2 (November 2019)
ISSN: 2477-2771
E-ISSN: 2477-8214
Abstract: The article aims to find out the causality relationship of post-independence events
in the process of forming a RIS state (Republic of Indonesia United). Starting from the
proclamation of independence on 17 August 1945, was the starting point of the struggle to
become a whole country. The arrival of the Dutch on 16 September 1945, in order to re-instill
its power was opposed by all layers of society. Resistance also occurs in various regions, war
and diplomacy are two ways that continue to go hand in hand in the dispute resolution process.
Propaganda as an effective tool was used by the Dutch to divide the Indonesian state, the effort
then succeeded with the formation of federal countries (puppet countries formed by the
Netherlands). Diplomacy that did not reach agreement, was the reason for justifying military
actions I and II. The action was in the international spotlight which then urged the Dutch to
end the conflict by holding KMB on 23 August 1949 in Den Hag, Netherlands. Consensus was
reached, 27 December 1949 The Republic of Indonesia Official Union was declared standing.
Keywords: Diplomacy, Aggression, State, Federal
58
Jurnal Candrasangkala Vol. 5, No. 2 (November 2019)
ISSN: 2477-2771
E-ISSN: 2477-8214
PENDAHULUAN
Pasal 1 konvensi Montevideo 27 METODE PENELITIAN
Desember 1933 yang membahas mengenai Metode dalam penulisan kajian ini
hak dan kewajiban Negara, memaparkan menggunakan metode sejarah (History).
bahwa Negara yang merupakan subjek Metode sejarah merupakan cara atau teknik
hukum internasional harus memiliki empat dalam merekonstruksi peristiwa masa
unsur yaitu: penduduk yang tetap, wilayah lampau, melalui empat tahapan kerja, yaitu
tertentu, pemerintah yang berdaulat dan
heuristik (pengumpulan sumber), kritik
kapasitas untuk berhubungan dengan negara sumber (eksternal/bahan dan internal/isi),
lain (Jawahir thontowi, 2006: 105). interpretasi (penafsiran), dan historiografi
Indonesia yang telah memproklamasikan (penulisan kisah sejarah) (Hamid dan
kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945 Madjid, 2011: 43). Metode sejarah sebagai
telah memenuhi hampir keselurahan kriteria
perangkat asas dan aturan yang sistematik
pembentukan negara. Unsur yang masih
didesain untuk membantu secara efektif agar
diperjuangkan dan menjadi sengkata dapat mengumpulkan sumber-sumber
Indonesia dan Belanda yaitu masalah sejarah, menilainya secara kritis dan
kedaulatan negara. Kemerdekaan Indonesia menyajikan hasil-hasil yang telah
merupakan awal perjuangan rakyat untuk dicapainya dan ditampilkan dalam bentuk
mencapai kemerdekaan yang hakiki. tertulis (Daliman, 2012: 75).
Proklamasi yang telah dikumandangkan
pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan
titik awal perjuangan bangsa Indonesia HASIL DAN PEMBAHASAN
sebagai bangsa yang dipersatukan dalam
suatu negara kesatuan (nation state) dalam 1. Revolusi Sosial (Social Revolution)
menghadapi berbagai permasalah internal Perubahan sangat cepat yang
maupun eksternal. Perdebatan-perdebatan diakibatkan oleh kemerdekaan, bukan hanya
tokoh-tokoh revolusi terus terjadi namun terasa di ibukota namun juga terasa
dapat diselesaikan melalu jalur musyawarah diberbagai daerah-daerah. Sebelum
untuk mencapai konsensus bersama. Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia
Sebagai new state Indonesia dibagi menjadi dua golongan utama yaitu
dihadapkan oleh berbagai permasalahan golongan priyai dan golongan masyarakat
yang akan menjadi penyebab perubahan biasa. Golongan priyai sangat diuntungkan
besar bagi sistem ketatanegaraan Indonesia. baik itu pada zaman Belanda maupun zaman
Bentuk negara Indonesia yang baru berjalan Jepang. Kedudukan sebagai seorang
selama empat tahun harus berubah demi bangsawan mengakibatkan seseorang dapat
kepentingan nasional, perubahan inipun dengan mudah untuk menduduki jabatan-
memicu perbedaan pendapat yang panjang jabatan starategis yang ditawarkan pihak
antara beberapa pihak. Berubahnya bentuk Belanda serta dengan leluasa untuk
negara kesatuan menjadi federal ini mendapatkan akses pendidikan.
disebabkan oleh beberapa faktor baik secara Kesenjangan sosial yang telah terjadi sekian
langsung dan tidak langsung yaitu adanya lama semakin diperpara dengan kondisi
revolusi sosial yang terjadi di daerah-daerah, ekonomi Indonesia di awal kemerdekaan
kendornya hubungan pemerintah pusat dan yang tidak stabil. Disebutkan dalam buku
daerah, munculnya militer sebagai kekuatan yang dikarang oleh Jan Luiten Van Zanden
baru, serta sebagai puncaknya yaitu dan Daan Marks yang berjudul An Economic
peristiwa agresi militer Belanda I dan II History of Indonesia 1800-2010 bahwa the
yang kemudian diselesaikan melalui republican government had very limited
konfrensi meja bundar (KMB). sources of income (Luiten, 2012:136).
58
Jurnal Candrasangkala Vol. 5, No. 2 (November 2019)
ISSN: 2477-2771
E-ISSN: 2477-8214
59
Jurnal Candrasangkala Vol. 5, No. 2 (November 2019)
ISSN: 2477-2771
E-ISSN: 2477-8214
tersendiri. Penetapan Sumatera menjadi satu membentuk negara boneka. Steven dalam
provinsi dalam sidang PPKI pada bulan buku The History of Indoensia juga
Agustus 1945 ditentang oleh Hatta, Hatta memeperjelas mengenai hal ini. That events
kemudian mengusulkan agar dibentuk tiga should have taken this turn is somewhat
provinsi di pulau ini, karena menurut surprising, given the dire circumstances
pendapatnya Pulau Sumatera terlalu luas confronting the fledgling republic. An often-
dan terlalu beragam bagi suatu pemerintah violent social revolution threatened a
untuk menjalankan kontrol yang efektif collapse of the tenuous governmental
(Kahin, 2005: 192). Ketidak efektifan ini structure (Darakeley, 2005:84). Revolusi
kemudian dirasakan pada tahun-tahun awal sosial yang terjadi di daerah menambah
kemerdekaan, keresidenan-keresidenan kerenggangan hubungan pemerintah pusat
yang telah dibentuk memonopoli hampir dan daerah. Kerengangan inilah yang
semua kekuasaan dan wewenang kemudian menjadi salah satu faktor
pemerintah, serta mengabaikan kewibawaan terbentuknya negara-negara boneka sebagai
Provinsi Sumatera yang merupakan cikal bakal negara-negara federal.
representatif dari pemerintah pusat. 3. Militer Sebagai Kekuatan Politik Baru
Pemerintah pusat yang dihadapkan Diawal kemerdekaan Militer bukan
oleh banyak permasalahan tidak mampu hanya sebagai alat untuk mempertahankan
menjaga hubungan dengan pemerintah negara, tetapi dengan langkah perlahan
daerah, bahkan peristiwa revolusi sosial mulai menyentuh sendi-sedi perpolitikan
yang ada di berbagai daerah tidak mampu tanah air. Namun, kekuatan politik di dalam
dibendung. Keadaan tersebut semakin tubuh militer sifatnya tercerah-berai, ada
memburuk diakibatkan adanya perpecahan dua kelompok utama dalam tubuh militer,
antara tokoh-tokoh elite revolusi terkait kelompok pertama merupakan prajurit
jalan diplomasi yang diambil oleh bekas PETA dan HEIHO serta laskar-laskar
pemerintah serta munculnya militer sebagai yang tidak pernah mendapatkan pelatihan
kekuatan politik baru yang menambah militer dimasa pra Jepang, kelompok ini
pekerjaan rumah pemerintah pusat. direpresentatifkan oleh Jendral Soedirman
Kerenggangan yang terjadi diamabil sebagai yang dipilih sebaga panglima besarnya pada
momentum Belanda untuk mendirikan bulan November 1945. kelompok lainnya
negara-negara boneka. adalah bekas serdadu Belanda yang
Kerenggangan hubungan yang menganggap kejatuhan Belanda oleh Jepang
dialamai oleh pemerintah ini telah banyak pada tahun 1942 membemaskan mereka dari
diamati oleh para peneliti. Yong Mun sumpahnya kepada Ratu Belanda, tokoh
Cheong dalam buku The Emergence of The sentral dalam kelompok ini adalah A.H.
National Economy; An Economic History of Nasution dan T.B. Simatupang (Ricklefs,
Indonesia 1800-2000 menjelaskan bahwa 2007: 446-447)
During the Revolution, political links with Pemebentukan dan peleburan para
Java had also become tenuous. And when pejuang Indonesia kedalam TKR pada
the Dutch re-established control over the awalnya bertujuan untuk memperbaiki garis
Outer Islands, they encouraged a kind of komando dan memperjalas tugas dan
puppet federalism that promised a degree of tanggung jawab sebagai tentara republik
local autonomy with a democratic façade Indonesia. Peleburan ini menemui beberapa
(Dick, Dkk, 2002: 30). Pernyataan diatas kesulitan-kesulitan disebabkan adanya
menggambarkan hubungan yang renggan
perbedaan pola pikir antara beberapa
antar pemerintah pusat dan daerah
pejuang yang akan di lebur. Pejuang bekas
menyebabkan Belanda dapat dengan mudah tentara HEIHO, Peta dan laskar-laskar tidak
melalui propaganda-propagandanya untuk
60
Jurnal Candrasangkala Vol. 5, No. 2 (November 2019)
ISSN: 2477-2771
E-ISSN: 2477-8214
61
Jurnal Candrasangkala Vol. 5, No. 2 (November 2019)
ISSN: 2477-2771
E-ISSN: 2477-8214
62
Jurnal Candrasangkala Vol. 5, No. 2 (November 2019)
ISSN: 2477-2771
E-ISSN: 2477-8214
63
Jurnal Candrasangkala Vol. 5, No. 2 (November 2019)
ISSN: 2477-2771
E-ISSN: 2477-8214
64
Jurnal Candrasangkala Vol. 5, No. 2 (November 2019)
ISSN: 2477-2771
E-ISSN: 2477-8214
of minds) mengenai konfrensi meja bundar golongan yang menginginkan bentuk negara
yang dijabarkan dalam sebuah serikat (Giebels, 2001: 437).
memorandum (Insaniwati, 2002: 152) Setelah terselengaranya pertemuan
Setelah dikeluarkannya resolusi oleh intern Indonesia, pihak Indonesia, BFO dan
PBB untuk memberikan kedaulatan kepada Belanda menghadiri konfrensi meja bundar
pihak Indonesia dan kesepakatan yang diadakan di Den Hag, Belanda pada
memorandum antara pihak BFO, Indonesia tanggal 23 Agustus 1949. Pihak Indonesia
dan Belanda, BFO yang sebelumnya telah diwakili oleh panitia pusat yakni Drs. Moh.
mengalami perubahan arah politik dengan Hatta, dan beranggotakan Prof. Dr. Supomo,
terpilihnya Anak Agung Gde Agung sebagai Mr, M. Roem, Ir. Juanda, dr. Sukiman, Mr
perdana mentri Negara Indonesia Timur Suryono Hadinoto, Dr. Sumitro
(NIT) menindak lanjuti rencana pertemuan Joyohadikusumo, dr. J. Leimena, Mr. Ali
yang akan dilaksanakan dalam KMB (Potro, Sastroamijoyo dan Kolonel Simatupang,
2018: 38). Gede Agung menghendaki mereka dibantu oleh 40 pnasihat ajli
berakhirnya pertikaian antara sesama rakyat diberbagai bidang (Hutagalung, 2010:
Indonesia, tujuan tersebut yang kemudian 5013). Dalam konfrensi meja bundar, pihak
menjadi landasan pelaksanaan konfrensi Belanda atas desakan anggota-anggota PBB,
inter Indonesia untuk mencapai konsensus RI dan BFO menyepakati pengakuan secara
nasional yang dilaksanakan pada tanggal 20 de jure dan de facto terhadap Indonesia dan
- 22 Juli 1949 di Yogyakarta yang kemudian pada tanggal 27 Desember 1949 sebagai
dilanjutkan pada tanggal 30 Juli sampai 02 bentuk realisasi kesepakatan dalam KMB
Agustus 1949 di Jakarta. Hal serupa juga maka pihak Belanda memberikan
dikemukakan oleh Drs. Moh. Hatta dalam kedaulatan secara penuh kepada Indonesia
buku Mohammad Hatta: Indonesian Patriot dalam bentuk republik Indonesia serikat
Memoirs bahwa “The main topic of (RIS).
discussion was the join approach wee would Pemberian kedaulatan dilakukan di
take when the Round Table Conference was dua tempat yang berbeda yakni pada tanggal
held at The Huge…. An agreement was 27 Desember 1949 Perdana menteri Hatta
reached and it would seem that this made the menerima penyerahaan kedaulatan dari
Dutch government feel rather hemmed in” perdana menteri Willen Dress di Den hag
(Hatta, 1981: 303). yang dalam penandatangan naskah
Pertemuan-pertemuan yang penyerahaan kedaulatan dilakukan juga oleh
dilaksanakan pihak Indonesia diwakili oleh Ratu Juliana dan menteri seberang lautan
Drs. Moh. Hatta sedangkan pihak BFO A.M.J.A. Seresen, tepat di tanggal yang
diwakili oleh Sultan Hamid II. Pertemuan sama berlokasi di Jakarta, Hamengku
ini mengahsilkan konsensus antara kedua Buwono IX menerima kedaulatan dari
belah pihak mengenai lambang negara, Wakil Tinggi Mahkota kerjaan Belanda
bendera negara, lagu nasional, landasan A.H,J. Lovink (Wiharyanto, 2011: 70-71).
konstitusional, lembaga-lembaga negara Tepat pada tanggal 27 Desember 1949 di
dan pembentukan APRIS serta aturan- Indonesia dan Negeri Belanda terjadi
aturan mengenai hak dan kewajiban negara- upacara penandatanganan naskah
negara bagian. Konsensus antara kedua “penyerahan” kedaulatan dari Pemerintah
belah pihak ini yang nantinya membuat Belanda kepada RIS. Istilah penyerahan
Belanda terjepit khususnya dalam perlu diberi tanda kutip karena sebenarnya
perundingan babak akhir Konfrensi Meja Belanda tidak perlu menyerahkan
Bundar karena menyadari bahwa mereka kedaulatan kepada Republik Indonesia
bukan hanya berhadapan dengan pihak karena negara ini telah memiliki
republik melainkan juga berhadapan dengan kedaulatannya secara de jure pada tanggal
65
Jurnal Candrasangkala Vol. 5, No. 2 (November 2019)
ISSN: 2477-2771
E-ISSN: 2477-8214
66
Jurnal Candrasangkala Vol. 5, No. 2 (November 2019)
ISSN: 2477-2771
E-ISSN: 2477-8214
67