Anda di halaman 1dari 15

PENDIDIKAN 

KARAKTER DALAM UPAYA


MENDISIPLINKAN SISWA

Putri Dwita

G1B118032

Ilmu Keperawatan

Abstrak

Di era reformasi sekarang ini, banyak terjadi masalah-masalah sosial . Masalah-masalah


tersebut juga berimbas kepada kehidupan sekolah – bahkan di sekolah dasar. Masalah-
masalah sosial tersebut mengarah kepada kedisiplinan siswa. Solusi atas kedisiplinan siswa
tersebut adalah melalui pendidikan karakter. Untuk dapat melaksanakan pendidikan karakter,
diperlukan pemahaman yang baik terhadap pendidikan karakter, yaitu pemahaman tentang
pengertian pendidikan karakter, nilai-nilai pendidikan karakter, ruang lingkup pendidikan
karakter, dan pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dasar.
PENDAHULUAN

Masyarakat Indonesia saat ini berada di era reformasi. Era reformasi adalah era baru
setelah era orde baru. Era reformasi ditandai dengan pelaksanaan hak asasi manusia secara
utuh, dalam arti semua hak-hak manusia dihargai dan dijunjung tinggi dengan
memperhatikan hak-hak orang lain. Namun hal ini disalah artikan dalam pelaksanaannya.
Hak-hak seseorang diminta untuk dihargai dengan sebebas-bebasnya tanpa memperhatikan
hak-hak orang lain serta norma dan aturan yang berlaku. Akibatnya, banyak terjadi masalah-
masalah sosial di masyarakat. Sebagai contoh adalah adanya tindak kekerasan yang terjadi di
mana-mana, tawuran antar pelajar, kurangnya rasa hormat dan sopan santun kepada orang
yang lebih tua dan lain sebagainya.

Masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat juga memberi imbas kepada


kehidupan di sekolah tidak hanya di sekolah-sekolah tingkat atas, bahkan di sekolah dasar
pun kerap terjadi masalah-masalah sosial tersebut. Adapun masalah-masalah tersebut
meliputi pelanggaran-pelanggaran terhadap norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Masalah-masalah yang sering dijumpai adalah adanya siswa yang kurang hormat
kepada Bapak/Ibu Guru, kekerasan kepada siswa lainnya dan lain sebagainya. Identifikasi
masalah-masalah sosial di sekolah mengarah kepada adanya kurang disiplinannya siswa.
Diakibatkan penyebab-penyebab adanya kekurang disiplinan siswa adalah kurangnya
kepedulian pihak-pihak di sekitar siswa. Penyebab lainnya adalah mudahnya siswa
mendapatkan “informasi” tanpa adanya penyaringan terlebih dahulu. Pendidikan karakter
dipandang sebagai solusi adanya kurangnya kedisiplinan siswa di sekolah. Pendidikan
karakter dijadikan alat untuk“mengkarakterkan “siswa. Melalui kegiatan ini, siswa dilatih
bertindak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku. Melalui kegiatan ini pula, siswa
dibiasakan melaksanakan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat seperti gotong-royong, sopan
santun, saling menghormati, dan lain sebagainya.

Sejak Indonesia berdiri, pendidikan karakter terus dikumandangkan. Sebagai bukti


adalah Presiden Soekarno mencanangkan nation and character building dalam rangka
membangun dan mengembangkan karakter bangsa Indonesia guna mewujudkan cita-cita
bangsa, yaitu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila (Puskur,2010:1).
Dilanjutkan pada masa orde baru, Presiden Soeharto mencanangkan pelatihan atau penataran
P 4. Pada masa reformasi ini, pendidikan karakter juga menjadi prioritas pendidikan karakter
juga. Adanya bukti-bukti tadi memberikan gambaran bahwa pendidikan karakter
bukan lah hal yang baru. Namun demikian, di era reformasi ini, pendidikan karakter juga
menjadi prioritas pembangunan SDM bangsa Indonesia. Hal ini tampak dalam UU Sisdiknas.
Namun demikian, pelaksanaannya nampak surut bahkan tidak ada sama sekali. Untuk itu,
diperlukan adanya penghidupan kembali pendidikan karakter. Diperlukan pemahaman lebih
lanjut untuk melaksanakan pendidikan karakter.

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang dihasilkan adalah


sebagai berikut (1) pengertian pendidikan karakter (2) nilai-nilai pendidikan karakter (3)
ruang lingkup pendidikan karakter dan (4) penerapan pendidikan karakter di sekolah dasar.
Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan pengertian pendidikan karakter, nilai-nilai
pendidikan karakter, ruang lingkup pendidikan karakter, dan pelaksanaan pendidikan karakter
di sekolah dasar.
PEMBAHASAN

Pengertian

Pengertian pendidikan karakter berkaitan dengan pengertian pendidikan dan


karakter. Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan
potensi siswa (Puskur, 2010: 4). Pengertian karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau
kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues)
yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan
bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani
bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain (Puskur, 2010 : 5). Bila dua
pengertian tadi digabung, akan menjadi pendidikan yang “mengkarakterkan” siswa. Lebih
lanjut, pengertian pendidikan karakter adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa pada diri siswa sehingga mereka memiliki nilai dan karakter
sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai
anggota masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif
(Puskur, 2010 : 4).

Pengertian pendidikan karakter memiliki dua kata kunci. Kata kunci yang pertama
adalah isi pendidikan karakter. Isi berkaitan dengan “apa yang akan dilaksanakan” dalam
pendidikan karakter. Isi pendidikan karakter meliputi nilai nilai-nilai yang berasal dari
pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang
terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional (Puskur, 2010 : 6). Kata kunci yang kedua
adalah pelaksanaan pendidikan karakter. Untuk dapat melaksanakan pendidikan karakter,
perlu diketahui fungsi dan tujuan pendidikan karakter. Adapun fungsi pendidikan
karakter adalah 1) pengembangan: pengembangan potensi siswa untuk menjadi pribadi
berperilaku baik; ini bagi siswa yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan
budaya dan karakter bangsa.2) perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk
bertanggung jawab dalam pengembangan potensi siswa yang lebih bermartabat dan, 3)
penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat. (Puskur, 2010 : 7).

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah
proses menumbuhkan, mengembangkan dan mendewasakan kepribadian seseorang.
Tujuan Pendidikan Karakter
Tujuan Pendidikan Karakter adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik. Begitu
tumbuh dalam karakter yang baik, anak-anak akan tumbuh dengan kapasitas dan
komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan
benar, dan cenderung memiliki tujuan hidup. Meletakkan tujuan pendidikan karakter dalam
rangka tantangan diluar kinerja pendidikan, seperti situasi kemrosotan moral dalam
masyarakat yang melahirkan adanya kultur kematian sebagai penanda abad, memang bukan
merupakan landasan yang kokoh bagi pendidikan karakter itu sendiri. Sebab dengan
demikian, pendidikan karakter memperhambakan demi tujuan korektif, kuratif situasi
masyarakat.
Sekolah bukanlah lembaga demi reproduksi nilai-nilai sosial, atau demi kepentingan
korektif bagi masyarakat diluar dirinya, melainkan juga mesti memiliki dasar internal yang
menjadi ciri bagi lembaga pendidikan itu sendiri.  tujuan pendidikan karakter adalah: 1)
mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif siswa sebagai manusia dan warga negara yang
memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa, 2) mengembangkan kebiasaan dan perilaku
siswa yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang
religious, 3) menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab siswa sebagai generasi
penerus bangsa, 4) mengembangkan kemampuan siswa menjadi manusia yang mandiri,
kreatif, berwawasan kebangsaan dan 5) mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah
sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta
dengan rasa Kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity). (Puskur, 2010 : 7).
Nilai-Nilai Sebagai Materi Pendidikan Karakter
Menentukan nilai-nilai yang relevan bagi pendidikan karakter tidak dapat dilepaskan
dari situasi dan konteks historis masyarakat tempat pendidikan karakter itu mau diterapkan.
Sebab, nilai-nilai tertentu mungkin  pada masa tertentu lebih relevan dan dalam situasi lain,
nilai lain akan lebih cocok. Oleh karena itu, kriteria penentuan nilai-nilai ini sangat dinamis
dalam arti, aplikasi praktisnya di dalam masyarakat yang akan mengalami perubahan terus
menerus, sedangkan jiwa dari nilai-nilai itu tetap sama.
Menurut Komensky (Koesoma; 2007; 9208)., bahwa kepada anak didik semestinya
diajarkan seluruh keutamaan tanpa mengecualikannya. Ini adalah prinsip dasar pendidikan
karakter, sebab sekolah merupakan sebuah lembaga yang dapat menjaga kehidupan nilai-nilai
sebuah masyarakat. Oleh karena itu, bukan sembarang cara bertindak, pola perilaku, yang
diajarkan di dalam sekolah, melainkan nilai-nilai yang semakin membawa proses
membudaya dan manusialah yang boleh masuk di dalam penanaman nilai di sekolah. Sikap-
sikap anti demokrasi seperti pemaksaan kehendak, tirani mayoritas, penindasan terhadap
manusia lain. Untuk  itu, ada beberapa kriteria nilai yang bisa menjadi bagian dalam kerangka
pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah.
Nilai-nilai ini diambil sebagai garis besarnya saja, sifatnya terbuka, masih bisa
ditambahkan nilai-nilai lain yang relevan dengan situasi kelembagaan pendidikan tempat
setiap individu bekerja. Nilai-nilai itu antara lain : Nilai keutamaan, Nilai keindahan, Nilai
kerja, Nilai  patriotisme, Nilai demokrasi, Nilai kesatuan, Nilai moral, Nilai-nilai
kemanusiaan, Nilai keadilan dan Kerjasama. Dalam pendidikan karakter Lickona  (1991,
dalam Dwi Hastuti Martianto,   2002) menekankan pentingya tiga komponen  karakter yang
baik (components of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral,
moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action  atau perbuatan bermoral.  Hal
ini diperlukan agar siswa didik mampu memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus
nilai-nilai kebajikan.
Indonesia Heritage Foundation adalah yayasan yang bergerak dalam
bidangCharacter Building (Pendidikan Karakter) yang mempunyai visi “Membangun Bangsa
Berkarakter” melalui pengkajian, dan pengembangan pendidikan holistik dengan fokus
menanamkan sembilan pilar karakter (Ratna Megawangi, 2007). Adapun sembilan pilar
karakter ini adalah nilai-nilai luhur universal yang terdiri dari: Cinta Tuhan dan alam semesta
beserta isinya. Tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian. Kejujuran,Hormat, dan
santun. Kasih sayang, kepedulian, dan kerjasama. Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan
pantang menyerah. Keadilan dan kepemimpinan. Baik dan rendah hati. Toleransi, cinta
damai, dan persatuan.
Penilaian Hasil Belajar Pendidikan Karakter
Penilaian adalah proses yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang
prestasi atau kinerja peserta didik. Hasil penilaian digunakan untuk melakukan evaluasi
terhadap ketuntasan belajar peserta didik dan efektifitas proses pembelajaran (BNSP, 2006:
5). Penilaian menurut Howard Gardner (2003: 252) menetapkan penilaian sebagai
memperoleh informasi mengenai keterampilan dan potensi dari individu, dengan dua sasaran
yaitu memberi umpan balik yang bermanfaat kepada individual yang bersangkutan dan data
yang berguna kepada masyarakat yang ada di sekitarnya. Penilaian pendidikan karakter
dilakukan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai pendidikan karakter telah dipahami,
dihayati, dan diterapkan siswa dalam kehidupan sehari-hari, sekurang-kurangnya dapat
terlihat di lingkungan sekolah. Penilaian pendidikan karakter dapat berbentuk penilaian
perilaku, baik individu maupun kelompok. Penilaian dilakukan untuk mendapatkan gambaran
yang menyeluruh tentang penghayatan nilai-nilai pendidikan karakter yang tercermin dalam
kualitas hidup sehari-hari.
Kewenangan Dalam Penilaian 
Dalam penilaian pendidikan karakter yang paling utama ialah individu itu sendiri,
sebab sebagai usaha sadar, proses pendidikan mengandaikan adanya sikap reflektif dalam diri
individu dalam menilai menerapkan perkembangan dan pertumbuhan karakternya sendiri.
Namun, penilaian pendidikan karakter harus menyertakan penilaian dari pihak-pihak lain
sebagai bagian integral pendidikan sebagai proses objektivitas. Penyertaan akan kehadiran
orang lain adalah untuk menghindarkan pendekatan dan penilaian yang subyekif yang bisa
terjadi dalam diri individu (Koesoma, 2007: 280). Sementara itu, komunitas menilai sejauh
mana struktur yang ada dalam lingkungan pendidikan mampu menumbuhkan karakter moral
tiap individu yang berkerja dalam sistem tersebut. Yang pertama berkaitan dengan relasi
intrapersonal, sedangkan yang lain lebih interpersonal yang tata acuannya adalah komitmen
bersama dalam komunitas.
Hakekat dan Tujuan
Penilaian pendidikan karakter pada hakekatnya adalah evaluasi atas proses
pembelajaran secara terus menerus dari inividu untuk menghayati peran dan kebebasannya
bersama orang lain dalam sebuah lingkungan sekolah demi pertumbuhan integritas moralnya
sebagai manusia. Keberhasilan pendidikan karakter tidak akan dapat diukur jika subjek yang
mengukur adalah pribadi lain di luar diri individu, sebab kondisi struktural antropologis
mereka tidak memungkinkan menilai penghayatan moral yang dilakukan oleh orang lain.
Penilaian pendidikan karakter berkaitan erat dengan adanya unsur pemahaman, motivasi,
kehendak, dan praksis dari individu. Pendidikan karakter menjadi semakin bertumbuh ketika
motivasi dalam diri individu menjadi pendorong semangat bagi perilaku moralnya dalam
kebersamaan dengan orang lain.
Dari hakikat pendidikan karakter, kita dapat menyimpulkan tentang tujuan penilaian
pendidikan karakter. Penilaian pendidikan karakter dalam lembaga sekolah bukanlah
terutama untuk menentukan kelulusan siswa. Namun, lebih sebagai penentu apakah kita
sebagai individu yang hidup dalam lembaga pendidikan mau mengembangkan daya-daya
reflektif yang ada dalam diri kita sehingga hidup kita dalam kebersamaan dengan orang lain
menjadi semakin bermutu. Untuk itu, penilaian pendidikan karakter semestinya mengevaluasi
dan menelaah berbagai macam corak relasional antar individu di dalam lembaga pendidikan,
hubungan antar siswa dengan siswa lainnya, siswa dengan guru, orang tua dengan sekolah,
sekolah dengan masyarakat  dan Negara.
   Kriteria Penilaian 
Santrock (2004: 643) menyebutkan tipe-tipe atau kriteria pembelajaran yang dapat
digabungkan dalam instruksi dan penilaian, yaitu: a)   Pengetahuan. Ini melibatkan apa yang
perlu diketahui murid untuk memecahkan masalah dan menerapkan
keahlian. b)  Penalaran/pikiran. Salah satu tujuan pembelajaran adalah murid bukan hanya
mendapatkan pengetahuan, akan tetapi juga mampu berfikir tentang pengetahuan. c)  Produk.
Produk adalah contoh dari hasil kerja murid. Essai, paper, laporan sains merefleksikan
kemampuan murid untuk menggunakan pengetahuan dan penalaran. d)  Perasaan. Target
afektif adalah emosi, perasaan, dan nilai-nilai murid. Misalnya mendeskripsikan arti penting
dari upaya membantu murid untuk mengembangkan kesadaran emosional sendiri (seperti
memahami penyebab perasaan mereka), mengelola emosi (seperti menahan amarah),
membaca emosi (seperti menjadi pendengar yang baik), dan mengelola hubungan (seperti
kompeten dalam memecahkan problem hubungan).
Menurut Koesoma (2007: 282) yang dinilai dalam  pendidikan karakter adalah
perilaku dan tindakan, bukan pengertian, pengetahuan, kata-kata yang diucapkan. Ketika
suatu ucapan baru sebatas pemahaman dan pengertian, belum sampai pada tindakan, atau
aktualisasi nilai tersebut, kata-kata itu belum menjadi objek penilaian bagi pendidikan
karakter. Oleh karena itu, penilaian tentang pendidikan karakter semestinya mengarah pada
bagaimana perilaku merefleksikan perbuatan dan keputusannya dalam kaitannya dengan
perkembangan diri sendiri dan orang lain.
Kejujuran adalah prinsip penting bagi penilaian pendidikan karkater. Kejujuran
membuat individu mampu semakin maju dalam penyempurnaan dirinya sebagai manusia
berkarakter. Kejujuran dan keterbukaan akan tampil dalam kesediaan untuk mendengarkan
pendapat orang lain dalam menilai dirinya. Individu yang memiliki keterbukaan dan
menyadari kepentingan pendidikan karakter bagi dirinya sendiri akan dengan mudah
menerima masukan dari orang lain. Dengan demikian, ia juga semakin dapat
mengembangkan dirinya.Secara praktis ada hal-hal yang memang secara objektif bisa dipakai
sebagai kriteria untuk menilai apakah pendidikan karakter telah berhasil dilaksanakan atau
tidak. Objektif maksudnya ialah data-data dan fakta-fakta, entah berupa tindakan maupun
dampak-dampak dari keputusan yang dapat diverifikasi oleh semua. Kriteria dan objek yang
dibahas di sini hanya berkaitan dengan hal-hal yang bisa secara objektif dipakai sebagai
pedoman penilaian pendidikan karakter di sekolah.
Koesoma (2007: 282-288) mengatakan bahwa  dari data-data dan fakta, kita dapat
melihat sejauh mana siswa dan individu di dalam melaksanakan pendidikan karakter, data
dan fakta itu dapat berupa: a)  Sejauh mana individu di dalam suatu lembaga pendidikan
melaksanakan nilai tanggung jawab bagi tugas-tugas mereka, kuantitas kehadiran adalah
instrument penting dalam penilaian terhadap tanggung jawab tersebut. b) Penilaian
pendidikan karakter juga bisa dilihat kedisiplinan siswa maupun komponen sekolah lainnya.
Misalnya berapa siswa dari jumlah siswa yang secara tepat (disiplin) waktu menyerahkan
tugas yang diembankan kepadanya.  c) Keberhasilan sekolah dalam pendidikan karakter
adalah bagaimana meminimalisir kenakalan remaja seperti, tawuran, minum-minuman keras,
narkoba dan lain sebagainya. d)  Pendidikan karakter yang berhasil akan menciptakan
suasana yang baik bagi proses pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu kriteria objektif
pendidikan karakter adalah prestasi akademis siswa. e) Sejauh mana para siswa telah
mempraktekkan  nilai-nilai kejujuran. Nilai-nilai ini dapat dipantau dengan data-data tentang
jumlah anak yang ketahuan menyontek.
Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
Nilai-nilai pendidikan karakter perlu dikembangkan di sekolah. nilai ini berlaku
universal, karena dapat digunakan oleh seluruh siswa di Indonesia tanpa adanya diskriminasi
terhadap pihak-pihak tertentu. Nilai-nilai ini bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan
tujuan pendidikan nasional. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: 1) Agama:
masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu,
masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara
politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas
dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus
didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama. 2)Pancasila: negara kesatuan
Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan Kebangsaan dan kenegaraan
yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih
lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi,
kemasyarakatan, budaya, dan seni.

Nilai-nilai pendidikan karakter perlu dijabarkan sehingga diperoleh deskripsinya.


Deskripsi beguna sebagai batasan atau tolok ukur ketercapain pelaksanaan nilai-nilai
pendidikan karakter di sekolah. Adapun deskripsi nilai-nilai pendidikan karakter adalah
sebagai berikut: Religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis,
rasa ingin tau, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/
komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli social, tanggung jawab.
Ruang Lingkup Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter meliputi dua aspek-aspek yang dimiliki manusia, yaitu aspek ke
dalam dan aspek keluar. Aspek ke dalam atau aspek potensi meliputi aspek kognitif (olah
pikir), afektif (olah hati), dan psikomotor (olah raga). Aspek ke luar yaitu aspek manusia
dalam konteks sosiokultur dalam interaksinya dengan orang lain yang meliputi interaksi
dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Masing-masing aspek memiliki ruang yang berisi
nilai-nilai pendidikan karakter.

Penerapan Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar

Penerapan pendidikan karakter di sekolah dasar dilakukan pada ranah pembelajaran


(kegiatan pembelajaran), pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar, kegiatan
ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan keseharian di rumah dan di
masyarakat. Adapun penjelasan masing-masing ranah tersebut adalah sebagai berikut.

Kegiatan Pembelajaran

Penerapan pendidikan karakter pada pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan dengan


menggunakan strategi yang tepat. Strategi yang tepat adalah strategi yang menggunakan
pendekatan kontekstual. Alasan penggunaan strategi kontekstual adalah bahwa strategi
tersebut dapat mengajak siswa menghubungkan atau mengaitkan materi yang dipelajari
dengan dunia nyata. Dengan dapat mengajak menghubungkan materi yang dipelajari dengan
dunia nyata, berati siswa diharapkan dapat mencari hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
pendekatan itu, siswa lebih memiliki hasil yang komprehensif tidak hanya pada tataran
kognitif (olah pikir), tetapi pada tataran afektif (olah hati, rasa, dan karsa), serta psikomotor
(olah raga) (Puskur, 2011 : 8).

Adapun beberapa strategi pembelajaran kontekstual antara lain: (a) pembelajaran


berbasis masalah, (b) pembelajaran kooperatif, (c) pembelajaran berbasis proyek, (d)
pembelajaran pelayanan, dan (e) pembelajaran berbasis kerja. Puskur (2011 : 9) menjelaskan
bahwa kelima strategi tersebut dapatmemberikan nurturant effectpengembangan karakter
siswa, seperti: karakter cerdas, berpikir terbuka, tanggung jawab, rasa ingin tahu.

Pengembangan Budaya Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar

Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan
pengembangan diri, yaitu kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan, pengkondisian.
Adapun hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:
Kegiatan Rutin

Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang rutin atau ajeg dilakukan setiap saat.
Kegiatan rutin dapat juga berarti kegiatan yang dilakukan siswa secara terus menerus dan
konsisten setiap saat (Puskur, 2011: 8). Beberapa contoh kegiatan rutin antara lain kegiatan
upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas,
shalat berjamaah, berbaris ketika masuk kelas, berdoa sebelum pelajaran dimulai dan
diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga pendidik, dan teman.

Kegiatan spontan

Kegiatan spontan dapat juga disebut kegiatan insidental. Kegiatan ini dilakukan   secara
spontan tanpa perencanaan terlebih dahulu. Contoh kegiatan ini adalah mengumpulkan
sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat ketika
terjadi bencana.

 Keteladanan

Keteladanan merupakan sikap “menjadi contoh”. Sikap menjadi contoh merupakan


perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan dan siswa dalam memberikan contoh
melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi siswa lain
(Puskur, 2011: 8). Contoh kegiatan ini misalnya guru menjadi contoh pribadi yang bersih,
rapi, ramah, dan supel.

Pengkondisian

Pengkondisian berkaitan dengan upaya sekolah untuk menata lingkungan fisik


maupun nonfisik demi terciptanya suasana mendukung terlaksananya pendidikan karakter.
Kegiatan menata lingkungan fisik misalnya adalah mengkondisikan toilet yang bersih, tempat
sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak yang dipajang di
lorong sekolah dan di dalam kelas (Puskur, 2011: 8). Sedangkan pengkondisian lingkungan
nonfisik misalnya mengelola konflik antar guru supaya tidak menjurus kepada perpecahan,
atau bahkan menghilangkan konflik tersebut.

Kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler

Kegiatan ko dan ekstra kurikuler merupakan kegiatan-kegiatan di luar kegiatan


pembelajaran. Meskipun di luar kegiatan pembelajaran, guru dapat juga mengintegrasikannya
dalam pembelajaran. Kegiatan-kegiatan ini sebenarnya sudah mendukung pelaksanaan
pendidikan karakter. Namun demikian tetap diperlukan perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi yang baik atau merevitalisasi kegiatan-kegiatan ko dan ekstra kurikuler tersebut agar
dapat melaksanakan pendidikan karakter kepada siswa.

Kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat

Kegiatan ini merupakan kegiatan penunjang pendidikan karakter yang ada di


sekolah. Rumah (keluarga) dan masyarakat merupakan partner penting suksesnya
pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah. Pelaksanaan pendidikan karakter sebaik apapun,
kalau tidak didukung oleh lingkungan keluarga dan masyarakat akan sia-sia. Dalam kegiatan
ini, sekolah dapat mengupayakan terciptanya keselarasan antara karakter yang dikembangkan
di sekolah dengan pembiasaan di rumah dan masyarakat (Puskur, 2011: 8).

 
PENUTUP

SIMPULAN

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah
sebuah proses menumbuhkan, mengembangkan dan mendewasakan kepribadian
seseorang.Pendidikan karakter sangat penting diterapkan demi mengembalikan karakter
bangsa Indonesia yang sudah mulai luntur. Dengan dilaksanakannya pendidikan karakter di
sekolah dasar, diharapkan dapat menjadi solusi atas masalah-masalah sosial yang terjadi di
masyarakat.

Tujuan pendidikan karakter adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik (Wina
sanjaya, 2008: 29). Begitu tumbuh dalam karakter yang baik, anak-anak akan tumbuh dengan
kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan
segalanya dengan benar, dan cenderung memiliki tujuan hidup.  

Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dapat dilaksanakan pada ranah


pembelajaran (kegiatan pembelajaran), pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan
belajar, kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan keseharian di
rumah dan di masyarakat.

SARAN 

Bagi Pihak Sekolah: Dengan menempatkan pendidikan karakter dalam kerangka


dinamika dan dialektika proses pembentukan individu, para insan pendidik diharapkan
semakin dapat menyadari pentingnya pendidikan karakter sebagai sarana pembentuk
pedoman perilaku, pengayaan nilai individu dengan cara menyediakan ruang bagi figur
keteladanan bagi anak didik dan menciptakan sebuah lingkungan yang kondusif bagi proses
pertumbuhan berupa, kenyamanan, keamanan yang membantu suasana pengembagan diri
satu sama lain dalam keseluruhan dimensinya (teknis, intelektual, psikologis, moral, sosial,
estetis, dan religius). Nilai-nilai pendidikan karakter perlu dikembangkan di sekolah. Nilai ini
berlaku universal, karena dapat digunakan oleh seluruh siswa di Indonesia tanpa adanya
diskriminasi terhadap pihak-pihak tertentu. Nilai-nilai ini bersumber dari agama, Pancasila,
budaya, dan tujuan pendidikan nasional
Bagi peserta didik : Pendidikan karakter dipandang sebagai solusi adanya
kekurang disiplinan siswa di sekolah. Pendidikan karakter dijadikan alat untuk
mengkarakterkan siswa. Melalui kegiatan ini, siswa dilatih bertindak sesuai dengan norma
dan aturan berlaku. Melalui kegiatan ini pula, siswa dibiasakan melaksanakan nilai-nilai yang
berlaku di masyarakat seperti gotong-royong, sopan santun, saling menghormati, dan lain
sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Koesoma, 2007. Pendidikan Karakter pada Sekolah. Jakarta: Kencana. 

Muin,Fachtul.2011.Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik dan praktik.Yogyakarta : Arr-


ruzz Media.

Tim Penyusun. 2011. Pedoman Pelaksanaan pendidikan Karakter :berdasarkan

pengalaman di satuan pendidikan rintisan. Jakarta : Puskurbu Badan Penelitian Dan


Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional.

Tim Penyusun. 2010. Rencana Aksi Nasional (RAN) Pendidikan Karakter  Kementerian


Pendidikan Nasional 2010–2014 (Online),

Tim penyusun, 2012. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran  Berdasarkan


Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk daya Saing Dan Karakter Bangsa: Pengembangan
Pendidikan Budaya dan  Karakter Bangsa. Jakarta: Pusat Kurikulum Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional

Anda mungkin juga menyukai