad, maupun kebudayaan yang sudah
modern yang telah berakulturasi dengan kebudayaan lain. Selain itu, Pancasila juga
mempunyai nilai historis yang mencerminkan perjuangan bangsa Indonesia yang
panjang dengan pengorbanan baik harta maupun jiwa sejak berdirinya Budi Utomo
pada permulaan abad XX (tahun 1908)yang diikuti dengnan berbagai peristiwa
sejarah dalam upaya melepaskan diri dari belunggu penjajahan. Perjuangan yang
memperlihatkan dinamika bangsa yang memberikan khas corak yang khas bagi
Pancasila sebagai pencerminan bangsa yang ingin kemerdekaan dan kemandirian.
Maka Pancasila harus dipegang teguh sebagai prinsip utama.
Kebebasan dasar dan hak-hak dasar yang disebut HAM yang melekat pada
manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak tersebut
tidak dapat diingkari. Dilihat dari pilihan yang telah ditetapkan bersama terutama
dari Bapak Pendiri Bangsa (The Founding Father) yang bercita-cita terbentuknya
negara hukum yang demokratik, maka jiwa atau roh negara hukum demokratik
tersebut ada sejauh mana hak asasi itu dijalani dan dihormati. Apabila dilihat UUD
sebelum diamandemen, hak asasi tidak tercantum dalam suatu piagam yang
terpisah melainkan tersebar dalam beberapa pasal. Jumlahnya terbatas dan
diumumkan secara singkat. Karena situasi yang mendesak pada pendudukan
Jepang tidak ada waktu untuk membicarakan HAM lebih dalam. Lagipula, waktu
UUD 1945 dibuat Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB belum lahir, HAM diatur di
Pembukaan UUD 1945 yang kemudian dijabarkan dalam Batang Tubuh yaitu pasal
26, pasal 27, pasal 28, pasal 29, pasal 30, pasal 31, pasal 33, dan pasal 34.
Dari kajian pasal-pasal tersebut dikemukakan:

1. HAM itu meliputi baik yang bersifat klasik maupun yang bersifat sosial.
HAM/ warganegara yang bersifat klasik terdapat dalam pasal 27 ayat (1),
pasal 28, pasal 29 ayat (2). Yang bersifat sosial dirumuskan dalam pasal 27
ayat (2), pasal 31 ayat (1) dan pasal 24. Sedangkan rumusan dalam pasal 30
tidak termasuk dalam HAM yang klasik maupun yang sosial. Dengan
demikian HAM yang timbul karena hukum (legal rights). 
2. HAM yang berkenaan dengan semua orang yang berkedudukan sebagai
penduduk tidak dirumuskan dengan hak melainkan dengan kemerdekaan.
Contohnya bunyi pasal 28 dan pasal 29 ayat (2). 
3. HAM yang berkenaan dengan warga negara Indonesia dengan tegas
dikatakan “tidak”. Hal ini dapat dibaca dalam pasal 27 ayat (2), pasal 30 ayat
(1) dan pasal 31 ayat (1). 
4. Sebagian besar rakyat masih dalam keadaan serba kurang (pendidikan dan
kebutuhan hidup) 
5. Belum/tidak adanya hukum atau peraturan positif aplikasi dalam kehidupan
bernegara.

HAM di Indonesia sebagai pemikiran paradigma tidaklah lahir bersamaan


dengan Deklarasi HAM PBB 1948. Bahwa HAM bagi bangsa Indonesia bukan
barang asing terbukti dengan terjadinya perdebatan yang terjadi dalam sidang
BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Sidang periode pertama BPUPKI terbagai dua yaitu, pertama berlangsung dari
tanggal 19 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945. Sidang periode kedua diselenggarakan
pada tanggal 10 sampai 16 Juli 1945. Sidang I BPUPKI mendengar pidato
Soekarno, Muhammad Yamin, Soepomo, Muhammad Hatta terlihat perbedaan
pandangan mereka mengenai konsep-konsep “kebebasan” seperti di negara Barat.
Di lain pihak, Muhammad Hatta khawatir jika jaminan kebebasan tidak
dicantumkan dalam UUD, hak-hak masyarakat tidak akan ada artinya dihadapan
negara. Kemudian masih pada masa sidang II, terjadi perdebatan langsung antara
para tokoh tersebut. Dalam rancangan undang-undang dasar yang sedang dibahas
pada waktu itu Muhammad Hatta tidak menemukan pasal tentang HAM dan
kebebasan, karena itu beliau angkat bicara,” Saya menginginkan pasal-pasal yang
mengakui HAM”.
Namun Soepomo menapik Muhammad Hatta, pasal-pasal tersebut tidak
perlu ada karena hanya akan memberikan peluang kepada paham individualisme,
perseorangan, padahal kita ingin kekeluargaan, katanya. Dalam perdebatan ini,
Soepomo didukung oleh Soekarno sedangkan Muhammad Hatta didukung oleh
Muhammad Yamin.
Akhirnya para pendiri Republik Indonesia dengan jiwa besar setuju untuk
kompromi. Maka lahirlah pasal 27, pasal 28 dan pasal 29 UUD tahun 1945. Proses
perumusan tersebut sekaligus menunjukkan bahwa sejak awal pendekatan
musyawarah mufakat sudah muncul sebagai fakta-fakta sejarah yang menyangkut
proses penyusunan pasal 28 UUD tahun 1945 diungkapkan oleh Muhammad
Yamin.
Di Indonesia HAM telah mendapat tempat dan diatur di dalam:

1. UUD tahun 1945 


2. Tap MPR No XVII/MPR/1998 tentang HAM 
3. Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM 
4. Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 
5. Undang-Undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM 
6. Konvensi Internasional Anti Apartheid dalam Olahraga yang diratifikasi
dengan Keputusan Presiden No. 48 tahun 1993 tanggal 26 Mei 1993 
7. Konvensi tentang Hak-Hak Anak tahun 19998 yang diratifikasi dengan
Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990 tanggal 25 Agustus 1990 
8. Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan tahun 1979 yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 7
tahun 1984 tanggal 24 Juli 1984. 
9. Konvensi tentang Hak-Hak Politik Kaum Wanita tahun 1953 yang
diratifikasi dengan Undang-Undang No. 68 tahun 1998. 
10.Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman yang Kejam
secara Tidak Manusiawi dalam Merendahkan Martabat Manusia Lainnya
tahun 1984 yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 5 tanggal 24
September 1998. 
11.Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Rasial yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 29 tanggal 25 Mei
1999.

Sehubungan dengan hak-hak diatas untuk menciptakan dan mencapai cita-


cita yang diinginkan oleh Bapak Pendiri Negara kita maka perlulah ada pengaturan
mengenai HAM itu sendiri yang mana dapat dilihat sebagai berikut:

Dalam Pancasila 

1. Ketuhanan Yang Maha Esa Kesadaran masyarakat Indonesia akan


perbedaan agama yang terdapat dalam kesehariannya dikembangkan dengan
adanya toleransi antar umat beragama dan juga hormat menghormati antara
pemeluk agama aliran kepercayaan yang berbeda-beda. 
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Dengan sila ini, manusia diakui dan
diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa yang sama derajat yang sama hak dan kewajibannya tanpa
membedakan suku, agama dan kepercayaan dan jenis kelamin. 
3. Persatuan Indonesia Dalam sila ini manusia menempatkan persatuan dan
kesatuan serta kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi
dan golongan. 
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan Dalam sila ini manusia Indonesia sebagai
warga negara mempunyai kedudukan hak dan kewajiban yang sama. Hal ini
tampak jelas dari sistem perwakilan rakyat. 
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia Dengan sila ini maka
mansuia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk
menciptakan keadilan sosial.

Hak-Hak Asasi Manusia dalam UUD tahun 1945

UUD tahun 1945 sudah memuat beberapa hak asasi manusai baik dalam
Pembukaan maupun dalam Batang Tubuh.
Di dalam pembukanya yaitu mulai dari alinea I sampai alinea IV semuanya
mengatur tentang HAM, sedangkan dalam Batang Tubuh UUD tahun 1945 HAM
diatur dalam pasal:

1. Dalam pasal 1 ayat (1) dikatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat
dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Ketentuan ini mengandung pengertian
bahwa negara kita adalah negara yang demokratik negara yang tidak
mengakui absolutisme yaitu bersifat sewenang-wenang oleh sebab itu
ketentuan ini mengakui hak manusia. 
2. Dalam pasal 27 ayat (1) yaitu pasal yang menjunjung tinggi hak-hak asasi
manusia. Pasal ini menentukan persamaan hak di depan hukum dan
pemerintahan, persamaan untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan. 
3. Pasal 28 yaitu yang mengatur kebebasan untuk berkumpul, berserikat dan
mengeluarkan pendapat.

HAM dalam peraturan perundang-undangan yaitu: 

1. Dalam KUHP yaitu hak manusia tercantum dengan dianutnya asas legalitas. 
2. Dalam BW yang terdapat dalam pasal 1 ayat (2) anak yang di dalam
kandungan seorang perempuan dianggap telah dilahirkan bilamana
kepentingan si anak menghendakinya. 
3. UU No. 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman 
4. UU No. 8 tahun 1981 yaitu KUHAP yang mengatur tentang perlindungan
HAM misalnya bantuan hukum, ganti ruhi maupun rehabilitasi. 

5.  UU No 9 tahun 1986 yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara, di dalam


undang-undang ini pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi juga terdapat
pengaturan dalam pasal 4 yang menyatakan bahwa PTUN adalah salah satu
pelaksanaan kekuasaan bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa TUN
(Tata Usaha Negara). 

6. UU No 39 tahun 1999 tentang HAM 


7. UU No. 26 tahun 2000 tentang Peradilan terhadap Pelanggaran HAM.

Demikianlah perkembangan sejarah HAM di Indonesia dan pengaturan yang


dibuat dalam rangka untuk menegakkan masyarakat damai dan sejahtera.

PASAL-PASAL YANG TERDAPAT DALAM BAB 10A UUD 1945


TENTANG HAM
Berdasarkan amandemen UUD 1945, hak asasi manusia tercantum dalam Bab X A
Pasal 28 A sampai dengan 28 J, sebagaimana tercantum berikut ini :
HAK ASASI MANUSIA

Pasal 28 A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.
Pasal 28 B
1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah
2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dan kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 28 C
1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia.
2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun
masyarakat, bangsa dan negaranya.

Pasal 28 D
1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan
hukum.
2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja
3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama
dalam pemerintahan
4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan

Pasal 28 E

1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,


memilih pendidikan dan pengajaran. memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggakannya, serta berhak kembali.
2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat.
Pasal 28 F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Pasal 28 G
1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya,
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dan ancaman kelakutan
untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan alau perlakuan yang
rnerendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suara
politik dari negara lain.

Pasal 28 H
1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal dan mendapalkan lingkungan hid up yang baik dan sehal serfa
berhak memperoleh pefayanan kesehatan
2) Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus
untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna
mencapai persamaan dan keadilan.
3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat.
4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik
tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh
siapapun.

Pasal 28 I
1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran
dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk
diakui sebagai pribadi di hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif
atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif
3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras
dengan perkembangan zaman dan peradaban.
4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi
manusia adalah tanggung jawab negara, Terutama pemerintah.
5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi
manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-
undangan.

Pasal 28 J
1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain
dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang
dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan partimbangan moral,
nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis.
Contoh Kasus :

1. KASUS ARTALYTA SURYANI

Aksi sidak Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum berhasil. Seorang


terpidana kasus penyuapan petugas, Artalyta Suryani, kedapatan mendapatkan
fasilitas mewah di dalam Rutan Pondok Bambu, tempatnya ditahan. Bukan hanya
mendapatkan ruangan yang serba wah, Satgas juga menemukan yang bersangkutan
sedang dirawat oleh seorang dokter spesialis. Ia memperoleh perawatan khusus
dari dokter yang didatangkan dari luar Rutan. Luar biasa! Seorang terpidana yang
menyeret nama Jaksa Urip dan petinggi Kejaksaan Agung, berada dalam penjara
dengan fasilitas luar biasa, mulai dari pendingin ruangan, telepon, ruang kerja,
bahkan ruang tamu. Ia juga kabarnya bisa ditemui dengan bebas oleh para
asistennya. Itu adalah wajah hukum kita, wajah yang semakin suram baik di luar
maupun di dalam. Itu pun baru satu temuan, betapa mafia hukum memang berada
dimana-mana, dan ada dimana saja. Temuan itu justru ditemukan oleh Satgas yang
dibentuk dari luar, bukan oleh mereka yang bekerja untuk melakukan pengawasan
di instansi pemerintah, yang bekerja setiap tahun memastikan prosedur Rutan
dijalankan dengan baik. Bagi kita, amat mudah menemukan alasan bagaimana
seorang bernama Artalyta itu bisa menikmati fasilitas yang begitu mewah.
Jawabnya adalah uang. Ia punya uang untuk melakukan apapun caranya dan untuk
membeli apa yang dia mau. Karena uang itu pula maka para pejabat yang harusnya
berwenang menegakkan peraturan menjadi tidak lagi bisa berkuasa. Mereka
tunduk di bawah kekuasaan uang. Amat aneh kalau para petinggi Rutan tidak tahu
menahu bahwa sebuah ruangan telah disulap oleh seorang terpidana. Mereka pasti
merestuinya dan mengetahuinya.
Rumor mengenai uang ini bukan hanya berhembus pada kasus Arthalyta saja.
Beberapa kasus lain, terutama yang menimpa mereka yang beruang dan berada
dalam kasus yang melibatkan uang besar, juga ditengarai terjadi hal-hal serupa.
Mereka tetap bisa bebas dalam penjara. Dengan menggunakan contoh itu pulalah
maka kita mengerti mengapa keadilan dan kebenaran tidak pernah hadir di negeri
kita. Wajah hukum kita sepertinya telah mudah dibeli oleh uang. Para pengusaha
dan pelaku korupsi yang tidak juga ditangkap dan diperiksa, diyakini telah
menggelontorkan sejumlah uang yang besarannya bisa mencapai miliaran rupiah
supaya mereka tetap menghirup kebebasan. Setelah diperiksa, mereka juga bisa
melakukan tindakan menyuap supaya mereka kalau bisa divonis bebas. Bahkan
kalaupun sudah diyakini bersalah dan berada dalam tahanan, maka dengan uang
pula mereka bisa tetap bebas merdeka dalam ruang tahanan, seperti Artalyta.
Temuan terhadap Artalyta sebenarnya sudah cukup memperlihatkan bahwa mafia
hukum ini terjadi karena dua pihak melakukan persekutuan jahat. Para pelaku
kejahatan yang terbukti melakukan tindakan kejahatan, bersama-sama dengan para
penegak hukum, melakukan tindakan tidak terpuji.
Karena itu Satgas seharusnya segera melakukan langkah-langkah penting. Salah
satu yang perlu dilakukan adalah memberikan efek jera kepada para pejabat yang
ketahuan memberikan fasilitas lebih dan mudah kepada mereka yang terlibat dalam
kejahatan. Para pimpinan Rutan dimana Artalyta misalnya harus ditahan bersama-
sama dengan mereka yang sebelumnya ditahan. Para pejabat itu harus jera.
Selain itu, kepada para pelaku kejahatan yang terbukti mencoba atau melakukan
transaksi atas nama uang, harus diberikan hukuman tambahan. Memberikan efek
jera demikian akan membuat mereka tidak ingin berpikir melakukan hal demikian
lagi. Arthalyta, harus diberikan hukuman tambahan atas suap yang dilakukannya
pada pejabat Rutan, ketika dia masih di dalam penjara. Hal-hal seperti ini harusnya
membuat kita menyadari betapa jahatnya kejahatan di negeri ini. Kejahatan itu bisa
membeli dan merampas keadilan dan kebenaran hukum. Wajar saja kemudian
orang kecil hanya bisa menangis ketika berada dalam persoalan hukum karena
mereka hanya bisa menjadi korban ketidakadilan

2. KASUS NENEK MINAH

HUKUM HANYA BERLAKU BAGI PENCURI KAKAO, PENCURI


PISANG, & PENCURI SEMANGKA‘(Koruptor Dilarang Masuk Penjara)

Supremasi hukum di Indonesia masih harus direformasi untuk menciptakan


kepercayaan masyarakat dan dunia internasional terhadap sistem hukum Indonesia.
Masih banyak kasus-kasus ketidakadilan hukum yang terjadi di negara kita.
Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan
dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.

Keadaan yang sebaliknya terjadi di Indonesia. Bagi masyarakat kalangan


bawah perlakuan ketidakadilan sudah biasa terjadi. Namun bagi masyarakat
kalangan atas atau pejabat yang punya kekuasaan sulit rasanya menjerat mereka
dengan tuntutan hukum. Ini kan tidak adil !!

Kasus Nenek Minah asal Banyumas yang divonis 1,5 bulan kurungan adalah
salah satu contoh ketidakadilan hukum di Indonesia. Kasus ini berawal dari
pencurian 3 buah kakao oleh Nenek Minah. Saya setuju apapun yang namanya
tindakan mencuri adalah kesalahan. Namun demikian jangan lupa hukum juga
mempunyai prinsip kemanusiaan. Masak nenek-nenek kayak begitu yang buta
huruf dihukum hanya karena ketidaktahuan dan keawaman Nenek Minah tentang
hukum.

Menitikkan air mata ketika saya menyaksikan Nenek Minah duduk di depan
pengadilan dengan wajah tuanya yang sudah keriput dan tatapan kosongnya. Untuk
datang ke sidang kasusnya ini Nenek Minah harus meminjam uang Rp.30.000,-
untuk biaya transportasi dari rumah ke pengadilan yang memang jaraknya cukup
jauh. Seorang Nenek Minah saja bisa menghadiri persidangannya walaupun harus
meminjam uang untuk biaya transportasi. Seorang pejabat yang terkena kasus
hukum mungkin banyak yang mangkir dari panggilan pengadilan dengan alasan
sakit yang kadang dibuat-buat. Tidak malukah dia dengan Nenek Minah?.
Pantaskah Nenek Minah dihukum hanya karena mencuri 3 buah kakao yang
harganya mungkin tidak lebih dari Rp.10.000,-?. Dimana prinsip kemanusiaan itu?.
Adilkah ini bagi Nenek Minah?.

Bagaimana dengan koruptor kelas kakap?. Inilah sebenarnya yang menjadi


ketidakadilan hukum yang terjadi di Indonesia. Begitu sulitnya menjerat mereka
dengan tuntutan hukum. Apakah karena mereka punya kekuasaan, punya kekuatan,
dan punya banyak uang ?, sehingga bisa mengalahkan hukum dan hukum tidak
berlaku bagi mereka para koruptor. Saya sangat prihatin dengan keadaan ini.

Sangat mudah menjerat hukum terhadap Nenek Minah, gampang sekali


menghukum seorang yang hanya mencuri satu buah semangka, begitu mudahnya
menjebloskan ke penjara suami-istri yang kedapatan mencuri pisang karena
keadaan kemiskinan. Namun demikian sangat sulit dan sangat berbelit-belit begitu
akan menjerat para koruptor dan pejabat yang tersandung masalah hukum di negeri
ini. Ini sangat diskriminatif dan memalukan sistem hukum dan keadilan di
Indonesia. Apa bedanya seorang koruptor dengan mereka-mereka itu?.

Saya tidak membenarkan tindakan pencurian oleh Nenek Minah dan mereka-
mereka yang mempunyai kasus seperti Nenek Minah. Saya juga tidak membela
perbuatan yang dilakukan oleh Nenek Minah dan mereka-mereka itu. Tetapi
dimana keadilan hukum itu? Dimana prinsip kemanusian itu?. Seharusnya para
penegak hukum mempunyai prinsip kemanusiaan dan bukan hanya menjalankan
hukum secara positifistik.

Inilah dinamika hukum di Indonesia, yang menang adalah yang mempunyai


kekuasaan, yang mempunyai uang banyak, dan yang mempunyai kekuatan.
Mereka pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar. Orang
biasa seperti Nenek Minah dan teman-temannya itu, yang hanya melakukan
tindakan pencurian kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara.
Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang negara milyaran
rupiah dapat berkeliaran dengan bebasnya.

Oleh karena itu perlu adanya reformasi hukum yang dilakukan secara
komprehensif mulai dari tingkat pusat sampai pada tingkat pemerintahan paling
bawah dengan melakukan pembaruan dalam sikap, cara berpikir, dan berbagai
aspek perilaku masyarakat hukum kita ke arah kondisi yang sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman dan tidak melupakan aspek kemanusiaan.

KEWAJIBAN ASASI MANUSIA

Kewajiban asasi manusia merupakan bentuk pembatasan atas hak asasi


manusia (HAM) yang dapat sebagai sumber munculnya sifat egoisme individu.
Selain mempunyai hak, manusia juga mempunyai kewajiban asasi. Sering kali
orang hanya menuntut hak namun lupa bahwa juga memiliki kewajiban untuk
menghormati hak asasi orang lain.

Contoh kewajiban asasi manusia yang harus dipenuhi: 

 kewajiban manusia untuk menjalankan tugas sebagai manusia, 


 kewajiban moral atas dasar norma benar dan salah sebagaimana diterima dan
diakui oleh masyarakat, 
 kewajiban sosial atas dasar norma dan tingkah laku lingkungan sosial, 
 dan yang paling penting adalah kewajiban kepada Tuhan Sang Pencipta.

Kewajiban asasi manusia akan membuat kehidupan menjadi lebih baik dengan
pemenuhan kewajiban yang harus dilakukan sekaligus untuk dapat memenuhi hak
asasi manusia. Contoh sederhana adalah dengan menghormati orang lain, maka
hak orang lain untuk mendapat penghormatan sudah terpenuhi. 

Anda mungkin juga menyukai