Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PEDAHULUAN

Pada TN.F dengan penyakit SEPTUM DEVIASI

DI RS Dr. Soedarsono (TPT) banjarmasin


Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Keperawatan
Gawat Darurat Dan Kritis

DOSEN PEMBIMBING : M.husni S.kep.,Ns.,M.Kes

NAMA : NUR HIKMAH TIWI RAMADANA


NIM : 11409718055
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA
BANJARMASIN
2021

I.
BAB I
PEDAHULUAN
A. Definisi Deviasi Septum
Deviasi septum nasi adalah kelainan bentuk septum nasi akibat trauma
dan pertumbuhan tulang rawan yang tidak seimbang. Bentuk septum nasi
yang normal adalah lurus dan berada di tengah rongga hidung kecuali
septum nasi orang dewasa yang tidak lurus sempurna.
Dikatakan septum deviasi jika terdapat penyimpangan dari media
spenoidalis oleh adanya perubahan struktur mukosa tulang rawan.
Septum deviasi dikatakan juga hidung bengkok karena adanya
penyimpangan garis tengah disertai obstruksi Nasi yang idiopatik.
Deviasi septum yang ringan (1 atau 2 mm) masih dalam batas normal
dan tidak akan mengganggu, akan tetapi bila deviasi itu cukup berat, akan
menyebabkan penyempitan pada salah satu sisi hidung. Ada 4 bentuk
deformitas septum nasi, yaitu :
1. Deviasi. Deviasi septum nasi berbentuk huruf C dan S.
2. Dislokasi. Bagian bawah tulang rawan septum nasi keluar dari krista
maksila dan masuk ke
dalam rongga hidung.
3. Penonjolan. Penonjolan tulang dan kartilago septum nasi berbentuk
krista dan spina. Bentuk
krista berupa penonjolan yang memanjang dari depan ke belakang.
Bentuk spina berupa
penonjolan yang runcing dan pipih.
4. Sinekia. Sinekia merupakan pertemuan dan perlekatan antara deviasi
atau krista septum nasi
dengan konka nasi yang berada di hadapannya sehingga makin
memperberat obstruksi nasi
(Fatih, 2010).

B. Anatomi

Septum nasi adalah suatu dinding yang memisahkan hidung menjadi


dua rongga yang terdiri dari bagian karilago yang lunak, kartilago
quadrangularis, tulang yang sangat tipis, lamina perpendicularis os
ethmoidalis, dan tulang yang lebih tebal, yakni os vomer, dan bagian-
bagian kecil dari os maxilla, os palatum, os nasal, dan os sphenoidalis
Septum nasi dilapisi oleh membran mukosa dimana sel-sel epitelnya
merupakan jenis sel epitel pseudostratified kolumna yang bersilia yang
dikenal sebagai mukosa respiratorius. Lapisan ini berhubungan erat
dengan periosteum dan pericondrium. Area bagian bawah dikenal
sebagai regio respirasi sedangkan bagian atas dikenal sebagai regio
olfaktorius sebab epitelnya mengandung sel-sel olfaktorius.
Diantara para ahli ada yang membagi deformitas septum nasi
menjadi 4 dan ada yang membaginya menjadi 7 (klasifikasi Mladina).
Pembagian menjadi 4 macam deformitas septum nasi meliputi:

1. Deviasi,berbentuk huruf C atau S


2. Dislokasi, yaitu bagian bawah kartilago septum keluar dari krista
maksilla dan masuk ke dalam rongga hidung
3. Penonjolan tulang atau tulang rawan septum, bila memanjang dari
depan ke belakang disebut krista, dan bila sangat runcing dan pipih
disebut spina
4. Bila deviasi atau krista septum bertemu dan melekat dengan konka
dihadapannya disebut sinekia. Bentuk ini akan menambah beratnya
obstruksi4.
Pembagian menjadi 7 macam deformitas septum nasi meliputi:

1. Penonjolan unilateral yang tidak mengganggu katup hidung


2. Penonjolan unilateral yang mengganggu fungsi katup hidung
3. Satu penonjolan yang terdapat di bagian atas konka nasalis media
4. Satu penonjolan di bagian atas konka nasalis media dan satu
penonjolan lainnya di sisi yang berlawanan
5. Satu jembatan terbentuk di bagian bawah septum
6. Terdapat sulcus di bagian caudo-ventral septum, sedangkan di sisi
yang berlawanan terbentuk jembatan sehingga menambah
ketidaksimetrisan rongga hidung
7. Pola yang merupakan campuran deformitas 1 – 6
C. Etiologi Deviasi Septum
Trauma merupakan penyebab terbanyak deviasi septum nasi. Trauma
bisa saja kita alami sesudah lahir, selama partus dan masa janin
intrauterin. Ketidakseimbangan pertumbuhan tulang rawan septum nasi
yang terus tumbuh dapat pula menyebabkan deviasi septum nasi dimana
pada saat bersamaan batas atas dan batas bawah septum nasi telah
menetap. Deviasi septum nasi yang ringan tidak menimbulkan gangguan.
Gangguan dapat terjadi pada deviasi septum nasi yang cukup berat.
Fungsi hidung akan terganggu dan lama-kelamaan bisa menyebabkan
komplikasi.

D. Patofisiologi
Trauma yang terus menerus pada tulang rawan hidung secara
langsung atau pun tidak langsung

perubahan dan pertumbuhan struktur mukosa tulang rawan


drainage dari sekret terganggu

hidung bebrau dan dirasa buntu

Septoplasty

E. Gejala Klinis
1. Obstruksi pada Hidung
2. Rasa nyeri pada kepala dan disekitar mata
3. Gangguan indra penciuman

F. Pemriksaan Penunjang
1. Radiologi
Foto waters adanya kelainan tulang hidung
2. Pemeriksaan laboratorium 
meliputi : Darah lengkap, Faal hemostasis.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bervariasi dari tidak melakukan apa-apa bila
pada hakekatnya pasien asimtomatik, pemberian analgesik bila pasien
menderita sakit kepala, dekongestan untuk mengurangi sekret, antibiotik
untuk mencegah infeksi sampai pembedahan septum yang luas. Aspek
pentingnya seberapa jauh gejala tersebut mengganggu pasien. Operasi
ini harus dilakukan oleh ahli yang mengetahui cara pembedahan saluran
pernapasan hidung.
Pembedahan deviasi septum mempunyai indikasi primer obstruksi
saluran pernapasan hidung. Indikasi-indikasi lain timbul pada pasien yang
mengalami epistaksis; pada kasus ini septum perlu dioperasi untuk
membuang deformitas dan mencapai lokasi perdarahan1. Suatu operasi
mungkin diperlukan karena deformitas ini merupakan predisposisi bagi
rinosinusitis berulang atau karena abnormalitas bermakna yang tidak
hanya mengganggu fungsi saluran pernapasan hidung dengan
menimbulkan obstruksi hidung tetapi juga menyebabkan gejala-gejala
seperti nyeri kepala dan nyeri wajah. Indikasi lain bagi operasi septum
nasi adalah untuk mencapai os sphenoidalis bagi lesi-lesi di sinus
sphenoidalis, atau untuk mencapai sella tursika dan kelenjar pituitaria.
Lebih lanjut, indikasi terpenting pembedahan septum nasi adalah
obstruksi saluran pernapasan hidung sewaktu bernapas.
Ada 2 jenis tindakan operatif yang dapat dilakukan pada pasien
dengan keluhan yang nyata yaitu reseksi submukosa dan septoplasti.
Reseksi subkumukosa (submucous septum resection, SMR)
merupakan oprasi mukoperikondrium dan mukoperiosteum kedua sisi
dilepaskan dari tulang rawan dan tulang septum. Bagian tulang atau
tulang rawan septum kemudian diangkat, sehingga mukoperikondrium
dan mukoperiosteum sisi kiri dan kanan akan langsung bertemu di garis
tengah. Pada umumnya operasi ini telah digantikan oleh rekonstruksi atau
reposisi septum nasi.
Septoplasti atau reposisi septum. Pada operasi ini tulang rawan
yang bengkok direposisi. Hanya bagian yang berlebihan saja yang
dikeluarkan. Insisi kecil dibuat pada hidung sehingga tulang dan tulang
rawan hidung dapat diinspeksi dengan baik. Tonjolan-tonjolan tulang yang
ada disingkirkan. Tulang rawan yang menyimpang dikembalikan ke
posisinya yang normal. Tulang-tulang juga dikembalikan ke tengah untuk
menjamin aliran udara yang normal. Setelah itu sepasang splint/stent
intranasal dipasang selama beberapa hari biasanya 5 – 7 hari, tergantung
luas tindakan, dan biasanya pasien menggunakan pembalut hidung luar.
Splint ini memungkinkan pasien dapat bernapas dengan melalui hidung
dan memudahkan untuk menelan makanan.

H. Definisi Septoplasty
Septoplasty didefinisikan sebagai operasi (pembedahan) untuk
meluruskan septum hidung yang menyimpang. Kadang-kadang operasi
juga dilakukan untuk alasan kosmetik. Dalam beberapa kasus septoplasty
dilakukan bersama dengan rhinoplasty.

Septoplasty dilakukan melalui lubang hidung untuk mengoreksi


deviasi septum. Sayatan dibuat pada membran yang menutupi septum.
Membran ini kemudian dipisahkan dari septum yang kemudian harus
dibentuk kembali. Beberapa bagian dari septum dapat dipotong untuk
membuatnya lurus.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

A. Pengumpulan data
1. Ciri ciri umum (berisi identitas pasien)
2. Riwayat keperawatan
3. Keluhan utama
Tidak dapat bernafas melalui hidung, ada sesuatu yang mengganjal.
4. Riwayat penyakit sekarang
5. Adanya keluhan tidak dapat bernafas melalui hidung, hidung terasa
nyeri, tidak dapat makan karena takut tersedak.
6. Riwayat penyakit dahulu
7. Pilek terus menerus, biasanya lebih dari satu tahun dan tidak ada
perubahan meskipun diberi obat.
8. Pemeriksaan fisik
9. Hidung : Ada luka operasi, terdapat tampon + 1,5 mm yang tampak
dari luar, pernapasan pindah ke mulut.
10. Pemeriksaan penunjang.
a) Radiologi
b) Foto waters adanya kelainan tulang hidung
c) Pemeriksaan laboratorium
d) meliputi : Darah lengkap, Faal hemostasis.
11. Penatalaaaaksanaan medis
a) Konservatif (Obat dekongestan)
b) Operatif

12. Diagnosa Keperawatan

a) Perubahan Pola Nafas Sehubungan dengan Tampon Pada


Hidung
b) Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan luka operasi.
c) Resiko tinggi gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
sehubungan dengan intake yang kurang

B. PERENCANAAN

1. “Perubahan pola nafas sehubungan dengan tampon pada hidung”

Tujuan : Perubahan pola nafas teratasi dalam 2 x 24 jam.

Kriteria hasil :

- Tampon di lepas

- Klien dapat ber5nafas melalui hidung.

Intervensi :

- jelaskan tentang perubahan pola nafas dan bernafas melalui mulut.

- Anjurkan klien untuk tidur ½ duduk (semi fowler) dan nafas melalui
mulut.

- Beri tindakan perawatan untuk :

· Oral hygiene

· Rawat luka dengan BWC dan H2O2 dan xylocain/LA

· Nebulizer tanpa obat.

- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian kalmethason dan


bronchodilator.

- Monitor vital sign.


Rasional:

- Klien / keluarga mengerti sebab akibat perubahan pola nafas.

- Membuat paru mengembang dengan baik.

- Memberi rasa nyaman dan mencegah infeksi.

- Fungsi interdependent untuk mengencerkan sekret dan


melonggarkan pernafasan.

- Mengetahui kelainan dini.

2. “Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan luka operasi”

Tujuan : nyeri berkurang dalam 2 x 24 jam.

Kriteria hasil :

- klien bisa tidur

- klien merasa tenang, T 110/80 mmHg, N 88 x/menit.

Intervensi :

- Kaji faktor – faktor yang mempengaruhi nyeri, misal takut / posisi


yang salah.

- Kaji tingkat nyeri / lokasi nyeri / intensitas nyeri.

- Anjurkan klien untuk menggunakan teknik :distraksi, relaksasi


progresif, cutaneus stimulation.

- Monitor vital sign.

Rasional :

- Ketakutan / posisi salah dapat meningkatkan respon nyeri.

- Menentukan tindakan keperawatan dalam hal untuk penanganan


nyeri.

- Mengurangi nyeri

- Mengetahui kelainan dini terhadap respon nyeri

3. “Potensial gangguan pemenuhan nutrisi sehubungan dengan intake


kurang”
Tujuan : pemenuhan nutrisi teratasi dalam 2x24 jam.

Kriteria hasil :

- Klien mau menghabiskan makanannya.

- BB dalam batas normal, turgor baik.

Intervensi :

- jelaskan pada klien untuk boleh dan tetap makan secara hati – hati dan
sedikit – sedikit.

- Monitor makan tiap hari.

- Beri diet halus dan lunak.

- Kontrol berat badan tiap 2 hari.

Rasional :

- Klien tetap mau makan tanpa takut tersedak.

- Mengetahui seberapa banyak makanan yang masuk.

- Memudahkan pencernaan dan mencegah perdarahan

- Perkembangan asupan yang adekuat.

B. PELAKSANAAN

Adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana perawatan yang telah


disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan agar terpenuhnya
kebutuhan klien secara optimal.

C. EVALUASI

Evaluasi dilakukan dengan mengacu pada tujuan dan kriteria yang telah
ditetapkan dalam perencanaan
Daftar Pustaka

Mangunkusumo, Endang. Nizar, N.W. 2006. Kelainan Septum. Dalam: Buku Ajar


Ilmu Telinga-Hidung-Tenggorokan, hal.99. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Broek Den Van P. 2009. BUKU SAKU ILMU KESEHATAN TENGGOROK,
HIDUNG, DAN TELINGA. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai