Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Semen

Kata “cement” berasal dari kata lain “cementum” yang artinya perekat/pengikat.
Bahan perekat tersebut diperoleh dari batu kapur yang serbuknya telah digunakan sebagai
bahan adukan (mortar). Dalam perkembangan kata “cement” mengalami perubahan sedikit
demi sedikit diartikan sebagai segala macam bahan perekat seperti “rubber cement” dan
“Portland Cement”.
Secara umum semen didenifisikan sebagai perekat hidrolis yang dihasilkan dari
penggilingan clinker yang kandungan utamanya kalsium silikat dan kalsium sulfat sebagai
bahan tambahan. Semen disebut sebagai bahan perekat hidrolisis karena senyawa-senyawa
yang terkandung di dalam semen tersebut dapat bereaksi dengan air dan membentuk zat baru
yang bersifat perekat terhadap batuan.

2.2 Sejarah Semen

Semen pada awalnya dikenal di Mesir tahun 500 SM pada pembuatan piramida, yaitu
sebagai pengisi ruang kosong diantara celah-celah tumpukan batu. Semen yang dibuat bangsa
Mesir merupakan kalsinasi gypsum yang tidak murni, sedang kalsinasi batu kapur mulai
digunakan pada zaman Romawi. Kemudian bangsa yunani membuat semen dengan cara
mengambil tanah vulkanik (vulkanik tuff) yang berasal dari pulau Santoris kemudian dikenal
dengan santoris cement. Bangsa Romawi menggunakan semen yang diambil dari material
vulkanik yang ada di pegunungan vesuvius di lembah Napples yang kemudian dikenal
dengan Pozzulona cement, yang diambil dari sebuah nama kota di Italia yaitu Puzzolia.
Pada tahun 1756 Jhon Smeaton seorang sarjana Inggris berhasil melakukan
penyelidikan terhadap batu kapur dengan pengujian ketahanan air. Dari hasil percobaannya,
disimpulkan bahwa batu kapur lunak yang tidak murni dan mengandung tanah liat
merupakan bahan pembuat semen hidrolis yang baik. Batu kapur yang dimaksud tersebut
adalah kapur hidrolis (hydroulic lime). Kemudian oleh Vicat ditemukan bahwa sifat hidrolis
akan bertambah baik jika ditambahkan juga silika atau tanah liat yang mengandung alumina
dan silika. Akhirnya Vicat membuat kapur hidrolis dengan cara pencampuran tanah liat (clay)
dengan batu kapur (limestone) pada perbandingan tertentu, kemudian campuran tersebut
dibakar (dikenal dengan Artifical lime twice kilned).

3
Pada tahun 1811, James Frost mulai membuat semen yang pertama kali dengan
menggunakan cara seperti Vicat yaitu dengan mencampurkan dua bagian kapur dan satu
bagian tanah liat. Hasilnya disebut Frost’s cement. Pada tahun 1812 prosedur tersebut
diperbaiki dengan menggunakan campuran batu kapur yang mengandung tanah liat dan
ditambahkan tanah Argillaceus (mengandung 9-40% silica). Semen yang dihasilkan disebut
British cement.
Usaha untuk membuat semen pertama kali dilakukan dengan cara membakar
campuran batu kapur dan tanah liat. Joseph Aspadin yang merupakan orang Inggris pada
tahun 1824 mencoba membuat semen dari kalsinasi campuran batu kapur dengan tanah liat
yang telah dihaluskan, digiling, dan dibakar menjadi lelehan dalam tungku, sehingga terjadi
penguraian batu kapur (CaCO3) menjadi batu tohor (CaO) dan karbondioksida (CO2). Batuan
kapur tohor (CaO) bereaksi dengan senyawa-senyawa lain membentuk klinker kemudian
digiling sampai menjadi tepung yang kemudian dikenal dengan portland.(Walter H. Duda,
1976)
Sejarah industri semen di Indonesia
Perusahaan semen pertama di Indonesia adalah PT Semen Padang (Perusahaan) yang
didirikan pada tanggal 18 Maret 1910 dengan nama NV Nederlandsch Indische Portland
Cement Maatschappij (NV NIPCM). Kemudian pada tanggal 5 Juli 1958 Perusahaan
dinasionalisasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dari Pemerintah Belanda. Selama periode
ini, Perusahaan mengalami proses kebangkitan kembali melalui rehabilitasi dan
pengembangan kapasitas pabrik Indarung I menjadi 330.000 ton/ tahun. Selanjutnya pabrik
melakukan transformasi pengembangan kapasitas pabrik dari teknologi proses basah menjadi
proses kering dengan dibangunnya pabrik Indarung II, III, dan IV.

Sisa-sisa pabrik tersebut hingga kini masih ada, dan rencananya oleh Pemda Propinsi
Sumbar akan dijadikan sebuah musium semen.

4
2.3 Alat dan Bahan Produksi Semen

2.3.1 Alat Produksi


1. Unit Pengolahan Bahan (Raw Mill)
a. Rotary Dryer
Fungsinya untuk mengeringkan bahan baku. Pengeringan dilakukan dengan
mengalirkan gas panas sisa pembakaran dari kiln secara cocurrent.
b. Double Roller Chrusher
Fungsinya adalah untuk memperkecil ukuran limestone, sand clay, sand koreksi dan
pasir besi setelah keluar dari dryer.
c. Hopper Raw Mix
Fungsinya adalah untuk mencampur dan menggiling bahan baku yang akan
diumpankan ke kiln.
d. Air Separator
Fungsinya untuk memisahkan material halus dengan material kasar dimana material
halus akan keluar sebagai produk, sedangkan material kasar dihaluskan lagi di raw grinding
mill.
e. Tetra Cyclone
Fungsi alat ini adalah untuk memisahkan material halus dengan material kasar yang
terbawa aliran gas keluar dari air separator.
f. Spray Tower
Fungsinya untuk mendinginkan gas panas hasil pembakaran di kiln yang berlebih dari
suspension preheater.
g. Weighing Feeder
Fungsinya untuk menimbang limestone yang keluar dari bin agar konstan jumlahnya.
h. Raw Grinding Mill
Fungsi alat ini adalah untuk menggiling bahan baku yang diumpankan ke kiln.
i. Raw Mill Fan
Fungsi alat ini adalah untuk menarik material dari raw mill yang sudah halus untuk
dibawa bersama aliran udara masuk ke cyclone.
j. Electrostatic Presipitator
Fungsinya adalah untuk menangkap debu yang ada dalam aliran gas yang akan
dibuang melalui cerobong sehingga tidak menimbulkan polusi.

5
k. Raw Meal Silo
- Blending Silo : untuk homogenisasi raw meal dengan bantuan udara.
- Storage silo :untuk menyimpan raw meal sebelum diumpankan ke kiln.

2. Unit Pembakaran
a. Suspention Prehater
Fungsinya adalah sebagai pemanas awal umpan rotary.
b. Rotary Kiln
Fungsinya untuk proses kalsinasi dan sinterisasi tepung baku menjadi Clinker.
c. Kiln Feed Bin
Fungsinya adalah untuk menampung umpan kiln yang siap untuk diumpankan.
d. Air Quenching Cooler
Fungsinya untuk mendinginkan Clinker secara mendadak dari 1400oC menjadi 900-950oC
pada chamber 1.

3. Unit Penggilingan Akhir


a. Clinker Storage Silo
Fungsinya adalah sebagai tempat penampungan Clinker.
b. Finish Grinding Mill
Fungsinya adalah untuk menggiling campuran Clinker dengan Gypsum yang ditambahkan
agar menjadi halus.
c. Air Separator
Fungsi alat ini adalah untuk memisahkan mineral halus dengan mineral kasar dimana pertikel
halus akan keluar sebagai produk sedangakna partikel kasar keluar untuk dihaluskan kembali
di finish grinding mill.

4. Unit Pengisian Packing


a. Cement Silo
Fungsinya adalah untuk menampung semen yang berasal dari finish mill sebelum masuk ke
unit packing.
b. Vibrating Screen
Fungsinya adalah untuk menyaring semen dari pengotor sebelum masuk ke storage silo untuk
pengepakan.

6
c. Storage Silo
Fungsinya adalah untuk menampung semen yang telah melewati vibrating screen untuk
selanjutnya diumpankan ke rotary packer.
d. Rotary Feeder
Fungsinya adalah untuk mengatur pengumpanan semen.
e. Valve Bag Packing Machines
Fungsinya adalah untuk memasukkan semen kedalam kantong semen

2.3.2. Rangkaian Peralatan (flow chat)


TRAKTOR
Fungsi dari crawler traktor :
1. sebagai tenaga penggerak untuk mendorong dan menarik beban.
2. sebagai tenaga penggerak untuk winch dan alat angkut.
3. sebagai tenaga penggerak blade (bulldozer).
4. sebagai tenaga penggerak front-end bucket.
5. sebagai alat penarik scrapper .
6. untuk pengerjaan ripping.

BULLDOZER
Fungsi dari bulldozer :
1. membersihkan medan dari kayu-kayuan,tonggak-tonggak pohon dan batu-batuan.
2. pembukaan jalan kerja di pegunungan maupun pada daerah yang berbatu-batu.
3. memindahkan tanah yang jauhnya hingga 300 ft.
4. menarik scraper.
5. menghamparkan tanah irisan atau urugan
6. menimbun kembali trencher.
7. membersihkan medan.
8. pemeliharaan jalan kerja.
9. menyiapkan material-material dari soil borrow pit dan quarry pit atau tempat pengambilan
material.
10. sebagai alat gali, alat angkut dan alat dorong.

BACKHOE
Bagian bagian utama dari backhoe :

7
1. bagian atas revolving unit (bias berputar )
2. bagian bawah travel unit ( bias berjalan )
3. bagian attachment yang dapat diganti.
Backhoe dikhususkan untuk penggalian yang letaknya dibawah backhoe itu sendiri .
Backhoe dapat berfungsi sebagai alat gali yang mempunyai tingkat kedalaman yang lebih
teliti, juga dapat digunakan sebagai alat pemuat bagi truck truck.

DUMP TRUCK
Banyak dipakai untuk mengangkut : tanah, batuan untuk bangunan, dll pada jarak
dekat dan sedang. Karena kecepatannya yang tinggi (kalau jalan baik), maka dump truck
memiliki kapasitas tinggi sehingga ongkos angkut per ton material rendah. Kecuali itu juga
flexible yaitu dapat digunakan untuk mengangkut bermacam-macam barang dengan muatan
yang berubah-ubah dan tidak terlalu tergantung pada jalur jalan (bandingkan dengan lori atau
belt conveyer).
Alat ini dapat digerakkan dengan motor bensin, disel, butane atau propane. Yang
besar-besar biasanya digerakkan oleh mesin diesel. Kemiringan jalan yang dapat dilalui
maksimum hingga 35 % (efektif 17 – 18 %).

BELT CONVEYOR
Belt conveyor dapat digunakan untuk mengengkut material baik yang berupa “unit
load” atau “bulk material” secara mendatar ataupun miring.Yang dimaksud dengan “unit
load” adalah benda yang biasanya dapat dihitung jumlahnya satu per satu, misalnya kotak,
kantong, balok dll. Sedangkan Bulk Material adalah material yang berupa butir-butir, bubuk
atau serbuk, misalnya pasir, semen dll.
Bagian – bagian terpenting Belt conveyor adalah :
a. Belt
Fungsinya adalah untuk membawa material yang diangkut.
b. Idler
Gunanya untuk menahan atau menyangga belt.
Menurut letak dan fungsinya maka idler dibagi menjadi :
1. Idler atas yang digunakan untuk menahan belt yang bermuatan.
2. Idler penahan yaitu idler yang ditempatkan ditempat pemuatan.
3. Idler penengah yaitu yang dipakai untuk menjajaki agar belt tidak bergeser dari jalur yang
seharusnya.

8
4. Idler bawah Idler balik yaitu yang berguna untuk menahan belt kosong.
c. Centering Device
Untuk mencegah agar belt tidak meleset dari rollernya.
d. Unit Penggerak (drive units)
Pada Belt conveyor tenaga gerak dipindahkan ke belt oleh adanya gesekan antara belt
dengan “plulley” penggerak (drive pully), karena belt melekat disekeliling pully yang diputar
oleh motor.
e. Pemberat (take-ups or counter weight)
Yaitu komponen untuk mengatur tegangan belt dan untuk mencegah terjadinya selip
antara belt dengan pully penggerak, karena bertambah panjangnya belt.
f. Bending the belt
Alat yang dipergunakan untuk melengkungkan belt adalah
- Pully terakhir atau pertengahan
- Susunan Roller-roller
- Beban dan adanya sifat kelenturan belt.
g. Pengumpan (feeder)
Adalah alat untuk pemuatan material keatas belt dengan kecepatan teratur.
h. Trippers
Adalah alat untuk menumpahkan muatan disuatu tempat tertentu.
i. Pembersih Belt (belt-cleaner)
Yaitu alat yang dipasang di bagian ujung bawah belt agar material tidak melekat pada belt
balik.
j. Skirts
Adalah semacam sekat yang dipasang dikiri kanan belt pada tempat pemuatan (loading
point) yang gterbuat dari logam atau kayun dan dapat dipasang tegak atau miring yang
gunanya untuk mencegah terjadinya ceceran.
k. Holdback
Adalah suatu alat untuk mencegah agar Belt conveyor yang membawa muatan keatas tidak
berputar kembali kebawah jika tenaga gerak tiba-tiba rusak atau dihentikan.
l. Kerangka (frame)
Adalah konstruksi baja yang menyangga seluruh susunan belt conveyor dan harus
ditempatkan sedemikian rupa sehingga jalannya belt yang berada diatasnya tidak terganggu.
m. Motor Penggerak

9
Biasanya dipergunakan motor listrik untuk menggerakkan drive pulley. Tenaga (HP) dari
motor harus disesuaikan dengan keperluan, yaitu :
1. Menggerakkan belt kosong dan mengatasi gesekan-gesekan anatara idler dengan
komponen lain.
2. Menggerakkan muatan secara mendatar.
3. Mengankut muatan secara tegak (vertical).
4. Menggerakkan tripper dan perlengkapan lain.
5. Memberikan percepatan pada belt yang bermuatan bila sewaktu-waktu diperlukan.

2.3.3 Bahan Baku


Bahan baku terdiri dari 3 kelompok sesuai dengan fungsinya yaitu:
a. Bahan mentah utama (raw material)
Bahan mentah ini merupakan bahan yang tidak bisa diganti, karena sebahagian
komposisi terdiri dari batu gamping dan batu lempung. Kedua bahan ini memegang peranan
penting karena mengandung mineral calcareous (CaCO3 > 75%), dan mineral argillaceaus
(CaCO3 < 75%) terdapatnya beberapa CaO. Pada adonan semen batu gamping 70-75% dan
batu lempung 15-20%.
Batu kapur merupakan sumber utama oksida yang mempumyai rumus CaCO 3
(Calcium Carbonat),pada umumnya tercampur MgCO3 dan MgSO4. Batu kapur yang baik
dalam penggunaan pembuatan semen memiliki kadar air ± 5%.

Komponen utama pembentuk tanah liat adalah senyawa Alumina Silikat Hidrat
Klasifikasi Senyawa alumina silikat berdasarkan kelompok mineral yang dikandungnya :
Kelompok Montmorilonite Meliputi : Monmorilosite, beidelite, saponite, dan nitronite
Kelompok Kaolin Meliputi : kaolinite, dicnite, nacrite, dan halaysite Kelompok tanah liat
beralkali Meliputi : tanah liat mika (ilite).

Rumus kimia tanah liat yang digunakan pada produksi semen SiO 2Al2O3.2H2O.
Tanah liat yang baik untuk digunakan memiliki kadar air ± 20 %, kadar SiO 2 tidak terlalu
tinggi ± 46 %.

b. Bahan korektif (corrective materials)


Bahan korektif pembuatan semen terdiri dari pasir besi (Fe 2O3) dan pasir kuarsa
(SiO2). Komposisi untuk adonan semen dari kedua bahan ini unsure minor karena berjumlah
paling kecil. Pasir kuarsa mempunyai komposisi 0,5-1,0 %, dan pasir besi 0,0-0,5 % dari

10
keseluruhan adonan semen. Bahan iniu dipakai apabila terjadi kekurangan salah satu
komponen penyusun komponen utama. Misalnya kekurangan CaO, Fe2O3, dan Al2O3 dalam
adonan. Sedangkan pasir dapat diganti atau tidak digunakan sama sekali apabila unsure yang
terkandung didalamnya sudah tersedia.
Pasir silika memiliki rumus SiO2 (silikon dioksida). Pada umumnya pasir silika
terdapat bersama oksida logam lainnya, semakin murni kadar SiO 2 semakin putih warna pasir
silikanya, semakin berkurang kadar SiO2 semakin berwarna merah atau coklat, disamping itu
semakin mudah menggumpal karena kadar airnya yang tinggi.
Pasir besi memiliki rumus kimia Fe 2O3 (Ferri Oksida) yang pada umumnya selalu
tercampur dengan SiO2 dan TiO2 sebagai impuritiesnya. Fe2O3 berfungsi sebagai penghantar
panas dalam proses pembuatan terak semen.

c. Bahan tambahan (additive material)


Bahan tambahan yaitu gypsum yang ditambahkan pada saat pembuatan semen
berlangsung di campurkan pada klinker atau ditambahkan pada raw-mix. komposisi gypsum
yaitu 4-6% dsari keseluruhan bahan semen yang mengandung sulfata atau SO 4. fungsi
gypsum sebagai redater yaitu sebagai bahan yang mengendalikan pengerasan semen dan
menentukan kualitas semen, hilangnya kristal air pada gipsum menyebabkan hilangnya atau
berkurangnya sifat gipsum sebagai retarder.

2.4 Sifat-Sifat Semen


2.4.1 Sifat Fisika Semen
1. Hidrasi Semen
Hidrasi pada semen terjadi apabila ada kontak antara mineral alam dalam semen dengan
air. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi hidrasi antara lain:
a. Jumlah air yang ditambahkan
b. Temperatur
c. Kehalusan semen
d. Bahan tambahan
Faktor-faktor tersebut akan mengakibatkan terbentuknya pasta semen yang dalam jangka
waktu tertentu akan mengalami pengerasan (setting).
2. Panas Hidrasi
Panas hidrasi merupakan panas yang dihasilkan oleh reaksi hidrasi (reaksi eksotermis)
jika semen dicampur dengan air.

11
3. Setting Time dan Hardening
Pengikatan semen terutama ditentukan oleh terlalu cepatnya reaksi antara C 3A yang
terdapat dalam semen dan air.Maka, untuk mengatur waktu pengikat perlu ditambahakan
bahan penghambat untuk mencegah hidrasi, yaitu gypsum.Setting time sangat dipengaruhi
oleh temperatur dan kelembaban relatif. Setting time akan menurun jika klinker tidak
terbakar sempurna, partikel semen halus, tingginya kandungan alumina, alkali, dan soda
kaustik. Setting time akan meningkat jika klinker dibakar pada temperatur yang sangat tinggi,
partikel semen kasar, gypsum, yang ditambahkan berlebih, tingginya kadar silica, natrium
klorida (NaCl), Barium klorida (BaCl2), Sulfida (SO3), senyawa sulfat dan air sadah.
4. False Set
False set merupakan hasil dari dehidrasi gypsum yang disebabkan karena pemanasan
berlebih. False set merupakan proses pengerasan semen yang tidak normal apabila air
ditambahkan ke dalam semen, sehingga dalam beberapa menit kekuatan (rigidity) segera
terjadi. Pengerasan ini disebabkan oleh adanya CaSO4.1/2H2O dalam semen. Plastisitas akan
diperoleh kembali jika campuran jika campuran tersebut diaduk kembali. Pada suatu saat,
meskipun tidak mengurangi kekuatan semen, hal ini akan menimbulkan kesulitan pada waktu
proses pembuatan beton. False set ini dapat dihindari dengan mengatur temperatur semen saat
penggilingan di dalam Cement Mill agar gypsum tidak berubah menjadi
CaSO4.1/2H2O.selain itu gypsum yang digunakan harus cukup dan belum dehidrasi.
5. Kuat Tekan
Kuat tekan adalah kemampuan suatu material menahan beban. Kuat tekan ini sangat
diperlukan dalam menentukan mix design dari beton untuk suatu kontruksi tertent. Kuat
tekan akan meningkat jika nilai Lime Saturation Factor (LSF) tinggi, nilai alumina Ratio
rendah, nilai Silica Ratio tinggi, kandungan SO3 rendah, dan tingkat kehalusan semen tinggi.
C3S memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan kekuatan awal, sedangkan
C2S memberikan kontribusi kekuatan semen pada umur yang lebih lama. C 3A mempengaruhi
kuat tekan sampai tingkat tertentu pada umur 28 hari dan selanjutnya, pada umur berikutnya
pengaruh komponen ini makin kecil, sedangkan C 4AF tidak berpengaruh terhadap kekuatan
semen.
6. Kelembaban
Selama penyimpanan atau pengangkutan, semen mudah menyerap uap air dan
karbondioksida (CO2) dari udara, sehingga akan menurunkan kualitas semen.

12
7. Penyusutan
Penyusutan yang terjadi pada pasta semen di dalam campuran beton terbagi menjadi 3
macam, yaitu:
1. Hidration Shrinkage
2. Drying Shrinkage
3. Carbonation Shrinkage
Diantara ketiga macam penyusutan ini, Drying Shrinkage lah yang paling mempengaruhi
dalam hal keretakan beton. Penyusustan ini terjadi karena adanya penguapan air bebas dari
pasta semen selama proses Setting time dan Hardening.
8. Daya Tahan Semen Terhadap Asam dan Sulfat
Syarat ini diperlukan hanya untuk high sulfat Cement yang dimaksudkan untuk
mengontrol kekuatan semen melaui sulfat.Daya tahan beton pada asam pada umumnya sangat
lemah, sehingga mudah terdekomposisi atau terurai oleh asam-asam kuat seperti asam klorida
(HCl), amoniak (NH3), dan asam sulfat (H2SO4).
9. Soundness
Agar beton mempunyai daya tahan yang lebih baik, semen juga harus memiliki
kelenturan yang baik. Selama proses hidrasi, akan terjadi ekspansi abnormal yang dapat
menyebabkan beton menjadi retak. Ekspansi yang sangat besar terjadi di dalam semen
apabila kandungan free lime, magnesium oksida (MgO), Natrium Oksida (NaO), dan Kalium
Oksida (K2O) sangat tinggi atau gypsum yang ditambahkan pada penggilingan akhir telalu
banyak.
10. Kehalusan (Blaine)
Kehalusan semen merupakan salah satu syarat fisika semen, karena akan menentukan
luas permukaan partikel-partikel semen pada saat hidrasi. Semakin halus semen, panas
hidrasi, kebutuhan air per satu satuan berat semen akan semakin tinggi, serta reaksi hidrasi
akan semakin cepat.

2.4.2 Sifat Kimia Semen


a. Hilang Pijar (LOI)
Hilang pijar pada semen terutama disebabkan karena terjadinya penguapan air kristal
yang berasal dari gypsum serta penguapan karbon dioksida (CO 2). Pada semen yang baru
dibuat, nilai LOI max 5% untuk semen OPC dan 13,5%- 15% untuk semen PPC.

13
b. Silica Ratio (SR)
Harga silica Ratio berkisar anatara 2,42 ±0,05. Perubahan Silica Ratio(SIM) dapat
menyebabkan perubahan pada pembentukan Coating pada Burning Zone dan burnability
Clinker. Silica Ratio (SR) yang rendah akan menyebabkan:
1. Raw meal mudah dibakar
2. Temperatur klinkerisasi rendah
3. Cenderung membentuk ring coating dalam Kiln, apalagi jika Lime saturated Free (LSF)
juga rendah
4. Kekuatan awal tinggi, tetapi dengan pertambahan waktu sedikit sekali kenaikannya.
5. C3S banyak .

c. Alumina Ratio (AR)


Harga Alumina Ratio (AR) berkisar antara 1,6, jika alumina ratio (AR) tinggi, maka akan
menurunkan silica ratio (SR), sehingga akan menghasilkan semen dengan waktu pengikatan
yang cepat. Pengaruh klinker dengan Alumina Ratio (AR) rendah yaitu :
1. Fasa cair mempunyai viskositas yang rendah
2. Semen yang dihasilkan tahan terhadap sulfat yang tinggi, kuat tekan awalnya rendah, dan
panas hidrasi rendah.
3. Mudah dibakar
4. Tempetratur klinkerisasi lebih rendah
5. Reaksi klinkerisasi lebih cepat
6. Fasa cair banyak
7. Resitensi terhadap air laut dan senyawa kimia tinggi

2.5 Jenis-Jenis Semen


1. Semen Portland
Semen portland adalah suatu bahan konstruksi yang paling banyak dipakai serta
merupakan jenis semen hidrolik yang terpenting. Penggunaannya antara lain meliputi beton,
adukan, plesteran, bahan penambal, adukan encer (grout) dan sebagainya. Semen portland
dipergunakan dalam semua jenis beton struktural seperti tembok, lantai, jembatan,
terowongan dan sebagainya, yang diperkuat dengan tulangan atau tanpa tulangan. Semen
Portland terbagi dalam beberapa tipe yaitu :
a. Sement Portland Type I (Ordinary Portland Cement) dipakai untuk keperluan
konstruksi bangunan biasa yang tidak memerlukan persyaratan khusus, seperti bangunan

14
rumah pemukiman, gedung-gedung sekolah dan perkantoran, bangunan pabrik, gedung
bertingkat, dll.
b. Semen Portland Type II (Moderate Heat Semen) Dipakai untuk keperluan beton
yang memerlukan ketahanan sulfat atau panas hidrasi sedang. Biasanya semen ini digunakan
untuk bangunan pinggir laut (pelabuhan), aliran irigasi, landasan jembatan, bangunan di
bekas tanah rawa, beton massa untuk dam-dam.
c. Semen Portland Type III ( High Early Strength Cement) Dipakai untuk konstruksi
bangunan yang memerlukan kekuatan tekan tinggi pada fase permulaan setelah pengikatan
terjadi. Biasanya digunakan untuk daerah yang bersuhu dingin, bangunan bertingkat, dan
bangunan dalam air yang tidak memerlukan ketahanan terhadap sulfat.
d. Semen Portland Type IV (Low Heat Cement) penggunaanya memerlukan panas
hidrasi rendah karena mengandung C4AF dan C2S lebih banyak. Pengerasan dan
perkembangan kekuatanya lambat. Digunakan untuk bangunan di daerah panas, pembuatan
beton atau konstruksi berdimensi tebal.
e. Semen Portland Type V (Sulfate Resistance Cement) semen portland dengan daya
tahan sulfat yang tinggi termasuk tahan terhadap larutan garam sulfat dalam air. Digunakan
untuk bangunan yang berhubungan dengan air laut, air buangan industri, bangunan yang
pengaruh gas atau uap kimia yang agresif dan bangunan yang selalu berhubungan dengan air
panas.

2. Semen Portland Campur


Suatu bahan pengikat hidrolis hasil penggilingan bersama-sama dari terak semen portland
dan gips dengan satu atau lebih bahan organik yang bersifat tidak bereaksi (inert).

3. Semen putih (gray cement)


Semen putih adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan digunakan untuk
pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai filler atau pengisi. Semen jenis ini dibuat
dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni.
4. Oil well cement atau semen sumur minyak
Oil well cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan dalam
proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas pantai.
5. Mixed & fly ash cement
Mixed & fly ash cement adalah campuran semen abu dengan Pozzolan buatan (fly ash).
Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara yang
mengandung amorphous silika, aluminium oksida, besi oksida dan oksida lainnya dalam

15
berbagai variasi jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk membuat beton,
sehingga menjadi lebih keras.
6. Sement pozzolan
Semen ini mengandung senyawa silika dan alumina dimana bahan pozzolona sendiri
tidak memiliki sifat seperti semen, akan tetapi bentuk halusnya dan dengan adanya air,
senyawa-senyawa tersebut membentuk kalsium aluminat hidrat yang bersifat hidraulis. Bahan
pozzolan tersusun atas 45-72 % SiO2, 10-18 % Al2O3, 1-6 % Fe2O3, 0,5-3 % MgO, 0,3-1,6 %
SO3. Menurut Neville (1998), sifat pozzolan adalah sifat yang dimiliki bahan-bahan yang
mengandung senyawa silika dan alumina. Sebenarnya bahan tersebut tidak memiliki sifat
seperti semen. Namun apabila bahan tersebut digiling hingga halus dan dicampur dengan
klinker di finish mill untuk membentuk semen dan kemudian semen tersebut bereaksi dengan
air maka akan membentuk senyawa CSH dan CAH. Sehingga bahan pozzolan tersebut akan
mempunyai sifat seperti semen. Reaksinya yaitu senyawa silika dan alumina akan mengikat
senyawa Ca(OH)2 untuk membentuk senyawa CSH dan CAH :
C3S + H2O ==> CSH dan Ca(OH)2
C2S + H2O ==> CSH dan Ca(OH)2
Ca(OH)2 + H2O + SiO2 ==> CSH
Ca(OH)2 + H2O + Al2O3 ==> CAH
Bahan pozzolan terbagi menjadi 2 yaitu pozzolan alam dan pozzolan buatan. Bahan
pozzolan alam contohnya yaitu trass, sedangkan bahan pozzolan buatan contohnya yaitu fly
ash.

2.6 Proses Pembuatan Semen


Pembuatan semen terdiri dari 5 tahap proses produksi, yaitu:
1. Proses Penyiapan Bahan Baku
2. Proses Pengolahan Bahan
3. Proses Pembakaran
4. Proses Penggilingan Akhir
5. Proses Pengemasan (Packing)

16
Flow Sheet Process Cement

I. Proses Penyiapan Bahan Baku


Bahan baku utama semen yang berupa bahan baku akan diperoleh dari mining atau
tambang. Bahan baku berupa batu kapur dan tanah liat akan dihancurkan untuk memperkecil
ukuran agar mudah dalam proses penggilingan. Alat untuk menghancurkan bahan baku
tersebut dinamakan Crusher. Crusher adalah equipment atau alat yang berfungsi untuk
memecahkan material, seperti batu kapur, clay, coal, dan clinker. Untuk material Limestone
(batu kapur), ukuran umpan maximum yang diperbolehkan yaitu 1.500 mm.
Sedangkan ukuran produk diharapkan maximal 75 mm. Untuk material Clay/High
Silica, mesin yang digunakan adalah Impact Roller Crusher dan Jaw Crusher. Adapun ukuran
umpan maximum sebesar 500 mm, sedangkan ukuran produk maksimal 75 mm.
Setelah itu raw material akan mengalami proses pre-homogenisasi. Tujuan pre-
homogenisasi material adalah untuk memperoleh bahan baku yang lebih homogen.
Adapun metode pre-homogenisasi yaitu:
Stacking/Penumpukan/Penimbunan: gerakan maju-mundur atau kanan-kiri
Reclaiming/Pengambilan/Penarikan: dari samping (side reclaiming), dari depan (front
reclaiming).

17

Anda mungkin juga menyukai