Anda di halaman 1dari 82

PENGARUH EARNING PER SHARE (EPS), RETURN

ON EQUITY (ROE), TINGKAT INFLASI DAN LAJU


PERTUMBUHAN PRODUK DOMESTIK BRUTO
(PDB) TERHADAP HARGA SAHAM PERUSAHAAN
SEKTOR INDUSTRI ROKOK YANG TERDAFTAR DI
BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2017-2020
KUARTAL II

SKRIPSI

Oleh:
Fauziah Abrorriati
201710325116

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA
2020

1
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul Skripsi : Pengaruh Earning Per Share (EPS),


Return On Equity (ROE), Tingkat
Inflasi dan Laju Pertumbuhan
Produk Domestik Bruto (PDB)
Terhadap Harga Saham Perusahaan
Sektor Industri Rokok yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Periode 2017-2020 Kuartal II

Nama Mahasiswa : Fauziah Abrorriati

Nomor Pokok Mahasiswa : 201710325116

Program Studi/Fakultas : Manajemen/Ekonomi

dan Bisnis Tanggal Lulus Ujian Proposal :-

Jakarta, 8

November 2020

MENYETUJUI,

Pembimbing I

Adi Wibowo Noor Fikri, S.Kom., MBA

NIDN 0325027901

2
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Earning Per Share (EPS), Return On Equity
(ROE), Tingkat Inflasi dan Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto
(PDB) Terhadap Harga Saham Perusahaan Sektor Industri Rokok yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2017-2020 Kuartal II” ini adalah
benar – benar merupakan hasil karya saya sendiri dan tidak mengandung materi
yang ditulis oleh orang lain kecuali pengutipan sebagai referensi yang sumbernya
telah dituliskan secara jelas sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini, saya
bersedia menerima sanksi dari Universitas Bhayangkara Jakarta Raya sesuai
dengan peraturan yang berlaku.

Saya mengijinkan skripsi ini dipinjam dan digandakan melalui Perpustakaan


Universitas Bhayangkara Jakarta Raya.

Saya memberikan izin kepada Perpustakaan Universitas Bhayangkara Jakarta


Raya untuk menyimpan skripsi ini dalam bentuk dijital dan mempublikasikannya
melalui Internet selama publikasi tersebut melalui portal Universitas Bhayangkara
Jakarta Raya.

Jakarta, 2 Januari 2021

Yang membuat pernyataan,

Fauziah Abrorriati

201710325116

3
ABSTRAK
Fauziah Abrorriati, 201710325116. Pengaruh Earning Per Share (EPS),
Return On Equity (ROE), Tingkat Inflasi dan Laju Pertumbuhan Produk Domestik
Bruto (PDB) Terhadap Harga Saham Perusahaan Sektor Industri Rokok yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2017-2020 Kuartal II.
Penelitian ini tentang faktor internal yaitu kinerja keuangan perusahaan dan
faktor eksternal yaitu makroekonomi serta harga saham yang bertujuan untuk
menghitung, menguraikan dan memberikan ulasan mengenai pengaruh EPS,
ROE, Tingkat Inflasi dan Laju Pertumbuhan PDB baik secara parsial maupun
simultan terhadap harga saham perusahaan sektor industri rokok periode 2017-
2020 kuartal II dengam menggunakan hasil data laporan keuangan triwulan.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan termasuk kedalam penelitian
kausalitas. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive
sampling. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear
berganda dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 24. Selain itu
dilakukan juga analisis deskriptif, uji asumsi klasik, uji hipotesis dan uji koefisien
determinasi.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa secara parsial Earning Per
Share (X1) dan Return On Equity (X2) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Harga Saham, sedangkan Tingkat Inflasi (X3) dan Laju Pertumbuhan
PBD (X4) tidak berpengaruh secra signifik terhadap Harga Saham (Y). Hasil
pengujian secara simultan menunjukkan bahwa Earning Per Share (X1), Return
On Equity (X2), Tingkat Inflasi (X3) dan Laju Pertumbuhan PDB (X4)
berpengaruh secara signifikan terhadap Harga Saham (Y).

Kata Kunci : Earning Per Share, Return On Equity, Tingkat Inflasi, Laju
Pertumbuhan PDB, Harga Saham

4
ABSTRACT

Fauziah Abrorriati, 201710325116. The Effect of Earning Per Share


(EPS), Return On Equity (ROE), Inflation Rate and Gross Domestic Product
(GDP) Growth Rate on Stock Prices of Cigarette Industry Companies Listed on
the Indonesia Stock Exchange 2017-2020 Quarter II.

This research is about internal factors, namely the company's financial


performance and external factors, namely macroeconomics and stock prices,
which aims to calculate, describe and provide an overview of the influence of
EPS, ROE, Inflation Rate and GDP Growth Rate, both partially and
simultaneously on stock prices of companies in the cigarette industry sector. the
period 2017-2020 second quarter by using the results of quarterly financial report
data.

This research is a quantitative study and is included in causality research.


The sampling technique used was purposive sampling. The data analysis method
used is multiple linear regression analysis using the help of the SPSS version 24
program. In addition, descriptive analysis, classical assumption test, hypothesis
test and coefficient of determination were also carried out.

The results of hypothesis testing show that partially Earning Per Share (X1)
and Return On Equity (X2) have a positive and significant effect on Stock Prices,
while the Inflation Rate (X3) and the Growth Rate of PBD (X4) do not have a
significant effect on Stock Prices (Y ). Simultaneous test results show that
Earning Per Share (X1), Return On Equity (X2), Inflation Rate (X3) and GDP
Growth Rate (X4) have a significant effect on Stock Prices (Y).

 
Keywords : Earning Per Share, Return On Equity, Inflation Rate, GDP Growth
Rate, Stock Price

5
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan
tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan dalam
jenjang pendidikan Strata Satu (S1) pada Program Studi Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Bhayangkara Jakarta Raya. Dalam kesempatan
ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Irjen Pol. (Purn) Dr. Drs. H. Bambang Karsono, S.H., M.M, selaku
Rektor Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
2. Ibu Dr. Istianingsih, M.S.Ak., CA., CSRA., CMA., CBV, selaku Dekan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bhayangkara Jakarta Raya.
3. Bapak M. Fadhli Nursal, S.E., M.M, selaku Kepala Program Studi
Manajemen.
4. Bapak Dr. Ir. Raden Achmad Harianto, M.M selaku Dosen Pembimbing
Akademik.
5. Bapak Adi Wibowo Noor Fikri, S.Kom, MBA selaku dosen pembimbing
yang selalu meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran,
masukan dan motivasi kepada penulis selama proses penyusunan skripsi
berlangsung hingga selesai.
6. Ayah, Mamah, beserta Kak Bella dan Kak Isah yang tidak pernah berhenti
mendoakan, memberikan semangat dan dukungan serta menggantungkan
harapan kepada penulis, menjadi motivator terbesar dalam hidup penulis.
7. Teman – teman Manajemen A3 serta Sahabat – Sahabat SMA-ku yang selalu
memberikan dukungan dan semangat yang tiada hentinya.
8. Semua pihak yang tidak disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu
penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

Bekasi, 2 Januari 2021


Penulis

6
Fauziah Abrorriati

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perekonomian seluruh negara di dunia saat ini sedang mengalami penurunan


dengan adanya Pandemi Covid-19, tidak terkecuali Indonesia. Bukan hanya sektor
kesehatan saja yang terkena dampaknya, tapi hampir seluruh sektor terkena
dampaknya utamanya adalah sektor perekonomian yang mengalami dampak
serius. Hal ini disebabkan karena adanya pembatasan aktivitas masyarakat
sehingga berpengaruh pada aktivitas bisnis. Berbagai sektor industri mengalami
penurunan pada omset penjualan. Dalam kondisi seperti ini perusahaan
membutuhkan dana untuk terus tumbuh dan berkembang, hal ini mendorong
perusahaan untuk mencari sumber pembiayaan yang menyediakan dana dengan
jumlah yang cukup besar untuk kegiatan perusahaan. Dimana salah satu sarana
yang menyediakan sumber dana selain dari perbankan adalah pasar modal
(Tumandung et al., 2017).
Menurut Undang – Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pasar modal
merupakan suatu kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar
modal menjadi peluang bagi investor untuk menginvestasikan sumber dananya.
Tingkat kesadaran masyarakat untuk menjadi investor dapat mempengaruhi
perkembangan pasar modal (Surya, 2016:181). Di pasar modal, harga saham
merupakan salah satu faktor utama investor untuk berinvestasi (Nahoji et al, 2014:
34-35)
Harga saham dapat dijadikan sebagai penilaian berhasil atau tidaknya
perusahaan dalam mengelola perusahaannya (Martina & Yuniati, 2019). Harga
saham dapat berubah – ubah setiap waktunya atau fluktuatif, kadang meningkat

7
dan kadang menurun. Hal ini tergantung dari permintaan dan penawaran para
investor pada saham tersebut. Harga saham akan mengalami kenaikan jika
permintaan terhadap saham lebih besar daripada penawarannya, begitu pula
sebaliknya harga saham akan menurun jika penawaran terhadap saham lebih besar
daripada permintaannya.
Terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi harga saham, yaitu faktor
internal (fundamental) dan faktor eksternal (non fundamental). Faktor internal
adalah faktor yang berhubungan langsung dengan kondisi perusahaan atau faktor
yang berasal dari dalam perusahaan, seperti kinerja perusahaan dan kinerja suatu
perusahaan dapat dilihat dari laporan keuangan selama perusahaan beroperasi.
Baik buruknya kinerja keuangan perusahaan tercermin dari rasio – rasio keuangan
yang secara rutin diterbitkan oleh emiten. (Samsul, 2015:203). Sedangkan faktor
eksternal adalah faktor yang tidak berhubungan langsung dengan kondisi
perusahaan atau faktor yang berasal dari luar perusahaan, tetapi memiliki
pengaruh di dalam perusahaan, seperti inflasi, kurs valuta asing, tingkat suku
bunga dan pertumbuhan ekonomi (Amri & Subardjo, 2020).
Faktor internal yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rasio nilai pasar
dengan menggunakan alat ukur Earning Per Share (EPS) dan rasio profitabilitas
dengan menggunakan alat ukur Return On Equity (ROE) pada laporan keuangan
dan faktor eksternalnya adalah tingkat inflasi dan laju pertumbuhan Produk
Domestik Bruto (PDB).

Menurut Irham Fahmi (2016:83) Earning Per Share (EPS) atau pendapatan
per lembar saham merupakan suatu bentuk keuntungan tiap lembar saham yang
dimiliki dan diberikan kepada para pemegang saham. Semakin tinggi EPS yang
dihasilkan oleh perusahaan maka akan semakin besar earning yang diterima oleh
investor sehingga peningkatan EPS ini akan memberikan dampak positif terhadap
harga saham dipasar. Namun sebaliknya, semakin rendah nilai EPS yang
dihasilkan oleh perusahaan maka earning yang diterima oleh investor akan
semakin kecil sehingga penurunan EPS ini akan menurunkan harga saham yang
dapat menurunkan minat investor untuk menanamkan modalnya

Rasio profitabilitas dengan alat ukur Return On Equity (ROE) merupakan


modal sendiri yang digunakan oleh perusahaan dalam menghasilkan profitabilitas

8
yang akan diberikan pada investor. Prospek perusahaan yang baik dapat
ditunjukkan dengan pertumbuhan ROE karena berpotensi dalam peningkatan
keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan sehingga dapat meningkatkan
kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya dalam bentuk saham.
Semakin tinggi ROE berarti semakin efisien dan efektif perusahaan dalam
menggunakan modalnya sendiri, dengan begitu investor akan semakin percaya
untuk menanamkan modal yang diinvestasikannya pada perusahaan dan hal ini
berpengaruh positif bagi harga saham di pasar (Nurfadillah, 2011).

Inflasi merupakan suatu keadaan dimana harga barang dan jasa mengalami
kenaikan secara umum dan terus – menerus (Suparmono, 2018:158). Inflasi dapat
menimbulkan beberapa efek bagi perekonomian, salah satunya yaitu kegiatan
investasi pada saham dipasar modal. Inflasi yang tinggi dapat menyebabkan
peningkatan beban produksi pada perusahaan sehingga berdampak pada
menurunnya laba perusahaan.

Menurut Sukirno (2013:34) Produk Domestik Bruto merupakan nilai barang


maupun jasa di suatu negara yang diproduksikan oleh faktor produksi milik warga
negara asli dan negara asing. Jika PDB mengalami kenaikan maka akan
meningkatkan daya beli masyarakat serta kegiatan investasi, sehingga dengan hal
ini akan mendorong perusahaan untuk meningkatkan pendapatan maupun
penjualannya. Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi harga saham, dimana estimasi PBD ini dapat menentukan
perkembangan perekonomian. PDB hanya berasal dari jumlah barang konsumsi
yang bukan termasuk barang modal. Meningkatnya jumlah barang konsumsi akan
menyebabkan bertumbuhnya perekonomian dan dapat meningkatkan omset
penjualan perusahaan dikarenakan masyarakat yang bersifat konsumtif. Sehingga
dengan meningkatnya omset penjualan perusahaan maka keuntungan yang
diperoleh perusahaan juga akan meningkat, dimana dengan meningkatnya
keuntungan perusahaan ini maka akan menyebabkan harga saham perusahaan
meningkat (Kewal, 2012).

Sektor industri rokok merupakan salah satu sektor penggerak perekonomian


Indonesia. Di Indonesia sendiri perusahaan rokok yang sudah go public yang

9
tercatat di Bursa Efek Indonesia terdiri dari 5 perusahaan yaitu PT Gudang Garam
Tbk. (GGRM), PT Handjaya Mandala Sampoerna Tbk. (HMSP), PT Bentoel
International Investama Tbk. (RMBA), PT Wismilak Inti Makmur Tbk. (WIIM)
dan yang berbaru adalah PT Indonesian Tobacco Tbk. (ITIC)
(www.sahamok.com/). Industri rokok menjadi salah satu sektor industri yang
memberikan pemasukan besar di Indonesia. Berikut ini adalah data pendapatan
dan kenaikan cukai rokok tahun 2013 – 2020 :

Gambar 1.1 Grafik Pendapatan dan Kenaikan Cukai Rokok Periode 2013 -
2020

Pendapatan Cukai Rokok dan Kenaikan Cukai Rokok


200 25.00%
180
160 20.00%
140
120 15.00%
Rp Triliun

100
80 10.00%
60
40 5.00%
20
0 0.00%
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Pendapatan Cukai Rokok Kenaikan Cukai Rokok

Sumber : www.databoks.id data diolah oleh peneliti

Pendapatan cukai rokok cenderung mengalami peningkatan di setiap


tahunnya. Kenaikan cukai rokok pun terus meningkat, meskipun di tahun 2014
dan 2019 tidak terjadi kenaikan cukai namun pendapatan cukai rokok tetap
mengalami peningkatan dari masing – masing tahun sebelumnya. Hal ini
menunjukkan bahwa meskipun tidak terjadi kenaikan pada cukai rokok namun
pendapatan cukai rokok tetap terus mengalami peningkatan yang mengasumsikan
bahwa konsumsi rokok di Indonesia tetap tinggi di tengah adanya pro dan kontra
mengenai industi rokok dikalangan masyarakat. Dilihat dari grafik diatas pada
tahun 2020 ini kenaikan cukai rokok merupakan yang tertinggi sebesar 23%
dengan target pendapatan cukai sebesar 171,9 triliun. Kenaikan cukai rokok yang
ditetapkan oleh pemerintah ini bertujuan untuk meminimalisir dampak negatif
dari konsumsi rokok, utamanya terhadap kesehatan masyarakat. Cukai rokok

10
merupakan penyumbang terbesar dalam pendapatan negara. Tren positif
pertumbuhan pendapatan negara pada cukai rokok ditunjukkan pada data Badan
Pusat Statistik yang memperlihatkan total penerimaan cukai sebesar Rp 44,68
triliun pada tahun 2007 dan terus mengalami peningkatan hingga Rp 158 triliun di
tahun 2019 dan dilihat dari total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN
cukai rokok menyumbang sekitar 9% – 11% (www.bolehmerokok.com). Oleh
karena itu, perusahaan sektor industri rokok dijadikan sebagai objek penelitian
pada penelitian ini.

Menurut survey yang dilakukan oleh Komite Nasional Pengendalian


Tembakau, sama sekali tidak ada perubahan perilaku merokok bagi para perokok
di masa pandemic covid-19 ini, bahkan cenderung mengalami peningkatan
meskipun berbagai penelitian menyebutkan bahwa risiko para perokok untuk
terinfeksi covid-19 lebih tinggi dibandingkan yang tidak merokok karena virus ini
menyerang paru – paru. Survei yang dilakukan tiga bulan setelah status corona
terkonfirmasi pada 612 responden dari berbagai daerah di Indonesia menunjukkan
bahwa sebanyak 49,8% responden perokok mengaku selama pandemic covid-19
ini mereka memiliki pengeluaran tetap untuk membeli rokok, bahkan 13,1%
responden mengaku mengalami peningkatan untuk pengeluaran pembelian rokok,
dimana 77,4% mayoritas responden memiliki penghasilan kurang dari 5 juta, lalu
17,8 % responden berpenghasilan diantara 2 juta hingga 5 juta dan sebanyak 9,8
responden memiliki pengahasilan dibawah 2 juta (www.mediaindonesia.com).

Pandemic Covid-19 yang terkonfirmasi masuk di Indonesia pada awal maret


2020 membuat dua perusahaan besar industri rokok anjlok dalam menghasilkan
laba bersih dikarenakan penjualan yang turun serta penambahan bebas kenaikan
cukai pada awal tahun 2020 ini. Pendapatan PT Gudang Garam Tbk pada
semester I tahun 2020 naik 2,23% secara tahunan sebesar Rp 53,65 triliun
dibandingkan dengan pendapatan semester I 2019 sebesar Rp 52,74 triliun.
Namun dengan demikian, beban pokok pendapatan ikut serta naik sebesar 5,15%
yoy menjadi Rp 44,99 triliun, beban ini juga didorong dengan kenaikan cukai,
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta pajak rokok yang naik sebesar 6,7% dari
yang sebelumnya Rp 33,52 triliun menjadi 35,77 triliun. Dengan adanya kenaikan
pendapatan namun terjadinya kenaikan pada cukai, PPN dan pajak rokok tidak

11
menghasilkan tren laba yang positif. Laba bersih PT Gudang Garam Tbk (GGRM)
secara tahunan pada semester I tahun ini merosot 10.74% menjadi Rp 3,82 triliun
jika dibandingkan pada semester I 2019 yaitu Rp 4,28 triliun. Sedangkan untuk
PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) secara tahunan labanya turun 27,83% dari yang
sebelumnya Rp 6,77 triliun menjadi Rp 4,88 triliun. Merosotnya laba bersih PT
HM Sampoerna dikarenakan penjualan pada semester I tahun ini turun sebesar
11,8% dibandingan periode yang sama sebelumnya Rp 50,71 triliun menjadi Rp
44,73 triliun. Berbeda dengan dua perusahaan rokok yang lainnya. PT Indonesia
Tobacco Tbk pada semester I 2020 menghasilkan laba bersih yang meroket
sebesar 324,39% yoy menjadi 4,58 miliar dari yang sebelumnya 1,08 miliar, hal
ini dikarenakan pendapatan yang naik 27,39% menjadi Rp 100,92 miliar, dan
untuk PT Wismilak International Tbk menghasilkan laba yang meroket hingga
409,67% yoy menjadi Rp 43,6 miliar dari yang sebelumnya 8,55 miliar, hal ini
dikarenakan pendapatan yang naik sebesar 27,71% yoy menjadi Rp 829,26 miliar
(www.katadata.co.id).

Laba bersih yang dihasilkan perusahaan menjadi perhatian bagi para


investor untuk menanamkan modalnya dalam bentuk saham. Informasi mengenai
laba dalam laporan keuangan perusahaan dapat mempengaruhi harga saham. Jika
laba yang dihasilkan oleh perusahaan tinggi maka pembagian deviden kepada
pemegang saham akan tinggi sehingga dapat menarik minat investor untuk
berinvestasi. Namun sebaliknya, jika perusahaan menghasilkan laba yang rendah
maka pembagian deviden kepada pemegang saham akan rendah sehingga dapat
menurunkan minat investor untuk berinvestasi.

Berdasarkan data yang diperoleh dari www.bi.go.id, tingkat inflasi dalam


kurun waktu 7 tahun terakhir mengalami fluktuatif. Berikut ini disajikan data
kenaikan dan penurunan inflasi tahun 2013 – 2019, yaitu:

Gambar 1.2 Grafik Inflasi Periode 2013 - 2019

12
In fl a si
Inflasi
9.00%
8.00%
7.00%
6.00%
5.00%
4.00%
3.00%
2.00%
1.00%
0.00%
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Sumber : www.bi.go.id data diolah oleh peneliti

Berdasarkan data inflasi diatas, pada tahun 2013 inflasi berada di angka
8,38% diikuti dengan tahun 2014 di angka 8,36% dimana pada dua tahun ini
inflasi berada di tingkat yang tinggi kemudian inflasi menurun drastis pada tahun
2015 di angka 3,35% dan mengalami fluktuatif yang stabil pada tahun 2016
hingga 2019. Pada umumnya inflasi yang naik turunnya stabil adalah inflasi yang
baik, karena biasanya pemerintah akan memiliki kebijakan – kebijakan yang akan
berdampak pada sektor usaha sehingga harga saham akan turut terjaga dengan
baik. Namun jika inflasi meningkat ataupun menurun drastis maka akan
berpengaruh terhadap harga saham. Semakin tinggi tingkat inflasi maka harga
barang domestik akan meningkat karena naiknya biaya bahan baku dan terjadi
pembengkakan pada biaya produksi. Hal ini akan berakibat pada menurunnya laba
operasional, laba kotor dan laba bersih perusahaan. Sehingga jika beban
perusahaan membengkak dan laba bersih yang dihasilkan perusahaan menurun
maka akan menurunkan ekspektasi pelaku pasar terhadap harga saham
perusahaan.

Beberapa penelitian terdahulu mengenai pengaruh faktor internal yaitu


Earning Per Share (EPS) dan Return On Equity (ROE) serta faktor eksternal yaitu
tingkat inflasi dan laju pertumbuhan PDB terhadap harga saham menunjukkan
hasil yang berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Pande dan Nyoman (2018)
yang menunjukkan hasil bahwa secara parsial Earning Per Share tidak
berpengaruh signifikan terhadap harga saham, sedangkan Return On Equity

13
berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham. Berbeda dengan penelitian
yang dilakukan oleh Jonathan et al. (2016) yang menunjukkan hasil bahwa secara
parsial Earning Per Share berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham
sedangkan Return On Equity tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Rahadiyan dan Anang (2020)
menyatakan bahwa secara parsial Inflasi dan Pertumbuhan PDB berpengaruh
positif terhadap harga saham. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Herry dan Prita (2016) yang menunjukkan hasil bahwa secara parsial Inflasi dan
Pertumbuhan PDB tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yeyen dan Sugiyono (2019)


menunjukkan hasil bahwa secara parsial variabel EPS dan ROE berpengaruh
positif dan signifikan terhadap harga saham perusahaan, inflasi berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap harga saham, sementara itu pertumbuhan PDB
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap harga saham. Berbeda hasil
dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian dan Tri (2018) bahwa EPS
berpengaruh signifikan terhadap harga saham, sedangkan Inflasi tidak
berpengaruh signifikan terhadap harga saham.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas serta adanya


ketidak-konsistenan pada hasil penelitian terdahulu dengan menggunakan variabel
independen Earning Per Share, Return On Equity, Tingkat Inflasi dan Laju
Pertumbuhan PDB maka peneliti tertarik untuk mengkaji ulang kembali pengaruh
dari variabel tersebut terhadap variabel harga saham pada perusahaan sektor
industri rokok. Meskipun penelitian mengenai harga saham sudah banyak
dilakukan serta variabel independen yang digunakan sudah pernah diteliti
sebelumnya, tetapi data yang diambil pada penelitian ini sudah dipastikan data
terbaru dan dapat diandalkan. Sehingga, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Pengaruh Earning Per Share (EPS), Return On
Equity (ROE), Tingkat Inflasi dan Laju Pertumbuhan Produk Domestik
Bruto (PDB) Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Sektor Industi
Rokok yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2017 - 2020 Kuartal
II”.

14
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka dalam


penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh Earning Per Share (EPS) secara parsial
terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sektor Industri Rokok yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2017 – 2020 Kuartal II ?
2. Apakah terdapat pengaruh Return On Equity (ROE) secara parsial
terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sektor Industri Rokok yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2017 – 2020 Kuartal II ?
3. Apakah terdapat pengaruh Tingkat Inflasi secara parsial terhadap Harga
Saham pada Perusahaan Sektor Industri Rokok yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode 2017 – 2020 Kuartal II ?
4. Apakah terdapat pengaruh Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto
(PDB) secara parsial terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sektor
Industri Rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2017 –
2020 Kuartal II ?
5. Apakah terdapat pengaruh Earning Per Share (EPS), Return On Equity
(ROE), Tingkat Inflasi dan Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto
(PDB) secara simultan terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sektor
Industri Rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2017 –
2020 Kuartal II ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan diatas, maka tujuan


dari peneltian ini adalah :
1. Untuk menghitung, menguraikan dan memberikan ulasan mengenai
Pengaruh Earning Per Share (EPS) terhadap Harga Saham pada
Perusahaan Sektor Industri Rokok yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2017 – 2020 Kuartal II.

15
2. Untuk menghitung, menguraikan dan memberikan ulasan mengenai
Pengaruh Return On Equity (ROE) terhadap Harga Saham pada
Perusahaan Sektor Industri Rokok yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2017 – 2020 Kuartal II.
3. Untuk menghitung, menguraikan dan memberikan ulasan mengenai
Pengaruh Inflasi terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sektor
Industri Rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2017 –
2020 Kuartal II.
4. Untuk menghitung, menguraikan dan memberikan ulasan mengenai
pengaruh Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap
Harga Saham pada Perusahaan Sektor Industri Rokok yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2017 – 2020 Kuartal II.
5. Untuk menghitung, menguraikan dan memberikan ulasan mengenai
pengaruh Earning Per Share (EPS), Return On Equity (ROE), Tingakt
Inflasi dan Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PBD) terhadap
Harga Saham pada Perusahaan Sektor Industri Rokok yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2017 – 2020 Kuartal II.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :


1. Bagi Perusahaan
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi bagi perusahaan
dalam melihat faktor apa saja yang dapat meningkatkan harga saham
perusahaan sehingga dapat menarik minat investor untuk berinvestasi
dan tujuan perusahaan dapat tercapai.
2. Bagi Akademisi Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Diharapkan penelitian ini dapat menambah referensi bacaan di
perpustakaan Universitas Bhayangkara Jakarta Raya serta dapat
menjadi bahan pembelajaran bagi para Akademisi Universitas
Bahayangkara Jakarta Raya.
3. Bagi Investor dan Calon Investor

16
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan para
investor maupun calon investor dalam mengambil keputusan
berinvestasi dimasa yang akan datang dengan melihat faktor apa saja
yang dapat mempengaruhi harga saham.

1.5 Batasan Masalah

Penelitian ini memiliki keterbatasan masalah, yaitu :


1. Penelitian ini hanya berfokus pada sektor industri rokok yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (BEI).
2. Penelitian ini dilakukan pada periode 2017-2020 Kuartal II.
3. Penelitian ini hanya menggunakan variabel rasio nilai pasar dan rasio
profitabilitas dalam analisis rasio keuangan untuk faktor internal yaitu
EPS dan ROE serta untuk faktor eksternal hanya menggunakan variabel
tingkat inflasi dan laju pertumbuhan PDB.

1.6 Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri dari 5 Bab, dengan sitematika penulisannya yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini menerangkan mengenai literatur yang mendasari topik


penelitian pada umumnya dan model konseptual penelitian pada umumya.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini menjelaskan mengenai desain penelitian, tahapan penelitian,


model konseptual penelitian, operasionalisasi variabel, waktu dan tempat
penelitian, metode pengambilan sampel dan metode analisis data.

BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN

17
Pada bab ini menguraikan mengenai profil atau organisasi perusahaan, hasil
analisis data, dan pembahasan hasil penelitian

BAB V : PENUTUP

Pada bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan penelitian dan implikasi


manajerial.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pasar Modal

Menurut Hadi (2013) pasar modal merupakan wadah untuk berinvestasi


dalam instrument keuangan jangka panjang yang terorganisir berdasarkan undang
– undang yang dimana mempertemukan antara investor sebagai pihak penyalur
dana.

Tandelilin (2017:25) menambahkan bahwa pasar modal merupakan tempat


bertemunya antara pihak yang memiliki kelebihan dana atau modal dengan pihak
yang membutuhkan dana atau modal dengan tujuan jual beli sekuritas seperti
obligasi, reksadana, dan saham.

Adapun menurut Darmadji dan Fakhruddin (2018) pasar modal merupakan


tempat atau wadah jual beli instrument keuangan jangka panjang, seperti saham
atau ekuitas, utang, instrument derifatif serta instrumen lainnya.

18
Irsad dan Silvia (2018) menjelaskan produk – produk yang terdapat dalam
pasar modal antara lain :

1. Saham
Saham adalah tanda bukti penyertaan dalam modal dasar suatu perseroan
terbatas, sehingga dikeluarkan surat kolektif / surat saham kepada para
pemegang saham.
2. Obligasi
Obligasi merupakan suatu surat pernyataan utang yang berasal dari
perusahaan yang ditujukan oleh para pembeli pinjaman, yang dimana
merupakan para pembeli obligasi. Obligasi dapat disebut juga sebagai
surat utang jangka panjang dengan rentang waktu sekurang – kurangnya
3 tahun.

3. Reksadana
Reksadana merupakan suatu bentuk sertifikat yang menjelaskan
penitipan uang dari pemilik kepada pengelola reksadana dimana uangnya
digunakan sebagai modal untuk berinvestasi di pasar uang atau pasar
modal (Masruroh, 2015).

2.1.2 Saham

Menurut Irham Fahmi (2016:270-271) Saham merupakan suatu tanda bukti


kepemilikan sebuah dana atau modal pada suatu perusahaan atau kertas yang
sudah tertera dengan jelas nama perusahaan, nilai nominalnya dan disertakan
dengan jelas hak dan kewajibannya kepada para pemegangnya. Saham dapat
digunakan sebagai salah satu alat dalam mencari tambahan dana atau modal.
Dalam berbagai literatur dengan rekomendasi yang berbeda – beda, saham
mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin memberikan keuntungan atau laba yang
tinggi kepada para pemakainya dan memiliki dampak keputusan yang sifatnya
berkelanjutan.

Suad Husnan (2015:32) mendefinisikan saham sebagai suatu bentuk


kepemilikan atas suatu perusahaan yang dimana perusahaan tersebut benbentuk
perseroan terbatas.

19
Adapun menurut Bodie, et al (2014:42) bahwa yang disebut dengan saham
merupakan bagian kepemilikan di dalam suatu perusahaan yang dimana
pemiliknya diberikan hak satu suara setiap lembarnya.

Menurut Tampubolon (2013:153) pemilik saham memiliki hak,


diantaranya :

1. Dapat memperoleh deviden atau keuntungan di setiap akhir tahun


setelah hak pemegang saham preferen
2. Apabila korporasi perusahaan likuidasi maka akan mendapat
pembagian asset korporasi tetapi dengan syarat semua kewajiban telah
diselesaikan.
3. Dalam penentuan arah serta kebijakan korporasi perusahaan pemilik
saham biasa dengan kepemilikan saham yang paling banyak akan
mendapatkan hak suara yang dominan.

Irham Fahmi (2016:271) menyatakan bahwa terdapat dua jenis saham yang
paling umum dikenal oleh publik di dalam pasar modal, antara lain :

a. Saham Biasa atau Common Stock


Saham biasa atau bisa disebut juga common stock merupakan surat
berharga yang dijual perusahaan yang menjelaskan mengenai nilai
nominal seperti rupiah, yen, dollar dan sebagainya dimana para
pemegang saham diberikan hak untuk dapat mengikuti RUPS (Rapat
Umum Pemegang Saham) dan RUPSLB (Rapat Umum Pemegenag
Saham Luar Biasa) serta berhak juga untuk menentukan membeli atau
tidaknya penjualan saham terbatas (right issue) yang kemudian akan
memperoleh keuntungan berupa deviden di akhir tahun.
b. Saham Istimewa atau Preferred Stock
Saham istimewa atau disebut juga dengan preferred stock merupakan
surat berharga yang dijual oleh perusahaan yang menjelaskan mengenai
nilai nomilan seperti rupiah, yen, dollar dan sebagainya dimana para
pemegang saham ini akan memperoleh pendapatan tetap yang akan
diterima tiap tiga bulan dalam bentuk deviden.

20
2.1.3 Harga Saham

Menurut Tjiptono dan Fakhrudin (2012:102) harga saham merupakan harga


beli atau harga jual suatu saham pada waktu tertentu yang terjadi di bursa.

Jogiyanto (2015:143) menambahkan bahwa harga saham merupakan harga


yang berlaku dalam per lembar saham dan harga saham terbentuk dari permintaan
dan penawaran saham di pasar bursa efek.

Menurut Maryanne (2009) harga saham dapat dibedakan menjadi beberapa


macam, antara lain :

1. Nominal price merupakan nilai yang telah ditetapkan oleh emiten untuk
menilai tiap per lembar saham yang dikeluarkan.
2. Inictal price merupakan harga sebelum saham tercatat di bursa efek,
setelah bernegosiasi dengan peminjam emisi maka akan dijual kepada
masyarakat dan selanjutnya peminjam emisi juga membuka counter
untuk melakukan penjualan saham emiten.
3. Market price adalah harga jual antara investor yang satu dengan
investor yang lain. Harga terjadi apabila saham tersebut sudah tercatat
di Bursa Efek Indonesia. Dalam transaksi ini emiten dan penjamin
saham tidak lagi dilibatkan.

Zulfikar (2016) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang


mempengaruhi harga saham, yaitu:

1. Faktor internal seperti adanya pengumuman produksi, penjualan,


pemasaran, pengumuman pendanaan, perubahan struktur pada direksi
manajemen, pengumuman ketenagakerjaan, pengumuman investasi,
pengumuman pengambilalihan dalam diversifikasi, serta pengumuman
pada laporan keuangan perusahaan,
2. Faktor eksteral seperti pengumuman dari pemerintah yaitu inflasi, nilai
tukar valuta asing, perubahan suku bunga, pengumuman dari industri
sekuritas, pengumuman hukum, fluktuasi nilai tukar, gejolak politik
dalam negeri, dan berbagai isu yang lainnya baik itu dari dalam negeri
maupun luar negeri.

21
2.1.4 Faktor Internal

Menurut Tandelilin (2010:365) faktor internal merupakan faktor yang


berasal dari dalam perusahaan serta berkaitan langsung dengan kinerja keuangan
pada perusahaan itu sendiri. Rasio keuangan yang dikeluarkan atau diterbitkan
perusahaan dapat mencerminkan baik – buruknya kinerja perushaan. Bagi para
investor yang ingin mengetahui sejauh mana perkembangan kondisi perusahaan
serta apa saja yang telah dicapinya dapat dilihat dari informasi laporan keuangan.

Juwita dan Tri (2019) mendefinisikan faktor internal sebagai faktor yang
berasal dari perusahaan itu sendiri yang dapat mempengaruhi suatu obyek. Faktor
ineternal merupakan faktor yang sangat mempengaruhi harga saham.

Menurut Alwi (2008:87) terdapat beberapa faktor internal yang


mempengaruhi pergerakan atau perubahan harga saham, diantaranya :

1. Pengumuman mengenai pemasaran pada sektor produksi dan penjualan,


seperti rincian tentang kontrak, penarikan produk baru, adanya
perubahan pada harga, pengiklanan, laporan keamanan produk serta
laporan penjualan
2. Pengumuman tentang pendanaan, contohnya yang berkaitan dengan
ekuitas dan jumlah hutang perusahaan.
3. Pengumuman mengenai badan direksi manajemen, seperti pergantian
serta perubahan direksi.
4. Pengumuman tentang investasi, seperti melakukan ekspansi pada pabrik
dengan tujuan untuk pengembangan riset dan penutupan usaha lainnya.
5. Pengumuman mengenai laporan keuangan perusahaan, prediksi laba di
akhir tahun serta kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan
menggunakan rasio keuangan.

2.1.5 Rasio Keuangan

22
Menurut Harahap (2013) rasio keuangan merupakan angka yang diperoleh
dari hasil perbandingan antara pos laporan keuangan yang satu dengan pos yang
lainnya yang memiliki hubungan yang relevan dan signifikan.

Dalam mengevaluasi kinerja serta kondisi keuangan perusahaan, perlu


dilakukan pemeriksaan dari berbagai aspek kesehatan keuangan perusahaan oleh
analis keuangan. Bagi pemilik usaha dan manajemen, analisis laporan keuangan
dapat digunakan untuk mengetahui hal – hal yang berkaitan dengan keuangan dan
kemajuan perusahaan (Martha dan Febryna, 2019).

Kasmir (2014) mendefinisikan rasio keuangan sebagai kegiatan


membandingkan angka – angka yang terdapat di laporan keuangan dengan cara
membagi satu angka dengan angka yang lainnya.

Irham Fahmi (2016:49) menambahkan bahwa rasio keuangan penting


digunakan dalam menganalisis kondisi keuangan perusahaan. pada umumnya para
investor lebih tertarik kepada kondisi keuangan jangka pendek serta kemampuan
perusahaan dalam memberikan deviden yang memadai kepada para investor dan
informasi meneganai hal ini dapat diketahui dengan cara yang sederhana yaitu
dengan menghitung rasio – rasio keuangan yang ingin digunakan sesuai dengan
keinginan.

Menurut Irham Fahmi (2016:51) dalam penggunaannya rasio keuangan


memiliki beberapa manfaat, yaitu :

a. Analisis rasio keuangan dapat dijadikan sebagai suatu alat dalam


menilai kinerja serta suatu prestasi dalam perusahaan.
b. Bagi pihak manajemen analisis rasio keuangan dapat bermanfaat
sebagai rujukan dalam pembuatan suatu perencanaan.
c. Dari perspektif keuangan analisis rasio keunagan bermanfaat untuk
dijadikan sebagai alat dalam mengevaluasi kondisi suatu perusahaan.
d. Bagi pihak pemangku kepentingan atau stakeholder organisasi analisis
rasio keuangan dapat bermanfaat dalam dijadikan sebagai suatu
penilaian perusahaan.

23
2.1.6 Analisis Rasio Keuangan

Menurut Kasmir (2015) analisis rasio keuangan merupakan suatu indeks


yang dapat menghubungkan dua angka akutansi dan diperoleh dengan membagi
antara angka yang satu dengan angka yang lainnya.

Harjito (2014) menambahkan bahwa analisis rasio keuangan dapat


dibedakan berdasarkan laporan keuangan yang dianalisis, yaitu analisis individual
dan analisis silang. Analisis individual merupakan analisis yang dilakukan pada
unsur – unsur yang ada dalam salah satu laporan keuangan. Sedangkan analisis
silang merupakan analisis rasio yang melibatkan unsur – unsur yang berada di
laporan neraca maupun laporan laba rugi.

2.1.7 Rasio Nilai Pasar

Menurut Irham Fahmi (2016:82) rasio nilai pasar merupakan rasio yang
dapat menggambarkan kondisi atau keadaan yang terjadi di pasar. Rasio ini dapat
memberikan pemahaman bagi pihak manajemen dalam perusahaan terhadap
kondisi penerapan yang akan dilaksanakan serta dampaknya di masa yang akan
datang.

Yeyen dan Sugiyono (2019) menambahkan bahwa rasio nilai pasar


merupakan rasio yang dapat digunakan untuk mengukur hubungan antara laba
dengan saham serta nilai buku saham.

Adapun menurut Brigham dan Houston (2013) rasio nilai pasar merupakan
rasio yang diungkap dalam basis per saham yang menunjukkan informasi penting
perusahaan.

2.1.8 Earning Per Share (EPS)

Menurut Tandelilin (2010) Earning Per Share merupakan salah satu rasio
keuangan yang menandakan besar kecilnya keuntungan tiap per lembar saham
yang diterima oleh investor. EPS dapat memberikan informasi penting yang

24
mendasar bagi para investor karena dapat memproyeksi pendapatan yang
diperoleh perusahaan di masa depan.

Darmaji dan Fakhrudin (2018) mendefinisikan Earning Per Share sebagai


rasio yang mencerminkan besaran laba yang dihasilkan perusahaan pada setiap
lembar saham yang beredar.

Irfan Fahmi (2016:83) menambahkan bahwa Earning per share atau


pendapatan per lembar saham merupakan suatu bentuk keuntungan tiap lembar
saham yang dimiliki yang diberikan kepada para pemegang saham.

2.1.9 Rasio Profitabilitas

Menurut Irham Fahmi (2016:80) rasio profitabilitas adalah rasio yang


mengukur secara keseluruhan efektivitas perusahaan yang dapat dilihat dengan
besar kecilnya tingkat keuntungan yang didapat atau diperoleh dalam penjualan
maupun investasi. Semakin baik rasio profitabilitas yang dimiliki perusahaan
maka akan semakin baik dalam menggambarkan perusahaan dalam memperoleh
keuntungan.

Adapun menurut Kasmir (2014:196) rasio profitabilitas merupakan rasio


yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan dari perusahaan dalam
menghasilkan laba, baik itu dengan menggunakan modal sendiri atau dengan
menggunakan seluruh aktiva.

2.1.10 Return On Equity (ROE)

Menurut Irfan Fahmi (2016:82) Return On Equity atau dapat disebut juga
dengan laba atas equity dan dalam beberapa referansi disebut juga dengan
perputaran total asset merupakan suatu rasio yang mengkaji sejauh mana
perusahaan mampu memberikan laba atas ekuitas pada sumber daya yang
dimiliki.

25
Hery (2015:228) mendefinisikan Return On Equity atau hasil pengembalian
atas modal merupakan rasio yang menunjukkan seberapa besar modal
memberikan kontribusi dalam menghasilkan laba bersih.

Suad Husnan (2015:256,296) menambahkan bahwa tidak semua laba harus


dibagi, tetapi ada juga sebagian laba yang ditahan. Laba yang dapat ditahan serta
diinvestasikan tersebut dapat menghasilkan tingkat keuntungan, atau yang dapat
disebut juga dengan Return On Equity.

2.1.11 Faktor Eksternal

Menurut Samsul (2015:210) faktor eksternal merupakan faktor yang


memiliki pengaruh terhadap kenaikan maupun penurunan terhadap kinerja
perusahaan yang berasal dari luar perusahaan.

Andrew, et al (2014) menjelaskan bahwa faktor eksternal disebut juga


sebagai kondisi ekonomi makro merupakan faktor yang berasala dari luar
perusahaan serta berkaitan langsung atau tidak langsung terhadap kenaikan
maupun penurunan kinerja perusahaan. Kemampuan investor dalam memahami
dan memprediksi keadaan ekonomi makro dimasa yang akan datang sangat
berguna dalam pembuatan keputusan investasi yang menguntungkan (Tandelilin,
2010:134).

Menurut Alwi (2008:87) terdapat beberapa faktor eksternal yang dapat


mempengaruhi harga saham, diantaranya :

1. Tingkat inflasi, deposito serta suku bunga tabungan


2. Pembatasan atau penundaan trading, volume atau harga saham
perdagangan
3. Inflasi atau kenaikan harga umum sangat berpengaruh terhadap kurs
pertukara valuta asing. Inflasi yang terjadi cenderung akan menurunkan
terhadap nilai valuta asing.

2.1.12 Inflasi

26
Menurut Sukirno (2013:14) inflasi merupakan proses terjadinya kenaikan
pada harga – harga yang berlaku dalam suatu perekonomian.

Irham (2015:61) menyatakan bahwa inflasi merupakan suatu kondisi yang


menggambarkan dimana terjadinya kenaikan pada harga barang dam mata uang
mengalami pelemahan.

Adapun menurut Putong (2013:276) inflasi merupakan suatu kenaikan pada


harga komoditi yang disebabkan oleh tidak sinkronnanya antara tingkat
pendapatan masayarakat di suatu negara dengan program sistem pengadaan
komoditi.

Fahmi (2014) menambahkan bahwa inflasi merupakan suatu kejadian yang


menggambarkan kondisi serta situasi dimana harga barang mengalami kenaikan
dan pelemahan pada nilai mata uang dan jika terus – menerus terjadi, akan
mengakibatkan memburuknya kondisi ekonomi secara keseluruhan dan mempu
mengguncagng tatanan stabilitas politik di suatu negara. Sedangkan menurut
Natsir (2014) inflasi merupakan kecenderungan dalam meningkatnya harga
barang dan jasa secara umum dan terus – menerus.

Sukirno (2013:14) menyebutkan bahwa terdapat dua faktor yang


menyebabkan inflasi, yaitu:

1. Tingkat pengeluaran agregat melebihi kapasitas kemampuan


perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa.
2. Adanya tuntutan kenaikan upah oleh para pekerja di berbagai kegiatan
ekonomi.

Menurut Fahmi (2014:69) terdapat 4 kategori skala pengukuran inflasi


berdasarkan skala penilainnya, yaitu :

1. Creeping Inflation atau dapat dikatakan inflasi ringan karena skala


inflasinya sangat kecil. Skala inflasi < 10% per tahun.
2. Moderate Inflation atau dapat dikatakan inflasi sedang, yaitu inflasi
moderat yang dianggap sebagai inflasi yang menggangu atau bahkan
dapat mengancam pertumbuhan eknomi. Skala inflasinya berkisar antara
10% - 30% per tahun.

27
3. Inflasi berat, yaitu kondisi dimana mulai terjadinya kelumpuhan pada
sektor – sektor ekonomi kecuali yang dikuasai negara. Skala inflasinya
berkisar antara 30% - 100% per tahun.
4. Hyper Inflation atau dapat dikatakan inflasi yang sangat berat, dimana
inflasi yang terjadi pada jaman perang dunia kedua, dengan adanya
kebutuhan perang uang dicetak berlebihan, dan inflasi ini masih ada
hingga sekarang bagi antar negara yang sedang berkonflik atau
berperang.

2.1.13 Produk Domestik Bruto

Perekonomian dapat dikatakan mengalami pertumbuhan apabila jumlah


produksi barang maupun jasanya meningkat. Produk Domestik Bruto (PDB)
mencerminkan seberapa besar barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu
perekonomian. Tingkat kesejateraan masyarakat serta pendapatan masyarakat
yang tinggi dapat tercermin dari pertumbuhan pada Produk Domestik Bruto
(PDB). Perkembangan PDB berdasarkan harga konstan dapat mengukur
pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Produk Domestik Bruto dapat diartikan sebagai nilai keseluruhan pada


barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu wilayah pada jangka waktu
tertentu. PDB berbeda dengan produk nasional bruto karena PDB bukan hanya
memasukkan faktor produksi di dalam negeri saja tetapi juga faktor produksi dari
luar negeri yang bekerja di negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung
total produksi dari suatu negara tanpa melihat adanya faktor produksi dari dalam
negeri ataupun luar negeri. Namun sebaliknya, produk nasional bruto
memperhatikan dari faktor produksi yang digunakan. PDB nominal merujuk
kepada nilai PDB yang tanpa memperhatikan pengaruh pada harga. Sedangkan
PDB riil (PDB Atas Dasar Harga Konstan) merujuk pada angka PDB nominal
dengan memasukkan pengaruh dari harga (Arika, 2016).

Latumaerissa (2015:17) menambahkan bahwa Produk Domestik Bruto


(PDB) merupakan suatu pendekatan nilai akhir baik barang mapun jasa yang
dihasilkan oleh suatu negara dalam satu periode yang mencakup penghasilan baik

28
dari penduduk asli di negara tersebut maupun penduduk asing yang tinggal di
negara tersebut.

Menurut Sukirno (2013:34) terdapat tiga istilah pendapatan dalam konsep


pendapatan nasional, yaitu Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product),
Produk Nasional Bruto (Gross National Product) dan Pendapatan Nasional
(National Income). Produk Domestik Bruto merupakan nilai barang maupun jasa
di suatu negara yang diproduksikan oleh faktor produksi milik warga negara asli
dan negara asing.

2.2 Penelitian Terdahulu

Berikut ini disajikan beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan


sebelumnya yang berkaitan dengan penelitia ini, yaitu sebagai berikut :

No Peneliti dan Isi / Kesimpulan Metode Persamaan Perbedaan


Judul Analisis
1 Pande dan Hasil penelitian Analisis 1. Metode 1. Tidak ada
Nyoman menunjukkan Regresi analisis variabel
(2018) bahwa : Linear yang PER dan
“Pengaruh  Secara Simultan Berganda digunakan CR
variabel EPS, 2. Variabel 2. Objek
EPS, PER,
PER, CR dan bebas EPS Penelitian
CR dan ROE
ROE dan ROE.
Terhadap
berpengaruh Variabel
Harga Saham
signifikan terikat
di Bursa Efek
terhadap harga harga
Indonesia”
saham. saham
 Secara Parsial
variabel EPS dan
CR tidak
berpengaruh
signifikan,
sedangkan PER
berpengaruh
positif dan
signifikan dan
ROE
berpengaruh
negatif dan
signifikan

29
terhadap harga
saham.
2 Jonathan et Hasil penelitian Analisis 1. Metode 1. Tidak ada
al. (2016) menunjukkan Regresi analisis variabel
bahwa : Linear data yang pertumbuh
“Pengaruh
Rasio  Secara Parsial Berganda digunakan an
Keuangan variabel EPS 2. Variabel pernjualan
dan berpengaruh bebas EPS 2. Objek
Pertumbuhan positif signifikan, da ROE. penelitian
Penjualan sedangkan ROE
Variabel
Terhadap dan
pertumbuhan terikat
Harga Saham harga
Perusahaan pernjualan tidak
berpengaruh saham
Manufaktur
yang signifikan
Terdaftar di terhadap harga
Bursa Efek saham.
Indonesia”
3 Rahadiyan Hasil penelitan Analisis 1. Metode 1. Tidak ada
dan Anang menunjukkan Regresi analisis variabel
(2020) bahwa : Linear yang pertumbu
“Pengaruh  Secara Parsial Berganda digunakan han
variabel inflasi, 2. Variabel penjualan
Inflasi,
pertumbuhan bebas dan ROA
Pertumbuhan
PDB, infasi dan 2. Objek
Ekonomi,
pertumbuhan pertumbu penelitian
Pertumbuhan
penjualan dan han PDB.
Penjualan,
ROA Variabel
dan
berpengaruh terikat
Profitabilitas
positif terhadap harga
Terhadap
harga saham. saham
Harga
Saham”
4 Herry dan Hasil penelitian Analisis 1. Metode 1. Tidak ada
Prita (2016) menunjukkan Regresi analisis variabel
bahwa : Linear yang ukuran
“Pengaruh
Tingkat  Secara Parsial Berganda digunakan perusahaan,
Inflasi, variabel tingkat 2. Variabel DER dan
Pertumbuhan inflasi dan bebas ROA.
PDB, Ukuran pertumbuhan tingkat 2. Objek
Perusahaan, PDB tidak inflasi dan penelitian
Leverage, dan berpengaruh pertumbuh
Profitabilitas signifikan an PDB.
Terhadap terhadap harga Variabel
Harga Saham saham, terikat
Pada sedangkan untuk harga
variabel ukuran

30
Perusahaan perusahaan dan saham
Sektor profitabilitas
Properti dan berpengaruh
Real Estate positif dan
yang signifikan
Terdaftar di terhadap harga
Bursa Efek saham serta
Indonesia variabel leverage
Periode 2005- berpengaruh
2013” secara signifikan
terhadap harga
saham.

5 Yeyen dan Hasil penelitian Analisis 1. Metode 1. Tidak ada


Sugiyono menunjukkan Regresi analisis variabel
(2018) bahwa : Linear data yang ROI, PER
“Pengaruh  Secara Parsial Berganda digunakan dan Nilai
Faktor variabel ROE 2. Variabel Tukar
Fundamental dan EPS bebas EPS
Mikro dan berpengaruh dan inflasi
Makro positif dan
3. Objek
Terhadap signifikan,
Inflasi dan nilai penelitian
Harga Saham
Pada tukar
Perusahaan berpengaruh
LQ45 yang negatif dan
Terdaftar di signifikan
BEI” terhadap harga
saham,
sedangkan DER
dan
pertumbuhan
PDB
berpengaruh
negatif dan tidak
signifikan
signifikan
terhadap harga
saham.
6 Dian dan Tri Hasil penelitian Analisis 1. Metode 1. Tidak ada
(2018) menunjukkan Regresi analisis variabel
bahwa : Linear yang nilai tukar
“Pengaruh
Faktor  Secara Simultan Berganda digunakan mata uang,
Fundamental variabel ROI, 2. Variabel ROA, DER
dan Makro EPS, PER, bebas dan LDR
Ekonomi infalsi dan nilai inflasi, 2. Objek
tukar

31
Terhadap berpengaruh ROE dan Penelitian
Harga Saham terhadap Harga EPS.
Perusahaan Saham. Variabel
Rokok di  Secara Parsial terikat
BEI” EPS, PER, nilai harga
tukar saham
berpengaruh
signifikan
terhadap harga
saham,
sedangkan ROI
dan inflasi tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap harga
saham.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

2.3 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tinjauan teori serta hasil penelitian terdahulu maka dapat


dijelaskan pemikiran teoritis mengenai pengaruh pada variabel bebas yaitu
Earning Per Share (EPS), Return On Equity (ROE), tingkat inflasi dan laju
pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap variabel terikat yaitu harga
saham sebagai berikut :

1. Pengaruh Earning Per Share (EPS) terhadap Harga Saham

Darmaji dan Fakhrudin (2018) mendefinisikan Earning Per Share


sebagai rasio yang mencerminkan besaran laba yang dihasilkan perusahaan
pada setiap lembar saham yang beredar. Tandelilin (2010:373)
mengemukakan bahwa Earning per share memiliki pengaruh yang positif
terhadap perubahan harga saham pada suatu perusahaan. Semakin tinggi
nilai EPS di suatu perusahaan maka akan semakin besar earning yang akan
diterima oleh investor pada investasinya sehingga peningkatan EPS dapat
memberikan dampak yang positif terhadap harga saham sehingga dapat
menarik minat investor untuk menanamkan modalnya dan sebaliknya

32
semakin rendah nilai eps suatu perusahaan maka akan semakin rendah harga
sahamnya sehingga hal ini membuat investor tidak tertarik dalam
menanamkan modalnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti dapat menarik kesimpulan


bahwa tinggi rendahnya EPS dapat mempengaruhi harga saham. Semakin
tinggi EPS semakin besar earning yang diterima oleh investor sehingga
dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya. Dengan demikian
permintaan saham akan meningkat dan dapat meningkatkan harga saham.

2. Pengaruh Return On Equity (ROE) terhadap Harga Saham


Return On Equity atau hasil pengembalian atas modal merupakan rasio
yang menunjukkan seberapa besar modal memberikan kontribusi dalam
menghasilkan laba bersih (Hery, 2015:228). Return on equity merupakan
salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas yang
diperoleh perusahaan. Rasio ini dapat mengukur kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu. Tinggi
rendahnya nilai ROE suatu perusahaan akan mempengaruhi harga saham
perusahaan. Semakin tinggi nilai ROE perusahaan maka semakin tinggi
perusahaan memperoleh keuntungan dengan modal sendiri, hal ini
mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja yang baik
sehingga dapat menarik minat investor untuk menanamkan modalnya dan
akibatnya harga saham akan meningkat.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti dapat menarik kesimpulkan
bahwa semakin tinggi nilai ROE mengindikasikan harga saham yang
semakin tinggi dan semakin rendah nilai ROE mengindikasikan harga
saham yang semakin rendah.

3. Pengaruh Tingkat Inflasi terhadap Harga Saham

Inflasi merupakan proses terjadinya kenaikan harga berbagai barang


secara umum dan terus – menerus dengan kurun waktu tertentu atau bukan
musiman (Latumaerissa, 2015:172). Semakin tinggi tingkat inflasi maka

33
harga barang domestik akan meningkat karena naiknya biaya bahan baku
dan terjadi pembengkakan pada biaya produksi sehingga daya beli
masyarakat akan menurun. Hal ini akan berakibat pada menurunnya laba
operasional, laba kotor dan laba bersih perusahaan. Menurunnya laba
perusahaan merupakan sinyal negatif bagi para investor untuk berinvestasi.
Harga saham perusahaan akan menurun karena kurangnya permintaan
investor terhadap saham di perusahaan tersebut (Sunariyah, 2011:23).

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti dapat menarik kesimpulan


bahwa semakin tinggi tingkat inflasi maka semakin menurunkan
profitabilitas perusahaan sehingga dapat menurunkan minat investor dalam
berinvestasi dan dengan hal ini tentunya akan menurunkan harga saham
perusahaan.

4. Pengaruh Pertumbuhan PDB terhadap Harga Saham


Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan suatu pendekatan nilai akhir
baik barang mapun jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam satu
periode yang mencakup penghasilan baik dari penduduk asli di negara
tersebut maupun penduduk asing yang tinggal di negara tersebut
(Latumaerissa, 2015:17). Menurut Bodie et al. (2009:177) salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi perubahan harga saham adalah Produk Domestik
Bruto, meningkatnya PDB dengan cepat dapat menunjukkan perekonomian
yang mengalami pertumbuhan. Keuntungan perusahaan akan meningkat
dengan pertumbuhan perekonomian yang baik karena akan berdampak pada
meningkatnya penjualan. Maka kesejahteraan masyarakat tercermin dari
pertumbuhan PDB. Semakin tinggi nilai PDB maka pendapatan masyarakat
di negara tersebut juga tinggi. Daya beli masyarakat akan meningkat apabila
pertumbuhan PDB stabil. Hal ini mendorong perusahaan untuk dapat
meningkatkan penjualannya, sehingga perusahaan memiliki kesempatan
untuk meningkatkan keuntungannya dan harga saham juga akan meningkat.
Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti dapat menarik kesimpulan
bahwa semakin tinggi nilai PDB maka daya beli masyarakat akan
meningkat karena pendapatan masyarakat yang tinggi, sehingga dapat

34
meningkatkan keuntungan perusahaan yang akan berdampak pula pada
meningkatnya harga saham.

2.4 Model Konseptual

Berdasarkan penjelasan hasil pemikiran teoritis maka model konseptual


Domestik Bruto (PDB) (X4)
yang dikembangkan pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Earning Per Share (EPS)


Return On Equity (ROE)
Pertumbuhan Produk

Tingkat Inflasi (X3)

(X1)
(X2)
H1

H2

H3

H4

Keterangan :
Harga Saham (Y)

H5

Gambar 2.2 Model Konseptual Penelitian

Keterangan :

: Berpengaruh secara parsial


: Berpengaruh secara simultan

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan penjelasan hasil pemikiran teoriritis serta kajian pustaka yang


telah dijelaskan, maka hipotesis dalam penelitian ini yaitu sebagi berikut :

35
H1 : Earning Per Share berpengaruh terhadap Harga Saham Perusahaan Sektor
Industri Rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2017 – 2020
kuartal II.

H2 : Return On Equity berpengaruh terhadap Harga Saham Perusahaan Sektor


Industri Rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2017 – 2020
kuartal II.

H3 : Tingkat Inflasi berpengaruh terhadap Harga Saham Perusahaan Sektor


Industri Rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2017 – 2020
kuartal II.

H4 : Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) berpengaruh terhadap


Harga Saham Perusahaan Sektor Industri Rokok yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia Periode 2017-2020 Kuartal II.

H5 : Earning Per Share, Return On Equity, Tingkat Inflasi dan Pertumbuhan


Produk Domestik Bruto (PDB) secara simultan berpengaruh terhadap Harga
Saham Perusahaan Sektor Industri Rokok yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2017 – 2020 kuartal II.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif. Menurut Sugiyono


(2014:36) penelitian kuantitatif merupakan metode penelitian yang data – datanya
dalam bentuk angka dan menggunakan statistik untuk cara menganalisisnya
dimana bertujuan untuk memecahkan hipotesis yang sudah ditetapkan. Penelitian
kausalitas termasuk ke dalam penelitian ini, karena penelitian kausalitas bertujuan

36
untuk mengetahui sebab atau akibat antara dua variabel atau lebih. Data yang
digunakan adalah data sekunder merupakan data yang tidak diambil langsung oleh
subjek atau objek penelitian. Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari
website resmi Bursa Efek Indonesia, Finance, Bank Indonesia dan Badan Pusat
Statistik. Penelitian ini merupakan penelitian yang meneliti mengenai pengaruh
Earning Per Share, Return On Equity, Tingkat Inflasi dan Laju Pertumbuhan
PDB sebagai variabel independen terhadap variabel dependennya yaitu Harga
Saham pada perusahaan sektor industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2017-2020 kuartal II.

3.2 Tahapan Penelitian

MULAI
Survey Literatur

Identifikasi Masalah

Merumuskan dan
Membatasi Masalah

Studi Pustaka
Hipotesis
Menentukan Desain Penelitian
1. Penelitian Kuantitatif
Menentukan Metode Penelitian
2. Penelitian
Analisis Regresi Linear
Kausalitas 3.
Berganda 37
Data Sekunder

Mengumpulkan
Pengolahan Data
SPSS Versi 24

Analisis Data

Kesimpulan

SELESAI

Gambar 3.1 Skema Tahapan Penelitian

3.3 Model Konseptual Penelitian

Berdasarkan penjelasan hasil pemikiran teoritis pada bab 2 maka model


konseptual yang dikembangkan pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
Domestik Bruto (PDB) (X4)

Earning Per Share (EPS)


Return On Equity (ROE)
Pertumbuhan Produk

Tingkat Inflasi (X3)

(X1)
(X2)

H1

H2

H3

H4
Harga Saham (Y

38
H5

Gambar 3.2 Model Konseptual Penelitan


Keterangan :
: Berpengaruh secara parsial
: Berpengaruh secara simultan

3.4 Operasionalisasi Variabel

Variabel penelitian merupakan suatu bentuk objek yang ditetapkan oleh


peneliti yang menjadi kepentingan bagi seorang peneliti untuk dapat dipelajari
serta ditarik sebuah kesimpulan dari penelitian tersebut (Sugiyono, 2015:64).
Variabel penelitian yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua variabel,
yaitu variabel independen atau variabel bebas dan variabel dependen atau variabel
terikat. Variabel independen dalam penelitian ini dinyatakan dalam simbol X dan
variabel dependen dinyatakan dalam simbol Y.

1. Variabel Independen / Variabel Bebas (X)

Menurut Soewadji (2012:115) variabel bebas atau variabel independen


atau variabel pengaruh merupakan variabel yang menentukan atau variabel
yang mempengaruhi variabel lain. Variabel independen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Earning Per Share (X1), Return On Equity (X2)
dan Inflasi (X3).

a. Earning Per Share (EPS)

Earning Per Share merupakan perhitungan yang menunjukkan


seberapa besar menguntungkan suatu perusahaan dari perspektif
pemegang saham. Oleh karena itu, laba per saham perusahaan yang
lebih besar dapat dibandingkan dengan laba per saham perusahaan yang
lebih kecil. EPS atau laba per lembar saham dasar dapat dihitung
dengan mengurangkan dividen preferen dari laba bersih dan

39
membaginya dengan rata-rata tertimbang saham biasa yang beredar
(Pandey, 2019).

Rumus menghitung EPS yaitu sebagai berikut :

Earning After Tax( EAT )


Earning Per Share =
Jsb
Keterangan :
Earning After Tax : Pendapatan Setelah Pajak
Jsb : Jumlah Saham yang Beredar

(Irham Fahmi, 2016)

Data Earning Per Share pada penelitian ini diperoleh dari neraca
dan laporan laba rugi pada laporan keuangan triwulan yang tersedia di
website resmi Bursa Efek Indonesia www.idx.co.id. Satuan ukuran
yang digunakan pada data EPS dalam penelitian ini adalah rupiah.

b. Return On Equity (ROE)


Return on equity atau disebut juga dengan laba atas equitas
merupakan rasio yang mengkaji sejauh mana perusahaan dapat
mempergunakan sumber daya yang dimiliki perusahaa untuk mampu
memberikan laba atas ekuitas (Irham Fahmi, 2016:82). ROE merupakan
perbandingan antara laba setelah pajak atau laba bersih dengan modal
sendiri.
Rumus yang digunakan untuk menghitung ROE yaitu :
Earning After Tax(EAT )
Return On Equity = x 100%
Shareholde r ' sEquity
Keterangan :
Earning After Tax : Laba Setelah Pajak
Shareholder’s Equity : Modal Sendiri
(Irham Fahmi, 2016:82)
Data ROE pada penelitian ini diperoleh dari neraca dan laporan
laba rugi pada laporan keuangan triwulan yang tersedia di website resmi

40
Bursa Efek Indonesia www.idx.co.id. Satuan ukuran yang disajikan
pada data ROE dalam penelitian ini adalah presentase.

c. Inflasi

Natsir (2014) menjelaskan bahwa inflasi merupakan


kecenderungan dalam meningkatnya harga barang dan jasa secara
umum dan terus – menerus. Tinggi rendahnya tingkat inflasi dapat
mempengaruhi investor dalam berinvestasi.

Data inflasi yang digunakan pada penelitian ini adalah data tingkat
inflasi per triwulan atau per tiga bulan yang diperoleh dari website
resmi Bank Indonesia www.bi.go.id. Satuan ukuran yang digunakan
pada data tingkat inflasi dalam penelitian ini adalah presentase.

d. Produk Domestik Bruto

Menurut Sukirno (2013:35) Produk Domestik Bruto (PDB)


merupakan nilai barang maupun jasa yang diproduksikan di dalam
negara dalam waktu satu tahun tertentu.

Data PDB yang digunakan pada penelitian ini adalah data


pertumbuhan PDB per triwulan yang diukur dengan menggunakan laju
pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) menurut lapangan usaha
yang diperoleh dari website resmi Badan Pusat Statistik www.bps.go.id.
Satuan ukuran yang digunakan pada data pertumbuhan PDB dalam
penelitian ini adalah presentase.

2. Variabel Dependen / Variabel Terikat (Y)

Menurut Soewadji (2012:115) Variabel dependen atau variabel


terpengaruh merupakan variabel yang diindikasikan sebagai akibat atau
yang dipengaruhi oleh variabel independen atau variabel bebas. Variabel
dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Harga Saham.

a. Harga Saham

41
Jogiyanto (2015:143) mengemukakan bahwa harga saham
merupakan harga yang berlaku dalam per lembar saham dan harga
saham terbentuk dari permintaan dan penawaran saham di pasar bursa
efek. Harga saham dapat meningkat atau menurun dalam waktu yang
begitu cepat bahkan dapat berubah dalam hitungan menit ataupun detik.
Hal ini tergantung dari penawaran dan permintaan antara penjual
dengan pembeli saham.

Data harga saham yang digunakan pada penelitian ini adalah data
harga saham per tiga bulan atau per kuartal yang bersumber dari
www.finance.yahoo.com Satuan ukuran yang digunakan pada harga
saham dalam penelitian ini adalah rupiah.

3.5 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama 5 bulan yaitu terhitung


sejak bulan September 2020 hingga januari 2021. Penelitian ini dilakukan dengan
mengambil data sekunder dari website resmi Bursa Efek Indonesia
www.idx.co.id, Finance www.finace.yahoo.com, Bank Indonesia www.bi.go.id
dan Badan Pusat Statistik www.bps.go.id. Alasan peneliti mengambil data dari
website resmi Bursa Efek Indonesia, Finance, Bank Indonesia dan Badan Pusat
Statistik sebagai tempat penelitian karena sumber data yang dibutuhkan oleh
peneliti tersedia lengkap dan akurat pada website tersebut.

3.6 Metode Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah non
probability sampling yaitu tidak semua populasi diberikan kesempatan untuk
terpilih atau dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2015:141). Teknik sampling yang
digunakan adalah teknik purposive sampling, teknik ini merupakan teknik dalam
pengambilan sampel dengan pertimbangan kriteria – kriteria tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti terhadap objek penelitian yang akan diteliti (Sugiyono,
2014:68).

42
Berikut ini adalah kriteria atau pertimbangan dalam pemilihan sampel serta
daftar perusahaan yang dapat dijadikan sampel yang menjadi dasar penelitian ini
pada perusahaan sektor industri rokok sebagai berikut :

Kriteria Penentuan Nama Perusahaan


Sampel GGRM HMSP RMBA WIIM ITIC
Perusahan sektor industri
rokok yang terdaftar di
bursa efek Indonesia tahun    X

2017 – 2020
Perusahan sektor industri
rokok yang menerbitkan
laporan keuangan triwulan
lengkap selama periode     X

penelitian, yaitu tahun


2017 – 2020 kuartal II
Perusahaan sektor industri
rokok yang memiliki data
laporan lengkap yang   
dibutuhkan untuk  X

penelitian, yaitu tahun


2017 – 2020 kuartal II
Jumlah perusahaan yang
memenuhi kriteria
4
Tabel 3.1 Kriteria Pengambilan Sampel

Berdasarkan kriteria yang telah disebutkan diatas, maka diperoleh sebanyak


4 sampel perusahaan sektor industri rokok yang dijadikan sebagai sampel
penelitian. Perusahaan tersebut adalah PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT
Handjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP), PT Bentoel International Investama
Tbk (RMBA), dan PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM).

43
3.7 Metode Analisis Data

Dalam mengolah data penelitian, peneliti menggunakan bantuan program


statistic product and service solution (SPSS) Versi 24 dengan metode yang
digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda.

3.7.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan suatu pengolahan data berdasarkan populasi


dan sampel yang digunakan oleh peneliti yang bertujuan untuk mendapatkan
informasi mengenai objek yang diteliti (Sumanto, 2014:3). Statistik deskriptif
dapat digunakan untuk menggambarkan variabel dalam penelitian secara statistik.
Dalam penelitian ini ukuran pemusatan data yang digunakan adalah nilai
minimum, nilai maksimum, nilai rata – rata (mean) dan standar deviasi.

3.7.2 Uji Asumsi Klasik

Suatu model regresi harus terbebas dari asumsi klasik agar menghasilkan
estimator yang terbaik pada SPSS. Uji asumsi klasik dapat digunakan dengan
tujuan untuk mengetahui serta menguji kelayakan yang digunakan pada model
regresi. Berikut adalah beberapa uji yang digunakan agar terbebas dari asumsi
klasik :

a. Uji Normalitas

Uji normalitas data merupakan uji yang digunakan dalam menganalisis


distribusi data, apakah data yang digunakan penyebarannya normal atau
tidak. Uji normalitas dapat digunakan untuk menguji apakah nilai residual
antara variabel independen dan variabel dependen yang diteliti terdistribusi
normal atau tidak. Menurut Wibowo (2012:61) uji normalitas dapat diuji
dengan menggunakan pendekatan kolmogrow-smirnov maupun pendekatan
grafik. Pada pendekatan Kolmogrow-Smirnov distribusi normal ataupun
tidak normal didasarkan pada penilaian sebagai berikut :

44
a) Jika nilai signifikan > 0,05 menunjukkan bahwa residual
berdistribusi normal
b) Jika nilai signifikan < 0,05 menunjukkan bahwa residual tidak
berdistribusi normal

Pada pendekatan grafik yang digunakan untuk menilai suatu normalitas


data adalah grafik normal P-P plot of regression standart, dengan syarat
data yang tersebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti garis arah
diagonal 0 pada pertemuan sumbu X dan sumbu Y, maka dapat dikatakan
model regresi memenuhi asumsi normalitas.

b. Uji Multikolinieritas

Multikolinearitas adalah suatu kondisi dimana adanya korelasi atau


hubungan yang kuat antar variabel bebas dalam model regresi linier. Uji
multikolinieritas dapat digunakan untuk menguji apakah terdapat korelasi
atau hubungan antar variabel independen ( variabel bebas) pada model
regresi. Apabila terjadi multikolinearitas maka koefisien regresi pada
variabel bebas tidak dapat ditentukan (Wibowo, 2012:87). Model korelasi
dapat dikatakan baik apabila tidak terjadi atau terdapat korelasi diantara
variabel bebas. Menurut Ghozali (2009:95) untuk mengetahui adanya
multikolinieritas pada model regresi dapat dilihat dari besaran nilai variance
inflation factor (VIF) dan tolerance. Kedua ukuran ini dapat digunakan
untuk mengetahui bahwa variabel independen yang manakah yang dapat
dijelaskan oleh variabel independen yang lainnya atau dapat juga dikatakan
bahwa setiap variabel independen menjadi variabel dependen dan diregres
terhadap variabel independen yang lainnya. Pengujian nilai variance
inflation factor (VIF) dan nilai tolerance dalam suatu model regresi, dapat
dilihat dengan asumsi sebagai berikut :

a) Jika nilai tolerance < 0,1 dan VIF > 10, maka terjadi
multikolinearitas

45
b) Jika nilai tolerance > 0,1 dan VIF < 10, maka tidak terjadi
multikolinearitas
c. Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2016:134) uji heteroskedastisitas dapat digunakan


untuk menguji apakah terjadi ketidaksamaan pada varian dari residual
pengamat yang satu ke pengamat yang lainnya dalam model regresi dengan
menggunakan grafik scatterplot. Jika dalam varian dari satu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap, maka dapat dikatakan homoskedositas, dan
dapat dikatakan heteroskedastisitas atau tidak terjadi homoskedositas jika
varians berbeda. Model regresi yang tidak mengalami heterokedastisitas
adalah model regresi yang baik. Grafik p-plot antara nilai prediksi pada
variabel terikat (ZPRED) dengan residual (SRESID) dapat digunakan untuk
mendetesi ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada penelitian ini. Dalam
melihat grafik scatterplot kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut :

1) Terjadi heterokedastisitas apabila terdapat pola seperti titik – titik


membentuk pola tertentu dengan tertatur seperti bergelombang,
melebar dan kemudian menyempit.
2) Tidak terjadi heterokedastisitas apabila terdapat pola yang tidak
jelas seperti titik – titik yang menyebar dibawah dan diatas angka 0
pada sumbu Y.
d. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dapat digunakan untuk menguji apakah terdapat


korelasi atau hubungan antara residual (kesalahan pengganggu) pada
periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (periode sebelumnya) dalam
model regresi linear. Autokorelasi dapat terjadi apabila observasi yang
saling beruntunan sepanjang waktu serta saling berkaitan satu sama lain.
Model regresi yang baik adalah model regresi yang bebas dari autokorelasi.
Menurut Wibowo (2012:90) metode Durbin-Watson dapat digunakan untuk
mengetahui adanya autokorelasi atau tidak, dengan ketentuan sebagai
berikut :

1) Autokorelasi positif apabila angka Durbin-Watson dibawah -2

46
2) Tidak ada autokorelasi apabila angka Durbin-Watson diantara -2
sampai 2
3) Autokorelasi negatif apabila angka Durbin-Watson diatas 2

3.7.3 Analisis Regresi Linear Berganda

Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah adalah analisis
regresi linear berganda dengan tujuan untuk memperoleh gambaran secara
keseluruhan mengenai hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang
lainnya.

Analisis regresi linear berganda dapat digunakan untuk mengetahui


pengaruh atau hubungan antara suatu variabel independen atau variabel bebas
terhadap variabel dependen atau variabel terikat. Hasil dari analisis regresi dapat
menunjukkan hubungan arah antara variabel independen dan variabel dependen
pada penelitian. Menurut Sugiyono (2014:142) analisis regresi linear berganda
dapat digunakan untuk memprediksi atau meramalkan bagaimana perubahan dari
nilai variabel dependen apabila variabel independen diturunkan atau dinaikkan.

Berikut ini adalah bentuk persamaan regresi linear berganda :

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e


Keterangan :
Y = Harga Saham
a = Konstanta
b1, b2, b3,b4 = Koefisien Regresi
X1 = Earning Per Share
X2 = Return On Equity
X3 = Tingkat Inflasi
X4 = Laju Pertumbuhan PDB
e = error

47
3.7.4 Uji Hipotesis (Uji t)

Uji t atau yang dikenal juga dengan uji parsial merupakan uji yang
digunakan untuk menguji bagaimana pengaruh pada variabel bebas secara
masing – masing terhadap variabel terikat. Uji t dapat digunakan untuk
mengetahui tingkat signifikan pengaruh variabel – variabel independen
terhadap variabel dependen secara parsial. Pengambilan keputusan pada uji t
dapat dilakukan berdasarkan dari perbandingan nilai antara t hitung dengan t
tabel. Sanusi (2011).

Pengambilan keputusan yang digunakan adalah :

1. Jika nilai thitung > nilai ttabel maka H0 ditolak Ha diterima


2. Jika nilai thitung < nilai ttabel maka H0 diterima Ha ditolak

3.7.5 Uji Model (Uji F)

Uji F atau yang dikenal dengan Uji Simultan atau Uji Anova yaitu
dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel – variabel independen
terhadap variabel dependen secara bersama – sama (simultan). Pengambilan
keputusan dapat dilakukan berdasarkan dari perbandingan nilai antara Fhitung
dengan Ftabel Sanusi (2011).

Pengambilan keputusan yang digunakan menurut :

1. Jika nilai Fhitung > nilai Ftabel maka H0 ditolak Ha diterima


2. Jika nilai Fhitung < nilai Ftabel maka H0 diterima Ha ditolak

3.7.6 Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana


kemampuan model dalam menjelaskan variabel dependen. Nilai yang digunakan
pada penelitian ini adalah nilai Adjusted R2 yang berkisar antara 0 sampai dengan
1. Semakin kecil nilai Adjusted R2 yang mendekati angka 0 maka menunjukkan

48
bahwa kemampuan variabel independen terbatas dalam menjelaskan variabel
dependen. Jika nilainya mendekati angka 1 maka variabel independen hampir
dapat memberikan semua informasi yang dibutuhkan yang berkaitan dengan
variabel dependen (Ghozali, 2016:95).

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Perusahaan

4.1.1 Gambaran Umum PT. Gudang Garam Tbk

PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) pertama kali berdiri di kota Kediri, Jawa
Timur pada tahun 1958. Perusahaan rokok ini merupakan salah satu perusahaan
industri rokok terkemuka di Indonesia. PT Gudang Garam Tbk. juga merupakan
penghasil rokok kretek berkualitas tinggi yang sudah terkenal luas baik di dalam
negeri maupun mancanegara. Sejarah berdirinya perusahaan rokok ini berawal
dari sebuah industri rumahan di titik berdirinya pada tahun 1958 dengan produk
yang diproduksi adalah Sigaret Kletek Klobot (SKL) dan Sigaret Kretek Linting-
Tangan (SKT) kemudian tumbuh dan berkembang dengan tata kelola perusahaan
yang baik hingga kini bertambah dengan Sigaret Kretek Linting-Mesin (SKM).
Pencapaian yang diperoleh gudang garam tidak terlepas dari peran penting
sang pendiri yaitu Surya Wonowidjojo yang dikenal sebagai sosok pemimpin
yang sangat memperhatikan kesejahteraan karyawannya hingga pada akhirya
beliau meninggal dunia pada 28 agustus 1985 yang meninggalkan kesan

49
mendalam yang bukan hanya dimata karyawan saja tetapi juga dihati masyarakat
Kediri dan sekitarnya.
PT Gudang Garam Tbk. sangat memprioritaskan kesejahteraan
karyawannya mulai dari keselamatan kerja karyawannya hingga pengadaan
fasilitas kesehatan dan fasilitas olahraga. Selain itu diselenggarakan pula pelatihan
di bidang kepemimpinan, keterampilan teknik, manajerial dan administrasi dari
waktu ke waktu baik itu dari dalam perusahaan maupun diluar perusahaan.
Tercatat pada akhir tahun 2019 gurang garam serta anak perusahaan telah
menyediakan lapangan kerja bagi 32.491 orang (www.gudanggaramtbk.com).

4.1.2 Gambaran Umum PT. Handjaya Mandala Sampoerna Tbk

PT Handjaya Mandala Sampoerna Tbk. (HMSP) berdiri pada tahun 1913


dimana perusahaan ini sudah lebih dari seratus tahun menjadi bagian penting
dalam indutri tembakau di Indonesia dengan produk legendarisnya yaitu Dji Sam
Soe atau dikenal dengan “Raja Kretek”. Pada tahun 1989 sampoerna
memperkenalkan produk sampoerna A yang merupakan pencetus dari kategori
Sigaret Kretek Mesin Kadar Rendah (SKM LT). Produk utama dari Sampoerna A
merupakan merek terdepan dikalangan pasar rokok Indonesia. Sejumlah
kelompok merek rokok kretek yang terkenal di pasar juga diproduksi oleh
sampoerna termasuk Phillip Morris Bold, Sampoerna U, Malboro Filter Black dan
Sampoerna Kretek. Sampoerna menjadi pemimpin pasar rokok di Indonesia lebih
dari 10 tahun dengan pangsa pasar yang dihasilkan sebesar 32,2% pada tahun
2019. Sampoerna merupakan anak perusahaan dari perushaan rokok internasional
terkemuka yaitu PT Philip Morris Indonesia (PMID) dan afiliasi dari Philip
Morris International Inc. (PMI) dengan merek global Marlboro. Sampoerna
sendiri memiliki beberapa ruang lingkup kegiatan yang dilakukan, seperti
perdagangan, manufaktur dan pendistribusian rokok termasuk mendistribusikan
Marlboro yang diproduksi oleh PT Philip Morris Indonesia.

50
PT Handjaya Mandala Sampoerna Tbk. mengelola lebih dari 23.000
karyawan tetap yang termasuk anak perusahaan dengan tim manajemen yang
menerapkan sistem kelas dunia dan praktek global terbaik. Sebanyak 38 Mitra
Produksi Sigaret (MPS) bekerja sama dengan sampoerna dimana pabriknya
tersebar di pulau jawa dengan mempekerjakan sekitar 37.700 orang untuk
produksi produk – produk Sigaret Kretek tangan (SKT). Dalam menjual serta
mendistribusikan rokok, sampoerna melalui 112 lokasi kantor cabang, kantor
penjualan dan pusat distribusi yang berada diseluruh pelosok Indonesia
(www.sampoerna.com).

4.1.3 Gambaran Umum PT. Bentoel Internasional Investama Tbk

PT Bentoel Internasional Investama TBk. (RMBA) didirikan oleh Ong Hok


Liong pada tahun 1930 dengan nama Strootjes Fabriek Ong Hok Liong, yang
memproduksi rokok dengan brand lokal ternama seperti Bintang Buana, Bentoel
Biru, Sejati, Tali jagat, Neo Mild dan Uno Mild. Perusahaan rokok ini merupakan
perusahaan tembakau terbesar keempat di Indonesia selama perjalannya lebih dari
delapan dasawarsa. Bentoel group adalah bagian dari perusahaan tembakau global
yang memiliki jaringan di lebih dari 180 negara yaitu British American Tobacco
(BAT) Group.
PT Bentoel Internasional Investama Tbk. memiliki kegiatan usaha kelas
dunia seperti riset dan pengembangan, pemrosesan pada cengkih dan daun
tembakau, manufaktur pada produk tembakau, termasuk kegiatan pemasaran dan
distribusinya. Perusahaan ini sedang mentransformasikan bisnis tembakaunya
dengan tujuan untuk memberikan dan menambahkan lebih banyak pilihan kepada
konsumen, memperbanyak inovasi dan memproduksi produk yang berpotensi
mengurangi risiko. Lebih dari 4000 karyawan yang berada di seluruh Indonesia
mendukung pelaksanaan kegiatan – kegiatan ini.
Perusahaan Bentoel sepenuhnya mendukung program ekspor pemerintah,
terbukti bahwa perusahaan telah melakukan ekspor ke 20 negara tujuan dengan
menghasilkan nilai mencapai Rp 2,7 triliun pada tahun 2019.

51
Berikut ini adalah berbagai jenis produk diproduksi dan dipasarkan oleh PT
Bentoel Internasional Investama Tbk, diantaranya adalah:
a. Rokok Kretek Tangan
Proses pembuatan rokok kretek ini yaitu dilinting dengan menggunakan
tangan.
b. Rokok Kretek Mesin Mild
Proses pembuatan rokok dengan menggunakan mesin, kandungan tar dari
rokok kretek ini lebih rendah dibandingkan rokok kretek mesin regular.
Brand yang berada dalam kategori rokok kretek ini adalah Club Mild,
Lucky Strike Mild dan Dunhill Mild.
c. Rokok Kretek Mesin Regular
Proses pembuatan rokok dengan mengguankan mesin, kandungan tar dari
rokok kretek ini lebih tinggi dibandingkan rokok kretek mesin mild. Brand
yang berada dalam kategori rokok kretek ini adalah Dunhill Filter.

d. Rokok Putih Mesin


Proses pembuatannya dengan menggunakan mesin. Brand yang berada
dalam kategori rokok kretek ini adalah Dunhill Lights, Lucky Strike,
Dunhill Menthol dan Dunhill Reguler.

Jenis rokok yang diproduksi oleh bentoel rata – rata berbahan baku
tembakau dan cengkeh, hanya jenis rokok putih mesin saja yang bahan
bakunya hanya tembakau (www.bentoelgroup.com).

4.1.4 Gambaran Umum PT. Wismilak Inti Makmur Tbk

PT Wismilak Inti Makmur Tbk. (WIIM) didirikan pada tahun 1962 yang
berpusat di Surabaya. Perusahaan ini listing pada tahun 2012 yang merupakan
holding company dari PT Gawih Jaya (distributor) dan PT Gjola Djaja (produsen).
Pada akhir tahun 2018 wismilak memiliki 5 fasilitas produksi, 19 area distribusi, 2
stock point, 4 sentra logistic regional dan 30 agen yang tersebar di seluruh
Indonesia.

52
PT Wismilak Inti Makmur Tbk memproduksi jenis rokok Sigaret Kretek
tangan (SKT) dan Sigaret Kretek mesin (SGM). Kegiatan usaha yang dilakukan
oleh wismilak mencakup berbagai bidang, seperti produksi pada bumbu rokok,
filter serta kelengkapan rokok lainnya, pemasaran dan penjualan rokok berserta
kelengkapannya, dan penyertaan produsen rokok kretek (www.wismilak.com).

4.2 Hasil Analisis Data

4.2.1 Hasil Statistik Deskriptif

Statsistik deskriptif dapat digunakan untuk menggambarkan besaran nilai


minimum, nilai maksimum, nilai rata – rata (mean) dan standar deviasi pada data
dari seluruh variabel penelitian yaitu harga saham, EPS, ROE, tingkat inflasi dan
laju pertumbuhan PDB. Berikut ini adalah hasil analisis deskripstif pada
penelitian ini :

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
EPS 41 .31 5655.00 839.9390 1439.49670
ROE 41 -2.04 3.65 1.7937 1.36915
TI 41 .91 1.47 1.1744 .14130
LPPDB 41 1.09 1.66 1.5849 .14183
HARGA SAHAM 41 2.18 5.67 4.0471 1.19056
Valid N (listwise) 41
Sumber : Data sekunder diolah oleh peneliti

Tabel 4.1 Deskriptif Variabel Penelitian


Berdasarkan tabel 4.1 hasil statistik deskriptif variabel penelitian, dapat
diketahui gambaran masing – masing pada variabel independen maupun dependen
sebagai berikut :

a. Harga Saham
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa harga saham memiliki nilai
terendah (minimum) sebesar 2,18 dan nilai tertinggi (maximum) sebesar 5,67
selama periode 2017 hingga 2020 kuartal II. Nilai rata – rata (mean) sebesar
4,0471 yang menunjukkan rata – rata harga saham pada perusahaan sektor

53
industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2017 hingga
2020 kuartal II. Simpangan baku (standar deviation) sebesar 1,19056
menunjukkan bahwa harga saham memiliki nilai yang menggambarkan besaran
sebaran dari suatu data (menyimpang) dari rata – rata sebesar 1,19056 selama
periode 2017 hingga 2020 kuartal II.
b. Earning Per Share (EPS)
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa earning per share memiliki
nilai terendah (minimum) sebesar 0,31 dan nilai tertinggi (maximum) sebesar
5655,00 selama periode 2017 hingga 2020 kuartal II. Nilai rata – rata (mean)
sebesar 839,9390 yang menunjukkan bahwa rata – rata kemampuan perusahaan
dalam perbandingan menghasilkan laba tiap lembar saham dengan
menggunakan laba bersih yang diperoleh pada perusahaan sektor industri
rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2017 hingga 2020 kuartal
II. Simpangan baku (standar deviation) sebesar 1439,49670 menunjukkan
bahwa earning per share memiliki nilai yang menggambarkan besaran sebaran
suatu data (menyimpang) dari rata – rata sebesar 1439,49670 selama periode
2017 hingga 2020 kuartal II.
c. Return On Equity (ROE)
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa return on equity memiliki nilai
terendah (minimum) sebesar -2,04 dan nilai tertinggi (maximum) sebesar 3,65
selama periode 2017 hingga 2020 kuartal II. Nilai rata – rata (mean) sebesar
1,7937 yang menunjukkan bahwa rata – rata kemampuan perusahaan dalam
perbandingan menghasilkan laba dengan menggunakan total ekuitas yang
diperoleh pada perusahaan sektor industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2017 hingga 2020 kuartal II. Simpangan baku (standar
deviation) sebesar 1,36915 menunjukkan bahwa earning per share memiliki
nilai yang menggambarkan besaran sebaran suatu data (menyimpang) dari rata
– rata sebesar 1,36915 selama periode 2017 hingga 2020 kuartal II.
d. Tingkat Inflasi
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa tingkat inflasi memiliki nilai
terendah (minimum) sebesar 0,91 dan nilai tertinggi (maximum) sebesar 1,47
selama periode 2017 hingga 2020 kuartal II. Nilai rata – rata (mean) sebesar

54
1,1744 yang menunjukkan bahwa rata – rata tingkat inflasi sehingga tidak
mempengaruhi perusahaan sektor industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2017 hingga 2020 kuartal II. Simpangan baku (standar
deviation) sebesar 0,14130 menunjukkan bahwa tingkat inflasi memiliki nilai
yang menggambarkan besaran sebaran suatu data (menyimpang) dari rata –
rata sebesar 0,14130 selama periode 2017 hingga 2020 kuartal II.
e. Laju Pertumbuhan PDB
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan PDB
memiliki nilai terendah (minimum) sebesar 1,09 dan nilai tertinggi (maximum)
sebesar 1,66 selama periode 2017 hingga 2020 kuartal II. Nilai rata – rata
(mean) sebesar 1,5849 yang menunjukkan rata – rata laju pertumbuhan PDB
sehingga tidak mempengaruhi perusahaan sektor industri rokok yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia periode 2017 hingga 2020 kuartal II. Simpangan baku
(standar deviation) sebesar 0,14183 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan
PDB memiliki nilai yang menggambarkan besaran sebaran suatu data
(menyimpang) dari rata – rata sebesar 0,14183 selama periode 2017 hingga
2020 kuartal II.

4.2.2 Uji Asumsi Klasik

4.2.2.1 Hasil Uji Normalitas

Uji normalitas dapat digunakan untuk menguji apakah data yang


digunakan berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini, uji normalitas
yang dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan
Kolmogorov-Smirnov dan pendekatan grafik. Uji normalitas ini dilakukan pada
semua variabel penelitian, yang terdiri dari 5 variabel, yaitu variabel bebas yang
terdiri dari Earning Per Share (EPS), Return On Equity (ROE), tingkat inflasi dan
laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) serta variabel terikat yaitu harga
saham. Berikut adalah hasil uji normalitas pada penelitian ini :

a. Pendekatan Statistik Non Parametric Kolmogorov – Smirnov (K-S)


Dalam penelitian ini pada uji Kolmogorov-Smirnov dengan menggunakan
bantuan SPSS, data dapat dikatakan normal apabila nilai Asymp.Sig (2-tailed)

55
lebih dari 0,05. Namun sebaliknya, jika nilai Asymp.Sig (2-tailed) kurang dari
0,05 maka data dapat dikatakan data tidak terdistribusi normal.
Berikut ini hasil uji normalitas dengan pendekatan Kolmogorov-Smirnov
ditunjukkan pada tabel berikut :

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Unstandardized
Residual
N 41
a,b
Normal Parameters Mean .0000000
Std. Deviation .69133560
Most Extreme Differences Absolute .123
Positive .123
Negative -.059
Test Statistic .123
Asymp. Sig. (2-tailed) .126c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
Sumber : Data sekunder diolah oleh peneliti
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas

Berdasarkan hasil uji normalitas output SPSS pada tabel diatas dapat
dilihat bahwa nilai Asymp.Sig (2-tailed) sebesar 0,126 , hasil yang diperoleh
lebih besar dari taraf signifikan yang telah ditentukan yaitu 0,05 (0,126 >
0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal dan layak
untuk diolah lebih lanjut.
b. Pendekatan Grafik
Dalam pendekatan grafik Normal P-P Plot of Regression Standardized
Residual data dapat dikatakan memenuhi asumsi normalitas apabila titik –
titik yang menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti garis arah
diagonalnya.
Berikut ini hasil uji normalitas dengan pendekatan grafik :

56
Sumber : Data sekunder diolah oleh peneliti
Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas
Berdasarkan gambar 2.1 grafik normal Normal P-P Plot of Regression
Standardized Residual diatas, dapat dilihat bahwa titik – titik tersebar
disekitar garis diagonal dan mengikuti garis arah diagonal 0 pada pertemuan
sumbu X dan Y, sehingga dapat disimpulkan bahwa data tersebut
berdistribusi normal dan model regresi layak untuk digunakan.

4.2.2.2 Hasil Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas dapat digunakan untuk menguji apakah terdapat


korelasi atau hubungan antar variabel independen (variabel bebas) pada model
regresi. Multikolinearitas biasa terjadi pada saat sebagian besar variabel yang
digunakan saling berkaitan satu sama lain pada suatu model regresi.

Berikut ini adalah hasil uji multikolinieritas yang ditunjukkan pada tabel
sebagai berikut :

57
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta T Sig. Tolerance VIF
1(Constant) 2.554 1.487 1.718 .094
EPS .001 .000 .621 6.017 .000 .880 1.136
ROE .308 .090 .355 3.421 .002 .873 1.146
TI .663 .818 .080 .810 .423 .964 1.037
LPPDB -.169 .826 -.020 -.205 .839 .957 1.045
a. Dependent Variable: HARGA SAHAM
Sumber : Data sekunder diolah oleh peneliti
Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinieritas

Berdasarkan hasil perhitungan output SPSS pada tabel coefficient diatas,


maka dapat diketahui nilai tolerance dan VIF pada masing – masing variabel yaitu
sebagai berikut:

 Nilai tolerance pada varibel Earning Per Share sebesar 0,880 kurang dari
10 (0,880 < 10) dan nilai VIF sebesar 1,136 lebih besar dari 0,1 (1,136 >
0,1) sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terjadi gejala multikolinieritas
pada variabel Earning Per Share.
 Nilai tolerance pada variabel Return On Equity sebesar 0,873 kurang dari
10 (0,873 < 10) dan nilai VIF sebesar 1,146 lebih dari 0,1 (1,146 > 0,1)
sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terjadi gelaja multikolinieritas
pada varieabel Return On Equity.
 Nilai tolerance pada variabel Tingkat Inflasi sebesar 0,964 kurang dari
10 (0,964 < 10) dan nilai VIF sebesar 1,037 lebih dari 0,1 (1,037 > 0,1)
sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terjadi gelaja multikolinieritas
pada varieabel tingkat inflasi.
 Nilai tolerance pada variabel Laju Pertumbuhan PDB sebesar 0,957
kurang dari 10 (0,957 < 10) dan nilai VIF sebesar 1,045 lebih dari 0,1
(1,045 > 0,1) sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terjadi gelaja
multikolinieritas pada varieabel laju pertumbuhan PDB.

58
Berdasarkan hasil analisis data pada uji multikolinieritas diatas, dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas antara variabel independen yang
satu dengan variabel independen yang lainnya.

4.2.2.3 Hasil Uji Heterokedastisitas

Tujuan dari pengujian heterokedastisitas yaitu untuk menguji apakah


terjadi ketidaksamaan pada varian dari residual pengamat yang satu ke pengamat
yang lainnya.

Berikut ini adalah hasil uji heterokedastisitas yang ditunjukkan pada


gambar grafik scatterplot :

Sumber : Data sekunder diolah oleh peneliti


Gambar 4.2 Hasil Uji Hterokedastisitas

Berdasarkan gambar grafik scatterplot diatas dapat dilihat bahwa terdapat


pola yang tidak jelas serta titik – titik yang menyebar secara acak baik yang
berada diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y, sehingga dapat
disimpulkan bahwa penelitian ini tidak mengalami gejala heterokedastisitas pada
model regresi dan model regresi layak untuk digunakan.

59
4.2.2.4 Hasil Uji Autokorelasi

Tujuan dari pengujian autokorelasi yaitu untuk menguji apakah terdapat


korelasi atau hubungan antara residual (kesalahan pengganggu) pada periode t
dengan kesalahan pada periode t-1 (periode sebelumnya) dalam model regresi
linear.

Berikut ini adalah hasil uji autokorelasi yang ditunjukkan pada tabel
sebagai berikut:

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
a
1 .814 .662 .625 .72873 1.264
a. Predictors: (Constant), LPPDB, EPS, TI, ROE
b. Dependent Variable: HARGA SAHAM
Sumber : Data sekunder diolah oleh peneliti

Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi

Berdasarkan tabel hasil output SPSS diatas, dapat dilihat pada kolom
Durbin – Watson menunjukkan dilai D-W sebesar 1,264 nilai D-W ini berada
diantara -2 sampai 2, sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian ini tidak
mengalami autokorelasi.

4.2.3 Hasil Uji Regresi Linear Berganda

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh atau hubungan antara


suatu variabel independen atau variabel bebas yaitu Earning Per Share (EPS),
Return On Equity (ROE), tingkat inflasi dan laju pertumbuhan Produk Domestik
Bruto (PDB) terhadap variabel dependen atau variabel terikat yaitu harga saham.

Berikut ini adalah rekapitulasi hasil uji regresi linear berganda :

Model Unstandardized Coefficients

60
B Std. Error

1 (Constant) 2.554 1.487

EPS .001 .000

ROE .308 .090

TI .663 .818

LPPDB -.169 .826

a. Dependent Variable: HARGA SAHAM

Sumber : Data sekunder diolah oleh peneliti

Tabel 4.5 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda

Berdasarkan data tabel hasil perhitungan regresi linear berganda diatas,


maka model regresi yang terbentuk adalah sebagai berikut :

HS = 2,554 + 0,01 EPS + 0,308 ROE + 0,663 TI – 0,169 LPPDB + e

Berikut adalah penjelasan dari persamaan regresi diatas :

1. Hasil regresi linear berganda diatas menunjukkan bahwa jika variabel


Earning Per Share (EPS), Return On Equity (ROE), tingkat inflasi dan
laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dianggap konstan
(tetap), maka harga saham akan naik sebesar 2,554.
2. Variabel Earning Per Share (EPS) diperoleh nilai koefisien sebesar
0,01 yang menunjukkan adanya hubungan dengan arah yang positif
(searah) dan mengartikan bahwa setiap terdapat kenaikan 1 satuan pada
variabel EPS, maka akan menaikkan harga saham sebesar 0,01 dengan
ketentuan variabel lainnya dianggap konstan.
3. Variabel Return On Equity (ROE) diperoleh nilai koefisien sebesar
0,308 yang menunjukkan adanya hubungan dengan arah yang positif
(searah) dan mengartikan bahwa setiap terdapat kenaikan 1 satuan pada
variabel ROE, maka akan menaikkan harga saham sebesar 0,308
dengan ketentuan variabel lainnya dianggap konstan
4. Variabel tingkat inflasi diperoleh nilai koefisien sebesar 0,663 yang
menunjukkan adanya hubungan dengan arah yang positif (searah) dan

61
mengartikan bahwa setiap terdapat kenaikan 1 satuan pada variabel
tingkat inflasi, maka akan menaikkan harga saham sebesar 0,663
dengan ketentuan variabel lainnya dianggap konstan.
5. Variabel laju pertumbuhan PDB diperoleh nilai koefisien sebesar -0,169
yang menunjukkan adanya arah dengan hubungan yang negatif
(berlawanan) dan mengartikan bahwa setiap terdapat kenaikan 1 satuan
pada variabel laju pertumbuhan PDB, maka akan menurunkan harga
saham sebesar -0,169 dengan ketentuan variabel lainnya dianggap
konstan.

4.2.4 Uji Hipotesis

4.2.4.1 Hasil Uji Parsial (Uji t)

Uji t dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh secara parsial (terpisah)


dari variabel independen atau variabel bebas, yaitu Earning Per Share (EPS),
Return On Equity (ROE), Tingkat Inflasi dan Laju Pertumbuhan Produk Domestik
Bruto (PDB) terhadap variabel dependen atau variabel terikat, yaitu harga saham.
Dalam melihat uji parsial dapat dilakukan dengan membandingkan nilai pada t
hitung dengan t tabel atau dapat juga dilakukan dengan melihat nilai signifikan
pada masing – masing t hitung.

Apabila nilai t hitung lebih besar dari t tabel (thitung > ttabel) dapat
disimpulkan bahwa variabel independen independen berpengaruh terhadap
variabel dependen (Sanusi, 2011). Selain itu dengan nilai signifikansi 5% (α =
0,05). T tabel pada penelitian ini dapat dicari dengan derajat kebebasan df = n-k-1
pada signifikansi 0,05. Dari hasil perhitungan maka diperoleh t tabel sebesar
2,029.

Berikut ini adalah data tabel perhitungan regresi linear berganda pada hasil
output SPSS, diperoleh hasil :

Coefficientsa

62
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 2.554 1.487 1.718 .094
EPS .001 .000 .621 6.017 .000
ROE .308 .090 .355 3.421 .002
TI .663 .818 .080 .810 .423
LPPDB -.169 .826 -.020 -.205 .839
a. Dependent Variable: HARGA SAHAM

Sumber : Data sekunder diolah oleh peneliti


Tabel 4.6 Hasil Uji Parsial (Uji t)

Berdasarkan tabel hasil perhitungan diatas, maka dapat dijelaskan hipotesis


– hipotesis yang telah diajukan sebagai berikut :

- Pengujian Hipotesis Pertama (H1)

Dalam pengujian hipotesis pertama dapat dinyatakan bahwa :

H01 = Earning Per Share tidak berpengaruh secara parsial terhadap harga
saham

Ha1 = Earning Per Share berpengaruh secara parsial terhadap harga saham

Berdasarkan tabel hasil output diatas, diperoleh nilai koefisien sebesar


0,001 menunjukkan adanya hubungan dengan arah positif antara Earning
Per Share terhadap harga saham. Nilai t tabel sebesar 6,071 lebih besar dari
t tabel 2,029 ( 6,017 > 2,029 ) dengan nilai signifikan sebesar 0,000 atau
lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa
H01 ditolak dan Ha1 diterima yang mengartikan bahwa Earning Per Share
berpengaruh terhadap harga saham secara parsial. Sehingga dapat
disumpulkan bahwa hipotesis pertama pada penelitian ini diterima.

- Pengujian Hipotesis Kedua (H2)

Dalam pengujian hipotesis pertama dapat dinyatakan bahwa :

H02 = Return On Equity tidak berpengaruh secara parsial terhadap harga


saham

63
Ha2 = Return On Equity berpengaruh secara parsial terhadap harga saham

Berdasarkan tabel hasil output diatas, diperoleh nilai koefisien sebesar


0,308 menunjukkan adanya hubungan dengan arah positif antara Return On
Equity terhadap harga saham nilai t hitung sebesar 3,421 lebih besar dari t
tabel 2,029 ( 3,421 > 2,029 ) dengan nilai signifikan sebesar 0,02 atau lebih
kecil dari 0,05 (0,002 < 0,05). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa H 02
ditolak dan Ha2 diterima yang mengartikan bahwa Return On Equity
berpengaruh secara parsial terhadap harga saham. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa hipotesis kedua pada penelitian ini diterima.

- Pengujian Hipotesis Ketiga (H3)

Dalam pengujian hipotesis pertama dapat dinyatakan bahwa :

H03 = Tingkat Inflasi tidak berpengaruh secara parsial terhadap harga saham

Ha3 = Tingkat Inflasi berpengaruh secara parsial terhadap harga saham

Berdasarkan tabel hasil output diatas, diperoleh nilai koefisien


sebesar 0,663 menunjukkan adanya hubungan dengan arah positif antara
tingkat inflasi terhadap harga saham. Nilai t hitung sebesar 0,810 lebih kecil
dari t tabel 2,029 (0,810 < 2,029) dengan nilai signifikan sebesar 0,423 lebih
besar dari 0,05 (0,423 > 0,05). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa H 02
diterima dan Ha2 ditolak yang mengartikan bahwa tingkat inflasi tidak
berpengaruh terhadap harga saham secara parsial. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa hipotesis ketiga dalam penelitian ini ditolak.

- Pengujian Hipotesis Keempat (H4)

Dalam pengujian hipotesis pertama dapat dinyatakan bahwa :

H04 = Laju Pertumbuhan PDB tidak berpengaruh positif secara parsial


terhadap harga saham

Ha4 = Laju Pertumbuhan PDB berpengaruh positif secara parsial terhadap


harga saham

64
Berdasarkan tabel hasil output diatas, diperoleh nilai koefisien sebesar
-0,169 menunjukkan adanya hubungan dengan arah negatif antara laju
pertumbuhan PDB terhadap harga saham. Nilai t hitung sebesar -0,205 lebih
kecil dari t tabel 2,029 (-0,205 < 2,029) dengan nilai signifikan sebesar
0,839 atau lebih besar dari 0,05 (0,839 > 0,05) Dari hasil tersebut
menunjukkan gagal dalam menolak H04 yang mengartikan bahwa laju
pertumbuhan PDB tidak berpengaruh terhadap harga saham secara parsial.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis keempat dalam penelitian ini
ditolak.

4.2.4.2 Hasil Uji Model (Uji F)

Uji F dapat digunakan untuk mengetahui apakah secara simultan


(serentak) variabel independen atau variabel bebas, yaitu Earning Per Share
(EPS), Return On Equity (ROE), Tingkat Inflasi dan Laju Pertumbuhan Produk
Domestik Bruto (PDB) berpengaruh terhadap variabel dependen atau variabel
terikat, yaitu Harga Saham.

Adapun hasil output SPSS uji F pada tabel anova dalam penelitian ini
sebagai berikut :

ANOVAa
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 37.499 4 9.375 17.653 .000b
Residual 19.118 36 .531
Total 56.617 40
a. Dependent Variable: HARGA SAHAM
b. Predictors: (Constant), LPPDB, EPS, TI, ROE

Sumber : Data sekunder diolah oleh peneliti


Tabel 4.7 Hasil Uji Simultan (Uji F)

Berdasarkan tabel anova pada hasil output SPSS diatas, maka dapat
dijelaskan hipotesis yang telah diajukan pada uji simultan sebagai berikut :

- Pengujian Hipotesis Kelima (H5)

Dalam pengujian hipotesis kelima dapat dinyatakan bahwa :

65
H05 = Earning Per Share, Return On Equity, tingkat inflasi dan laju
pertumbuhan PDB tidak berpengaruh secara simultan (serentak)
terhadap harga saham.

Ha5 = Earning Per Share, Return On Equity, tingkat inflasi dan laju
pertumbuhan PDB berpengaruh secara simultan (serentak) terhadap
harga saham.

Berdasarkan tabel hasil output diatas, diperoleh nilai F hitung sebesar


17,653 lebih besar dari F tabel yaitu 2,63 (17,653 > 2,63) dengan nilai
signifikan sebesar 0,000 atau lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05). Dari hasil
tersebut menunjukkan bahwa H05 ditolak dan Ha5 diterima yang
mengartikan bahwa Earning Per Share (EPS), Return On Equity (ROE),
tingkat inflasi dan laju pertumbuhan PDB berpengaruh secara simultan
(serentak) terhadap harga saham. Hal ini menunjukkan bahwa uji model
yang digunakan dari penelitian ini adalah bagus atau layak untuk digunakan.

4.2.5 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana


kemampuan model dalam menjelaskan variabel dependen.

Berikut ini adalah hasil output perhitungan SPSS untuk nilai koefisien
determinasi :

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
a
1 .814 .662 .625 .72873 1.264
a. Predictors: (Constant), LPPDB, EPS, TI, ROE
b. Dependent Variable: HARGA SAHAM
Sumber : Data sekunder diolah oleh peneliti

Tabel 4.8 Hasil Uji Koefisien Determinasi

Berdasarkan tabel hasil output SPSS diatas, diperoleh nilai Adjusted R


Square sebesar 0,625 atau ( 62,5 %). Hal ini menunjukkan bahwa variabel
independen yaitu harga saham dapat dijelaskan oleh variabel dependen yaitu

66
Earning Per Share, Return On Equity, tingkat inflasi dan laju pertumbuhan PDB
sebesar 62,5 % sedangkan sisanya sebesar 37,5 % dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak diteliti.

4.3 Pembahasan

4.3.1 Pengaruh Earning Per Share Terdahap Harga Saham

Berdasarkan hasil pengujian statistik diperoleh nilai koefisien sebesar 0,001


menunjukkan bahwa EPS memiliki hubungan yang positif (searah) terhadap harga
saham. Nilai t hitung sebesar 6,017 lebih besar dari nilai t tabel yaitu 2,029 (6,017
> 2,029) menunjukkan bahwa Earning Per Share berpengaruh terhadap harga
saham dengan tingkat signifikansi α = 0,05 diperoleh nilai signifikan sebesar
0,000 (0,000 < 0,05) yang mengartikan adanya pengaruh yang signifikan. Hasi
tersebut menunjukkan bahwa variabel Earning Per Share secara parsial
berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham perusahaan sektor
industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2017-2020 kuartal
II. Hal ini mengartikan bahwa jika earning per share meningkat maka harga
saham juga akan mengalami kenaikkan. Hasil penelitian didukung oleh teori yang
dikemukakan oleh Tandelilin (2010:374) bahwa earning per share memiliki
pengaruh yang positif terhadap perubahan harga saham pada suatu perusahaan.
Semakin tinggi nilai earning per share yang dimiliki oleh suatu perusahaan maka
akan semakin tinggi pula keuntungan yang akan diterima oleh investor atau
pemegang saham. Besarnya nilai earning per share yang diterima oleh investor
akan mempengaruhi tingkat permintaan atas saham sehingga dapat meningkatkan
harga saham perusahaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan sektor
industri rokok telah mampu memperoleh laba dan mendistribusikan laba dengan
baik sehingga dapat menghasilkan keuntungan yang maksimal pula kepada para
pemegang saham pada tiap lembar sahamnya. Sehingga permintaan terhadap
saham akan meningkat dan berdampak pada meningkatnya harga saham.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh


Jonathan et al. (2016) yang menunjukkan bahwa Earning Per Share berpengaruh

67
positif signifikan terhadap harga saham perusahaan manufaktur bidang industri
barang dan konsumsi. Sejalan pula dengan penelitian Dian dan Tri (2018) yang
menunjukkan bahwa Earning Per Share berpengaruh signifikan terhadap harga
saham perusahaan rokok. Namun tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Pande dan Nyoman (2018) yang menyatakan bahwa Earning Per Share tidak
berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan otomotif dan
komponen.

4.3.2 Pengaruh Return On Equity Terhadap Harga Saham

Berdasarkan hasil pengujian statistik diperoleh nilai koefisien sebesar 0,308


menunjukkan bahwa ROE memiliki hubungan yang positif (searah) terhadap
harga saham. Nilai t hitung sebesar 3,421 lebih besar dari nilai t tabel yaitu 2,029
(3,421 > 2,029) menunjukkan bahwa Return On Equity berpengaruh terhadap
harga saham, dengan tingkat signifikansi α = 0,05 diperoleh nilai signifikan
sebesar 0,002 (0,002 < 0,05) yang mengartikan adanya pengaruh yang signifikan.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel Return On Equity secara parsial
berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham perusahaan perusahaan
sektor industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2017-2020
kuartal II. Hal ini mengartikan bahwa jika return on equity meningkat maka harga
saham juga akan mengalami kenaikkan. Hasil penelitian didukung oleh teori yang
dikemukakan oleh Liembono (2013:178) bahwa terdapat hubungan yang positif
antara ROE dan harga saham. Besarnya ROE menunjukkan bahwa dalam
menghasilkan laba atau keuntungan perusahaan mampu memanfaatkan ekuitas
secara efektif. Semakin besar nilai ROE perusahaan mengartikan bahwa
perusahaan semakin mampu dalam memberikan keuntungan bagi para pemegang
saham, besarnya laba yang dihasilkan oleh perusahaan maka akan menarik minat
investor maupun calon investor untuk menginvestasikan dananya pada
perusahaan, sehinggga akan mempengaruhi tingkat permintaan atas saham dan
berdampak pada meningkatkan harga saham perusahaan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa perusahaan sektor industri rokok telah mampu untuk
mengelola modal sendiri secara efektif dan efisien dalam meningkatkan laba yang

68
tinggi. Sehingga dapat menarik minat investor untuk berinvestasi dan dapat
menaikkan harga saham.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Yeyen
dan Sugiyono (2019) yang menunjukkan bahwa Return On Equity berpengaruh
positif dan signfikan terhadap harga saham perusahaan LQ45. Namun tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pande dan Nyoman (2018) yang
menyatakan bahwa Return On Equity berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
harga saham perusahaan otomotif dan komponen. Tidak konsisten pula dengan
penelitian Jonathan et al. (2017) yang menyatakan bahwa Return On Equity tidak
berpengaruh signifikan terhadap harga saham manufaktur bidang industri barang
dan konsumsi.

4.3.3 Pengaruh Tingkat Inflasi Terhadap Harga Saham

Berdasarkan hasil pengujian statistik diperoleh nilai koefisien sebesar 0,663


menunjukkan bahwa tingkat inflasi memiliki hubungan yang positif (searah)
terhadap harga saham. Nilai t hitung sebesar 0,810 lebih kecil dari nilai t tabel
yaitu 2,029 (0,810 < 2,029) menunjukkan bahwa tingkat inflasi tidak berpengaruh
terhadap harga saham dengan tingkat signifikansi α = 0,05 diperoleh nilai
signifikan sebesar 0,423 (0,423 > 0,05) mengartikan tidak adanya pengaruh yang
signifikan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel tingkat inflasi secara
parsial tidak berpengaruh secara signifikan dan bernilai positif terhadap harga
saham perusahaan. Adanya hubungan yang positif antara tingkat inflasi dengan
harga saham dikarenakan tingkat inflasi pada tahun penelitian yaitu 2017-2020
Kuartal II termasuk ke dalam golongan inflasi ringan karena besarnya kurang dari
10%. Tingkat inflasi yang ringan masih dapat membuat perusahaan menaikkan
harga produknya karena pada tingkat inflasi ringan ini pasar masih bisa
menjangkau kenaikan harga produk dari perusahaan tersebut. Dengan kenaikan
harga produk tersebut maka perusahaan dapat menambah keuntungannya
sehingga dapat mendorong kenaikan harga saham.

69
Tidak berpengaruhnya secara signifikan antara tingkat inflasi terhadap harga
saham mengartikan bahwa perubahan pada tingkat inflasi tidak dapat dijadikan
sebagai acuan terhadap perubahan pada harga saham. Hal ini dikarenakan
perusahaan industri rokok terus mengalami peningkatan pada pendapatan cukai
disetiap tahunnya meskipun tidak terjadi kenaikan cukai yang mengartikan bahwa
konsumsi masyarakat terhadap rokok masih besar dan cenderung meningkat
disetiap tahunnya yang membuat perusahaan industri rokok memproduksi produk
dalam jumlah banyak sehingga meskipun terjadi inflasi tetapi permintaan
masyarakat terhadap produk rokok tetap stabil. Dengan adanya permintaan
masyarakat yang cenderung stabil maka pendapatan perusahaan juga akan stabil
yang akan berdampak pula pada keuntungan perusahaan yang stabil, sehingga
dengan hal ini membuat investor melihat bahwa terdapat prospek binsis yang baik
pada sektor industri rokok dan investor tetap tertarik untuk menanamkan
modalnya pada perusahaan.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian
dan Tri (2018) yang menunjukkan bahwa inflasi tidak berpengaruh signifikan
terhadap harga perusahaan rokok. Sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan
oleh Herry dan Prita (2016) bahwa inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap
harga saham perusahaan properti dan real estate. Namun tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rahadiyan dan Anang (2020) yang menyatakan
bahwa inflasi berpengaruh positif terhadap harga saham perusahaan properti dan
real estate. Tidak konsisten pula dengan penelitian Yeyen dan Sugiyono (2018)
yang menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
harga saham perusahaan LQ45.

4.3.4 Pengaruh Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap


Harga Saham

Berdasarkan hasil pengujian statistik diperoleh nilai koefisien sebesar -0,205


menunjukkan bahwa laju pertumbuhan PDB memiliki hubungan yang negatif
(berlawan arah) terhadap harga saham. Nilai t hitung sebesar -0,205 lebih kecil

70
dari nilai t tabel yaitu 2,029 (-0,205 < 2,029) menunjukkan bahwa laju
pertumbuhan PDB tidak berpengaruh terhadap harga saham dengan tingkat
signifikansi α = 0,05 diperoleh nilai signifikan sebesar 0,839 (0,839 > 0,05) yang
mengartikan tidak adanya pengaruh yang signifikan. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa variabel Laju Pertumbuhan PDB secara parsial tidak berpengaruh secara
signfikan dan bernilai negatif terhadap harga saham perusahaan sektor industri
rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2017-2020 kuartal II.
Adanya hubungan yang negatif antara laju pertumbuhan PDB dengan harga
saham disebabkan karena semakin tinggi laju pertumbuhan PDB suatu negara
mengindikasikan bahwa bertambah pula pendapatan masyarakat dan dengan
bertambahnya pendapatan masyarakat diharapkan masyarakat dapat menyisihkan
pendapatannya untuk berinvestasi di pasar modal. Namun pada kenyataannya
justru membuat masyarakat lebih konsumtif dengan naiknya pendapatan. Selain
itu masyarakat juga lebih tertarik untuk berinvestasi pada aset riil seperti rumah,
tanah dan emas. Hal ini dipicu karena rendahnya pengetahuan masyarakat
mengenai investasi di pasar modal.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis yang telah dibangun,
bahwa laju pertumbuhan PDB berpengaruh terhadap harga saham. Tidak
berpengaruhnya secara signifikan antara laju pertumbuhan PDB terhadap harga
saham mengartikan bahwa perubahan laju pertumbuhan PDB tidak dapat
dijadikan sebagai acuan dalam perubahan pada harga saham. Bertolak belakang
dengan teori yang dikemukakan oleh Bodie et al. (2009:177) bahwa salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi perubahan harga saham adalah Produk
Domestik Bruto, meningkatnya PDB dengan cepat dapat menunjukkan
perekonomian yang mengalami pertumbuhan. Selain itu, tidak berpengaruhnya
laju pertumbuhan PDB terhadap harga saham disebabkan karena kemungkinan
investor lebih melihat variabel lain dalam keputusan berinvestasi seperti dari sisi
internal perusahaan dengan melihat profitabilitas yang dihasilkan perusahaan.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Herry
dan Prita (2016) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan PDB tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap harga saham perusahaan sektor properti dan real estate.

71
Namun tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahadiyan dan Anang
(2020) yang menyatakan bahwa pertumbuhan PDB berpengaruh positif terhadap
harga saham perusahaan properti dan real estate.

4.3.5 Pengaruh Earning Per Share, Return On Equity, Tingkat Inflasi dan
Laju Pertumbuhan PBD Terhadap Harga Saham

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan SPSS versi 24 diperoleh nilai


F hitung sebesar 17,653 lebih kecil dari nilai t tabel yaitu 2,63 (17,653 > 2,63)
menunjukkan bahwa Earning Per Share, Return On Equity, tingkat inflasi dan
laju pertumbuhan PDB secara simultan berpengaruh terhadap harga saham dengan
tingkat signifikansi α = 0,05 diperoleh nilai signifikan sebesar 0,000 (0,000 <
0,05) yang mengartikan adanya pegaruh yang signifikan. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa Earning Per Share, Return On Equity, tingkat inflasi dan
laju pertumbuhan PDB secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap
harga saham perusahaan sektor industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2017-2020 kuartal II.

Salah satu faktor penyebab utama naik turunnya harga saham perusahaan
sektor industri rokok diakibatkan oleh adanya kenaikan pada tarif cukai rokok.
Bagi pasar dan investor saham perusahaan sektor industri rokok, cukai merupakan
instrument yang sensitif karena akan beresiko pada kenaikan harga produk,
akibatnya saham perusahaan sektor industri akan terkena imbasnya. Meskipun
demikian, kenaikan cukai rokok merupakan hal yang biasa bagi perusahaan sektor
industri rokok dikarenakan kenaikan yang terjadi pada harga rokok tidak akan
mengurangi konsumsi rokok di Indonesia. Artinya, masih ada peluang pada
naiknya harga saham emiten rokok. Sehingga hal tersebut memberikan arti bahwa
perusahaan sektor industri rokok dapat menunjukkan kemampuan perusahaan
yang baik serta kinerja perusahaan yang produktif.

72
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini merupakan penelitian yang menganalisis mengenai pengaruh


Earning Per Share, Return On Equity, Tingkat Inflasi dan Laju Pertumbuhan
PDB terhadap harga saham perusahaan sektor industri rokok yang terdaftar di
bursa efek Indonesia periode 2017-2020 kuartal II. Berdasarkan hasil analisis
data, hipotesis yang telah diuji serta pembahasan mengenai pengaruh varibel
independen terhadap variabel dependen, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :

73
1. Earning Per Share berpengaruh positif dan signifikan secara parsial
terhadap harga saham. Hal ini dibuktikan dari hasil tabel 4.6 uji parsial
(uji t) diperoleh nilai koefisien dengan arah yang positif sebesar 0,001.
Nilai t hitung sebesar 6,017 lebih besar dari t tabel sebesar 2,029 (6,017
> 2,029) menunjukkan bahwa H01 ditolak dan H1 diterima dengan nilai
signifikan sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai sig α = 0,05 (0,000 <
0,05) menunjukkan pengaruh yang signifikan. Sehingga dari hasil
tersebut dapat disimpulkan jika earning per share meningkat maka
harga saham juga akan mengalami kenaikkan.
2. Return On Equity berpengaruh positif dan signifikan secara parsial
terhadap harga saham. Hal ini dibuktikan dari hasil tabel 4.6 uji parsial
(uji t) diperoleh nilai koefisien dengan arah yang positif sebesar 0,308.
Nilai t hitung sebesar 3,421 lebih besar dari t tabel sebesar 2,029 (3,421
> 2,029) menunjukkan bahwa H02 ditolak dan H2 diterima dengan nilai
signifikan sebesar 0,002 lebih kecil dari nilai sig α = 0,05 (0,002 <
0,05) menunjukkan pengaruh yang signifikan. Sehingga dari hasil
tersebut dapat disimpulkan jika return on equity meningkat maka harga
saham juga akan mengalami kenaikkan.
3. Tingkat Inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga
saham. Hal ini dibuktikan dari hasil tabel 4.6 uji parsial (uji t) diperoleh
nilai t hitung sebesar 0,810 lebih kecil dari t tabel sebesar 2,029 (0,810
< 2,029) menunjukkan bahwa H03 diterima dan H3 ditolak dengan nilai
signifikan sebesar 0,423 lebih besar dari nilai sig α = 0,05 (0,423 <
0,05) menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa perubahan pada tingkat inflasi tidak dapat dijadikan
sebagai acuan terhadap perubahan pada harga saham, dikarenakan
meskipun terjadi inflasi tetapi permintaan masyarakat terhadap produk
rokok tetap stabil yang akan berdampak pada pendapatan dan
keuntungan perusahaan yang stabil sehingga investor melihat prospek
bisnis yang baik pada perusahaan sektor industri rokok dan investor
tetap tertarik untuk berinvestasi sehingga dapat menarik minat investor
untuk berinvestasi.

74
4. Laju Pertumbuhan PDB tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
harga saham. Hal ini dibuktikan dari hasil tabel 4.6 uji parsial (uji t)
diperoleh nilai t hitung sebesar 0,839 lebih besar dari t tabel sebesar
2,029 (0,839 > 2,029) menunjukkan bahwa H04 diterima dan H4 ditolak
dengan nilai signifikan sebesar -0,205 lebih kecil dari nilai sig α = 0,05
(-0,205 < 0,05) menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan. Sehingga
dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa perubahan pada laju
pertumbuhan PDB tidak dapat dijadikan sebagai acuan terhadap
perubahan pada harga saham, dikarenakan kemungkinan investor lebih
melihat variabel lain dalam keputusan berinvestasi seperti dari sisi
internal perusahaan dengan melihat profitabilitas yang dihasilkan
perusahaan.
5. Earning Per Share, Return On Equity, Tingkat Inflasi dan Laju
Pertumbuhan PDB berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Hal
ini dibuktikan dari hasil nilai F hitung sebesar 17,653 lebih besar dari F
tabel 2,63 (17,653 > 2,63) menunjukkan bahwa H 04 diterima dan H4
ditolak dengan nilai signifikan sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai sig α
= 0,05 (0,000 < 0,05) menunjukkan adanya pengaruh yang tidak
signifikan.

5.2 Implikasi Manajerial

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dilakukan, terdapat


beberapa saran atau implikasi manajerial yang dapat dikemukakakn sebagai
berikut:

1. Bagi Perusahaan
Berdasarkan hasil penelitian, faktor internal perusahaan pada rasio
keuangan yaitu Earning Per Share dan Return On Equity dapat dijadikan
sebagai bahan pengukuran pada tingkat harga saham, oleh karena itu pada
kondisi perekonomian saat ini ataupun kondisi perekonomian pada periode
yang akan datang pihak manajemen sebaiknya lebih mempertimbangkan
dan lebih meningkatkan performa perusahaan terutama pada penjualan

75
perusahaan meskipun nantinya kemungkinan terjadi kenaikan cukai serta
pajak rokok. Selain itu, perusahaan juga harus mempertahankan bahkan
lebih meningkatkan pengelolaan modal yang dimiliki oleh perusahaan,
karena peningkatan performa perusahaan pada penjualan perusahaan
utamanya nantinya akan berdampak pada pendapatan perusahaan sehingga
laba bersih yang nantinya akan diterima perusahaan dapat meningkat dan
dengan adanya pemanfaatan pengelolaan modal yang efektif dan efisien
dapat meningkatkan laba perusahaan sehingga dapat menarik minat investor
untuk menanamkan modalnya dan akan berdampak pada meningkatnya
harga saham perusahaan.

2. Bagi Investor dan Calon Investor


Bagi investor yang sedang berinvestasi maupun yang akan memulai
untuk berinvestasi pada perusahaan, diharapkan lebih memperhatikan
kinerja perusahaan pada rasio keuangan. Terutama pada rasio yang
berhubungan dengan profitabilitas perusahaan karena laba yang dihasilkan
oleh perusahaan akan berpengaruh pada kenaikan atau penurunan harga
saham.

3. Bagi Pemerintah
Bagi pemerintah diharapkan untuk tidak menaikkan cukai rokok dan
pajak rokok dengan tingkat yang tinggi pada periode berikutnya karena
meskipun kebijakan tersebut dilakukan untuk mengurangi jumah konsumsi
rokok di Indonesia namun pada kenyataannya tetap saja pengkonsumsi
rokok di Indonesia tetap tinggi dan cukai rokok merupakan penyumbang
terbesar bagi pendapatan negara sehingga pemerintah perlu mengevaluasi
pertimbangan kebijakan kenaikan pada cukai rokok dan pajak rokok pada
periode yang akan datang.

76
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, N. W. S. A. M. (2016). Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Nilai


Tukar (Kurs) Dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Terhadap
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Studi Kasus Pada Perusahaan
Properti Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Manajemen Dan
Akuntansi, 17(1), 43–52.

Amri, R. N., & Subardjo, A. (2020). Pengaruh Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi,


Pertumbuhan Penjualan, dan Profitabilitas terhadap Harga Saham. Jurnal

77
Ilmu Dan Riset Akuntansi, 9(3), 1–22.

Andriyanto, I., & Khoirunnisa, S. (2018). Pengaruh Return on Asset, Net Profit
Margin, dan Earning Per Share Terhadap Harga Saham Perusahaan Rokok
Go Public. AKTSAR: Jurnal Akuntansi Syariah, 1(2), 215.
https://doi.org/10.21043/aktsar.v1i2.5158

Arika, H. G. S. P. R. (2016). PENGARUH TINGKAT INFLASI,


PERTUMBUHAN PDB, UKURAN PERUSAHAAN, LEVERAGE, DAN
PROFITABILITAS TERHADAP HARGA SAHAM PADA
PERUSAHAAN SEKTOR PROPERTI DAN REAL ESTATE YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2005-2013.
Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, 7(1), 87–102.

Darminto, A. P., & Saifi, M. (2014). Faktor Internal dan Eksternal yang
Mempengaruhi Pergerakan Harga Saham (Studi Pada Saham-Saham Indeks
LQ45 Periode 2009 – 2013). Jurnal Administrasi Bisnis, 11(1).

Fahmi, Irham. 2016. Pengantar Manajemen Keuangan. Bandung: Alfabeta

Ginsu, F., Saerang, I., & Roring, F. (2017). Pengaruh Earning Per Share (EPS)
dan Return on Equity (ROE) Terhadap Harga Saham (Studi Kasus pada
Industri food & beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2013-2015). Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 5(2),
128341. https://doi.org/10.35794/emba.v5i2.16162

https://bolehmerokok.com/2020/07/cerita-lain-di-balik-meningkatnya-saham-
industri-farmasi-dan-anjloknya-saham-industri-rokok-kretek-saat-pandemi/
diakses pada tanggal 15 September 2020 pukul 14.15 WIB

https://katadata.co.id/happyfajrian/finansial/5f37f727725d5/laba-dua-raksasa-
bisnis-rokok-anjlok-terpukul-corona-dan-cukai diakses pada tanggal 2
September 2020 pukul 15.30 WIB

https://m.mediaindonesia.com/read/detail/345155-konsumsi-rokok-naik-saat-
covid-19-pemerintah-harus-bertindak diakses pada tanggal 15 Desember
2020 pukul 21.30 WIB

78
Ilat, G. E. Y. E. V., & Pangerapan, S. (2017). Pengaruh Return On Asset (ROA),
Return On Equity (ROE), Net Profit Margin (NPM), dan Eerning Per Share
(EPS) Terhadap Harga Saham Perusahaan yang Tergabung Dalam Indeks
LQ45 di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2013-2015. Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, 5(1), 45–61. https://doi.org/10.1007/978-1-
349-15400-5_6

Kewal, S. S. (2012). Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs, dan Pertumbuhan PDB
Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Jurnal Economia, 8(1), 53–64.
https://doi.org/10.21831/economia.v8i1.801

Kurniawan, A., & Yuniati, T. (2019). Pengaruh Inflasi, Suku Bunga dan
NilaiTukar terhadap Harga Saham Perusahaan Perbankan. Jurnal Ilmu Dan
Riset Manajemen, 8(1), 1–16.

M Satria Ladaina, Paisal, A. (2020). Pengaruh Earning Per Share (EPS) dan
Return On Equity (ROE) Terhadap Harga Saham di Bursa Efek Indonesia
(BEI). Jurnal Terapan Ilmu Ekonomi, Manajemen Dan Bisnis, 1(1).

Martha, & Yanti, F. (2019). Pengaruh Inflasi, Nilai Kurs, ROA, DER, DAN PBV
Terhadap Harga Saham Perusahaan Retail di BEI Tahun 2010-2017.
Bilancia:Jurnal Ilmiah Akuntansi, 3(1), 110–123.
http://www.ejournal.pelitaindonesia.ac.id/ojs32/index.php/BILANCIA/articl
e/view/404

Martina, J., & Yuniati, T. (2019). Pengaruh Faktor Internal dan Faktor Eksternal
Terhadap Harga Saham Perusahaan Farmasi yang Terdaftar di BEI. Jurnal
Ilmu Dan Riset Manajemen, 8(1), 1–18.

Nurfadillah, M. (2011). ANALISIS PENGARUH EARNING PER SHARE,


DEBT TO EQUITY RATIO DAN RETURN ON EQUITY TERHADAP
HARGA SAHAM PT UNILEVER INDONESIA Tbk. Jurnal Manajemen
Dan Akuntansi, 12(1), 45–50.

Pandey, M. K. (2019). The Effect of Internal and External Factors on the Stock
Price of Pharmaceutical Companies in Emerging and Emerged Markets.
European Journal of Business and Management, 11(36), 162–199.

79
https://doi.org/10.7176/ejbm/11-36-18

Pitasari, D. N. (2018). PENGARUH FAKTOR FUNDAMENTAL DAN MAKRO


EKONOMI TERHADAP HARGA SAHAM PERUSAHAAN ROKOK DI
BEI. Jurnal Ilmu Dan Riset Manajemen, 7(3), 1–18.

Rahmadewi, P. W., & Abundanti, N. (2018). Pengaruh EPS , PER , CR , dan ROE
Terhadap Harga Saham di Bursa Efek Indonesia. E-Jurnal Manajemen
Unud, Vol. 7, No. 4, 2018: 2106-2133, 7(4), 2106–2133.

Rianti, A. (2015). Pengaruh ROE, EPS, Tingkat Bunga SBI, Tingkat Inflasi dan
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Harga Saham di Bursa Efek Indonesia.
Perbanas Review, 1 NOMOR 1(November), 72–86.

Ridwan, M., & Diyani, L. A. (2018). Pengaruh Rasio Keuangan dan Pertumbuhan
Penjualan Terhadap Harga Saham. Kalbi Socio Jurnal Bisnis Dan
Komunikasi, 5(1), 1–7.

Sa’aadah, L. N., & LKhuzaini. (2019). Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs, dan
Pertumbuhan PDB terhadap Harga Saham. Jurnal Ilmu Dan Riset
Manajemen, 8(4), 1–21.

Sukirno, Sadono. 2013. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers

Tresnasari, D., & Triyonowati. (2019). Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap


Harga Saham Pada Sektor Food and Beverages. Jurnal Ilmu Dan Riset
Manajemen, 8(2), 1–18.

Tumandung, C., Murni, S., & Baramuli, D. (2017). Analisis Pengaruh Kinerja
Keuangan terhadap Harga Saham pada Perusahaan Makanan dan Minuman
yang Terdaftar di BEI Periode 2011 – 2015. Jurnal Riset Ekonomi,
Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 5(2), 1728–1737.

Wardana, M. G. W., & Fikri, M. A. (2019). Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap


Harga Saham Pada Perusahaan Properti dan Real Estate yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Jurnal Fokus Manajemen Bisnis, 9(2), 206.
https://doi.org/10.12928/fokus.v9i2.1560

80
Widjaya, J. S., Widayanti, R., & Colline, F. (2016). Pengaruh Rasio Keuangan
dan Pertumbuhan Penjualan terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ilmiah Manajemen Bisnis,
16(2), 105–118.

Wijayanti, K. D. D., & Sulasmiyanti, S. (2018). Pengaruh Faktor Internal dan


Eksternal Perusahaan Terhadap Harga Saham (Studi Pada Perusahaan Sektor
Pertambangan yang Terdaftar di Daftar Efek Syariah Periode 2013-2016).
Jurnal Administrasi Bisnis, 55(2), 1–14.

Witantri, Y. M., & Sugiyono. (2019). Pengaruh Faktor Fundamental Mikro dan
Makro Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan LQ45 yang Terdaftar di
BEI. Jurnal Ilmu Dan Riset Manajemen, 8(1), 1–18.

Worokinasih, A. R. H. S. (2018). Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, dan Nilai Tukar


Rupiah Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek
Indonesia. Jurnal Administrasi Bisnis, 6(2).
https://doi.org/10.22219/jmb.v6i2.5638

www.bentoelgroup.com diakses tanggal 21 Desember 2020 pukul 08.00 WIB

www.bi.go.id diakses tanggal 26 September 2020 pukul 16.45 WIB

www.bps.go.id diakses tanggal 30 November 2020 pukul 19.00 WIB

www.databoks.co.id diakses pada tanggal 16 September 2020 pukul 15.00 WIB

www.finance.yahoo.com diakses tanggal 22 November 2020 Pukul 11.00 WIB

www.gudanggaramtbk.com diakses tanggal 20 Desember 2020 pukul 21.00 WIB

www.idx.co.id diakses tanggal 22 November 2020 pukul 11.30 WIB

www.sahamok.com/ diakses tanggal 2 September 2020 pukul 15.30 WIB

www.sampoerna.com diakses anggal 20 Desember 2020 pukul 21.00 WIB

www.wismilak.com diakses tanggal 21 Desember 2020 pukul 08.00 WIB

81
82

Anda mungkin juga menyukai