Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


GAGAL JANTUNG KONGESIF
(CHF)

DISUSUN OLEH
ALFIAN DIAN LESTARI
15142013753003

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN BANGSA
PURWOKERTO
2018

1
A. DEFINISI
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana
jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi
kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat.(Udjianti,
2010).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis
berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik
secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti, 2007)
Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari
struktur atau fungsi jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah ke jaringan dalam memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh (Darmojo, 2004 cit Ardini 2007).

Tabel Klasifikasi Gagal Jantung (CHF)

Stadium Gejala Pengobatan


Kelas I Gejala sering tidak Perubahan gaya hidup,
nampak medikamentosa dan
monitoring.
Kelas II Tetap merasaka nyaman CHF stadium ini
ketika istirahat, teteapi membutuhkan perubahan
dalam aktifitas fisik gaya hidup sehat, obat,
mudah lelah, palpiasi dan dan monitoring hati-hati
nafas sesak
Kelas III Tetap nyeman ketika Pengobatan dapat rumit
istirahat tetapi lebih dan membutuhkan
membatasi aktifitas fisik. evaluasi.
Olaraga ringan dapat
memicu lemah lesu,

2
palpitasi dan kesulitan
bernafas
Kelas IV Tidak dapat beraktifitas Tidak ada pengobatan
fisik dengan baik dan khusus fase ini, tetapi
gejala bisa muncul saat pengobatan paliatif dan
istirahat meningkatkan kualitas
hidup dilakukan.

B. ETIOLOGI
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1) Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis
koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2) Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung)
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan
penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
3) Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
4) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif

3
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas
menurun.
5) Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk
jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk
mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau
stenosis AV), peningkatan mendadak afterload.
6) Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme (misal: demam), hipoksia dan anemia diperlukan
peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen
sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen
ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas
elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur
pasien, beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang
jantung yang terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta
derajat gangguan penampilan jantung.

4
Manifestasi gagal jantung kongestif antrara lain sebagai berikut

Gejala Tanda
Tipikal Spesifik
 Sesak nafas  Peningkatan JVP
 Ortopneu  Refluks hepatojugular
 Paroxysmal dyspnea  Suara jantung S3
 Toleransi aktivitas yang (gallop)
berkurang  Apex jantung bergeser
 Cepat lelah ke lateral
 Bengkak di pergelangan kaki  Bising jantung
Tidak Tipikal Tidak Spesifik
 Batuk di pagi hari atau malam  Edema perifer
hari  Krepitasi pulmonal
 Mengi  Suara pekak dibasal paru
 Berat badan bertambah lebih saat diperkusi
dari 2 kg/ minggu  Takikardi
 Berat badan turun (gagal  Nadi ireguler
jantung stadium lanjut)  Nafas cepat
 Perasaan kembung/ begah  Hepatomegali
 Nafsu makan menurun  Asites
 Perasaan bingung (terutama  Oliguria
pasien usia lanjut)  Nokturia
 Depresi
 Berdebar
 Pingsan
Dikutip dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chornic heart failure 2012

D. PATOFISIOLOGI
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya
melibatkan satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat
kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan satu respon
hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan
patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu respon
hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian
(filling pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung

5
menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk
meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh
darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan
aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan
air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.
Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa
(pump function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function).
Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal
jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik.
Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara
klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang
ringan. Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh
terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin
aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya
merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah
yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan
curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan
penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang
mekanisme kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi dan retensi air
untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan
peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui
hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian
afterload, peninggian preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan lebih
menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak
terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik
(penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume
ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis
(hukum Laplace). Jika persediaan energi terbatas (misal pada penyakit
koroner) selanjutnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas. Selain itu
kekakuan ventrikel akan menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel. Pada

6
gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi sistemik
dari trombus mural, dan disritmia ventrikel refrakter. Disamping itu
keadaan penyakit jantung koroner sebagai salah satu etiologi CHF akan
menurunkan aliran darah ke miokard yang akan menyebabkan iskemik
miokard dengan komplikasi gangguan irama dan sistem konduksi
kelistrikan jantung. Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan
penurunan aktivitas listrik menunjukan peningkatan presentase kematian
jantung mendadak, karena frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi
ventrikel menurun. WHO menyebutkan kematian jantung mendadak bisa
terjadi akibat penurunan fungsi mekanis jant ung, seperti penurunan
aktivitas listrik, ataupun keadaan seperti emboli sistemik (emboli pulmo,
jantung) dan keadaan yang telah disebutkan diatas.
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih
rendah dari curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik
dijelaskan dengan persamaan CO= HR X SV dimana curah jantung adalah
fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup.
Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf
simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan
curah jantung, bila mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi
jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus
menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Tapi pada gagal
jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot
jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih
dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap
kontraksi tergantung pada tiga faktor yaitu:
1) Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah
yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan
yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.

7
2) Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi
yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan
perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
3) Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di
hasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan
yang di timbulkan oleh tekanan arteriole.

E. PEMERIKSAAN PENUJANG
1) Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua
pasien diduga gagal jantung.Abnormalitas EKG sering dijumpai pada
gagal jantung (Tabel 4).Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif
yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal,
diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat
kecil (< 10%).
2) Foto Toraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung.
Rontgen toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi
pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang
menyebabkan atau memperberat sesak nafas. Kardiomegali dapat
tidak ditemukan pada gagal jantung akut dan kronik.
3) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung
adalah darah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit),
elektrolit, kreatinin, laju filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi
hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan laindipertimbangkan sesuai
tampilan klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit yang
bermakna jarang dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai
sedang yang belum diterapi, meskipun anemia ringan,
hiponatremia, hiperkalemia dan penurunan fungsi ginjal sering

8
dijumpai terutama pada pasien dengan terapi menggunakan
diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor),
ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosterone.
4) Peptida Natriuretik
Terdapat bukti - bukti yang mendukung penggunaan kadar
plasma peptidanatriuretik untuk diagnosis, membuat keputusan
merawat atau memulangkan pasien, dan mengidentifikasi pasien
pasien yang berisiko mengalami dekompensasi. Konsentrasi peptida
natriuretik yang normal sebelum pasien diobati mempunyai nilai
prediktif negatif yang tinggi dan membuat kemungkinan gagal
jantung sebagai penyebab gejala- gejala yang dikeluhkan pasien
menjadi sangat keci.
5) Troponin I atau T
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung
jika gambaran klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut.
Peningkatan ringan kadar troponin kardiak sering pada gagal
jantung berat atau selama episode dekompensasi gagal jantung pada
penderita tanpa iskemia miokard.
6) Ekokardiografi
Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan
ultrasound jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler,
colour Doppler dan tissue Doppler imaging (TDI). Konfirmasi
diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi jantung dengan
pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan
secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran
fungsi ventrikel untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik
dengan pasien dengan fungsi sistolik normal adalah fraksi ejeksi
ventrikel kiri (normal > 45 - 50%).

9
F. PENATALAKSAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN
1) Penatalaksaan Medis
Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas. Tindakan preventif dan pencegahan
perburukan penyakit jantung tetap merupakan bagian penting dalam
tata laksana penyakit jantung. Strategi pengobatan mengunakan obat
dan alat pada pasien gagal jantung simtomatik dan disfungsi sistolik.
Sangatlah penting untuk mendeteksi dan mempertimbangkan
pengobatan terhadap kormorbid kardiovaskular dan non
kardiovaskular yang sering dijumpai. Obat-obatan yang biasa
digunakan antara lain:
a) Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEI)
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua
pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤
40 %.ACEI memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi perawatan rumah sakit karenaperburukan gagal
jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup (kelas
rekomendasi I, tingkatan bukti A). ACEI kadang-kadang
menyebabkan perburukanfungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi
simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu
ACEIhanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat
dan kadar kalium normal.
b) Penyekat β
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua
pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤
40 %. Penyekat β memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas
hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup.
c) Antagonis aldosteron

10
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron
dosis kecil harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan
fraksi ejeksi ≤ 35 % dan gagal jantung simtomatik berat (kelas
fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan gangguan
fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan
kelangsungan hidup.
d) Angiotensin receptor blockers (ARB)
Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada
pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
yang tetap simtomatik walaupun sudah diberikan ACEI dan
penyekat β dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis
aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan
kualitas hidup, mengurangi angka perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung ARB direkomedasikan sebagai alternatif
pada pasien intoleran ACEI. Pada pasien ini, ARB mengurangi
angka kematian karena penyebab kardiovaskular.
e) Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin
dapat digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat,
walaupun obat lain (seperti penyekat beta) lebih diutamakan. Pada
pasien gagal jantung simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40
% dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala,
menurunkan angka perawatan rumah sakit karena perburukan
gagal jantung,tetapi tidak mempunyai efek terhadap
angkakelangsungan hidup (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti
B).
2) Penatalaksaan Keperawatan
Manajemen atau penatalaksaan perawatan mempunyai peran dalam
keberhasilan pengobatan gagal jantung dan dapat memberi dampak

11
bermakna perbaikan gejala gagal jantung, kapasitas fungsional,
kualitas hidup, morbiditas dan prognosis. Manajemen perawatan dapat
didefnisikan sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan untuk
membantu pasien menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku
yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal
perburukan gagal jantung.
a) Memantau ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas
dan kualitas hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60%
pasien yang taat pada terapi farmakologi maupun non-farmakologi.
b) Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika
terdapat kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus
menaikan dosis diuretik atas pertmbangan dokter.
c) Memantau asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama
pada pasien dengan gejala berat yang disertai hiponatremia.
Restriksi cairan rutin pada semua pasien dengan gejala ringan
sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis.
d) Monitor pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2)
dengan gagal jantung dipertimbangkan untuk mencegah
perburukan gagal jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan
kualitas hidup.
e) Menitor kehilangan berat badan tanpa rencana
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal
jantung berat.Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan
prediktor penurunan angka kelangsungan hidup.Jika selama 6
bulan terakhir berat badan > 6 % dari berat badan stabil
sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien didefinisikan

12
sebagai kaheksia. Status nutrisi pasien harus dihitung dengan hati-
hati.
f) Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal
jantung kronik stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang
sama baik dikerjakan di rumah sakit atau di rumah.

G. KOMPLIKASI
Menurut Wijaya dan Putri (2013) komplikasi pada jantung yaitu:
1. Edema paru akut terjadi akibat jantung kiri
2. Syok kardiogenik: stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat
penurunan curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat
ke organ vital (jantung dan otak)
3. Episode trombolitik : thrombus terbentuk karena imobilitas pasien
dan gangguan sirkulasi dengan aktivitas thrombus dapat
menyumbat pembuluh darah.
4. Efusi pericardial dan tamponade jantung
Masuknya cairan kekantung pericardium, cairan dapat
meregangkan pericardium sampai ukuran maksimal. CPO menurun
dan aliran balik vena kejantung menuju tomponade jantng

13
H. PATHWAY Peningkatan beban tekanan (sentral: stenosis
aorta, perifer: Hipertensi

Peningkatan beban volume (Regurgitasi


Kelainan miokardium Beban sistol meningkat katup, pirau, peningkatan beban awal)
(kardiomiopati,miokarditis)
Kontraktilitasi menurun
Right heart failure
Kontraktilitas ventrikel menurun
Hambatan pengosongan ventrikel

Penurunan Curah Jantung

Beban jantung meningkat

GAGAL JANTUNG

Gagal pompa ventrikel kiri Gagal pompa ventrikel kanan

Forward Failure Tekanan diastolik meningkat

Katup atrum kanan


Suplai darah jaringan menurun Suplai O2 di otak menurun Meningkan respon sistemik
14
Suplai darah jaringan menurun Suplai O2 di otak menurun Meningkatakn respon sistemik Backward Failure Bendungan vena sistemik

Metabolisme anaerob Penurunan Kesadaran Menrangsang pengeluaran Penimbunan asam laktat


Meningkatkan EDV
ketekolamin

Asidosis metabolik Sinkop Meningkatan LVEDP hepar


Vasokontriksi arteria perifer

Meningkatkan LAP hepatomegali


ATP meningkat
Vasokontriksi arteria perifer
LAP diteruskan ke Mendesak diafragma
Fatigue belakang (Vasikular
paru
Perfusi yang kurang ke Renal flow menurun Sesak nafas
otot rangka
Intoleransi Aktifitas
Peningkatan tekanan
RAA Meningkat kapiler & vena paru-paru Ketidakefeketifan pola
Kelemahan dan keletihan nafas

Merangsang simpatikadregenik Tekanna hidrostatik >


tekanan onkotik vaskular

Retensi natrium/H2O ADH meningkat Aldosteron meningkat Transudasi cairan ke


alveoli
Preload & after load meningkat
Oedema paru
Oedema Kelebihan volume
cairann
Iritasi mukosa
15
Iritasi mukosa paru

Penumpukan sekret

Pertukaran O2 dan CO2 di


paru terhambat

Gangguan Pertukarn Gas

16
I. PENGKAJIAN

Airway : Paten
: Tidak paten : Gurgling / snoring / stridor
Breathing : Efektif Tidak efektif (absen)
: Warna kulit : normal pucat
: Pola nafas : normal tidak ,
…………………………..
: Kerja nafas : normal takipnea bradipnea /
: Menggunakan otot bantu nafas : ya tidak
: Suara nafas : vesikuler wheezing ronchi
stridor
: Jejas : ya tidak
: Deviasi trakea : ya tidak
: Pengembangan dada : simetris tidak
: Distensi vena jugularis: ya tidak
Circulation : Kualitas nadi : kuat lemah
: Ritme jantung : regular irregular
: EKG : normal tidak normal
: CRT : detik
: warna kulit : normal pucat
Suhu kulit : hangat dingin
Diaphoresis : ya tidak

Disability Tingkat Kesadaran : CM


GCS
E4 M6. V5
Eksposure

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload

17
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi
3. Ketidakefektifan pola nafas dengan keletihan otot pernafasan

K. INTERVESI KEPERAWATAN

No Tujuan dan kretria hasil Intervesi


.
Dx
1. Setelah dilakuan tindakan keperawatan selama 3x Perawatan jantung
24 jam diharapkan curah jantung dapat berfungsi  Ajarkan pasien
baik, dengan kreteria hasil: tentang pentingnya
Keefektifan pompa jantung untuk segera
Indikator Awal Akhir melaporkan bila
Tekanan darah sistolik 3 4
merasakan nyeri
Tekanan darah diastolik 3 4
Denyut nadi perifer 3 5 dada
Tekanan vena sentral 3 4
 Evaluasi episode
Suara jantung abnormal 3 4
Ortopnea 3 5 nyeri dada
Hepatomegali 3 4 (intensitas, lokasi,
Asites 3 5
radiasi, durasi, faktor
Keterangan : yang memicu serta
1. Deviasi berat dari kisaran normal meringankan nyeri
2. Deviasi cukup berat dari kisaran normal dada)
3. Deviasi sedang dari kisaran normal  Monitor EKG
4. Deviasi ringan dari kisaran normal  Lakukan pengkajian
5. Tidak adadeviasi dari kisaran normal komprehensif
padasirkulasi perifer
 Kolaborasi
pemberian agens
farmokologis

18
2. Setelah dilakuan tindakan keperawatan selama 3x Manajemen cairan
24 jam diharapkan cairan dalam tubuh berkurang  Jaga intake dan catat
dengan kreteria hasil : ouput pasien
Keseimbangan cairan  Monitor indikasi
Indikator Awal Akhir kelebihan cairan
Tekanan darah 3 4
(edema, distensi
Keseimbangan intake dan 3 4
vena leher dan
oupute dalam 24 jam
Berat badan stabil 3 5 asites)
Asites 3 5
 Konsultasikan
Edema perifer 3 4
Pusing 3 5 dengan dokter jika
tanda-tanda dan
Keterangan : gejala kelebihan
1. Sangat terganggu cairan menetap atau
2. Banyak terganggu memburuk
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu

3. Setelah dilakuan tindakan keperawatan selama 3x Monitor pernafasan


24 jam diharapkan pola nafas pasien kembali  Monitor kecepatan,
normal (16-24x /menit) dengan kreteria hasil : irama, kedalaman,
Status pernafasan dan kesulitan
Indikator Awal Akhir bernafas
Frekuensi pernafasan 4 2
 Monitor suara nafas
Irama pernafasan 3 5
Dispnea saat istirahat 3 5 tambahan seperti
Gangguan kesadaran 3 4
ngorok atau mengi
Suara nafas tambahan 3 5
 Monitor suara
Keterangan : krepitasi pada pasien
1. Sangat berat  Beri bantuan terapi
2. Berat nafas jika diperlukan

19
3. Cukup (misalnya nebulizer)
4. Ringan Manajemen jalan nafas
5. Tidak ada  Auskultasi suara
nafas, catat area
yang ventilasinya
menurun
 Kelola pemberian
nebulizer

20
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria et all. 2016. Terjemahan Nursing Interveentions


Classification (NIC) Edisi 6. Kidlinton. Elsevie

Morhead, Sue et all. 2016. Terjemahan Nursing Outcome Classification


(NOC) Edisi 5. Kidlinton. Elsevie

Herdman, T. Heather et all. 2015. Diagnosa Keperawatan Difinisi &


Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta. ECG

Morton, Patricia et all. 2008. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan


Holistik, Edisi 8, Volume 2. Jakarta. ECG

Siswanto Bambang et all. 2005. Pedmaan Tatalaksana Gagal


Janutung. Jakarata.ECG

21

Anda mungkin juga menyukai