SKRIPSI
Oleh:
Fauziah Abrorriati
201710325116
1
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Jakarta, 8
November 2020
MENYETUJUI,
Pembimbing I
NIDN 0325027901
2
LEMBAR PERNYATAAN
Skripsi yang berjudul “Pengaruh Earning Per Share (EPS), Return On Equity
(ROE), Tingkat Inflasi dan Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto
(PDB) Terhadap Harga Saham Perusahaan Sektor Industri Rokok yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2017-2020 Kuartal II” ini adalah
benar – benar merupakan hasil karya saya sendiri dan tidak mengandung materi
yang ditulis oleh orang lain kecuali pengutipan sebagai referensi yang sumbernya
telah dituliskan secara jelas sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini, saya
bersedia menerima sanksi dari Universitas Bhayangkara Jakarta Raya sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
Fauziah Abrorriati
201710325116
3
ABSTRAK
Fauziah Abrorriati, 201710325116. Pengaruh Earning Per Share (EPS),
Return On Equity (ROE), Tingkat Inflasi dan Laju Pertumbuhan Produk Domestik
Bruto (PDB) Terhadap Harga Saham Perusahaan Sektor Industri Rokok yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2017-2020 Kuartal II.
Penelitian ini tentang faktor internal yaitu kinerja keuangan perusahaan dan
faktor eksternal yaitu makroekonomi serta harga saham yang bertujuan untuk
menghitung, menguraikan dan memberikan ulasan mengenai pengaruh EPS,
ROE, Tingkat Inflasi dan Laju Pertumbuhan PDB baik secara parsial maupun
simultan terhadap harga saham perusahaan sektor industri rokok periode 2017-
2020 kuartal II dengam menggunakan hasil data laporan keuangan triwulan.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan termasuk kedalam penelitian
kausalitas. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive
sampling. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear
berganda dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 24. Selain itu
dilakukan juga analisis deskriptif, uji asumsi klasik, uji hipotesis dan uji koefisien
determinasi.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa secara parsial Earning Per
Share (X1) dan Return On Equity (X2) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Harga Saham, sedangkan Tingkat Inflasi (X3) dan Laju Pertumbuhan
PBD (X4) tidak berpengaruh secra signifik terhadap Harga Saham (Y). Hasil
pengujian secara simultan menunjukkan bahwa Earning Per Share (X1), Return
On Equity (X2), Tingkat Inflasi (X3) dan Laju Pertumbuhan PDB (X4)
berpengaruh secara signifikan terhadap Harga Saham (Y).
Kata Kunci : Earning Per Share, Return On Equity, Tingkat Inflasi, Laju
Pertumbuhan PDB, Harga Saham
4
ABSTRACT
The results of hypothesis testing show that partially Earning Per Share (X1)
and Return On Equity (X2) have a positive and significant effect on Stock Prices,
while the Inflation Rate (X3) and the Growth Rate of PBD (X4) do not have a
significant effect on Stock Prices (Y ). Simultaneous test results show that
Earning Per Share (X1), Return On Equity (X2), Inflation Rate (X3) and GDP
Growth Rate (X4) have a significant effect on Stock Prices (Y).
Keywords : Earning Per Share, Return On Equity, Inflation Rate, GDP Growth
Rate, Stock Price
5
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan
tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan dalam
jenjang pendidikan Strata Satu (S1) pada Program Studi Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Bhayangkara Jakarta Raya. Dalam kesempatan
ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Irjen Pol. (Purn) Dr. Drs. H. Bambang Karsono, S.H., M.M, selaku
Rektor Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
2. Ibu Dr. Istianingsih, M.S.Ak., CA., CSRA., CMA., CBV, selaku Dekan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bhayangkara Jakarta Raya.
3. Bapak M. Fadhli Nursal, S.E., M.M, selaku Kepala Program Studi
Manajemen.
4. Bapak Dr. Ir. Raden Achmad Harianto, M.M selaku Dosen Pembimbing
Akademik.
5. Bapak Adi Wibowo Noor Fikri, S.Kom, MBA selaku dosen pembimbing
yang selalu meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran,
masukan dan motivasi kepada penulis selama proses penyusunan skripsi
berlangsung hingga selesai.
6. Ayah, Mamah, beserta Kak Bella dan Kak Isah yang tidak pernah berhenti
mendoakan, memberikan semangat dan dukungan serta menggantungkan
harapan kepada penulis, menjadi motivator terbesar dalam hidup penulis.
7. Teman – teman Manajemen A3 serta Sahabat – Sahabat SMA-ku yang selalu
memberikan dukungan dan semangat yang tiada hentinya.
8. Semua pihak yang tidak disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu
penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.
6
Fauziah Abrorriati
BAB I
PENDAHULUAN
7
dan kadang menurun. Hal ini tergantung dari permintaan dan penawaran para
investor pada saham tersebut. Harga saham akan mengalami kenaikan jika
permintaan terhadap saham lebih besar daripada penawarannya, begitu pula
sebaliknya harga saham akan menurun jika penawaran terhadap saham lebih besar
daripada permintaannya.
Terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi harga saham, yaitu faktor
internal (fundamental) dan faktor eksternal (non fundamental). Faktor internal
adalah faktor yang berhubungan langsung dengan kondisi perusahaan atau faktor
yang berasal dari dalam perusahaan, seperti kinerja perusahaan dan kinerja suatu
perusahaan dapat dilihat dari laporan keuangan selama perusahaan beroperasi.
Baik buruknya kinerja keuangan perusahaan tercermin dari rasio – rasio keuangan
yang secara rutin diterbitkan oleh emiten. (Samsul, 2015:203). Sedangkan faktor
eksternal adalah faktor yang tidak berhubungan langsung dengan kondisi
perusahaan atau faktor yang berasal dari luar perusahaan, tetapi memiliki
pengaruh di dalam perusahaan, seperti inflasi, kurs valuta asing, tingkat suku
bunga dan pertumbuhan ekonomi (Amri & Subardjo, 2020).
Faktor internal yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rasio nilai pasar
dengan menggunakan alat ukur Earning Per Share (EPS) dan rasio profitabilitas
dengan menggunakan alat ukur Return On Equity (ROE) pada laporan keuangan
dan faktor eksternalnya adalah tingkat inflasi dan laju pertumbuhan Produk
Domestik Bruto (PDB).
Menurut Irham Fahmi (2016:83) Earning Per Share (EPS) atau pendapatan
per lembar saham merupakan suatu bentuk keuntungan tiap lembar saham yang
dimiliki dan diberikan kepada para pemegang saham. Semakin tinggi EPS yang
dihasilkan oleh perusahaan maka akan semakin besar earning yang diterima oleh
investor sehingga peningkatan EPS ini akan memberikan dampak positif terhadap
harga saham dipasar. Namun sebaliknya, semakin rendah nilai EPS yang
dihasilkan oleh perusahaan maka earning yang diterima oleh investor akan
semakin kecil sehingga penurunan EPS ini akan menurunkan harga saham yang
dapat menurunkan minat investor untuk menanamkan modalnya
8
yang akan diberikan pada investor. Prospek perusahaan yang baik dapat
ditunjukkan dengan pertumbuhan ROE karena berpotensi dalam peningkatan
keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan sehingga dapat meningkatkan
kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya dalam bentuk saham.
Semakin tinggi ROE berarti semakin efisien dan efektif perusahaan dalam
menggunakan modalnya sendiri, dengan begitu investor akan semakin percaya
untuk menanamkan modal yang diinvestasikannya pada perusahaan dan hal ini
berpengaruh positif bagi harga saham di pasar (Nurfadillah, 2011).
Inflasi merupakan suatu keadaan dimana harga barang dan jasa mengalami
kenaikan secara umum dan terus – menerus (Suparmono, 2018:158). Inflasi dapat
menimbulkan beberapa efek bagi perekonomian, salah satunya yaitu kegiatan
investasi pada saham dipasar modal. Inflasi yang tinggi dapat menyebabkan
peningkatan beban produksi pada perusahaan sehingga berdampak pada
menurunnya laba perusahaan.
9
tercatat di Bursa Efek Indonesia terdiri dari 5 perusahaan yaitu PT Gudang Garam
Tbk. (GGRM), PT Handjaya Mandala Sampoerna Tbk. (HMSP), PT Bentoel
International Investama Tbk. (RMBA), PT Wismilak Inti Makmur Tbk. (WIIM)
dan yang berbaru adalah PT Indonesian Tobacco Tbk. (ITIC)
(www.sahamok.com/). Industri rokok menjadi salah satu sektor industri yang
memberikan pemasukan besar di Indonesia. Berikut ini adalah data pendapatan
dan kenaikan cukai rokok tahun 2013 – 2020 :
Gambar 1.1 Grafik Pendapatan dan Kenaikan Cukai Rokok Periode 2013 -
2020
100
80 10.00%
60
40 5.00%
20
0 0.00%
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
10
merupakan penyumbang terbesar dalam pendapatan negara. Tren positif
pertumbuhan pendapatan negara pada cukai rokok ditunjukkan pada data Badan
Pusat Statistik yang memperlihatkan total penerimaan cukai sebesar Rp 44,68
triliun pada tahun 2007 dan terus mengalami peningkatan hingga Rp 158 triliun di
tahun 2019 dan dilihat dari total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN
cukai rokok menyumbang sekitar 9% – 11% (www.bolehmerokok.com). Oleh
karena itu, perusahaan sektor industri rokok dijadikan sebagai objek penelitian
pada penelitian ini.
11
menghasilkan tren laba yang positif. Laba bersih PT Gudang Garam Tbk (GGRM)
secara tahunan pada semester I tahun ini merosot 10.74% menjadi Rp 3,82 triliun
jika dibandingkan pada semester I 2019 yaitu Rp 4,28 triliun. Sedangkan untuk
PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) secara tahunan labanya turun 27,83% dari yang
sebelumnya Rp 6,77 triliun menjadi Rp 4,88 triliun. Merosotnya laba bersih PT
HM Sampoerna dikarenakan penjualan pada semester I tahun ini turun sebesar
11,8% dibandingan periode yang sama sebelumnya Rp 50,71 triliun menjadi Rp
44,73 triliun. Berbeda dengan dua perusahaan rokok yang lainnya. PT Indonesia
Tobacco Tbk pada semester I 2020 menghasilkan laba bersih yang meroket
sebesar 324,39% yoy menjadi 4,58 miliar dari yang sebelumnya 1,08 miliar, hal
ini dikarenakan pendapatan yang naik 27,39% menjadi Rp 100,92 miliar, dan
untuk PT Wismilak International Tbk menghasilkan laba yang meroket hingga
409,67% yoy menjadi Rp 43,6 miliar dari yang sebelumnya 8,55 miliar, hal ini
dikarenakan pendapatan yang naik sebesar 27,71% yoy menjadi Rp 829,26 miliar
(www.katadata.co.id).
12
In fl a si
Inflasi
9.00%
8.00%
7.00%
6.00%
5.00%
4.00%
3.00%
2.00%
1.00%
0.00%
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Berdasarkan data inflasi diatas, pada tahun 2013 inflasi berada di angka
8,38% diikuti dengan tahun 2014 di angka 8,36% dimana pada dua tahun ini
inflasi berada di tingkat yang tinggi kemudian inflasi menurun drastis pada tahun
2015 di angka 3,35% dan mengalami fluktuatif yang stabil pada tahun 2016
hingga 2019. Pada umumnya inflasi yang naik turunnya stabil adalah inflasi yang
baik, karena biasanya pemerintah akan memiliki kebijakan – kebijakan yang akan
berdampak pada sektor usaha sehingga harga saham akan turut terjaga dengan
baik. Namun jika inflasi meningkat ataupun menurun drastis maka akan
berpengaruh terhadap harga saham. Semakin tinggi tingkat inflasi maka harga
barang domestik akan meningkat karena naiknya biaya bahan baku dan terjadi
pembengkakan pada biaya produksi. Hal ini akan berakibat pada menurunnya laba
operasional, laba kotor dan laba bersih perusahaan. Sehingga jika beban
perusahaan membengkak dan laba bersih yang dihasilkan perusahaan menurun
maka akan menurunkan ekspektasi pelaku pasar terhadap harga saham
perusahaan.
13
berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham. Berbeda dengan penelitian
yang dilakukan oleh Jonathan et al. (2016) yang menunjukkan hasil bahwa secara
parsial Earning Per Share berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham
sedangkan Return On Equity tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Rahadiyan dan Anang (2020)
menyatakan bahwa secara parsial Inflasi dan Pertumbuhan PDB berpengaruh
positif terhadap harga saham. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Herry dan Prita (2016) yang menunjukkan hasil bahwa secara parsial Inflasi dan
Pertumbuhan PDB tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham.
14
1.2 Rumusan Masalah
15
2. Untuk menghitung, menguraikan dan memberikan ulasan mengenai
Pengaruh Return On Equity (ROE) terhadap Harga Saham pada
Perusahaan Sektor Industri Rokok yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2017 – 2020 Kuartal II.
3. Untuk menghitung, menguraikan dan memberikan ulasan mengenai
Pengaruh Inflasi terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sektor
Industri Rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2017 –
2020 Kuartal II.
4. Untuk menghitung, menguraikan dan memberikan ulasan mengenai
pengaruh Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap
Harga Saham pada Perusahaan Sektor Industri Rokok yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2017 – 2020 Kuartal II.
5. Untuk menghitung, menguraikan dan memberikan ulasan mengenai
pengaruh Earning Per Share (EPS), Return On Equity (ROE), Tingakt
Inflasi dan Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PBD) terhadap
Harga Saham pada Perusahaan Sektor Industri Rokok yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2017 – 2020 Kuartal II.
16
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan para
investor maupun calon investor dalam mengambil keputusan
berinvestasi dimasa yang akan datang dengan melihat faktor apa saja
yang dapat mempengaruhi harga saham.
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.
17
Pada bab ini menguraikan mengenai profil atau organisasi perusahaan, hasil
analisis data, dan pembahasan hasil penelitian
BAB V : PENUTUP
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
18
Irsad dan Silvia (2018) menjelaskan produk – produk yang terdapat dalam
pasar modal antara lain :
1. Saham
Saham adalah tanda bukti penyertaan dalam modal dasar suatu perseroan
terbatas, sehingga dikeluarkan surat kolektif / surat saham kepada para
pemegang saham.
2. Obligasi
Obligasi merupakan suatu surat pernyataan utang yang berasal dari
perusahaan yang ditujukan oleh para pembeli pinjaman, yang dimana
merupakan para pembeli obligasi. Obligasi dapat disebut juga sebagai
surat utang jangka panjang dengan rentang waktu sekurang – kurangnya
3 tahun.
3. Reksadana
Reksadana merupakan suatu bentuk sertifikat yang menjelaskan
penitipan uang dari pemilik kepada pengelola reksadana dimana uangnya
digunakan sebagai modal untuk berinvestasi di pasar uang atau pasar
modal (Masruroh, 2015).
2.1.2 Saham
19
Adapun menurut Bodie, et al (2014:42) bahwa yang disebut dengan saham
merupakan bagian kepemilikan di dalam suatu perusahaan yang dimana
pemiliknya diberikan hak satu suara setiap lembarnya.
Irham Fahmi (2016:271) menyatakan bahwa terdapat dua jenis saham yang
paling umum dikenal oleh publik di dalam pasar modal, antara lain :
20
2.1.3 Harga Saham
1. Nominal price merupakan nilai yang telah ditetapkan oleh emiten untuk
menilai tiap per lembar saham yang dikeluarkan.
2. Inictal price merupakan harga sebelum saham tercatat di bursa efek,
setelah bernegosiasi dengan peminjam emisi maka akan dijual kepada
masyarakat dan selanjutnya peminjam emisi juga membuka counter
untuk melakukan penjualan saham emiten.
3. Market price adalah harga jual antara investor yang satu dengan
investor yang lain. Harga terjadi apabila saham tersebut sudah tercatat
di Bursa Efek Indonesia. Dalam transaksi ini emiten dan penjamin
saham tidak lagi dilibatkan.
21
2.1.4 Faktor Internal
Juwita dan Tri (2019) mendefinisikan faktor internal sebagai faktor yang
berasal dari perusahaan itu sendiri yang dapat mempengaruhi suatu obyek. Faktor
ineternal merupakan faktor yang sangat mempengaruhi harga saham.
22
Menurut Harahap (2013) rasio keuangan merupakan angka yang diperoleh
dari hasil perbandingan antara pos laporan keuangan yang satu dengan pos yang
lainnya yang memiliki hubungan yang relevan dan signifikan.
23
2.1.6 Analisis Rasio Keuangan
Menurut Irham Fahmi (2016:82) rasio nilai pasar merupakan rasio yang
dapat menggambarkan kondisi atau keadaan yang terjadi di pasar. Rasio ini dapat
memberikan pemahaman bagi pihak manajemen dalam perusahaan terhadap
kondisi penerapan yang akan dilaksanakan serta dampaknya di masa yang akan
datang.
Adapun menurut Brigham dan Houston (2013) rasio nilai pasar merupakan
rasio yang diungkap dalam basis per saham yang menunjukkan informasi penting
perusahaan.
Menurut Tandelilin (2010) Earning Per Share merupakan salah satu rasio
keuangan yang menandakan besar kecilnya keuntungan tiap per lembar saham
yang diterima oleh investor. EPS dapat memberikan informasi penting yang
24
mendasar bagi para investor karena dapat memproyeksi pendapatan yang
diperoleh perusahaan di masa depan.
Menurut Irfan Fahmi (2016:82) Return On Equity atau dapat disebut juga
dengan laba atas equity dan dalam beberapa referansi disebut juga dengan
perputaran total asset merupakan suatu rasio yang mengkaji sejauh mana
perusahaan mampu memberikan laba atas ekuitas pada sumber daya yang
dimiliki.
25
Hery (2015:228) mendefinisikan Return On Equity atau hasil pengembalian
atas modal merupakan rasio yang menunjukkan seberapa besar modal
memberikan kontribusi dalam menghasilkan laba bersih.
2.1.12 Inflasi
26
Menurut Sukirno (2013:14) inflasi merupakan proses terjadinya kenaikan
pada harga – harga yang berlaku dalam suatu perekonomian.
27
3. Inflasi berat, yaitu kondisi dimana mulai terjadinya kelumpuhan pada
sektor – sektor ekonomi kecuali yang dikuasai negara. Skala inflasinya
berkisar antara 30% - 100% per tahun.
4. Hyper Inflation atau dapat dikatakan inflasi yang sangat berat, dimana
inflasi yang terjadi pada jaman perang dunia kedua, dengan adanya
kebutuhan perang uang dicetak berlebihan, dan inflasi ini masih ada
hingga sekarang bagi antar negara yang sedang berkonflik atau
berperang.
28
dari penduduk asli di negara tersebut maupun penduduk asing yang tinggal di
negara tersebut.
29
terhadap harga
saham.
2 Jonathan et Hasil penelitian Analisis 1. Metode 1. Tidak ada
al. (2016) menunjukkan Regresi analisis variabel
bahwa : Linear data yang pertumbuh
“Pengaruh
Rasio Secara Parsial Berganda digunakan an
Keuangan variabel EPS 2. Variabel pernjualan
dan berpengaruh bebas EPS 2. Objek
Pertumbuhan positif signifikan, da ROE. penelitian
Penjualan sedangkan ROE
Variabel
Terhadap dan
pertumbuhan terikat
Harga Saham harga
Perusahaan pernjualan tidak
berpengaruh saham
Manufaktur
yang signifikan
Terdaftar di terhadap harga
Bursa Efek saham.
Indonesia”
3 Rahadiyan Hasil penelitan Analisis 1. Metode 1. Tidak ada
dan Anang menunjukkan Regresi analisis variabel
(2020) bahwa : Linear yang pertumbu
“Pengaruh Secara Parsial Berganda digunakan han
variabel inflasi, 2. Variabel penjualan
Inflasi,
pertumbuhan bebas dan ROA
Pertumbuhan
PDB, infasi dan 2. Objek
Ekonomi,
pertumbuhan pertumbu penelitian
Pertumbuhan
penjualan dan han PDB.
Penjualan,
ROA Variabel
dan
berpengaruh terikat
Profitabilitas
positif terhadap harga
Terhadap
harga saham. saham
Harga
Saham”
4 Herry dan Hasil penelitian Analisis 1. Metode 1. Tidak ada
Prita (2016) menunjukkan Regresi analisis variabel
bahwa : Linear yang ukuran
“Pengaruh
Tingkat Secara Parsial Berganda digunakan perusahaan,
Inflasi, variabel tingkat 2. Variabel DER dan
Pertumbuhan inflasi dan bebas ROA.
PDB, Ukuran pertumbuhan tingkat 2. Objek
Perusahaan, PDB tidak inflasi dan penelitian
Leverage, dan berpengaruh pertumbuh
Profitabilitas signifikan an PDB.
Terhadap terhadap harga Variabel
Harga Saham saham, terikat
Pada sedangkan untuk harga
variabel ukuran
30
Perusahaan perusahaan dan saham
Sektor profitabilitas
Properti dan berpengaruh
Real Estate positif dan
yang signifikan
Terdaftar di terhadap harga
Bursa Efek saham serta
Indonesia variabel leverage
Periode 2005- berpengaruh
2013” secara signifikan
terhadap harga
saham.
31
Terhadap berpengaruh ROE dan Penelitian
Harga Saham terhadap Harga EPS.
Perusahaan Saham. Variabel
Rokok di Secara Parsial terikat
BEI” EPS, PER, nilai harga
tukar saham
berpengaruh
signifikan
terhadap harga
saham,
sedangkan ROI
dan inflasi tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap harga
saham.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
32
semakin rendah nilai eps suatu perusahaan maka akan semakin rendah harga
sahamnya sehingga hal ini membuat investor tidak tertarik dalam
menanamkan modalnya.
33
harga barang domestik akan meningkat karena naiknya biaya bahan baku
dan terjadi pembengkakan pada biaya produksi sehingga daya beli
masyarakat akan menurun. Hal ini akan berakibat pada menurunnya laba
operasional, laba kotor dan laba bersih perusahaan. Menurunnya laba
perusahaan merupakan sinyal negatif bagi para investor untuk berinvestasi.
Harga saham perusahaan akan menurun karena kurangnya permintaan
investor terhadap saham di perusahaan tersebut (Sunariyah, 2011:23).
34
meningkatkan keuntungan perusahaan yang akan berdampak pula pada
meningkatnya harga saham.
(X1)
(X2)
H1
H2
H3
H4
Keterangan :
Harga Saham (Y)
H5
Keterangan :
35
H1 : Earning Per Share berpengaruh terhadap Harga Saham Perusahaan Sektor
Industri Rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2017 – 2020
kuartal II.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
36
untuk mengetahui sebab atau akibat antara dua variabel atau lebih. Data yang
digunakan adalah data sekunder merupakan data yang tidak diambil langsung oleh
subjek atau objek penelitian. Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari
website resmi Bursa Efek Indonesia, Finance, Bank Indonesia dan Badan Pusat
Statistik. Penelitian ini merupakan penelitian yang meneliti mengenai pengaruh
Earning Per Share, Return On Equity, Tingkat Inflasi dan Laju Pertumbuhan
PDB sebagai variabel independen terhadap variabel dependennya yaitu Harga
Saham pada perusahaan sektor industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2017-2020 kuartal II.
MULAI
Survey Literatur
Identifikasi Masalah
Merumuskan dan
Membatasi Masalah
Studi Pustaka
Hipotesis
Menentukan Desain Penelitian
1. Penelitian Kuantitatif
Menentukan Metode Penelitian
2. Penelitian
Analisis Regresi Linear
Kausalitas 3.
Berganda 37
Data Sekunder
Mengumpulkan
Pengolahan Data
SPSS Versi 24
Analisis Data
Kesimpulan
SELESAI
(X1)
(X2)
H1
H2
H3
H4
Harga Saham (Y
38
H5
39
membaginya dengan rata-rata tertimbang saham biasa yang beredar
(Pandey, 2019).
Data Earning Per Share pada penelitian ini diperoleh dari neraca
dan laporan laba rugi pada laporan keuangan triwulan yang tersedia di
website resmi Bursa Efek Indonesia www.idx.co.id. Satuan ukuran
yang digunakan pada data EPS dalam penelitian ini adalah rupiah.
40
Bursa Efek Indonesia www.idx.co.id. Satuan ukuran yang disajikan
pada data ROE dalam penelitian ini adalah presentase.
c. Inflasi
Data inflasi yang digunakan pada penelitian ini adalah data tingkat
inflasi per triwulan atau per tiga bulan yang diperoleh dari website
resmi Bank Indonesia www.bi.go.id. Satuan ukuran yang digunakan
pada data tingkat inflasi dalam penelitian ini adalah presentase.
a. Harga Saham
41
Jogiyanto (2015:143) mengemukakan bahwa harga saham
merupakan harga yang berlaku dalam per lembar saham dan harga
saham terbentuk dari permintaan dan penawaran saham di pasar bursa
efek. Harga saham dapat meningkat atau menurun dalam waktu yang
begitu cepat bahkan dapat berubah dalam hitungan menit ataupun detik.
Hal ini tergantung dari penawaran dan permintaan antara penjual
dengan pembeli saham.
Data harga saham yang digunakan pada penelitian ini adalah data
harga saham per tiga bulan atau per kuartal yang bersumber dari
www.finance.yahoo.com Satuan ukuran yang digunakan pada harga
saham dalam penelitian ini adalah rupiah.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah non
probability sampling yaitu tidak semua populasi diberikan kesempatan untuk
terpilih atau dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2015:141). Teknik sampling yang
digunakan adalah teknik purposive sampling, teknik ini merupakan teknik dalam
pengambilan sampel dengan pertimbangan kriteria – kriteria tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti terhadap objek penelitian yang akan diteliti (Sugiyono,
2014:68).
42
Berikut ini adalah kriteria atau pertimbangan dalam pemilihan sampel serta
daftar perusahaan yang dapat dijadikan sampel yang menjadi dasar penelitian ini
pada perusahaan sektor industri rokok sebagai berikut :
43
3.7 Metode Analisis Data
Suatu model regresi harus terbebas dari asumsi klasik agar menghasilkan
estimator yang terbaik pada SPSS. Uji asumsi klasik dapat digunakan dengan
tujuan untuk mengetahui serta menguji kelayakan yang digunakan pada model
regresi. Berikut adalah beberapa uji yang digunakan agar terbebas dari asumsi
klasik :
a. Uji Normalitas
44
a) Jika nilai signifikan > 0,05 menunjukkan bahwa residual
berdistribusi normal
b) Jika nilai signifikan < 0,05 menunjukkan bahwa residual tidak
berdistribusi normal
b. Uji Multikolinieritas
a) Jika nilai tolerance < 0,1 dan VIF > 10, maka terjadi
multikolinearitas
45
b) Jika nilai tolerance > 0,1 dan VIF < 10, maka tidak terjadi
multikolinearitas
c. Uji Heteroskedastisitas
46
2) Tidak ada autokorelasi apabila angka Durbin-Watson diantara -2
sampai 2
3) Autokorelasi negatif apabila angka Durbin-Watson diatas 2
Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah adalah analisis
regresi linear berganda dengan tujuan untuk memperoleh gambaran secara
keseluruhan mengenai hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang
lainnya.
47
3.7.4 Uji Hipotesis (Uji t)
Uji t atau yang dikenal juga dengan uji parsial merupakan uji yang
digunakan untuk menguji bagaimana pengaruh pada variabel bebas secara
masing – masing terhadap variabel terikat. Uji t dapat digunakan untuk
mengetahui tingkat signifikan pengaruh variabel – variabel independen
terhadap variabel dependen secara parsial. Pengambilan keputusan pada uji t
dapat dilakukan berdasarkan dari perbandingan nilai antara t hitung dengan t
tabel. Sanusi (2011).
Uji F atau yang dikenal dengan Uji Simultan atau Uji Anova yaitu
dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel – variabel independen
terhadap variabel dependen secara bersama – sama (simultan). Pengambilan
keputusan dapat dilakukan berdasarkan dari perbandingan nilai antara Fhitung
dengan Ftabel Sanusi (2011).
48
bahwa kemampuan variabel independen terbatas dalam menjelaskan variabel
dependen. Jika nilainya mendekati angka 1 maka variabel independen hampir
dapat memberikan semua informasi yang dibutuhkan yang berkaitan dengan
variabel dependen (Ghozali, 2016:95).
BAB IV
PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) pertama kali berdiri di kota Kediri, Jawa
Timur pada tahun 1958. Perusahaan rokok ini merupakan salah satu perusahaan
industri rokok terkemuka di Indonesia. PT Gudang Garam Tbk. juga merupakan
penghasil rokok kretek berkualitas tinggi yang sudah terkenal luas baik di dalam
negeri maupun mancanegara. Sejarah berdirinya perusahaan rokok ini berawal
dari sebuah industri rumahan di titik berdirinya pada tahun 1958 dengan produk
yang diproduksi adalah Sigaret Kletek Klobot (SKL) dan Sigaret Kretek Linting-
Tangan (SKT) kemudian tumbuh dan berkembang dengan tata kelola perusahaan
yang baik hingga kini bertambah dengan Sigaret Kretek Linting-Mesin (SKM).
Pencapaian yang diperoleh gudang garam tidak terlepas dari peran penting
sang pendiri yaitu Surya Wonowidjojo yang dikenal sebagai sosok pemimpin
yang sangat memperhatikan kesejahteraan karyawannya hingga pada akhirya
beliau meninggal dunia pada 28 agustus 1985 yang meninggalkan kesan
49
mendalam yang bukan hanya dimata karyawan saja tetapi juga dihati masyarakat
Kediri dan sekitarnya.
PT Gudang Garam Tbk. sangat memprioritaskan kesejahteraan
karyawannya mulai dari keselamatan kerja karyawannya hingga pengadaan
fasilitas kesehatan dan fasilitas olahraga. Selain itu diselenggarakan pula pelatihan
di bidang kepemimpinan, keterampilan teknik, manajerial dan administrasi dari
waktu ke waktu baik itu dari dalam perusahaan maupun diluar perusahaan.
Tercatat pada akhir tahun 2019 gurang garam serta anak perusahaan telah
menyediakan lapangan kerja bagi 32.491 orang (www.gudanggaramtbk.com).
50
PT Handjaya Mandala Sampoerna Tbk. mengelola lebih dari 23.000
karyawan tetap yang termasuk anak perusahaan dengan tim manajemen yang
menerapkan sistem kelas dunia dan praktek global terbaik. Sebanyak 38 Mitra
Produksi Sigaret (MPS) bekerja sama dengan sampoerna dimana pabriknya
tersebar di pulau jawa dengan mempekerjakan sekitar 37.700 orang untuk
produksi produk – produk Sigaret Kretek tangan (SKT). Dalam menjual serta
mendistribusikan rokok, sampoerna melalui 112 lokasi kantor cabang, kantor
penjualan dan pusat distribusi yang berada diseluruh pelosok Indonesia
(www.sampoerna.com).
51
Berikut ini adalah berbagai jenis produk diproduksi dan dipasarkan oleh PT
Bentoel Internasional Investama Tbk, diantaranya adalah:
a. Rokok Kretek Tangan
Proses pembuatan rokok kretek ini yaitu dilinting dengan menggunakan
tangan.
b. Rokok Kretek Mesin Mild
Proses pembuatan rokok dengan menggunakan mesin, kandungan tar dari
rokok kretek ini lebih rendah dibandingkan rokok kretek mesin regular.
Brand yang berada dalam kategori rokok kretek ini adalah Club Mild,
Lucky Strike Mild dan Dunhill Mild.
c. Rokok Kretek Mesin Regular
Proses pembuatan rokok dengan mengguankan mesin, kandungan tar dari
rokok kretek ini lebih tinggi dibandingkan rokok kretek mesin mild. Brand
yang berada dalam kategori rokok kretek ini adalah Dunhill Filter.
Jenis rokok yang diproduksi oleh bentoel rata – rata berbahan baku
tembakau dan cengkeh, hanya jenis rokok putih mesin saja yang bahan
bakunya hanya tembakau (www.bentoelgroup.com).
PT Wismilak Inti Makmur Tbk. (WIIM) didirikan pada tahun 1962 yang
berpusat di Surabaya. Perusahaan ini listing pada tahun 2012 yang merupakan
holding company dari PT Gawih Jaya (distributor) dan PT Gjola Djaja (produsen).
Pada akhir tahun 2018 wismilak memiliki 5 fasilitas produksi, 19 area distribusi, 2
stock point, 4 sentra logistic regional dan 30 agen yang tersebar di seluruh
Indonesia.
52
PT Wismilak Inti Makmur Tbk memproduksi jenis rokok Sigaret Kretek
tangan (SKT) dan Sigaret Kretek mesin (SGM). Kegiatan usaha yang dilakukan
oleh wismilak mencakup berbagai bidang, seperti produksi pada bumbu rokok,
filter serta kelengkapan rokok lainnya, pemasaran dan penjualan rokok berserta
kelengkapannya, dan penyertaan produsen rokok kretek (www.wismilak.com).
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
EPS 41 .31 5655.00 839.9390 1439.49670
ROE 41 -2.04 3.65 1.7937 1.36915
TI 41 .91 1.47 1.1744 .14130
LPPDB 41 1.09 1.66 1.5849 .14183
HARGA SAHAM 41 2.18 5.67 4.0471 1.19056
Valid N (listwise) 41
Sumber : Data sekunder diolah oleh peneliti
a. Harga Saham
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa harga saham memiliki nilai
terendah (minimum) sebesar 2,18 dan nilai tertinggi (maximum) sebesar 5,67
selama periode 2017 hingga 2020 kuartal II. Nilai rata – rata (mean) sebesar
4,0471 yang menunjukkan rata – rata harga saham pada perusahaan sektor
53
industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2017 hingga
2020 kuartal II. Simpangan baku (standar deviation) sebesar 1,19056
menunjukkan bahwa harga saham memiliki nilai yang menggambarkan besaran
sebaran dari suatu data (menyimpang) dari rata – rata sebesar 1,19056 selama
periode 2017 hingga 2020 kuartal II.
b. Earning Per Share (EPS)
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa earning per share memiliki
nilai terendah (minimum) sebesar 0,31 dan nilai tertinggi (maximum) sebesar
5655,00 selama periode 2017 hingga 2020 kuartal II. Nilai rata – rata (mean)
sebesar 839,9390 yang menunjukkan bahwa rata – rata kemampuan perusahaan
dalam perbandingan menghasilkan laba tiap lembar saham dengan
menggunakan laba bersih yang diperoleh pada perusahaan sektor industri
rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2017 hingga 2020 kuartal
II. Simpangan baku (standar deviation) sebesar 1439,49670 menunjukkan
bahwa earning per share memiliki nilai yang menggambarkan besaran sebaran
suatu data (menyimpang) dari rata – rata sebesar 1439,49670 selama periode
2017 hingga 2020 kuartal II.
c. Return On Equity (ROE)
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa return on equity memiliki nilai
terendah (minimum) sebesar -2,04 dan nilai tertinggi (maximum) sebesar 3,65
selama periode 2017 hingga 2020 kuartal II. Nilai rata – rata (mean) sebesar
1,7937 yang menunjukkan bahwa rata – rata kemampuan perusahaan dalam
perbandingan menghasilkan laba dengan menggunakan total ekuitas yang
diperoleh pada perusahaan sektor industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2017 hingga 2020 kuartal II. Simpangan baku (standar
deviation) sebesar 1,36915 menunjukkan bahwa earning per share memiliki
nilai yang menggambarkan besaran sebaran suatu data (menyimpang) dari rata
– rata sebesar 1,36915 selama periode 2017 hingga 2020 kuartal II.
d. Tingkat Inflasi
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa tingkat inflasi memiliki nilai
terendah (minimum) sebesar 0,91 dan nilai tertinggi (maximum) sebesar 1,47
selama periode 2017 hingga 2020 kuartal II. Nilai rata – rata (mean) sebesar
54
1,1744 yang menunjukkan bahwa rata – rata tingkat inflasi sehingga tidak
mempengaruhi perusahaan sektor industri rokok yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2017 hingga 2020 kuartal II. Simpangan baku (standar
deviation) sebesar 0,14130 menunjukkan bahwa tingkat inflasi memiliki nilai
yang menggambarkan besaran sebaran suatu data (menyimpang) dari rata –
rata sebesar 0,14130 selama periode 2017 hingga 2020 kuartal II.
e. Laju Pertumbuhan PDB
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan PDB
memiliki nilai terendah (minimum) sebesar 1,09 dan nilai tertinggi (maximum)
sebesar 1,66 selama periode 2017 hingga 2020 kuartal II. Nilai rata – rata
(mean) sebesar 1,5849 yang menunjukkan rata – rata laju pertumbuhan PDB
sehingga tidak mempengaruhi perusahaan sektor industri rokok yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia periode 2017 hingga 2020 kuartal II. Simpangan baku
(standar deviation) sebesar 0,14183 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan
PDB memiliki nilai yang menggambarkan besaran sebaran suatu data
(menyimpang) dari rata – rata sebesar 0,14183 selama periode 2017 hingga
2020 kuartal II.
55
lebih dari 0,05. Namun sebaliknya, jika nilai Asymp.Sig (2-tailed) kurang dari
0,05 maka data dapat dikatakan data tidak terdistribusi normal.
Berikut ini hasil uji normalitas dengan pendekatan Kolmogorov-Smirnov
ditunjukkan pada tabel berikut :
Berdasarkan hasil uji normalitas output SPSS pada tabel diatas dapat
dilihat bahwa nilai Asymp.Sig (2-tailed) sebesar 0,126 , hasil yang diperoleh
lebih besar dari taraf signifikan yang telah ditentukan yaitu 0,05 (0,126 >
0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal dan layak
untuk diolah lebih lanjut.
b. Pendekatan Grafik
Dalam pendekatan grafik Normal P-P Plot of Regression Standardized
Residual data dapat dikatakan memenuhi asumsi normalitas apabila titik –
titik yang menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti garis arah
diagonalnya.
Berikut ini hasil uji normalitas dengan pendekatan grafik :
56
Sumber : Data sekunder diolah oleh peneliti
Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas
Berdasarkan gambar 2.1 grafik normal Normal P-P Plot of Regression
Standardized Residual diatas, dapat dilihat bahwa titik – titik tersebar
disekitar garis diagonal dan mengikuti garis arah diagonal 0 pada pertemuan
sumbu X dan Y, sehingga dapat disimpulkan bahwa data tersebut
berdistribusi normal dan model regresi layak untuk digunakan.
Berikut ini adalah hasil uji multikolinieritas yang ditunjukkan pada tabel
sebagai berikut :
57
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta T Sig. Tolerance VIF
1(Constant) 2.554 1.487 1.718 .094
EPS .001 .000 .621 6.017 .000 .880 1.136
ROE .308 .090 .355 3.421 .002 .873 1.146
TI .663 .818 .080 .810 .423 .964 1.037
LPPDB -.169 .826 -.020 -.205 .839 .957 1.045
a. Dependent Variable: HARGA SAHAM
Sumber : Data sekunder diolah oleh peneliti
Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinieritas
Nilai tolerance pada varibel Earning Per Share sebesar 0,880 kurang dari
10 (0,880 < 10) dan nilai VIF sebesar 1,136 lebih besar dari 0,1 (1,136 >
0,1) sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terjadi gejala multikolinieritas
pada variabel Earning Per Share.
Nilai tolerance pada variabel Return On Equity sebesar 0,873 kurang dari
10 (0,873 < 10) dan nilai VIF sebesar 1,146 lebih dari 0,1 (1,146 > 0,1)
sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terjadi gelaja multikolinieritas
pada varieabel Return On Equity.
Nilai tolerance pada variabel Tingkat Inflasi sebesar 0,964 kurang dari
10 (0,964 < 10) dan nilai VIF sebesar 1,037 lebih dari 0,1 (1,037 > 0,1)
sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terjadi gelaja multikolinieritas
pada varieabel tingkat inflasi.
Nilai tolerance pada variabel Laju Pertumbuhan PDB sebesar 0,957
kurang dari 10 (0,957 < 10) dan nilai VIF sebesar 1,045 lebih dari 0,1
(1,045 > 0,1) sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terjadi gelaja
multikolinieritas pada varieabel laju pertumbuhan PDB.
58
Berdasarkan hasil analisis data pada uji multikolinieritas diatas, dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas antara variabel independen yang
satu dengan variabel independen yang lainnya.
59
4.2.2.4 Hasil Uji Autokorelasi
Berikut ini adalah hasil uji autokorelasi yang ditunjukkan pada tabel
sebagai berikut:
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
a
1 .814 .662 .625 .72873 1.264
a. Predictors: (Constant), LPPDB, EPS, TI, ROE
b. Dependent Variable: HARGA SAHAM
Sumber : Data sekunder diolah oleh peneliti
Berdasarkan tabel hasil output SPSS diatas, dapat dilihat pada kolom
Durbin – Watson menunjukkan dilai D-W sebesar 1,264 nilai D-W ini berada
diantara -2 sampai 2, sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian ini tidak
mengalami autokorelasi.
60
B Std. Error
TI .663 .818
61
mengartikan bahwa setiap terdapat kenaikan 1 satuan pada variabel
tingkat inflasi, maka akan menaikkan harga saham sebesar 0,663
dengan ketentuan variabel lainnya dianggap konstan.
5. Variabel laju pertumbuhan PDB diperoleh nilai koefisien sebesar -0,169
yang menunjukkan adanya arah dengan hubungan yang negatif
(berlawanan) dan mengartikan bahwa setiap terdapat kenaikan 1 satuan
pada variabel laju pertumbuhan PDB, maka akan menurunkan harga
saham sebesar -0,169 dengan ketentuan variabel lainnya dianggap
konstan.
Apabila nilai t hitung lebih besar dari t tabel (thitung > ttabel) dapat
disimpulkan bahwa variabel independen independen berpengaruh terhadap
variabel dependen (Sanusi, 2011). Selain itu dengan nilai signifikansi 5% (α =
0,05). T tabel pada penelitian ini dapat dicari dengan derajat kebebasan df = n-k-1
pada signifikansi 0,05. Dari hasil perhitungan maka diperoleh t tabel sebesar
2,029.
Berikut ini adalah data tabel perhitungan regresi linear berganda pada hasil
output SPSS, diperoleh hasil :
Coefficientsa
62
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 2.554 1.487 1.718 .094
EPS .001 .000 .621 6.017 .000
ROE .308 .090 .355 3.421 .002
TI .663 .818 .080 .810 .423
LPPDB -.169 .826 -.020 -.205 .839
a. Dependent Variable: HARGA SAHAM
H01 = Earning Per Share tidak berpengaruh secara parsial terhadap harga
saham
Ha1 = Earning Per Share berpengaruh secara parsial terhadap harga saham
63
Ha2 = Return On Equity berpengaruh secara parsial terhadap harga saham
H03 = Tingkat Inflasi tidak berpengaruh secara parsial terhadap harga saham
64
Berdasarkan tabel hasil output diatas, diperoleh nilai koefisien sebesar
-0,169 menunjukkan adanya hubungan dengan arah negatif antara laju
pertumbuhan PDB terhadap harga saham. Nilai t hitung sebesar -0,205 lebih
kecil dari t tabel 2,029 (-0,205 < 2,029) dengan nilai signifikan sebesar
0,839 atau lebih besar dari 0,05 (0,839 > 0,05) Dari hasil tersebut
menunjukkan gagal dalam menolak H04 yang mengartikan bahwa laju
pertumbuhan PDB tidak berpengaruh terhadap harga saham secara parsial.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis keempat dalam penelitian ini
ditolak.
Adapun hasil output SPSS uji F pada tabel anova dalam penelitian ini
sebagai berikut :
ANOVAa
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 37.499 4 9.375 17.653 .000b
Residual 19.118 36 .531
Total 56.617 40
a. Dependent Variable: HARGA SAHAM
b. Predictors: (Constant), LPPDB, EPS, TI, ROE
Berdasarkan tabel anova pada hasil output SPSS diatas, maka dapat
dijelaskan hipotesis yang telah diajukan pada uji simultan sebagai berikut :
65
H05 = Earning Per Share, Return On Equity, tingkat inflasi dan laju
pertumbuhan PDB tidak berpengaruh secara simultan (serentak)
terhadap harga saham.
Ha5 = Earning Per Share, Return On Equity, tingkat inflasi dan laju
pertumbuhan PDB berpengaruh secara simultan (serentak) terhadap
harga saham.
Berikut ini adalah hasil output perhitungan SPSS untuk nilai koefisien
determinasi :
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
a
1 .814 .662 .625 .72873 1.264
a. Predictors: (Constant), LPPDB, EPS, TI, ROE
b. Dependent Variable: HARGA SAHAM
Sumber : Data sekunder diolah oleh peneliti
66
Earning Per Share, Return On Equity, tingkat inflasi dan laju pertumbuhan PDB
sebesar 62,5 % sedangkan sisanya sebesar 37,5 % dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak diteliti.
4.3 Pembahasan
67
positif signifikan terhadap harga saham perusahaan manufaktur bidang industri
barang dan konsumsi. Sejalan pula dengan penelitian Dian dan Tri (2018) yang
menunjukkan bahwa Earning Per Share berpengaruh signifikan terhadap harga
saham perusahaan rokok. Namun tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Pande dan Nyoman (2018) yang menyatakan bahwa Earning Per Share tidak
berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan otomotif dan
komponen.
68
tinggi. Sehingga dapat menarik minat investor untuk berinvestasi dan dapat
menaikkan harga saham.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Yeyen
dan Sugiyono (2019) yang menunjukkan bahwa Return On Equity berpengaruh
positif dan signfikan terhadap harga saham perusahaan LQ45. Namun tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pande dan Nyoman (2018) yang
menyatakan bahwa Return On Equity berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
harga saham perusahaan otomotif dan komponen. Tidak konsisten pula dengan
penelitian Jonathan et al. (2017) yang menyatakan bahwa Return On Equity tidak
berpengaruh signifikan terhadap harga saham manufaktur bidang industri barang
dan konsumsi.
69
Tidak berpengaruhnya secara signifikan antara tingkat inflasi terhadap harga
saham mengartikan bahwa perubahan pada tingkat inflasi tidak dapat dijadikan
sebagai acuan terhadap perubahan pada harga saham. Hal ini dikarenakan
perusahaan industri rokok terus mengalami peningkatan pada pendapatan cukai
disetiap tahunnya meskipun tidak terjadi kenaikan cukai yang mengartikan bahwa
konsumsi masyarakat terhadap rokok masih besar dan cenderung meningkat
disetiap tahunnya yang membuat perusahaan industri rokok memproduksi produk
dalam jumlah banyak sehingga meskipun terjadi inflasi tetapi permintaan
masyarakat terhadap produk rokok tetap stabil. Dengan adanya permintaan
masyarakat yang cenderung stabil maka pendapatan perusahaan juga akan stabil
yang akan berdampak pula pada keuntungan perusahaan yang stabil, sehingga
dengan hal ini membuat investor melihat bahwa terdapat prospek binsis yang baik
pada sektor industri rokok dan investor tetap tertarik untuk menanamkan
modalnya pada perusahaan.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian
dan Tri (2018) yang menunjukkan bahwa inflasi tidak berpengaruh signifikan
terhadap harga perusahaan rokok. Sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan
oleh Herry dan Prita (2016) bahwa inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap
harga saham perusahaan properti dan real estate. Namun tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rahadiyan dan Anang (2020) yang menyatakan
bahwa inflasi berpengaruh positif terhadap harga saham perusahaan properti dan
real estate. Tidak konsisten pula dengan penelitian Yeyen dan Sugiyono (2018)
yang menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
harga saham perusahaan LQ45.
70
dari nilai t tabel yaitu 2,029 (-0,205 < 2,029) menunjukkan bahwa laju
pertumbuhan PDB tidak berpengaruh terhadap harga saham dengan tingkat
signifikansi α = 0,05 diperoleh nilai signifikan sebesar 0,839 (0,839 > 0,05) yang
mengartikan tidak adanya pengaruh yang signifikan. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa variabel Laju Pertumbuhan PDB secara parsial tidak berpengaruh secara
signfikan dan bernilai negatif terhadap harga saham perusahaan sektor industri
rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2017-2020 kuartal II.
Adanya hubungan yang negatif antara laju pertumbuhan PDB dengan harga
saham disebabkan karena semakin tinggi laju pertumbuhan PDB suatu negara
mengindikasikan bahwa bertambah pula pendapatan masyarakat dan dengan
bertambahnya pendapatan masyarakat diharapkan masyarakat dapat menyisihkan
pendapatannya untuk berinvestasi di pasar modal. Namun pada kenyataannya
justru membuat masyarakat lebih konsumtif dengan naiknya pendapatan. Selain
itu masyarakat juga lebih tertarik untuk berinvestasi pada aset riil seperti rumah,
tanah dan emas. Hal ini dipicu karena rendahnya pengetahuan masyarakat
mengenai investasi di pasar modal.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis yang telah dibangun,
bahwa laju pertumbuhan PDB berpengaruh terhadap harga saham. Tidak
berpengaruhnya secara signifikan antara laju pertumbuhan PDB terhadap harga
saham mengartikan bahwa perubahan laju pertumbuhan PDB tidak dapat
dijadikan sebagai acuan dalam perubahan pada harga saham. Bertolak belakang
dengan teori yang dikemukakan oleh Bodie et al. (2009:177) bahwa salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi perubahan harga saham adalah Produk
Domestik Bruto, meningkatnya PDB dengan cepat dapat menunjukkan
perekonomian yang mengalami pertumbuhan. Selain itu, tidak berpengaruhnya
laju pertumbuhan PDB terhadap harga saham disebabkan karena kemungkinan
investor lebih melihat variabel lain dalam keputusan berinvestasi seperti dari sisi
internal perusahaan dengan melihat profitabilitas yang dihasilkan perusahaan.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Herry
dan Prita (2016) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan PDB tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap harga saham perusahaan sektor properti dan real estate.
71
Namun tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahadiyan dan Anang
(2020) yang menyatakan bahwa pertumbuhan PDB berpengaruh positif terhadap
harga saham perusahaan properti dan real estate.
4.3.5 Pengaruh Earning Per Share, Return On Equity, Tingkat Inflasi dan
Laju Pertumbuhan PBD Terhadap Harga Saham
Salah satu faktor penyebab utama naik turunnya harga saham perusahaan
sektor industri rokok diakibatkan oleh adanya kenaikan pada tarif cukai rokok.
Bagi pasar dan investor saham perusahaan sektor industri rokok, cukai merupakan
instrument yang sensitif karena akan beresiko pada kenaikan harga produk,
akibatnya saham perusahaan sektor industri akan terkena imbasnya. Meskipun
demikian, kenaikan cukai rokok merupakan hal yang biasa bagi perusahaan sektor
industri rokok dikarenakan kenaikan yang terjadi pada harga rokok tidak akan
mengurangi konsumsi rokok di Indonesia. Artinya, masih ada peluang pada
naiknya harga saham emiten rokok. Sehingga hal tersebut memberikan arti bahwa
perusahaan sektor industri rokok dapat menunjukkan kemampuan perusahaan
yang baik serta kinerja perusahaan yang produktif.
72
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
73
1. Earning Per Share berpengaruh positif dan signifikan secara parsial
terhadap harga saham. Hal ini dibuktikan dari hasil tabel 4.6 uji parsial
(uji t) diperoleh nilai koefisien dengan arah yang positif sebesar 0,001.
Nilai t hitung sebesar 6,017 lebih besar dari t tabel sebesar 2,029 (6,017
> 2,029) menunjukkan bahwa H01 ditolak dan H1 diterima dengan nilai
signifikan sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai sig α = 0,05 (0,000 <
0,05) menunjukkan pengaruh yang signifikan. Sehingga dari hasil
tersebut dapat disimpulkan jika earning per share meningkat maka
harga saham juga akan mengalami kenaikkan.
2. Return On Equity berpengaruh positif dan signifikan secara parsial
terhadap harga saham. Hal ini dibuktikan dari hasil tabel 4.6 uji parsial
(uji t) diperoleh nilai koefisien dengan arah yang positif sebesar 0,308.
Nilai t hitung sebesar 3,421 lebih besar dari t tabel sebesar 2,029 (3,421
> 2,029) menunjukkan bahwa H02 ditolak dan H2 diterima dengan nilai
signifikan sebesar 0,002 lebih kecil dari nilai sig α = 0,05 (0,002 <
0,05) menunjukkan pengaruh yang signifikan. Sehingga dari hasil
tersebut dapat disimpulkan jika return on equity meningkat maka harga
saham juga akan mengalami kenaikkan.
3. Tingkat Inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga
saham. Hal ini dibuktikan dari hasil tabel 4.6 uji parsial (uji t) diperoleh
nilai t hitung sebesar 0,810 lebih kecil dari t tabel sebesar 2,029 (0,810
< 2,029) menunjukkan bahwa H03 diterima dan H3 ditolak dengan nilai
signifikan sebesar 0,423 lebih besar dari nilai sig α = 0,05 (0,423 <
0,05) menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa perubahan pada tingkat inflasi tidak dapat dijadikan
sebagai acuan terhadap perubahan pada harga saham, dikarenakan
meskipun terjadi inflasi tetapi permintaan masyarakat terhadap produk
rokok tetap stabil yang akan berdampak pada pendapatan dan
keuntungan perusahaan yang stabil sehingga investor melihat prospek
bisnis yang baik pada perusahaan sektor industri rokok dan investor
tetap tertarik untuk berinvestasi sehingga dapat menarik minat investor
untuk berinvestasi.
74
4. Laju Pertumbuhan PDB tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
harga saham. Hal ini dibuktikan dari hasil tabel 4.6 uji parsial (uji t)
diperoleh nilai t hitung sebesar 0,839 lebih besar dari t tabel sebesar
2,029 (0,839 > 2,029) menunjukkan bahwa H04 diterima dan H4 ditolak
dengan nilai signifikan sebesar -0,205 lebih kecil dari nilai sig α = 0,05
(-0,205 < 0,05) menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan. Sehingga
dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa perubahan pada laju
pertumbuhan PDB tidak dapat dijadikan sebagai acuan terhadap
perubahan pada harga saham, dikarenakan kemungkinan investor lebih
melihat variabel lain dalam keputusan berinvestasi seperti dari sisi
internal perusahaan dengan melihat profitabilitas yang dihasilkan
perusahaan.
5. Earning Per Share, Return On Equity, Tingkat Inflasi dan Laju
Pertumbuhan PDB berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Hal
ini dibuktikan dari hasil nilai F hitung sebesar 17,653 lebih besar dari F
tabel 2,63 (17,653 > 2,63) menunjukkan bahwa H 04 diterima dan H4
ditolak dengan nilai signifikan sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai sig α
= 0,05 (0,000 < 0,05) menunjukkan adanya pengaruh yang tidak
signifikan.
1. Bagi Perusahaan
Berdasarkan hasil penelitian, faktor internal perusahaan pada rasio
keuangan yaitu Earning Per Share dan Return On Equity dapat dijadikan
sebagai bahan pengukuran pada tingkat harga saham, oleh karena itu pada
kondisi perekonomian saat ini ataupun kondisi perekonomian pada periode
yang akan datang pihak manajemen sebaiknya lebih mempertimbangkan
dan lebih meningkatkan performa perusahaan terutama pada penjualan
75
perusahaan meskipun nantinya kemungkinan terjadi kenaikan cukai serta
pajak rokok. Selain itu, perusahaan juga harus mempertahankan bahkan
lebih meningkatkan pengelolaan modal yang dimiliki oleh perusahaan,
karena peningkatan performa perusahaan pada penjualan perusahaan
utamanya nantinya akan berdampak pada pendapatan perusahaan sehingga
laba bersih yang nantinya akan diterima perusahaan dapat meningkat dan
dengan adanya pemanfaatan pengelolaan modal yang efektif dan efisien
dapat meningkatkan laba perusahaan sehingga dapat menarik minat investor
untuk menanamkan modalnya dan akan berdampak pada meningkatnya
harga saham perusahaan.
3. Bagi Pemerintah
Bagi pemerintah diharapkan untuk tidak menaikkan cukai rokok dan
pajak rokok dengan tingkat yang tinggi pada periode berikutnya karena
meskipun kebijakan tersebut dilakukan untuk mengurangi jumah konsumsi
rokok di Indonesia namun pada kenyataannya tetap saja pengkonsumsi
rokok di Indonesia tetap tinggi dan cukai rokok merupakan penyumbang
terbesar bagi pendapatan negara sehingga pemerintah perlu mengevaluasi
pertimbangan kebijakan kenaikan pada cukai rokok dan pajak rokok pada
periode yang akan datang.
76
DAFTAR PUSTAKA
77
Ilmu Dan Riset Akuntansi, 9(3), 1–22.
Andriyanto, I., & Khoirunnisa, S. (2018). Pengaruh Return on Asset, Net Profit
Margin, dan Earning Per Share Terhadap Harga Saham Perusahaan Rokok
Go Public. AKTSAR: Jurnal Akuntansi Syariah, 1(2), 215.
https://doi.org/10.21043/aktsar.v1i2.5158
Darminto, A. P., & Saifi, M. (2014). Faktor Internal dan Eksternal yang
Mempengaruhi Pergerakan Harga Saham (Studi Pada Saham-Saham Indeks
LQ45 Periode 2009 – 2013). Jurnal Administrasi Bisnis, 11(1).
Ginsu, F., Saerang, I., & Roring, F. (2017). Pengaruh Earning Per Share (EPS)
dan Return on Equity (ROE) Terhadap Harga Saham (Studi Kasus pada
Industri food & beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2013-2015). Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 5(2),
128341. https://doi.org/10.35794/emba.v5i2.16162
https://bolehmerokok.com/2020/07/cerita-lain-di-balik-meningkatnya-saham-
industri-farmasi-dan-anjloknya-saham-industri-rokok-kretek-saat-pandemi/
diakses pada tanggal 15 September 2020 pukul 14.15 WIB
https://katadata.co.id/happyfajrian/finansial/5f37f727725d5/laba-dua-raksasa-
bisnis-rokok-anjlok-terpukul-corona-dan-cukai diakses pada tanggal 2
September 2020 pukul 15.30 WIB
https://m.mediaindonesia.com/read/detail/345155-konsumsi-rokok-naik-saat-
covid-19-pemerintah-harus-bertindak diakses pada tanggal 15 Desember
2020 pukul 21.30 WIB
78
Ilat, G. E. Y. E. V., & Pangerapan, S. (2017). Pengaruh Return On Asset (ROA),
Return On Equity (ROE), Net Profit Margin (NPM), dan Eerning Per Share
(EPS) Terhadap Harga Saham Perusahaan yang Tergabung Dalam Indeks
LQ45 di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2013-2015. Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, 5(1), 45–61. https://doi.org/10.1007/978-1-
349-15400-5_6
Kewal, S. S. (2012). Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs, dan Pertumbuhan PDB
Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Jurnal Economia, 8(1), 53–64.
https://doi.org/10.21831/economia.v8i1.801
Kurniawan, A., & Yuniati, T. (2019). Pengaruh Inflasi, Suku Bunga dan
NilaiTukar terhadap Harga Saham Perusahaan Perbankan. Jurnal Ilmu Dan
Riset Manajemen, 8(1), 1–16.
M Satria Ladaina, Paisal, A. (2020). Pengaruh Earning Per Share (EPS) dan
Return On Equity (ROE) Terhadap Harga Saham di Bursa Efek Indonesia
(BEI). Jurnal Terapan Ilmu Ekonomi, Manajemen Dan Bisnis, 1(1).
Martha, & Yanti, F. (2019). Pengaruh Inflasi, Nilai Kurs, ROA, DER, DAN PBV
Terhadap Harga Saham Perusahaan Retail di BEI Tahun 2010-2017.
Bilancia:Jurnal Ilmiah Akuntansi, 3(1), 110–123.
http://www.ejournal.pelitaindonesia.ac.id/ojs32/index.php/BILANCIA/articl
e/view/404
Martina, J., & Yuniati, T. (2019). Pengaruh Faktor Internal dan Faktor Eksternal
Terhadap Harga Saham Perusahaan Farmasi yang Terdaftar di BEI. Jurnal
Ilmu Dan Riset Manajemen, 8(1), 1–18.
Pandey, M. K. (2019). The Effect of Internal and External Factors on the Stock
Price of Pharmaceutical Companies in Emerging and Emerged Markets.
European Journal of Business and Management, 11(36), 162–199.
79
https://doi.org/10.7176/ejbm/11-36-18
Rahmadewi, P. W., & Abundanti, N. (2018). Pengaruh EPS , PER , CR , dan ROE
Terhadap Harga Saham di Bursa Efek Indonesia. E-Jurnal Manajemen
Unud, Vol. 7, No. 4, 2018: 2106-2133, 7(4), 2106–2133.
Rianti, A. (2015). Pengaruh ROE, EPS, Tingkat Bunga SBI, Tingkat Inflasi dan
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Harga Saham di Bursa Efek Indonesia.
Perbanas Review, 1 NOMOR 1(November), 72–86.
Ridwan, M., & Diyani, L. A. (2018). Pengaruh Rasio Keuangan dan Pertumbuhan
Penjualan Terhadap Harga Saham. Kalbi Socio Jurnal Bisnis Dan
Komunikasi, 5(1), 1–7.
Sa’aadah, L. N., & LKhuzaini. (2019). Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs, dan
Pertumbuhan PDB terhadap Harga Saham. Jurnal Ilmu Dan Riset
Manajemen, 8(4), 1–21.
Tumandung, C., Murni, S., & Baramuli, D. (2017). Analisis Pengaruh Kinerja
Keuangan terhadap Harga Saham pada Perusahaan Makanan dan Minuman
yang Terdaftar di BEI Periode 2011 – 2015. Jurnal Riset Ekonomi,
Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 5(2), 1728–1737.
80
Widjaya, J. S., Widayanti, R., & Colline, F. (2016). Pengaruh Rasio Keuangan
dan Pertumbuhan Penjualan terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ilmiah Manajemen Bisnis,
16(2), 105–118.
Witantri, Y. M., & Sugiyono. (2019). Pengaruh Faktor Fundamental Mikro dan
Makro Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan LQ45 yang Terdaftar di
BEI. Jurnal Ilmu Dan Riset Manajemen, 8(1), 1–18.
81
82