Anda di halaman 1dari 44

ANESTESI UMUM

PADA PERITONITIS
DIFUSA
Disusun oleh
Hasna Luthfiah F 1102015090
Indira Maycella 1102015098

Pembimbing
Dr. Muhammad Ibnu, Sp.An
BAB I
IDENTITAS PASIEN
ANAMNESIS

Keluham Utama Riwayat Penyakit Riwayat Penyakit


Sekarang Penyerta
• Nyeri perut sejak 1 hari SMRS
• Penyakit
Nyeri seluruh lapang perut • Tidak bisa BAB dan Buang Angin 4 hari
SMRS Maag
• Sudah berobat ke klinik dan diberi obat
• Memiliki kebiasaan merokok, nyeri
perut apabila telat makan dan pola
makan tidak sehat
ANAMNESIS

Riwayat Penyakit
Keluarga Riwayat Operasi
Sebelumnya

Tidak ada yang memiliki Tidak ada


penyakit serupa
BAB II
STATUS ANESTESI
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital

Kesadaran : Composmentis
TD : 130/70 mmHg
Nadi : 70 x/menit
RR : 60 x/menit
Suhu :36,9 °C
SpO2 : 98%
STATUS GENERALIS
Jantung:
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tampak di sela iga 4 linea mid
Kepala : Normosefali, tidak tampak lesi,
clavicula sinistra.
tidak ada massa.
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga 4 linea mid clavicular
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera
sinistra
ikterik (-/-), Palpebra edem (-/-)
Perkusi :
Leher : JVP meningkat, dan tidak
Batas jantung kanan di sela iga 3 parasternal dextra
ditemukan pembesaran KGB
Batas jantung kiri di sela iga 4 linea mid clavicula sinstra
Thorax : Tampak simetris, tampak ada
Batas jantung atas di sela iga 3 linea parasternal sinistra.
retraksi
Auskultasi : S1,S2 reguler, murmur (-), gallop (-).
STATUS GENERALIS

Paru: Abdomen:
Inspeksi : Simetris dan tampak Inspeksi : Bentuk cembung, distensi (+)
retraksi interkosta Palpasi : Nyeri tekan seluruh abdomen, Ekstermitas:
Palpasi : Taktil fremitus simetris hepar dan lien tidak teraba, nyeri lepas Akral hangat, edema
Perkusi : Sonor pada kedua lapang (-), defence muscular (+), massa (-) tungkai (-/-), capillary refill
paru Perkusi : Timpani pada seluruh lapang time <2 detik
Auskultasi : suara nafas vesikuler, abdomen
ronkhi (-/-), wheezing (-/-) Auskultasi : Bising usus (+) menurun
STATUS FISIK ASA

ASA V E ( Pasien sakit


berat yang
kemungkinan tidak
selamat tanpa
operasi)
DIAGNOSIS KERJA RENCANA TINDAKAN RENCANA TINDAKAN
BEDAH ANESTESI

Peritonitis difusa ec
Laparatomi Eksplorasi General Anestesi
suspect perforasi
viscus hollow
Pemeriksaan Fisik

STATUS ANESTESI Keadaan Umum : Tampak Sakit


Sedang
Kesadaran : E4 M6 V5
Kesan Gizi : Cukup
Pre-Operatif Tekanan Darah :130/70 mmHg
Nadi : 70x/menit
Informed consent RR : 60 x/menit
Suhu :36,90C
Memberikan penjelasan kepada keluarga Airway
pasien mengenai rencana, resiko,
komplikasi, durasi dan waktu pemulihan Mallampati : Grade I ( Pilar faring,
pasien uvula, dan palatum mole terlihat jelas,
seluruh tonsil terlihat jelas).
Gigi patah (-), gigi goyang (-), gigi
Anamnesis palsu (-)

• Riwayat sakit lambung : sejak lebih Breathing


dari 10 tahun Paru-paru : Vesikuler, Rhonki -/-,
Wheezing -/-
• Riwayat merokok : 2-3 bungkus/hari Pola pengembangan dada tampak
simetris dan cepat serta terlihat retraksi
Circulation
Jantung, Perifer, Sistem Hepatobilier , Sistem
pada dinding dada.
Genitourinaria da Sistem Muskuloskeletal ( dalam
batas normal)
Klasifikasi ASA :VE
STATUS ANESTESI
Medikasi
Peri-Operatif • Fentanyl 100 mcg
• Propofol 120 mg
• Roculax 30 mg
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang • Midazolam HCL 15 mg
Kesadaran : E4 M6 V5 • Fentanyl 200 mcg
Tanda Tanda Vital • Norepinefrin 2 mg
Tekanan Darah: 130/70 mmHg
Nadi : 70 x/menit
RR : 60 x/menit
Suhu : 36,90C
Spo2 : 98% Pemberian Cairan
BB : 65 Kg RL 500 ml
Natrium Klorida 0,9% 500 ml

Premedikasi
Ondansentron IV 4 mg
Jam : 11.40 WIB
Jenis Anestesi : GA
STATUS ANESTESI
Peri-Operatif
Cairan
Total asupan cairan
Keadaan Selama Operasi Kristaloid : 500 mL
Letak Penderita: Supine Total Keluaran darah
Airway : Single Lumen ETT Pendarahan (EBL) : 750 cc
Ukuran : 7.5 Balon Cairan asites : -
Lama Operasi : 120 menit Diuresis : 130 cc

Post-Operatif

Pasien masuk ke ruang


pemulihan dalam keadaan
Tekanan Darah : 156/84
mmHg
Nadi : 105 x/menit
Respirasi : 25 x/menit
LAPORAN MONITORING TINDAKAN OPERASI
1

2
LAPORAN MONITORING TINDAKAN OPERASI
3
4

Lama Operasi : 120 menit


Lama Anastesi : 150 menit
STATUS ANESTESI
CAIRAN PEMELIHARAAN
Peri-Operatif
SELAMA OPERASI
Jumlah kebutuhan cairan
Perhitungan Cairan pemeliharaan untuk dewasa 2
Diketahui : cc/kgBB/jam
Berat Badan : 65 kg Maka untuk pasien dengan BB 65
Perdarahan : 750 cc kg.
= (2 cc/jam)*(65 kgBB)
Lama anastesi : 150 menit
= 135 cc/jam
MODIFIED ALDRETE’S SCORING SYSTEM
INSTRUKSI PASCA BEDAH

• F : Puasa, Infus Ringer lactate 2000 cc/24 jam


• A : Phentanyl 12,5 µc/jam, Parasetamol 3x1 gram IV
• S : Midazolam 2,5 mg/jam
• T : Heparin 250 unit/jam
• H : Head up 30°
• U : Omeprazole 2x40 mg
• G:-
• Antibiotik Meropenem loading 2 gr dalam 1 jam
dilanjutkan 1 gr/8 jam
• Metronidazole 1x1,5 gr
• Noradrenalin 0,3 mcr/KgBB/menit
BAB III
TINJAUAN
PUSTAKA
Definisi Peritonitis

Proses inflamasi peritoneum


(membrane serosa yang melapisi Bersifat lokal atau generalisata
rongga abdomen dan menutupi (difus)
visera abdomen)

Organisme tersering yang hidup


Biasanya terjadi akibat dalam kolon (pada kasus ruptura
penyebaran infeksi dari organ appendik) à Eschericia coli atau
abdomen, perforasi saluran Bacteroides
cerna, atau dari luka tembus
abdomen Stafilokokus dan Streptokokus
sering kali masuk dari luar
Apa Saja Penyebab Peritonitis ?

Berdasarkan
Berdasarkan Agen Sumber Kuman Berdasarkan Lokasi
1. Peritonitis Kimia 1.Peritonitis Primer 1. Peritonitis Lokal
2. Peritonitis Septik (Spontaneous Bacterial 2. Peritonitis Difus
Peritonitis)
2. Peritonitis Sekunder
3. Peritonitis Tersier
1. Peritonitis Primer (Spontaneous Bacterial Peritonitis)

infeksi monobakterial
akibat tidak ditemukan bakteri gram negatif ( E.coli,
klebsiella pneumonia,
kontaminasi fokus infeksi pseudomonas, proteus),
bakterial secara dalam abdomen bakteri gram positif
hematogen ( streptococcus pneumonia,
staphylococcus)

Kelompok resiko
FAKTOR RESIKO tinggi NEPTUNE
malnutrisi, keganasan sindrom nefrotik, gagal It’s the farthest
intraabdomen, ginjal kronik, planet from the Sun
imunosupresi dan lupuseritematosus and the fourth-largest
splenektomi sistemik, dan sirosis in our Solar System
hepatis
2. Peritonitis Sekunder

Invasi bakteri oleh


adanya kebocoran Iritasi peritoneum akibat
traktus bocornya enzim keluarnya asam empedu
gastrointestinal atau pankreas ke akibat trauma pada
traktus peritoneum saat traktus biliaris.
genitourinarius ke terjadi pankreatitis
dalam rongga
abdomen

Benda asing,
misalnya
Komplikasi NEPTUNE
peritoneal syok septik, abses, It’s the farthest
dialisis perlengketan planet from the Sun
kateter. intraperitoneal. and the fourth-largest
in our Solar System
3. Peritonitis Tersier

pada pasien dengan penyebab biasanya


Continuous organisme yang
Ambulatory Peritoneal hidup di kulit, yaitu
Dialysis (CAPD), dan coagulase negative
imunokompromise Staphylococcus,
S.Aureus, gram
negative bacili, dan
candida,
mycobacteri dan
fungus

Gambaran
ditemukannya cairan Komplikasi
keruh pada peritonitis berulang,
dialisis. Biasanya abses
terjadi abses, intraabdominal.
phlegmon, dengan
atau tanpa fistula
Berdasarkan Lokasi

1. Peritonitis Lokal
inflamasi masih dalam area yang terbatas.
sering bermanifestasi sebagai abses dengan jaringan debris, bakteri,
neutrofil, makrofag, dan cairan eksudat yang terkandung dalam kapsul
fibrosa.

2. Peritonitis Difus
inflamasi menyebar ke seluruh rongga peritoneum. Perforasi usus kecil dan
perforasi gaster adalah penyebab paling umum dari peritonitis
Bagaimana Perubahan Patologis pada Peritonitis?

appendisitis perforasi, perforasi


ulkus peptikum (gaster atau
duodenum), perforasi colon Kerusakan integritas traktus
(sigmoid) karena diverticulitis, gastrointestinal kontaminasi
sampai volvulus, kanker, dan
strangulasi (hernia inguinalis,
femoralis, atau obturator)

Eliminasi mekanik menjadi salah


invasi dari bakteri-bakteri tersebut satu jalur utama bagi bakteri-
flora normal usus seperti menyebabkan reaksi peradangan
Escherichia coli dan Klebsiella bakteri masuk dalam pembuluh
seperti yang mengaktifkan darah (bakteremia) yang pada
pneumoniae (serta bakteri gram seluruh mekanisme pertahanan
negatif dan anaerobik lainnya) akhirnya dapat berlanjut menjadi
peritoneum (dari eliminasi sepsis, sepsis berat, syok sepsis,
masuk dalam rongga peritoneum. mekanik sampai pembentukan dan MODS (Multiple Organ
eksudat).
Dysfunction Syndrome).
Bagaimana Perubahan Patologis pada Peritonitis?
Reaksi peradangan lokal
menyebabkan peningkatan dimana dapat ditemukan dua tanda
permeabilitas dari pembuluh darah berikut, antara lain suhu >38° C atau Proses inflamasi akut dalam rongga
kapiler sehingga terjadi perpindahan <36° C, nadi >90 kali/menit, laju
nafas >20 kali/menit, or PaCO2 <32 abdomen mengakibatkan terjadinya
cairan ke “rongga ketiga” yang dapat aktivasi saraf simpatis dan supresi
berlanjut menjadi hipovolemia. mmHg, WBC >12,000 sel/mm3 or dari peristalsis (ileus).
Reaksi peradangan tersebut dapat <4000 sel/mm3, or <10% imatur
berlanjut menjadi SIRS (Systemic (neutrofil batang).
Inflammatory Response Syndrome),

Absorbsi cairan dalam usus akan


terganggu sehingga cairan tidak ileus paralitik menyebabkan
hanya terdapat pada rongga pertumbuhan mikroorganisme yang
peritoneum, tetapi juga dalam lumen tidak terkontrol.
usus
Bagaimana Cara Menentukan Diagnosis pada Peritonitis?
Anamnesis Riwayat penyakit sekarang
• nyeri abdomen yang difus. Nyeri pada peritonitis bersifat konstan
akan bertambah berat saat menarik nafas dalam, batuk, maupun
bergerak, sehingga pasien lebih memilih dalam posisi berbaring.
Anoreksia, mual dan muntah. Gejala mual sering ditemukan dan
jarang disertai dengan muntah. Mungkin mengeluh demam,
kadang-kadang dengan menggigil, haus, buang air kecil yang
sedikit, ketidakmampuan untuk buang air besar atau flatus, dan
perut yang makin distensi.

Riwayat penyakit dahulu


• Riwayat masuk rumah sakit, pengobatan, penyakit kronik, dan
operasi
penting
• Sirosis hepatis dan sindroma nefrotik pada anak- anak yang
berpotensi menjadi peritonitis primer
Pemeriksaan Fisik

pernapasan interkostal yang


terbatas karena gerakan Suhu tubuh berkisar antara
Keadaan umum pasien tampak 38 ͦC - 40 ͦC, bahkan bisa
lemah apapun akan memperberat
nyeri abdomen mencapai 42°C.

takikardia yang lemah.


Tekanan darah dipertahankan
dalam batas normal pada awal Respirasi semakin cepat dan Sklera dan konjungtiva dapat
proses penyakit, à seiring dangkal terlihat ikterus atau pucat.
berlanjutnya proses peritonitis
tekanan darah turun ke tingkat
shock.
Pemeriksaan Penunjang
Laboraturium
X-Ray
Leukositosis
Foto polos abdomen dapat
leukosit di atas 25.000/mm3 atau menunjukkan gambaran udara
leukopenia dengan leukosit bebas, yang merupakan indikator
kurang dari 4.000/mm3 terjadinya perforasi visceral yang
dihubungkan dengan angka belum ditangani
mortalitas yang tinggi.

USG
patologi dari kuadran kanan atas CT Scan abdomen dan pelvis
(contohnya kolesistitis, Paracintesis
pilihan pemeriksaan diagnostic
pancreatitis), kuadran kanan untuk infeksi intra-abdominal dan Pemeriksan untuk menegakkan
bawah, dan pelvis (appendicitis, diagnosis peritonitis primer
abses tuba-ovarium, abses cavum dapat dilakukan jika pasien stabil.
douglas).
Bagaimana Manajemen Anestesi Pada Peritonitis?

Perioperatif Operatif Perawatan


Pasca Bedah
Perioperatif
Dekompresi
Gastrointestinal
Koreksi Volume Sirkulasi
Pasien Dipuasakan dan Ketidakseimbangan à pemasangan NGT
Elektrolit bertujuan untuk
dekompresi, mencegah
terjadinya muntah

Pemantauan Obat-obatan
Hemodinamik, Pemberian à Antibiotik dan Support Sistem Vital
Oksigen Analgesik
Operatif

Induksi Anestesi
Manajemen untuk peritonitis sekunder Induksi urutan cepat dan intubasi menggunakan
àmelakukan operasi untuk menghilangkan suksinilkolin untuk memfasilitasi intubasi trakea
Pemeliharaan Anestesi sumber penyebab infeksi dan mengontrol mungkin diperlukan. Jika pasien mengalami
sumber infeksi dan dilakukan dalam hitungan hiperkalemia atau kontraindikasi lain terhadap
jam suksinilkolin, rocuronium dapat digunakan untuk
memfasilitasi relaksasi neuromuskuler.

Ketamine atau midazolam dapat digunakan


pada pasien dengan gangguan hemodinamik
Sebagian besar agen anestesi intravena atau atau sakit kritis. Opioid kerja pendek seperti
fentanyl, alfentanil atau remifentanil akan
Pilihan obat induksi termasuk ketamin, inhalasi menyebabkan vasodilatasi atau
gangguan kontraktilitas ventrikel à Resusitasi memungkinkan pengurangan dosis agen
etomidate, pemberian propofol lambat, atau volume lanjutan dan infus vasopressor sangat induksi anestesi. Ketamine atau midazolam
natrium tiopenton dosis titrasi dapat digunakan pada pasien dengan
membantu untuk melawan efek hipotensi dari
agen anestesi dan ventilasi tekanan positif gangguan hemodinamik atau sakit kritis. Opioid
kerja pendek seperti fentanyl, alfentanil atau
remifentanil akan memungkinkan pengurangan
dosis agen induksi anestesi.
Operatif

Agen inhalasi atau agen intravena


dapat digunakan dengan opioid. Resusitasi volume intravaskular harus
Pemeliharaan Anestesi Konsentrasi alveolar minimum (MAC) dilanjutkan selama prosedur
dari agen anestesi inhalasi berkurang pembedahan
pada sepsis berat.

parameter kardiovaskular (detak


jantung, tekanan pengisian jantung, Opioid, NSAID dan tramadol dapat
menjadi pilihan untuk analgesia dalam
Nilai CVP intraoperatif dapat keadaan inotropik, tekanan arteri
dosis titrasi yang diperbolehkan oleh
ditingkatkan dengan peningkatan sistemik) dapat disesuaikan untuk
fungsi ginjal dan hati pasienOpioid,
tekanan intra-toraks dan intra- mengoptimalkan pengiriman oksigen
jaringan. Apabila pasien mengalami NSAID dan tramadol dapat menjadi
abdominal. pilihan untuk analgesia dalam dosis
hipoksemia intraoperatif, dapat
titrasi yang diperbolehkan oleh fungsi
dikelola dengan meningkatkan
konsentrasi oksigen inspirasi. ginjal dan hati pasien
Operatif
Alternatif à dengan debridemen radikal
Spesimen dari cairan peritoneum harus diambil peritoneum yang merupakan metode utama
Dilakukan laparotomi dengan insisi midline pada peritonitis generalisata yang berat, di
untuk kultur aerob dan anaerob. Semua materi mana seluruh rongga peritoneum didebridemen
yang menyediakan akses yang optimal purulen dan darah harus dievakuasi dari rongga
terhadap seluruh kuadran di abdomen. peritoneum setelah sumber kontaminasi telah secara cermat dari fibrin, membran, bekuan
darah, dan membrane yang purulen, yang
dikendalikan diikuti dengan irigasi menggunakan saline
sampai bersih.14

penggunaan antibiotik saat irigasi dapat


Irigasi atau Pencucian mengurangi komplikasi tanpa menurunkan
untuk pencucian peritoneum digunakan, cairan
. Irigasi ini dapat mengurangi jumlah bakteri angka kematian, atau dengan kata lain irigasi
fisiologis, antibiotik, atau antiseptik. Biasanya peritoneum dengan antibiotik tidak
yang hadir, serta mengurangi konsentrasi digunakan lebih dari 3 L cairan fisiologis Saline
bahan adjuvan. Virulensi infeksi peritoneum atau Ringer Laktat hangat sehingga cairan menguntungkan. Sebuah penelitian berikutnya
juga dapat tingkatkan oleh adanya bahan asing menunjukkan bahwa penamban susbtansi pada
tersebut dapat mencapai seluruh bagian dalam pencucian dengan antiseptic, seperti providone
adjuvant, sehingga semua bahan asing abdomen, untuk membersihkan pus, feces,
termasuk jaringan nekrotik, feses, darah, atau bahan nekrotik iodine atau chloorhexidine tidak memberikan
empedu harus tersedot keluar setelah irigasi efek yang menguntungkan atau bahkan
memberikan efek toksik.
Operatif

Drainage
Drain hanya efektif jika polipropilen ( marlex ) ini
digunakan untuk mengevakuasi digunakan untuk melindungi
rongga abses yang sulit usus dan mencegah eviserasi
dibersihkan atau terdapat pada usus
perdarahan yang merembes
setelah operasi luas
Perawatan Pasca Bedah
proses pemulihan harus
memastikan bahwa perfusi jaringan Perawatan di ruang intensif dan Perawatan pasca bedah, meliputi
(airway, breathing and circulation) pemakaian ventilator adalah wajib pemberian cairan dan elektrolit
kembali adekuat. untuk pasien dengan kondisi yang secara parenteral, nutrisi (total atau
tidak stabil dan lemah. Tujuan --> parsial parenteral nutrisi) selama
hemodinamik yang stabil untuk fungsi usus masih belum kembali
Tekanan darah, nadi, dan saturasi perfusi yang baik ke organ-organ normal, pemberian obat-obatan
oksigen dipantau secara teratur mayor (seperti antibiotika dan anlgesik).
dan dicatat dalam grafik

Secara umum pasien dengan


peritonitis mengalami disfungsi Pemberian nutrisi pasca operasi
saluran cerna (ileus) setelah begitu penting, dikarenakan
menjalani operasi dan setelah kebanyakan pasien kekurangan
laparotomi peristaltic intake secara enteral untuk
gastrointestinal menuerun beberapa waktu pada saat
sementara. Peristaltis usus kecil preoperative.
akan kembali normal dalam 24 jam
BAB IV
DISKUSI
BAB IV
DISKUSI

Pasien di puasakan dan menjalani


laki-laki usia 49 tahun Pasien tidak sedang operasi cito kemudian dilakukan
mengalami peritonitis, mengalami pengobatan operasi laparotomi eksplorasi
pasien mempunyai apapun serta tidak dengan general anestesi. Sesuai
riwayat penyakit punya riwayat anestesi
lambung sebelumnya dan operasi sebelumnya dengan tinjauan pustaka hal ini
dilakukan pada pasien dengan
situasi emergensi.
Pada intraoperatif pasien diberikan
Pada saat sebelum operasi, kondisi injeksi Norepinefrine 2 mg. Hal ini
pasien dengan tekanan darah 130/70 Pada kasus ini, pasien didiagnosa
dengan peritonitis karena memenuhi sesuai dengan teori menurut
mmHg dengan frekuensi napas Surviving Sepsis Campaign
60x/menit dan ditemukan peningkatan tanda dan gejala peritonitis. Namun,
pada pasien ini tidak dilakukan International Guidelines 2012 yang
tekanan vega jugularis sehingga pada mengatakan untuk menunjang
pasien ini diberikan vasokonstriktor pemeriksaan rontgen thoraks maupun hemodinamik pada resusuitasi pasien
yang dipasang dengan menggunakan abdomen.
sepsis, dapat digunakan obat-obatan
infus vena sentral. seperti vasopressor dan inotropik.

Terapi inotropik (dobutamin) dalam Tambahan terapi untuk pasien sepsi


Terapi vasopressor (norepinefrin atau kombinasi dengan vasopresor wajib yang mendapat perawatan di ICU,
dopamin) harus dimulai ketika
diberikan pada pasien dengan curah terdiri dari profilaksis deep-veinn
penggantian cairan yang adekuat jantung rendah yang persisten trombosis (heparin, stoking
tidak mengembalikan tekanan darah
meskipun penggantian cairan telah kompresi), stres profilaksis ulkus (H,
menjadi normal atau perfusi organ. dianggap adekuat. inhibitor reseptor).
Pada post-operatif pemberian antibiotik
pada pasien ini diberikan Meropenem dan
Untuk manajemen post operatif pasien
diberikan analgetik berupa fentanyl. Sesuai metronidazole. Hal ini sesuai dengan
Pasien dilakukan intubasi dan pemasangan
endotracheal tube. Menurut literatur literatur yang menyatakan bahwa regimen
dengan literatur yang menganjurkan
pemasangan endotracheal tube tetap pemberian analgetik yang adekuat pada antimikroba yang direkomendasikan untuk
dijadikan standar emas untuk manajemen pasien dengan infeksi intra-abdominal telah
post operatif terutama golongan opioid digariskan oleh Surgical Infection Society
jalan nafas pada pasien. intravena untuk pasca operasi sedang-
berat. berdasarkan uji klinis acak prospektif yaitu
diantaranya meropenem dan
metronidazole

Sebuah tinjauan terbaru dari studi


prospektif acak dari rejimen antibiotik untuk
peritonitis sekunder yang berasal dari
Semua regimen yang direkomendasikan
gastrointestinal pada orang dewasa dari
efektif melawan mikroorganisme aerobik
kelompok kanker kolorektal Cochrane
enterik gram negatif dan anaerobik.
menyimpulkan bahwa kedua regimen
antibiotik tersebut memiliki tingkat
keberhasilan klinis yang serupa.
Bagaimana Prognosis Peritonitis Perforasi?

Usia Eksudat

. Diameter Perforasi
. Faktor Komorbiditas

Hipertensi, diabetes
mellitus dan pneumoni Multi Organ
Disfunction
Syndrome (MODS)
REFERENCES

1. Bailey and Love. 2013. Short Practice of Surgery 26th Edition. United States: CRC Press Taylor & Francis Group.
2. Schwartz, Shires, Spencer. 2000.Peritonitis dan Abses Intraabdomen dalam Intisari Prinsip – Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal 489 – 493
3. Schrock. T. R.. 2000.Peritonitis dan Massa abdominal dalam Ilmu Bedah, Ed.7, alih bahasa dr. Petrus Lukmanto, EGC, Jakarta.
4. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R. 2011 Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC.
5. Rotstein. O. D., Simmins. R. L., 1997, Peritonitis dan Abses Intra-abdomen dalam Terapi Bedah Mutakhir, Jilid 2, Ed.4, alih bahasa dr. Widjaja Kusuma, Binarupa
Aksara, Jakarta
6. Arief M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S, 2000, Bedah Digestif, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Ed:3; Jilid: 2; p 302-321, Media Aesculapius FKUI, Jakarta.
7. Sharma, K., Kumar, M., & Batra, U. B. (2013). Anesthetic management for patients with perforation peritonitis. Journal of anaesthesiology, clinical pharmacology, 29(4),
445–453. https://doi.org/10.4103/0970-9185.119128 (Retraction published J Anaesthesiol Clin Pharmacol. 2014 Apr;30(2):305)
8. Rehatta NM., Hanindito E., Tantri AR., Redjeki IS., Soenarto RF., Bisri DY., Musba AM., Lestari MI. (2019). Anestesiologi dan Terapi Intensif Edisi Pertama Buku Teks
KATI-PERDATIN. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
9. Bertleff, M. J. & Lange, J. F., 2010. Perforated peptic ulcer disease: a review of history and treatment. Dig Surg, Volume 27, pp. 161-169
10. Marshall, J. C & Innes, M., 2003. Intensive care unit management of intra- abdominal infection. Crit Care Med, 31(8), pp. 2228-2237
11. Marshall, J. C., 2004. Current focus. Intra-abdominal infections. Elsevier, Volume 6, pp. 1015-1025
12. Wittmann, D. H. et al., 1996. Review article: Management of secondary peritonitis. Annals of surgery, 224(1), pp. 10-18
13. Mieny, C. J. & Mennen, U., 2013. Principles of surgical patient care. Volume II, pp. 1-96
14. Doherty, Gerard. Peritoneal Cavity in Current Surgical Diagnosis & Treatment 12nd. USA: The McGraw-Hill. 2006.
15. Cole et al. Cole and Zollinger Textbook of Surgery 9th Edition. Appelton-Century Corp. 2007. Hal 784-795.
16. Schwartz, Seymour I, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 2007.h.20-25
17. Schrock, Theodore R, Ilmu Bedah (Handbook Of SurgerY), EGC, Jakarta, 2007.h.12-13
18. Fauci et al. Harrison’s Principal Of Internal Medicine Volume 1, McGraw Hill, Peritonitis. 2008. halaman 808-810, 1916-1917
THANKS

ِٰ)‫ٱْﻟَﺤْﻤﺪُ ِ ﱠ‬,

Anda mungkin juga menyukai