Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN PASIEN DENGAN

HALUSINASI

Disusun oleh :

Inefa Namira
P3.73.20.2.18.016

Pembimbing:
Suliswati, S.Kp.,M.Kes.

PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA TERAPAN DAN


PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI
JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. Kasus (Masalah Utama)


Halusinasi

B. Proses Terjadinya Masalah (Psikopatologi)


1. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada system penginderaan dimana terjadi
pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut
terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri
individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata,
yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).
Halusinasi merupakan gangguan ata perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca idera
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui paca indera tanpa stimulus eksternal: persepsi palsu (Maramis, 2005)

2. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladptif

 Pikiran logis  Distorsi pikiran  Gangguan proses pikir


 Persepsi akurat  Ilusi  Waham
 Emosi konsisten  Reaksi emosi berlebihan atau  Perilaku disorganisasi
dengan pengalaman kurang  Isolasi sosial
 Perilaku sesuai  Perilaku aneh atau tidak
 Hubungan sosial biasa
 Menarik diri
3. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan system saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptive baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih
luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan
limbic berhubungan dengan perilaku psikotik
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamine neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamine dikaitkan
dengan terjadinya skizofrenia
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya
atrofi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atrofi korteks
bagian depan dan atrofi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi
otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan linkungan klien sangat mempengaruhi respond an kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien.

c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan,
konflik, sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang
terisolai disertai stress.
4. Faktor Presipitasi
Secara ujmum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006)
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikais dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

b. Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

5. Tanda dan Gejala


Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengen halusinasi adalah sebagai
berikut:
a. Bicara sendiri
b. Senyum sendiri
c. Ketawa sendiri
d. Menggerakkan bibir tanpa suara
e. Pergerakan mata yang cepat
f. Respon verbal yang lambat
g. Menarik diri dari orang lain
h. Berusaha untuk menghindari orang lain
i. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyta
j. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah
k. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
l. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori
m. Sulit berhubungan dengan orang lain
n. Ekspresi mata tegang
o. Mudah tersinggung, jengkel dan marah
p. Tidak mampu mengikuti perintah
q. Tampak tremor dan berkeringat
r. Perilaku panic
s. Agitasi dan kataton
t. Curiga dan bermusuhan
u. Bertindak merusak diri, orang lain, dan lingkungan
v. Ketakutan
w. Tidak dapat mengurus diri
x. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat, dan orang

6. Fase Halusinasi
a. Fase pertama (Comforting/ Menyenangkan)
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian.
Klien mungkin melamun atau memfokuskan pikiran pada hal yang
menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong
untuk sementara. Klien masih mampu mengontrol kesadarannya dan mengenal
pikirannya, namun intensitas persesi meningkat.

b. Fase kedua (Comdemming)


Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran
internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dengan
memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
c. Fase ketiga (Controlling)
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan
tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan psikotik
Karakteristik: bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya.

d. Fase keempat (Conquering/ Panik)


Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya.
Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam,
memerintah, dan memarahi. Klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain
karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien berada dalam dunia yang
menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini
menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.

C. Pohon Masalah

Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial : menarik diri

Faktor Predisposisi Faktor Presipitasi


- Biologis - Biologis
- Psikologis - Stres lingkungan
- Sosial budaya - Sumber koping

D. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Kasus
Nn Rere, 35 tahun, asal Sukabumi, dirawat di RSMM sejak 2 minggu lalu. Ini adalah
ketiga kalinya klien di rawat; pertama tahun 2000, kedua tahun 2005. Klien masuk pada
tanggal 12 Maret 2011 lalu dengan gejala : marah-marah, bicara dan tertawa sendiri,
mengganggu lingkungan, suka telanjang, sulit tidur, dan bicara ngawur/tidak nyambung.

Klien sakit sejak tahun 1999, sepulang menjadi TKW di Singapura. Ketika menjadi TKW
klien mengalami perlakuan kasar dari majikannya sehingga klien memutuskan untuk
pulang setelah 3 tahun bekerja. Dirumah ayahnya sering memarahi dan memukul karena
klien tidak bekerja sehingga menambah beban keluarga. Klien pernah diperkosa saat usia
klien 23 tahun dan diputuskan oleh pacarnya karena klien bekerja di LN. Keluarga
membawa klien ke orang pintar sebelum dirawat tahun 2000, namun tidak ada perbaikan
sehingga klien dibawa berobat jalan di RSJ. Klien sempat putus obat karena keluarga
tidak membawa kontrol ke RS degan alasan jarak jauh dan faktor ekonomi. Paman klien
pernah mengalami gangguan jiwa dengan gejala menyendiri dan bicara sendiri, namun
sekarang sudah mengalami perbaikan karena berobat teratur ke puskesmas.

Orang yang terdekat dengan klien adalah ibunya tetapi ibunya meninggal sejak 5 tahun
lalu. Klien mengatakan sedih dan terkadang menangis jika teringat ibunya. Saat ini tidak
ada orang yang terdekat dengannya hanya adik bungsunya yang sering memberi
perhatian dan menjenguk. Klien adalah anak kedua dari 4 orang bersaudara dan belum
menikah. Kakak dan adiknya yang laki – laki sudah menikah dan jarang
memperhatikannya.

Saat ditanya klien mengatakan sering mendengar bisikan perempuan seperti suara ibunya
yang mengatakan “jangan bandel ya” atau suara laki – laki yang mengejeknya. Suara itu
timbul jika klien sedang melamun atau menyendiri, dengan frekuensi yang tidak
menentu. Kadang – kadang klien terlihat menyendiri dan bicara sendiri. Klien tampak
cukup rapih tetapi rambut dan kuku panjang dan kotor. Saat sedang berhalusinasi klien
sering melihat ke atas dan menangis atau ngomel – ngomel tanpa alasan. Saat di tanya
klien hanya menjawab tidak apa – apa. Klien tidak mempunyai teman dekat di RS ini
tetapi menurut klien ada 2 orang pasien yang dianggap baik karena tidak pernah marah –
marah.
2. Masalah Keperawatan
Halusinasi
3. Data yang Dikaji
Data Subjektif
a. Klien mengatakan sedih dan terkadang menangis jika teringat ibunya karena ibunya
sudah meninggal sejak 5 tahun yang lalu
b. Klien mengatakan sering mendengar bisikan perempuan seperti suara ibunya yang
mengatakan “jangan bandel ya”
c. Klien mengatakan sering mendengar suara laki-laki yang mengejeknya, suara itu
timbul jika klien sedang melamun atau menyendiri
d. Saat ditanya klien hanya menjawab tidak apa-apa
e. Klien merasa ada 2 orang pasien yang dianggap baik karena tidak pernah marah-
marah
Data Objektif
a. Di rumah ayahnya sering memarahi dan memukul karena klien tidak bekerja
sehingga menambah beban keluarga
b. Klien mengalami perlakuan kasar dari majikannya sewaktu menjadi TKW di
Singapura
c. Klien pernah diperkosa saat usia klien 23 tahun dan diputuskan oleh pacarnya karena
klien bekerja di luar negeri
d. Keluarga klien membawa klien ke orang pintar sebelum dirawat namun tidak ada
perbaikan sehingga klien dibawa berobat jalan di RSJ
e. Klien sempat putus obat karena keluarga tidak membawa kontrol ke RS dengan alas
an jarak jauh dan faktor ekonomi
f. Paman klien pernah mengalami gangguan jiwa dengan gejala menyendiri dan bicara
sendiri, namun sekarang sudah mengalami perbaikan karena berobat teratur ke
puskesmas.
g. Hanya terlihat adik bungsu klien yang masih sering menjenguknya.
h. Klien kadang-kadang terlihat menyendiri dan bicara sendiri.
i. Klien tampak cukup rapih tetapi rambut dan kuku panjang dan kotor.
j. Klien sering melihat ke atas dan menangis atau ngomel-ngomel tanpa alasan.
k. Klien terlihat tidak mempunyai teman dekat di RS ini

E. Diagnosa Keperawatan
Halusinasi b.d

F. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
a. Membantu pasien mengenali halusinasi dengan cara berdiskusi dengan pasien
tentang isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi
terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul, dan respons
pasien saat halusinasi muncul.
b. Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar mampu
mengontrol halusinasi, Anda dapat melatih pasien empat cara yang sudah terbukti
dapat mengendalikan halusinasi, yaitu sebagai berikut.
1) Menghardik halusinasi.
2) Bercakap-cakap dengan orang lain.
3) Melakukan aktivitas yang terjadwal.
4) Menggunakan obat secara teratur.

2. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga


a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
b. Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang
dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, serta cara
merawat pasien halusinasi.
c. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien
dengan halusinasi langsung di hadapan pasien.
d. Buat perencanaan pulang dengan keluarga.
STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP 1) TINDAKAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GANGGUAN JIWA : HALUSINASI

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien mengatakan sedih dan terkadang menangis jika teringat ibunya karena ibunya
sudah meninggal sejak 5 tahun yang lalu. Klien sering mendengar bisikan perempuan
seperti suara ibunya yang mengatakan “jangan bandel ya”. Klien mengatakan sering
mendengar suara laki-laki yang mengejeknya, suara itu timbul jika klien sedang melamun
atau menyendiri. Saat ditanya klien hanya menjawab tidak apa-apa. Klien merasa ada 2
orang pasien yang dianggap baik karena tidak pernah marah-marah.

2. Diagnosa Keperawatan
Halusinasi b.d

3. Tujuan Tindakan Keperawatan


a. Pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
b. Pasien dapat mengenal halusinasinya
c. Pasien dapat mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik halusinasi

4. Tindakan Keperawatan
a. Membantu pasien mengenal halusinasi
b. Menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi
c. Mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik halusinasi

B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, Mba. Saya Inefa Namira, panggil saya Inefa. Nama Mba siapa?
Senangnya dipanggil apa?”
b. Evaluasi/ Validasi
“Bagaimana perasaan Mba hari ini? Keluhan saat ini apa?”
c. Kontrak
“baiklah bagaimana jika kita berbicang-bincang tentang suara yang selama ini Mba
Rere dengar?
“Mba Rere mau berapa lama? Bagaimana jika 30 menit”
“Di ruang ini saja bagaimana?”
“Tujuannya agar Mba Rere dapat mengontrol suara-suara tersebut”

2. Fase Kerja
“Apakah Mba mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah terus menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering Mba
dengar suaranya? Berapa kali sehari Mba alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar?
Apakah pada waktu sendiri?” “Apa yang Mba rasakan pada saat mendengar suara itu?”
“Apa yang Mba lakukan ketika mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara
tersebut hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu
muncul?” “Jadi, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama,
dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat
dengan teratur” “Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”
“Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung Mba bilang, pergi saya
tidak mau dengar, saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang
sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba Mba peragakan.” “Nah, begitu, bagus! Coba
lagi! Ya bagus Mba Rere sudah bisa melakukannya”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“Bagaimana perasaan Mba Rere setelah peragaan latihan tadi?” “Kalau suara-suara itu
muncul lagi, silakan coba cara tersebut”
b. Rencana Tindak Lanjut
“Bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?”
“Bagus kalau seperti itu”

c. Kontrak yang akan datang


“Bagaimana jika kita bertemu lagi untuk membicarakan cara yang kedua yaitu
bercakap-cakap dengan orang lain”
“Untuk waktunya bagaimana jika pukul 9 pagi besok”
“Kita berbincang-bincang di mana? Baik kalau begitu di sini ya”
STRATEGI PELAKSANAAN 2 (SP 2) TINDAKAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GANGGUAN JIWA : HALUSINASI

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien mengatakan sedih dan terkadang menangis jika teringat ibunya karena ibunya
sudah meninggal sejak 5 tahun yang lalu. Klien sering mendengar bisikan perempuan
seperti suara ibunya yang mengatakan “jangan bandel ya”. Klien mengatakan sering
mendengar suara laki-laki yang mengejeknya, suara itu timbul jika klien sedang melamun
atau menyendiri. Saat ditanya klien hanya menjawab tidak apa-apa. Klien merasa ada 2
orang pasien yang dianggap baik karena tidak pernah marah-marah.

2. Diagnosa Keperawatan
Halusinasi b.d

3. Tujuan Tindakan Keperawatan


Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain

4. Tindakan Keperawatan
a. Mempertahankan rasa percaya pasien
b. Melatih pasien untuk mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang
lain

B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, Mba. Masih ingat dengan saya kan? Iya benar saya suster Inefa”
b. Evaluasi/ Validasi
“Bagaimana perasaannya hari ini? Apakah suara-suaranya masih muncul? Apakah
sudah dipakai cara yang telah kita latih? Berkurang kan suaranya? Bagus!”
c. Kontrak
“Sesuai janji kita kemarin, saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap dengan orang lain”
“Kita akan latihan selama 20 menit’
“Mau di mana? Bagimana kalau disini saja?”
“Tujuannya agar Mba Rere dapat mengontrol halusinasi dengan cara ini”

2. Fase Kerja
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-
cakap dengan orang lain. Jadi kalau Mba ulai mendengar suara-suara, langsung saja cari
teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan Mba. Contohnya begini:
Tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan Rere. Rere sedang dengar
suara-suara. Begitu Mba. Coba Mba lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus
Mba Rere sudah bisa melakukannya”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan Mba Rere setelah latihan ini?” “Jadi sudah ada berapa cara yang
Mba pelajari untuk mencegah suara-suara itu?”

b. Evaluasi Objektif
“Iya benar. Wah Mba Rere hebat sekali” “Coba Mba Rere ulangi yang tadi sudah kita
pelajari”

c. Rencana Tindak Lanjut


“Bagus, cobalah kedua cara ini kalau Mba mengalami halusinasi lagi. Bagaimana
kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian Mba Rere? Mau jam berapa
latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu suara
itu muncul”
d. Kontrak yang Akan Datang
“bagaimana jika kita bertemu lagi untuk mempelajari cara yang ketiga yaitu
melakukan aktivitas terjadwal?
“Mau jam berapa? Baik, besok jam 9 pagi ya”
“Di mana? Mau di sini lagi?”
STRATEGI PELAKSANAAN 3 (SP 3) TINDAKAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GANGGUAN JIWA : HALUSINASI

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien mengatakan sedih dan terkadang menangis jika teringat ibunya karena ibunya
sudah meninggal sejak 5 tahun yang lalu. Klien sering mendengar bisikan perempuan
seperti suara ibunya yang mengatakan “jangan bandel ya”. Klien mengatakan sering
mendengar suara laki-laki yang mengejeknya, suara itu timbul jika klien sedang melamun
atau menyendiri. Saat ditanya klien hanya menjawab tidak apa-apa. Klien merasa ada 2
orang pasien yang dianggap baik karena tidak pernah marah-marah.

2. Diagnosa Keperawatan
Halusinasi b.d

3. Tujuan Tindakan Keperawatan


Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan melaksanakan aktivitas terjadwal

4. Tindakan Keperawatan
a. Mempertahankan rasa percaya pasien
b. Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan melaksanakan aktivitas terjadwal

B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, Mba. Masih ingat kan dengan saya? Iya benar, saya suster Inefa”
b. Evaluasi/ Validasi
“Bagaimana perasaan Mba hari ini? Apakah suara-suaranya masih muncul? Apakah
sudah dipakai dua cara yang telah kita latih? Bagaimana hasilnya? Bagus sekali Mba
Rere”

c. Kontrak
“Sesuai yang telah disepakati, sekarang kita akan belajar cara yang ketiga untuk
mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal”
“Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit?”
“Mau di mana? Baik kalau begitu di sini ya”
“Agar Mba Rere dapat mencegah suara-suara itu muncul lagi”

2. Fase Kerja
“Apa yang biasa Mba Rere lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam berikutnya
melakukan apa? Setelah itu?” “Wah banyak sekali kegiatannya” “Mari kita latih dua
kegiatan hari ini ya” “Bagus sekali Mba Rere bisa melakukannya” “Kegiatan ini dapat
Mba Rere lakukan untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita
latih lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan Mba Rere setelah kita berbincang-bincang cara yang ketiga
untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali”

b. Evaluasi Objektif
“Coba sebutkan 3 cara yang telah kita latih untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali”
c. Rencana Tindak Lanjut
“Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian Mba Rere ya” “Coba lakukan
sesuai jadwal ya”
d. Kontrak yang Akan Datang
“Bagaimana jika kita bertemu lagi untuk menmbbicarakan tentang minum obat yang
teratur”
“Besok Mba Rere bisa? Jam berapa? Baik kalau begitu jam 9 ya besok”
“Mba Rere mau di mana? Di sini boleh”
STRATEGI PELAKSANAAN 4 (SP 4) TINDAKAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GANGGUAN JIWA : HALUSINASI

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien mengatakan sedih dan terkadang menangis jika teringat ibunya karena ibunya
sudah meninggal sejak 5 tahun yang lalu. Klien sering mendengar bisikan perempuan
seperti suara ibunya yang mengatakan “jangan bandel ya”. Klien mengatakan sering
mendengar suara laki-laki yang mengejeknya, suara itu timbul jika klien sedang melamun
atau menyendiri. Saat ditanya klien hanya menjawab tidak apa-apa. Klien merasa ada 2
orang pasien yang dianggap baik karena tidak pernah marah-marah.

2. Diagnosa Keperawatan
Halusinasi b.d

3. Tujuan Tindakan Keperawatan


Pasien dapat menggunakan obat secara teratur

4. Tindakan Keperawatan
a. Mempertahankan rasa percaya pasien
b. Melatih pasien menggunakan obat secara teratur

B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, Mba Rere” “Iya benar, saya suster Inefa”
b. Evaluasi/ Validasi
“Bagaimana perasaan Mba hari ini? Apakah suara-suaranya masih muncul? Apakah
sudah dipakai semua cara yang telah kita latih?”
c. Kontrak
“Baik, hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang Mba Rere minum”
“Kita akan diskusi selama 20 menit ya”
“Di sini saja ya Mba?”
“Agar Mba Rere dapat teratur minum obatnya dan tidak kambuh lagi halusinasinya”
2. Fase Kerja
“Mba Rere, apakah bedanya setelah minum obat secara teratur? Apakah suara-suara
berukurang/menghilang? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang Mba
dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang Mba
minum? Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7
malam gunanya untuk menghilangkan suara-suara. Ini yang putih (THP) 3 kali sehari
jamnya sama gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang merah jambu (HP) 3
kali sehari juga jamnya sama gunanya agar pikiran bisa tenang. Kalau suara-suara sudah
hilang obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau
putus obat, Mba akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau
obat habis Mba bisa minta ke dokter untuk mendapatkannya lagi. Mba juga harus teliti
saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan oabtanya benar, artinya Mba harus
memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya Mba Rere. Jangan keliru dengan
obat milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya,
dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah makan dan tepat jamnya. Mba Rere juga
harus perhatikan berapa jumlah obat yang sekali minum, dan harus cukup minum 10
gelas per hari”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan Mba Rere setelah kita berbincang tentang obat?” “Sudah
berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara?”

b. Evaluasi Objektif
“Coba Mba Rere sebutkan” “Bagus”
c. Rencana Tindak Lanjut
“Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan Mba” “jangan lupa
pada waktunya minta obat pada perawat atau keluarga kalau di rumah”
“Baik kalau Mba Rere sudah memahami semua cara yang telah kta latih. Saya pamit
dulu ya. Semoga lekas membaik. Sampai jumpa”
STRATEGI PELAKSANAAN 1 KELUARGA (SP 1) TINDAKAN KEPERAWATAN
PADA KELUARGA DENGAN PASIEN GANGGUAN JIWA : HALUSINASI

A. Proses Keperawatan
1. Tujuan Tindakan Keperawatan
a. Keluarga dapat memahami kondisi halusinasi pasien
b. Keluarga dapat mengetahui cara-cara merawat pasien halusinasi

2. Tindakan Keperawatan
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi dan jenis halusinasi yang dialami
pasien beserta proses terjadinya.
c. Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi.

B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, Mba. Apa benar Mba adalah adik dari Mba Rere? Perkenalkan Saya
Inefa Namira, suster yang merawat Kakak Mba. Nama Mba siapa? Senangnya
dipanggi apa? Baik kalau begitu saya panggil nama saja ya.”

b. Evaluasi/ Validasi
“Bagaimana perasaan Lala hari ini? Apa pendapat Lala tentang Kakak?”

c. Kontrak
“Hari ini kita akan berdiskusi tentang masalah yang Kakak Lala alami dan bantuan apa
yang Lala bisa berikan” “Kita mau diskusi di mana? Bagaimana kalau di ruang
wawancara? Berapa lama waktu Lala? Bagaimana kalau 30 menit?”
2. Fase Kerja
“Apa yang Lala rasakan menjadi masalah dalam merawat Kakak? Apa yang Lala
lakukan?” “Ya, gejala yang dialami Lala itu dinamakan halusinasi, yaitu mendengear
sesuatu yang sebetulnya tidak ada wujudnya” “Tanda-tandanya bicara sendiri dan tertawa
sendiri, atau marah-marah tanpa sebab” “Jadi kalau Kakak mengatakan mendengar suara-
suara sebenarnya suara itu tidak ada” “untuk itu kita diharapkan dapat membantunya
dengan beberapa cara. Ada beberapa cara untuk membantu Kakak Lala agar bisa
mengendalikan halusinasi. Cara-cara tersebut antara lain: Pertama, dihadapan Kakak,
jangan membantah halusinasi atau menyokongnya. Katakan saja Lala percaya bahwa
Kakak Lala memang mendengar suara, tetapi Lala sendiri tidak mendengar. Kedua,
jangan biarkan Kakak Lala melamun dan sendiri. Karena kalau melamun, halusinasinya
akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-cakap dengannya. Buat kegiatan
keluarga seperti makan bersama-sama. Tentang kegiatan, saya telah melatih Kakak Lala
untuk membuat jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong Lala pantau pelaksanaannya ya dan
berikan pujian jika dia lakukan. Ketiga, bantu Kakak Lala minum obat secara teratur,
jangan menghentikan obat tanpa konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah
melatih Kakak Lala untuk minum obat secara teratur. Jadi Lala dapat mengingatkan
kembali. Obatnya ada 3 macam, ini yang orange namanya CPZ gunanya untuk
menghilangkan suara-suara atau bayangan. Diminum 3 X sehari pada jam 7 pagi, jam 1
siang dan jam 7 malam. Yang putih namanya THP gunanya membuat rileks, jam
minumnya sama dengan CPZ tadi. Yang biru namanya HP gunanya menenangkan cara
berpikir, jam minumnya sama dengan CPZ. Obat perlu selalu diminum untuk mencegah
kekambuhan”
”Terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus halusinasi Kakak Lala
dengan cara menepuk punggung anak Kakak. Kemudian suruhlah Kakak Lala
menghardik suara tersebut. Kakak Lala  sudah saya ajarkan cara menghardik halusinasi”.
”Sekarang, mari kita latihan memutus halusinasi Kakak Lala. Sambil menepuk punggung
anak Kakak Lala, katakan: Kak Rere, sedang apa kakak? Kakak ingat kan apa yang
diajarkan perawat bila suara-suara itu datang?  Ya..Usir suara itu, K. Tutup telinga Kakak
dan katakan pada suara itu ”saya tidak mau dengar”. Ucapkan berulang-ulang, Kak”
”Sekarang coba Lala praktekkan cara yang barusan saya ajarkan”
”Bagus Lala”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan Lala setelah kita berdiskusi dan latihan memutuskan halusinasi
Kakak Lala?”

b. Evaluasi Objektif
“Sekarang coba Lala sebutkan kembali tiga cara merawat Kakak Lala”
”Bagus sekali Lala.”

c. Rencana Tindak Lanjut


“Jangan lupa untuk dilatih terus ya Lala, apa yang sudah saya ajarkan tadi”

d. Kontrak yang Akan Datang


”Bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk  mempraktekkan cara memutus
halusinasi langsung dihadapan Kakak Lala” 
”Jam berapa kita bertemu? Baik jam 9 lagi ya”
STRATEGI PELAKSANAAN 2 KELUARGA (SP 2) TINDAKAN KEPERAWATAN
PADA KELUARGA DENGAN PASIEN GANGGUAN JIWA : HALUSINASI

A. Proses Keperawatan
1. Tujuan Tindakan Keperawatan
Keluarga dapat melakukan cara merawat langsung kepada pasien halusinasi

2. Tindakan Keperawatan
a. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan halusinasi
b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien halusinasi

B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat Pagi, Lala. Masih ingat dengan saya? Iya Benar saya suster Inefa”

b. Evaluasi/ Validasi
”Apakah Lala masih ingat bagaimana cara memutus halusinasi Kakak Lala yang
sedang  mengalami halusinasi?Bagus!”
c. Kontrak
”Sesuai dengan perjanjian kita, selama 20 menit ini kita akan mempraktekkan cara
memutus halusinasi langsung dihadapan Kakak Lala”.   
”Mari kita datangi Kakak Lala”

2. Fase Kerja
”Assalamu’alaikum Mba Rere” ”Mba Rere, Lala sangat ingin membantu Mba Rere
mengendalikan suara-suara yang sering Mba Rere dengar. Untuk itu  pagi  ini Lala
datang untuk mempraktekkan cara memutus suara-suara yang Mba Rere dengar. Mba
Rere nanti kalau sedang dengar suara-suara bicara atau tersenyum-senyum sendiri, maka
Lala akan mengingatkan seperti ini” ”Sekarang, coba Lala peragakan cara memutus
halusinasi yang sedang Mba Rere alami seperti yang sudah kita pelajari sebelumnya.
Tepuk punggung Mba Rere lalu suruh Mba Rere mengusir suara dengan menutup telinga
dan menghardik suara tersebut” Bagus sekali! Bagaimana Mba Rere? Senang dibantu
Lala? Nah Lala ingin melihat jadwal harian Mba Rere. (Pasien memperlihatkan dan
dorong orang tua memberikan pujian) Baiklah,  sekarang saya dan Lala ke ruang perawat
dulu”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“Bagaimana perasaan Lala  setelah mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung
dihadapan  Kakak Lala”

b. Rencana Tindak Lanjut


”Dingat-ingat pelajaran kita hari ini ya Lala. Lala dapat melakukan cara itu bila Kakak
Lala mengalami halusinasi.”

c. Kontrak Yang Akan Datang


“Bagaimana kalau kita bertemu dua hari lagi untuk membicarakan tentang jadwal
kegiatan harian Kakak Lala untuk persiapan di rumah. Jam berapa Lala bisa datang?
Tempatnya di sini ya. Sampai jumpa.”
STRATEGI PELAKSANAAN 3 KELUARGA (SP 3) TINDAKAN KEPERAWATAN
PADA KELUARGA DENGAN PASIEN GANGGUAN JIWA : HALUSINASI

A. Proses Keperawatan
1. Tujuan Tindakan Keperawatan
Keluarga dapat membuat jadwal aktivitas di rumah

2. Tindakan Keperawatan
a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat
(discharge planning)
b. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, Lala” “Iya benar saya suster Inefa”

b. Evaluasi/ Validasi
“Bagaimana Lala selama Lala membesuk apakah sudah terus dilatih cara merawat
Kakak Lala?”

c. Kontrak
“Karena besok Kakak Lala sudah boleh pulang, maka sesuai janji kita sekarang
ketemu untuk membicarakan jadwal Kakak Lala selama dirumah” “Berapa lama Lala
ada waktu? Bagaimana kalau 30 menit?”

2. Fase Kerja
“Ini jadwal kegiatan Kakak Lala di rumah sakit. Jadwal ini dapat dilanjutkan di rumah.
Coba Kakak Lala lihat mungkinkah dilakukan di rumah. Siapa yang kira-kira akan
memotivasi dan mengingatkan?” Lala jadwal yang telah dibuat selama Kakak Lala di
rumah sakit tolong dilanjutkan dirumah, baik jadwal aktivitas maupun jadwal minum
obatnya”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh
Kakak Lala selama di rumah. Misalnya kalau Kakak Lala terus menerus mendengar
suara-suara yang mengganggu dan tidak memperlihatkan perbaikan, menolak minum
obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika  hal ini terjadi segera
hubungi Suster Ana di Puskesmas terdekat dari rumah Lala, ini nomor telepon
puskesmasnya: (021) 5542121
Selanjutnya suster Ana  yang akan membantu memantau perkembangan Kakak Lala
selama di rumah.

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana Lala? Ada yang ingin ditanyakan?

b. Evaluasi Objektif
“Coba Lala sebutkan cara-cara merawat Kakak Lala di rumah! Bagus”

c. Rencana Tindak Lanjut


“Ini jadwalnya untuk dibawa pulang. Selanjutnya silakan Lala menyelesaikan
administrasi yang dibutuhkan. Kami akan siapkan Kakak Lala untuk pulang”

Anda mungkin juga menyukai