Anda di halaman 1dari 21

SEJARAH TURUNYA AL-QUR,AN DAN PENGEMBANGANNYA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul qur,an


Jurusan manajemen pendidikan islam.
Dosen : andi idghom

DI SUSUN OLEH:

 FAHMI PERSULIMA :2030203078


 ANTI MARUYATI :2020203043
 DWIKE CITRA WINANTi :2030203092
 ANNISA MEIDIANI :2030203121

UNIVERSITAS UIN RADEN FATAH PALEMBANG


2020
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami ingin mengucapkan Puji dan syukur
kehadirat Allah SWT karena atas kehendaknya makalah ini
dapat terselesaikan pada waktunya . Makalah yang berjudul “
SEJARAH TURUN DAN PENGEMBANGANNYA AL-QUR’AN ”
diselesaikan dalam rangka memenuhi tugas mata pelajaran
ulumul Qur’an.
kami ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat. kami mengakui bahwa
manusia mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal . Dalam
pembuatan makalah ini kami banyak kekurangan, oleh karena
itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat
sempurna untuk itu kami memohon agar guru pembimbing
materi dan pembaca dapat memakluminya. kami
mengharapkan kritik dan saran dari hasil makalah ini. Demikian
makalah ini kami buat, kami ucapkan terima kasih.

Palembang,oktober 2020
DAFTAR ISI
Kata
pengantar ...................................................................................   
  i
Daftar
isi ...........................................................................................        
ii
BAB I : PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah ............................................      1
B.   Rumusan Masalah .....................................................      1

BAB II :  TINJAUAN UMUM SEJARAH AL-QUR’AN


C.   Pengertian Al- Qur’an................................................2
D.  Hikmah Al-Qur’an secara berangsur – angsur...........2
E.   Penulisan Al-Qur’an pada masa
Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin...................................3
F.    Penyempurnaan pemeliharaan Al-Qur’an
Setelah masa khalifah..................................................5
G.  tentang Rasm Al-Qur’an  Menurut Para Ulama.........11
H.  Pendapat Ibnu Qutaybah Mengenai Qira’at...............11
I.      Kaitan Rasm Al-Qur’an dengan Qira’at..................11
BAB III : ANALISA PEMBAHASAN
BAB IV : PENUTUP
J. Kesimpulan ...............................................................14
K. Saran ........................................................................14

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Quran menurut Dr. Subhi Al Salih berarti "bacaan". Sedangkan
dari segi kebahasaan, sesuatu yang dibaca berulang-ulang".
Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata
kerja qara'a yang artinya membaca. Al Qur’an diturunkan
secara beransur-ansur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari
atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah.
Al-Quran adalah wahyu yang diturunkan dari langit oleh Allah
SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril a’s.
Sejarah penurunannya selama 23 tahun secara berangsur-
angsur telah memberi kesan yang sangat besar dalam
kehidupan seluruh manusia. Al- quran diturunkan dalam 2
periode yaitu periode mekkah dan periode madinah. Sejarah
kodifikasi Al- quran diturunkan dari zaman Rasullah SAW ,
zaman Khalifah Abu Bakar as Sidiq, zaman khalifah Umar bin
Khatab, zaman khalifah Usman bin. Al-Qur’an sebagai kitab suci
terbesar telah menyedot perhatian banyak orang. Dalam
pandangan umat islam, al-Qur’an merupakan teks yang
diwahyukan Allah SWT kepada nabi Muhammad sebagai
pedoman dan petunjuk bagi manusia. kitab suci ini diturunkan
untuk menjawab persoalan-persoalan nyata yang muncul di
tengah kehidupan manusia. Ia adalah kitab bacaan yang
mendapatkan kedudukan istimewa.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses penurunan Al-qur’an dari masa ke
masa?
2. Apa faktor pendorong adanya penulisan Al-Qur’an?
3. Turunnya sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa
yang terjadi akan lebih mengesankan dan lebih berpengaruh di
hati.
 4. Memudahkan penghafalan. Orang-orang musyrik yang telah
menayakan mengapa Al Qur’an tidak diturunkan sekaligus.
BAB II
TINJAUAN UMUM SEJARAH AL-QUR’AN
C. Pengertian al-qur’an
Quran menurut Dr. Subhi Al Salih berarti "bacaan". Sedangkan
dari segi kebahasaan, sesuatu yang dibaca berulang-ulang".
Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata
kerja qara'a yang artinya membaca. AL-Quran di turunkan
dalam tempo 22 tahun,2 bulan,222 hari,yaitu mulai malam 17
Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi Muhammad
SAW,sampai 9 Dzulhijjah Haji Wada’ tahun 63 dari kelahiran
Nabi atau tahun 10 H. Al-Qur’an sebagai kitab suci terbesar
telah menyedot perhatian banyak orang. Dalam pandangan
umat islam, al-Qur’an merupakan teks yang diwahyukan Allah
SWT kepada nabi Muhammad sebagai pedoman dan petunjuk
bagi manusia. kitab suci ini diturunkan untuk menjawab
persoalan-persoalan nyata yang muncul di tengah kehidupan
manusia. Ia adalah kitab bacaan yang mendapatkan kedudukan
istimewa.
D. Hikmah Diturunkan Al-Quran Secara Beransur-Ansur
Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur dalam masa 22
tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan
10 tahun di Madinah. Hikmah Al Qur’an diturunkan secara
beransur-ansur itu ialah:
1. Agar lebih mudah difahami dan dilaksanakan. Orang tidak
akan melaksanakan suruhan, dan larangan sekiranya suruhan
dan larangan itu diturunkan sekaligus banyak. Hal ini
disebutkan oleh Bukhari dan riwayat ‘Aisyah r.a.

2. Di antara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang


mansukh, sesuai dengan permasalahan pada waktu itu. Ini tidak
dapat dilakukan sekiranya Al Qur’an diturunkan sekaligus. (ini
menurut pendapat yang mengatakan adanya nasikh dan
mansukh).

2. Di antara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang


mansukh, sesuai dengan permasalahan pada waktu itu. Ini tidak
dapat dilakukan sekiranya Al Qur’an diturunkan sekaligus. (ini
menurut pendapat yang mengatakan adanya nasikh dan
mansukh).
3. Turunnya sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa
yang terjadi akan lebih mengesankan dan lebih berpengaruh di
hati.
4. Memudahkan penghafalan. Orang-orang musyrik yang telah
menayakan mengapa Al Qur’an tidak diturunkan sekaligus.
E. Penulisan Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah dan Khulafa’Ar-
Rasyidin
1. Penulisan Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah
Pada masa ini Rasulullah mengangkat beberapa orang untuk
dijadikan sebagai jurutulis, diantaranya Abu Bakar, Umar,
Utsman, Ali, Zaid bin Tsabit dan lain-lain. Tugas mereka adalah
merekam dalam bentuk tulisan semua wahyu yang diturunkan
kepada Rasulullah. Alat yang digunakan masih sangat
sederhana. Para sahabat menulis Al-Qur’an pada ‘usub
(pelepah kurma), likaf (batu halus berwarna putih), riqa’ (kulit),
aktaf (tulang unta) dan aqtab (bantalan dari kayu yang biasa
dipakai dipunggung unta).
Untuk menghindari kerancuan akibat bercampuraduknya ayat-
ayat Al-Qur’an dengan yang lainnya, misalnya hadits Rasulullah,
maka beliau tidak membenarkan seorang sahabat manulis apa
pun selain Al-Qur’an. Larangan ini dipahami oleh Dr. Adnan
Muhammad Zarzur sebagai suatu usaha yang sungguh-sungguh
untuk menjamin nilai akurasi Al-Qur’an.[1] Setiap kali turun
ayat Al-Qur’an Rasulullah memanggil jurutulis wahyu.
Kemudian Rasulullah berpesan, agar meletakkan ayat-ayat yang
turun itu disurat yang beliau sebutkan.
2. Penulisan Al-Qur’an Pada Masa Khulafa’ Ar-Rasyidin
- Pada Masa Abu Bakar
Pada dasarnya, seluruh Al-Qur’an sudah ditulis pada waktu
Nabi masih hidup. Hanya saja surat-surat dan ayat-ayatnya
ditulis dengan terpencar-pencar. Orang yang pertama kali
menyusun Al-Qur’an adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Pada saat
kepemimpinan Abu Bakar terjadi masalah berat, diantaranya
mengenai pengakuan Nabi baru yang menimbulkan pertikaian
dan sedikitnya 700 hafidz Al-Qur’an gugur. Hal itu merupakan
bahaya besar yang dapat mengancam kelestarian Al-Qur’an.
Maka hal itu harus segera diatasi. Setelah Umar melihat
langsung pertikaian tersebut dan ia segera menemui Abu Bakar,
agar berkenan untuk mengumpulkan Al-Qur’an dari berbagai
sumber, baik yang tersimpan dalam hapalan dan dalam tulisan.
Kemudian Setelah peristiwa tersebut, Zaid bin Tsabit (seorang
jurutulis wahyu) diminta bertemu dengan Abu Bakar untuk
membantu dalam pengumpulan Al-Qur’an. Zaid bin Tsabit pun
setuju dalam membantu pengumpulan dan penulisan al-qur’an.
Dalam melaksanakan tugasnya, Zaid menetapkan kriteria yang
ketat untuk setiap ayat yang dikumpulkannya. Ia tidak
menerima ayat yang hanya berdasarkan hafalan, tanpa
didukung tulisan.[2] Sikap kehati-hatian Zaid tersebut
berdasarkan pesan Abu bakar kepada Zaid dan Umar.
Pekerjaan yang dibebankan kepundak Zaid dapat diselesaikan
dalam waktu kurang lebih satu tahun, pada tahun 13 H.
Dibawah pengawasan abu bakar, umar dan tokoh sahabat
lainnya.[3] Tidak syak lagi ketiga tokoh yang telah disebut-sebut
dalam mengumpulan al-qur’an pada masa Abu bakar, yakni
Umar yang terkenal dengan terobosan-terobosan jitunya
menjadi pencetus ide, Zaid mendapatkan kehormatan karena di
percaya untuk mengumpulkan kitab suci Al-qur’an yang
memerlukan kejujuran, kecermatan, dan kerja keras. Khalifah
Abu bakar sebagai decision maker menduduki porsi tersendiri.
Setelah sempurna, berdasarkan musyawarah tulisan al-qur’an
yang sudah terkumpul itu dinamakan “mushaf”.
- Pada masa utsman bin Affan
Dalam menetapkan bentuk al-quran menyiratkan bahwa
perbedaan-perbedaan serius dalam qira’at ( cara membaca ) al-
qur’an, perselisihan tentang bacaan al quran muncul dikalangan
tentara tentara muslim yang sebagian direkrut dari siria dan
sebagian lagi dari irak. Khalifah berumbuk dengan para sahabat
senior nabi dan akhirnya menugaskan zaid bin tsabit “
mengumpulkan” al-quran. Bersama zaid, ikut bergabung tiga
anggota keluarga mekkah terpandang: “ abdullah bin zubair,
sa’id bin Al-‘ish dan Abd Ar-Rahma bin Al-harits.
Prinsip yang mereka ikuti dalam menjalankan tugas bahwa
dalam kasus kesulitan bacaan, dialek quraisy- suku dari mana
nabi berasal harus dijadikan pilihan. Al quran direvisi dengan
nabi berasal dan dibandingkan dengan suhuf yang berada
ditangan hafshah. Dengan demikian suatu naskah otoriatif
( absah ) al quran disebut mushaf “ ustmani, telah ditetapkan.
Sejumlah salinan dibuat dan dibagikan ke pusat-pusat utana
daerah islam.
‘utsman memutuskan agar mushaf-mushaf yang beredar adalah
mushaf-mushaf yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Harus terbukti mutawatir, tidak ditulis berdasarkan
riwayat ahad.[4]
b. Mengabaikan ayat yang bacaannya dinasakh dan ayat
tersebut tidak diyakini dibaca kemabli dihadapan nabi pada
saat – saat terakhir.
c. Kronologis surat dan ayat seperti yang sekarang ini,
berbeda dengan mushaf Abu bakar yang susunan suratnya
berbeda dengan mushaf Utsman
d. Sistem penulisan yang digunakan mushaf mampu
mencakupi qira’at yang berbeda dengan lafazh-lafazh al-qur’an
ketika turun
e. Semua yang bukan termasuk al-qur’an dihilangkan
F. Penyempurnaan Al-Quran Setelah Masa Khalifah
Mushaf yang ditulis perintah’utsman tidak memiliki
harakat dan tanda titik sehingga dapat dibaca dengan salah
satu qira’at yang tujuh. Setelah banyak orang non-arab
memeluk islam, mereka merasa kesulitan membaca mushaf
yang tidak berharakat dan bertitik itu. Dua tokoh yang berjasa
dalam hal ini yaitu “ubaidillah bin Ziyad ( w.67 H ) dan hajjaj bin
yusuf ats.Tsaqafi ( w. 95 H. ). Ibn Ziyad diberitakan
memerintahkan seorang lelaki dari persia untuk meletakkan alif
sebagai pengganti dari huruf yang dibuang. Adapun al – hajjaj
melakukan penyempurnaan terhadap mushaf ‘ utsmani pada
sebelas tempat yang karenanya membaca mushaf lebih mudah.
[5]
Penyempurnaan itu tidak berlangsung sekaligus, tetapi
bertahap dilakukan oleh generasi sampai abad III H. Tercatat
tiga nama yang disebut-sebut sebagai orang yang pertama kali
meletakan tanda titik pada mushaf ‘utsmani.
Upaya penulisan al-quran dengan tulisan yang bagus
merupakan upaya lain yang telah dilakukan generasi terdahulu.
Untuk pertama kalinya, al-quran dicetak di Bunduqiyyah pada
tahun 1530 M, tetapi begitu keluar, penguasa gereja
mengeluarkan perintah pemusnahan kitab suci Jerman
bernama Hinkleman pada tahun 1694 M di Hambung
( Jerman ). Disusul kemudian oleh Marracci pada tahun 1698 M.
Di Padoue. Tak satupun dari al-qur’an cetakan pertama, kedua,
maupun ketiga itu yang tersisa di dunia islam. Perintis penerbit
al-qur’an pertama yaitu dari kalangan bukan muslim.
Penerbitan al-qur’an dengan lebel islam baru dimulai
pada tahun 1787. Yang menerbitkannya adalah Maulaya
Utsman. Mushaf cetakan itu lahir di Saint-Petersbourg, Rusia
atau Leningrad, Uni soviet sekarang. Di negara arab, raja Fuad
dari mesir membentuk panitia khusus menerbitan al-qur’an
diperempatan pertama abad XX. Panitia yang dimotori para
syekh Al-azhar ini pada tahun 1342 H/ 1932 M. Berhasil
menerbitan mushaf al-qur’an cetakan yang bagus. Mushaf yang
petama terbit dinegara Arab ini dicetak sesuai dengan riwayat
Hafsah atau qira’at ‘ashim. Sejak itu, berjuta-juta mushaf
dicetak dimesir dan berbagai negara.[6]

G. Pendapat tentang Rasm Al-Qur’an Menurut Para Ulama


1. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa rasm ‘Utsmani
itu bersifat tauqifi, yakni bukan produk budaya manusia yang
wajib diikuti siapa saja ketika menulis Al-Qur’an . Mereka
merujuk pada sebuah riwayat yang menginformasikan bahwa
Nabi pernah berpesan kepada Mu’awiyah, salah seorang
sekretarisnya,[7]
“Letakkanlah tinta. Pegang pena baik-baik. Luruskan huruf ba’.
Bedakan huruf sin. Jangan butakan huruf mim. Buat baguslah
(tulisan) Allah. Panjangkan (tulisan) Ar- Rahman dan buatlah
bagus (tulisan) Ar-Rahim. Lalu, letakkan penamu diatas telinga
kirimu, karena itu akan membuatmu lebih ingat”.
Namun Al-Qaththani berpendapat bahwa tidak ada satu
riwayat pun dari Nabi yang bisa dijadikan alasan untuk
menjadikan rasm’Utsmani menjadi tauqifi.[8] Rasm ‘Utsmani
murni merupakan kreatif panitia atas persetujuan ‘Utsman.
Subhi Shalih juga mengatakan ketidaklogisan rasm ‘Utsmani
disebut-sebut tauqifi. Karena huruf-huruf tahajji itu status
Qurannya mutawatir. Akan tetapi, istilah rasm ‘Utsmani baru
lahir pada masa pemerintahan ‘Utsman. ‘Utsman yang
menyetujui penggunaan istilah itu, bukan Nabi.[9]

2. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa rasm ‘Utsmani


bukan tauqifi, tetapi merupakan kesepakatan cara penulisan
yang disetujui ‘Utsman dan diterima umat, sehingga wajib
diikuti dan ditaati siapa pun yang menulis Al-Qur’an. Tidak
boleh ada yang menyalahinya.
3. Sebagian dari mereka berpendapat rasm ‘Utsmani
bukanlah tauqifi. Tidak ada halangan yang menghalanginya
tatkala suatu generasi sepakat menggunakan cara tertentu
untuk menulis Al-Qur’an yang berlainan dengan rasm ‘Utsmani.
Sunnah menunjukan bolehnya menuliskannya (mushaf) dengan
cara bagaimana saja yang mudah. Sebab, Rasulullah dahulu
menyuruh menuliskannya tanpa menjelaskan kepada mereka
bentuk (tulisan) tertentu.
H. Pendapat Ibnu Qutaybah Mengenai Qira’at
Ibnu Qutaybah telah meringkas perbedaan qira’at ke dalam
tujuh segi, yaitu sebagai berikut :
1. Perbedaan dalam segi I’rab kata, yang tidak
menghilangkan bentuknya dan tidak mengubah maknanya.
2. Perbedaan yang terdapat pada segi i’rab kata dan pada
harakatnya, yang dapat menimbulkan perubahan makna, tetapi
tulisannya tetap.
3. Perbedaan yang terjadi pada huruf kata, bukan pada segi
i’rabnya, yang dapat melakukan perubahan makna, tetapi
bentuk tulisannya tetap.
4. Perbedaan yang terjadi pada kata yang dapat
menimbulkan perubahan bentuk tulisan, tetapi maknanya
tetap.
5. Perbedaan yang terjadi pada kata, yang dapat
menimbulkan perubahan makna dan bentuk tulisan.
6. Perbedaan yang terjadi karena taqdim dan takhir
(mendahulukan dan mengakhirkan kata).
7. Perbedaan yang terjadi karena terdapat tambahan dan
kekurangan.

I. Kaitan Rasm Al-Qur’an dengan Qira’at


Mushaf ‘Utsmani tidak berharakat dan bertitik ternyata masih
membuka peluang untuk membacanya dengan berbagai qira’at
(cara membaca Al-Qur’an). Hal itu dibuktikan dengan masih
terdapatnya keragaman cara membaca Al-Qur’an walaupun
setelah muncul mushaf ‘Utsmani, seperti qira’at tujuh , qira’at
sepuluh, qira’at empat belas. Kenyataan itulah yang
mengilhami Ibn Mujahid untuk melakukan penyeragaman cara
membaca Al-Qur’an dengan tujuh cara saja (qira’ah sab’ah).

BAB III
ANALISA PEMBAHASAN
Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur dalam masa 22
tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan
10 tahun di Madinah. Sebagai umat Islam, kita haruslah
berpegang kepada Al-Quran dengan membaca, memahami dan
mengamalkan serta menyebarluas ajarannya. Bagi mereka yang
mencintai dan mendalaminya akan mengambil iktibar serta
pengajaran, lalu menjadikannya sebagai panduan dalam meniti
kehidupan dunia menuju akhirat yang kekal abadi. Pada
permulaan Islam, kebanyakan orang bangsa Arab Islam adalah
bangsa yang buta huruf, amat sedikit di antara mereka yang
tahu menulis dan membaca. Mereka belum mengenal kertas
seperti kertas yang ada sekarang. Perkataan “al waraq” (daun)
yang digunakan dalam mengatakan kertas pada masa itu
hanyalah pada daun kayu saja. Kata “al qirthas” digunakan oleh
mereka hanya merujuk kepada benda-benda (bahan-bahan)
yang mereka pergunakan untuk ditulis seperti kulit binatang,
batu yang tipis dan licin, pelepah tamar tulang binatang dan
sebagainya. Sesudah wafatnya Nabi Muhammad barulah
mereka mengetahui kertas. Orang Persia menamakan kertas itu
sebagai “kaqhid”. Walaupun kebanyakkan bangsa Arab Islam
pada masa itu masih buta huruf, namun mereka mempunyai
ingatan yang amat kuat. Memelihara dan meriwayatkan syair-
syair dari pujangga-pujangga dan penyair-penyair mereka,
peperangan-peperangan yang terjadi di antara mereka,
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat dan
kehidupan adalah kepada hafalan semata-mata.
Faktor pendorong penulisan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar
adalah adanya kekhawatiran hilangnya ayat Al-Qur’an akibat
kematian sejumlah besar para penghafal dan para pembaca
dalam peperangan. Hal ini disebabkan karena ayat Al-Qur’an
dalam bentuk tulisan yang dimiliki para pembaca dan penghafal
dapat hilang karena kematiannya, dan sebagaimana kita tahu
bahwa penghimpunan Al-Qur’an harus disandarkan pada
hafalan dan tulisan. Oleh karena itu, lembaran-lembaran
(shuhuf) yang menghimpun ayat Al-Qur’an pada masa Abu
Bakar telah mendapatkan perhatian besar dan lembaran-
lembaran tersebut berada ditangan Abu Bakar sampai Allah
mewafatkannya, kemudian berpindah tangan kepada Umar
sampai Allah mewafatkannya. Kemudian beralih ke tangan
Hafshah sampai pada masa Utsman r.a. yang memintanya dari
Hafshah untuk dihimpun ketiga kalinya. Utsman melakukannya
dengan menyederhanakan tulisan mushaf pada satu huruf dari
tujuh huruf yang dengannya Al-Qur’an turun.
BAB IV
PENUTUP
J. Kesimpulan
Al- qur’an diturunkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan
cara berangsur – angsur , sebagai pedoman hidup, al- quran
merupakan kitab yang paling sempurna dari kitab lainnya .
dikarenakan di dalam al – Qur’an terdapat peraturan –
peraturan yang dapat menyelamatkan manusia dari
kesengsaraan, dari keadaan hina , dan dari segala kejelekan
selama hidup di dunia sampai akhirat kelak.
k. Saran
Sebagai umat Islam, kita haruslah berpegang kepada Al-Quran
dengan membaca, memahami dan mengamalkan serta
menyebarluas ajarannya. Bagi mereka yang mencintai dan
mendalaminya akan mengambil iktibar serta pengajaran, lalu
menjadikannya sebagai panduan dalam meniti kehidupan dunia
menuju akhirat yang kekal abadi.
[1] Kamaludin Marzuki, `Ulumul Qur,an, hal.68
[2] Al-Qaththan,op,.Cit..,hlm 126
[3] Ash-Shalih, ,. Cit,. Hlm 77
[4] Al-Shalih, op,. Cit,. Hlm 81
[5] Shalih, op. Cit., hlm. 89-91
[6] ibid
[7] Al-Qaththan, op. Cit, hlm. 146-147.
[8]Ulum qur’an, hal 51.
[9] Ash-Shalih, op. Cit, 277

Anda mungkin juga menyukai