MODUL 2
MATERIAL
Capaian Pembelajaran :
- Mahasiswa memahami baja sebagai bahan bangunan
- Mahasiswa memahami bentuk profil baja
- Mahasiswa memahami sifat mekanis baja
- Mahasiswa memahami perilaku tegangan regangan baja
- Mahasiswa memahami pengaruh temperatur terhadap baja
STRUKTUR BAJA I
SURYANTI RAPANG TONAPA, ST., MT
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA PAULUS 9
Gambar 2.1 Bentuk profil baja tipe Hot dan Cold Rolled Sections
D. Jenis-Jenis Baja
Baja merupakan campuran dari beberapa unsur :
- Besi (Fe) : + 98 %
- Karbon (C) : max 1,7 % (tegangan naik, regangan kurang)
- Manganese (Mn) : max 1,65 % (kekuatan)
- Silikon (Si) : max 0,6 % (mengurangi gas)
STRUKTUR BAJA I
SURYANTI RAPANG TONAPA, ST., MT
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA PAULUS 10
STRUKTUR BAJA I
SURYANTI RAPANG TONAPA, ST., MT
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA PAULUS 11
o Didapat dengan menambahkan unsur aloi (chromium, nickel, vanadium, dan lain-
lain) ke dalam baja karbon untuk mendapatkan bentuk mikrostruktur yang lebih
halus.
c. Baja Aloi (fy = 550 ∼ 760 MPa)
o Tidak menunjukkan titik peralihan leleh yang tegas.
o Titik peralihan leleh ditentukan menggunakan metode tangens 2‰ atau metode
regangan 5‰.
Tujuan dilakukan penambahan unsur yaitu:
1. Untuk menaikkan sifat mekanik baja (kekerasan, keliatan, kekuatan tarik dan sebagainya)
2. Untuk menaikkan sifat mekanik pada temperatur rendah
3. Untuk meningkatkan daya tahan terhadap reaksi kimia (oksidasi dan reduksi)
Untuk membuat sifat-sifat spesial
Baja paduan yang diklasifikasikan menurut kadar karbonnya dibagi menjadi:
1. Low alloy steel, jika elemen paduannya ≤ 2,5 %
2. Medium alloy steel, jika elemen paduannya 2,5 – 10 %
3. High alloy steel, jika elemen paduannya > 10 %
Selain itu baja paduan dibagi menjadi dua golongan yaitu baja campuran khusus (special
alloy steel) dan high speed steel.
Baja Paduan Khusus (special alloy steel)
Baja jenis ini mengandung satu atau lebih logam-logam seperti nikel, chromium,
manganese, molybdenum, tungsten dan vanadium. Dengan menambahkan logam tersebut ke
dalam baja maka baja paduan tersebut akan merubah sifat-sifat mekanik dan kimianya seperti
menjadi lebih keras, kuat dan ulet bila dibandingkan terhadap baja karbon (carbon steel).
High Speed Steel (HSS) Self Hardening Steel
Kandungan karbon : 0,70 % - 1,50 %. Penggunaan membuat alat-alat potong seperti
drills, reamers, countersinks, lathe tool bits dan milling cutters. Disebut High Speed Steel
karena alat potong yang dibuat dengan material tersebut dapat dioperasikan dua kali lebih
cepat dibanding dengan carbon steel. Sedangkan harga dari HSS besarnya dua sampai empat
kali daripada carbon steel.
2. High Strength Low Alloy Steel (HSLS)
Sifat dari HSLA adalah memiliki tensile strength yang tinggi, anti bocor, tahan
terhadap abrasi, mudah dibentuk, tahan terhadap korosi, ulet, sifat mampu mesin yang baik
dan sifat mampu las yang tinggi (weldability). Untuk mendapatkan sifat-sifat di atas maka
STRUKTUR BAJA I
SURYANTI RAPANG TONAPA, ST., MT
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA PAULUS 12
baja ini diproses secara khusus dengan menambahkan unsur-unsur seperti: tembaga (Cu),
nikel (Ni), Chromium (Cr), Molybdenum (Mo), Vanadium (Va) dan Columbium.
3. Baja Perkakas (Tool Steel)
Sifat-sifat yang harus dimiliki oleh baja perkakas adalah tahan pakai, tajam atau
mudah diasah, tahan panas, kuat dan ulet.
Kelompok dari tool steel berdasarkan unsur paduan dan proses pengerjaan panas yang
diberikan antara lain:
a. Later hardening atau carbon tool steel (ditandai dengan tipe W oleh AISI), Shock
resisting (Tipe S), memiliki sifat kuat dan ulet dan tahan terhadap beban kejut dan
repeat loading. Banyak dipakai untuk pahat, palu dan pisau.
b. Cool work tool steel, diperoleh dengan proses hardening dengan pendinginan yang
berbeda-beda. Tipe O dijelaskan dengan mendinginkan pada minyak sedangkan tipe
A dan D didinginkan di udara.
c. Hot Work Steel (tipe H), mula-mula dipanaskan hingga (300 – 500) ºC dan
didinginkan perlahan-lahan, karena baja ini banyak mengandung tungsten dan
molybdenum sehingga sifatnya keras.
d. High speed steel (tipe T dan M), merupakan hasil paduan baja dengan tungsten dan
molybdenum tanpa dilunakkan. Dengan sifatnya yang tidak mudah tumpul dan tahan
panas tetapi tidak tahan kejut.
e. Campuran carbon-tungsten (tipe F), sifatnya adalah keras tapi tidak tahan aus dan
tidak cocok untuk beban dinamis serta untuk pemakaian pada temperatur tinggi.
STRUKTUR BAJA I
SURYANTI RAPANG TONAPA, ST., MT
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA PAULUS 13
Sifat – sifat mekanis lain baja struktural untuk maksud perencanaan ditetapkan sebagai
berikut :
a. Modulus Elastisitas : E = 200.000 Mpa
b. Modulus Geser : G = 80.000 Mpa
c. Poisson Ratio : μ = 0.3
d. Nisbah poisson untuk daerah plastis = 0,5
STRUKTUR BAJA I
SURYANTI RAPANG TONAPA, ST., MT
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA PAULUS 14
80 Kuat tarik, fu
0 Baja aloi
70 Kuat leleh
0 minimum fy =
60
700 MPa Baja mutu
0
Tegangan
50 tinggi
0
, MPa
40
0
30 fy = 350 MPa
Baja
0 karbon;
20 fy = 240 MPa
BJ 37
0
10
0
5 10 15Regangan
20 25 30 35
(‰)
Gambar 2.2 Hubungan Tegangan – Regangan berbagai jenis baja
8
5% regangan, fy (
0 2%=tangens, fy =
7 700 MPa c
0 700Typical
MPa untuk fy
0
6 )
0 > 450 MPa
0
5
Tegangan,
0
0 2% (
4 tangen
Typical untuk fy b
0
0 s < 450 MPa ) (
MPa
3
0 a
0
2 Est )
0 Kuat
0
1 leleh
Daerah Penguatan
Hingga
0
0 plastis regangan
regangan kuat
0 E tarik
1 st 1 2 2
5 Regangan
0 5 0 5
(‰)
STRUKTUR BAJA I
SURYANTI RAPANG TONAPA, ST., MT
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA PAULUS 15
B D F Reganga
Daerah Penguatan
plastis regangan
n
Daerah
elastis
Rega
perm
ngan
anen
Gambar 2.3 Hubungan Tegangan – Regangan pada daerah diluar elastis
STRUKTUR BAJA I
SURYANTI RAPANG TONAPA, ST., MT
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA PAULUS 16
• Meskipun umumnya keruntuhan baja bersifat daktail, namun dalam beberapa kondisi
baja dapat mengalami keruntuhan secara getas.
• Keruntuhan getas adalah jenis keruntuhan yang terjadi tanpa didahului oleh
deformasi plastis dan terjadi dalam waktu yang sangat singkat.
• Keruntuhan getas dipengaruhi oleh suhu, kecepatan pembebanan, tingkat tegangan,
tebal pelat, dan geometri detailing.
• Pada suhu normal, keruntuhan getas berpotensi untuk terjadi bila keadaan tegangan
cenderung bersifat multiaksial.
• Karena perubahan geometri yang tiba-tiba sering menimbulkan keadaan tegangan
multiaksial, konfigurasi dan perubahan penampang harus dibuat sehalus mungkin
untuk menghindari terjadinya keruntuhan getas.
Hal-hal berikut ini perlu diperhatikan dalam mengantisipasi keruntuhan getas:
1. Temperatur rendah meningkatkan resiko keruntuhan getas;
2. Keruntuhan getas terjadi karena tegangan tarik;
3. Pelat baja tebal meningkatkan resiko;
4. Geometri tiga dimensi meningkatkan resiko;
5. Adanya cacat baja meningkatkan resiko;
6. Kecepatan pembebanan yang tinggi meningkatkan resiko;
7. Sambungan las menimbulkan resiko.
F.7 Sobekan lamelar
• Sebagai akibat proses gilas baja panas, profil baja memiliki sifat yang berbeda- beda
dalam arah gilas, transversal, dan ketebalan.
• Pada daerah elastis, sifat-sifat baja dalam arah gilas dan arah transversal hampir sama
(tahanan dalam arah transversal sedikit bebih kecil daripada tahanan dalam arah
gilas).
• Namun, daktilitas dalam arah ketebalan jauh lebih kecil daripada dalam arah gilas.
• Bila proses pembebanan adalah demikian sehingga diperlukan redistribusi, maka
daktilitas yang terbatas tidak dapat mengakomodasi redistribusi yang diperlukan;
Bahkan yang terjadi dapat berupa sobekan lamelar.
F.8 Keruntuhan lelah
• Gejala tersebut dinamakan keruntuhan lelah, dan terjadi akibat tegangan tarik yang
bersifat siklis.
STRUKTUR BAJA I
SURYANTI RAPANG TONAPA, ST., MT
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA PAULUS 17
• Keruntuhan atau keretakan yang terjadi bersifat progresif hingga mencapai keadaan
instabilitas.
• Keruntuhan lelah dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Jumlah siklus pembebanan
2. Taraf tegangan tarik yang terjadi (dibandingkan dengan kuat leleh)
Tegangan tarik yang bersifat siklis dapat menyebabkan keruntuhan meskipun
kuat leleh baja tidak pernah tercapai.
3. Ukuran cacat-cacat dalam material baja
Dalam hal keruntuhan lelah, tegangan yang terjadi pada saat layan merupakan
pertimbangan utama, sedangkan mutu baja tidak memegang peranan penting.
Pengaruh beban mati juga tidak cukup sensitif.
Namun, geometri penampang dan kehalusan penyelesaian detailing memberikan
pengaruh yang dominan.
STRUKTUR BAJA I
SURYANTI RAPANG TONAPA, ST., MT
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA PAULUS 18
G. DAFTAR PUSTAKA
a) Agus Setiawan,”Perencanaan Struktur Baja Dengan Metode LRFD (Berdasarkan SNI 03-
1729-2002)”, Penerbit AIRLANGGA, Jakarta, 2008.
b) AISC Presentation.
c) Boris B., T.Y.Lin, John B.Scalzi,”Design of Steel Structures”, 2nd Edition, John Wiley
and Sons, Inc., 1968.
d) Bridge Inspector’s Reference Manual, U.S. Department of Transportation, Publication No.
FHWA NHI 03-001, October, 2002, Revised December, 2006.
e) Charles G. Salmon, Jhon E. Johnson,”STRUKTUR BAJA, Design dan Perilaku”, Jilid 1,
Penerbit AIRLANGGA, Jakarta, 1990.
f) “PERATURAN PERENCANAAN BANGUNAN BAJA (PPBBI)”, Yayasan Lembaga
Penyelidikan Masalah Bangunan, 1984.
g) SNI 03 - 1729 – 2002. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung.
STRUKTUR BAJA I
SURYANTI RAPANG TONAPA, ST., MT