Aapengantar PND
Aapengantar PND
Di ambang fajar globalisasi, gerak perubahan yang luas sekali cakupannya, kecepatan dan
penetrasinya yang begitu instan, telah menimbulkan banyak problema, setidaknya telah
memunculkan pendapat pro dan kontra. Bagi mereka yang merasa siap untuk menghadapi era
tersebut, menganggap tidak ada permasalahan yang perlu ditakuti. Ini adalah sesuatu yang
wajar, satu konsekuensi logis bagi perkembangan kecerdasan manusia yang ditandai dengan
perkembangan segala aspek kehidupan, terutama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tetapi di sisi lain, bagi mereka yang belum atau tidak siap menghadapi era tersebut,
menganggap globalisasi adalah momok yang sangat luar biasa beratnya, bahkan mereka
menentang keras arus globalisasi dengan berbagai macam alasan, mulai dari kecemasan akan
dapat merusak sendi-sendi kehidupan yang diyakini kebenarannya selama ini, hingga ketakutan
akan timbulnya penindasan-penindasan dan eksploitasi model baru terhadap kehidupan umat
manusia di muka bumi.
Apa pun alasannya, bisa diterima oleh akal atau tidak, disetujui atau tidak. Ini adalah kenyataan.
Globalisasi adalah arus yang sangat besar, arus yang harus di hadapi oleh umat manusia.
Memang selalu tersedia alternatif; pertama, manusia harus mempersiapkan dirinya semaksimal
mungkin untuk ikut bermain dalam arus globalisasi dengan segala resikonya, yaitu terbawa arus
dan hanyut, atau ikut mengendalikan arus agar tetap terjaga keeksistensiannya. Kedua, tetap
bersikukuh menentangnya, walau pun itu menjadi misi yang tidak mungkin.
Beberapa tokoh futuristik terkenal, seperti Patricia Aburdane, Alvin Tofler atau John Neisbit, di
awal-awal tahun 90-an pernah mengingatkan kepada masyarakat manusia tentang berbagai
kemungkinan perkembangan dunia yang tidak semuanya selalu melaju seperti apa yang
diharapkan, tetapi ada bagian-bagian lain yang menyimpang. Ini, penyebab utamanya adalah
ketidaksiapan sebagaian besar masyarakat dengan produk-produk budaya mutakhir yang lahir
dari perkembangan yang begitu pesat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang
kecepatannya lebih dari apa yang pernah dipikirkan oleh manusia sebelumnya.
Kegagapan manusia menghadapi fenomena global yang sarat dengan bebagai konflik sosial ini
diistilahkan oleh Tofler sebagai fenomena “guncangan kebudayaan”. Fenomena ini
digambarkan kepada dua kecendrungan besar realitas masyarakat yaitu sebagian bisa melaju ke
arah peradaban baru, sedang sebagian lagi semakin terpuruk di belakang.
Eksistensi dan kualitas sebuah bangsa pun, demikian lanjut Tofler akan dipengaruhi oleh
penguasaan-penguasaan di bidang pendukung budaya global ini. Kelompok masyarakat tidak
cukup merasa aman hanya dengan menutup diri atau menganut semacam politik isolasi.
Semakin jauh tertinggal dalam upaya mengejar penyesuaian terhadap perkembangan budaya
global, maka yang terjadi adalah semakin banyak masyarakat menjadi objek perubahan dan
bukan menjadi subjek pengubah. Dampaknya adalah masyarakat akan lebih cendrung
mengikuti dan menjadi pengekor kecendrungan arus global ketimbang menjadi sumber
pengubah dan penentu kecendrungan. Sebaliknya jika masyarakat tidak gagap dengan arus
global, maka sangat memungkinkan untuk menguasai kesempatan bekerja sama antar sesama
umat manusia di muka bumi serta semakin memberikan harapan untuk mampu bersaing di
kancah masyarakat internasional.
Pendidikan atau proses pendidikan, dalam hal ini memiliki peran yang sangat strategis. Usaha
untuk mencapai kemajuan-kemajuan kehidupan bagi suatu masyarakat bangsa, tidak dapat lagi
dilakukan dengan cara sendiri-sendiri. Demikian halnya dengan proses pendidikan. Proses
pendidikan bukanlah sesuatu hal yang dapat berdiri sendiri, artinya bahwa banyak faktor terkait
yang dalam pelaksanaannya harus secara bersama-sama dan terpadu. Ini dikarenakan bahwa
kehidupan suatu bangsa tidak lagi dapat terlepas dari bangsa-bangsa lain, walau pun bangsa-
bangsa tersebut dalam kenyataannya memiliki permasalahan-permasalahan yang berlainan,
tetapi tetap saja memerlukan kerjasama yang sinergis untuk memecahkan permasalahan-
permasalahan tersebut.
1.Dampak dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah menjadikan negara dan
bangsa yang menguasainya sebagai negara industri modern. Penguasaan ini telah memberikan
kemakmuran dan kekayaan yang berlimpah bagi kehidupan mereka. Perkembangan tersebut,
telah membagi bangsa-bangsa dan negara di dunia menjadi kelompok negara atau bangsa yang
kaya dan kelompok bangsa yang miskin. Bagi negara-negara yang tidak mampu menguasai
teknologi, telah dijadikan pasar dari hasil industri sekaligus sumber bahan-bahan mentah oleh
negara-negara industri. Dengan demikian telah terjadi eksploitasi dari negara-negara industri
terhadap negara-negara yang tidak mampu mengembangkan industrinya sendiri. Negara-
negara industri menjadi semakin kaya dan makmur. Negara-negara kaya akan bertambah kaya
dan negara miskin akan tetap dan bahkan bertambah miskin.
Hubungan antara kekayaan dan kesempatan memperoleh pendidikan adalah sangat signifikan.
Ada suatu hubungan timbal-balik antara kekayaan dan pendidikan, yaitu di satu fihak bahwa
negara kaya mampu mengeluarkan sejumlah biaya yang besar bagi pendidikan para warganya,
tetapi di fihak lain kekayaan yang dicapai oleh suatu negara itu tergantung pada tersedianya
tenaga kerja yang berpendidikan; demikian pula penelitian dan pengembangan yang dilakukan
oleh universitas dan perguruan tinggi memerlukan biaya yang tinggi pula, adalah merupakan
bagian yang fundamental dari pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Kekayaan dan kemiskinan suatu bangsa atau negara ini berpengaruh banyak terhadap proses
pendidikan bagi warganya. Pada negara-negara miskin, pada umumnya negara-negara di Asia
dan Afrika, proporsi anak-anak umur antara 5 dengan 15 tahun yang bersekolah sangat rendah
yaitu di bawah 10%. Sedangkan pada negara-negara kaya, pada umumnya negara-negara di
Eropa Barat dan Amerika utara proporsinya sangat tinggi, bahkan bisa mencapai 100%.
Kekayaan atau kemiskinan relatif suatu negara, bukan saja mempengaruhi tingkat di mana
anak-anak itu pergi ke sekolah, tetapi juga macam pendidikan yang mereka terima. Di negara-
negara miskin, pada umumnya ruang sekolah hanya sedikit lebih baik dari pada gubuk; anak-
anak tampak kurang makan, waktu sekolah tidak teratur, guru-guru hanya memiliki tingkat
pendidikan yang rendah. Anak-anak itu diajar dengan jalan menghafal, dan apa yang diajarkan
sebagian besar adalah pengetahuan keagamaan tradisional. Berlawanan dengan keadaan
tersebut, adalah sekolah-sekolah mahal yang diperlengkapi dengan fasilitas sangat baik di
negara-negara kaya di dunia Barat yang anak-anaknya diberikan pendidikan yang menurut
orang tua mereka menjunjung tinggi nilai-nilai ilmu pengetahuan, demi pengetahuan itu
sendiri, atau disebabkan oleh karena mereka melihat adanya hubungan dengan “terus maju” di
dunia ini. Para guru mendapat pendidikan yang baik dan terlatih, serta kurikulumnya didisain
sebesar mungkin ada hubungannya dengan pekerjaan bagi anak-anak dikemudian hari yang
akan dilakukan setelah mereka meninggalkan bangku sekolah.
2.Percepatan pertumbuhan penduduk dunia dengan tingkat kelahiran yang tinggi telah
menimbulkan masalah bagi setiap negara untuk menyediakan banyak fasilitas pendidikan.
Tingkat kelahiran yang tinggi tersebut akan meningkatkan proporsi anak dalam kependidikan
suatu bangsa atau negara dibandingkan dengan proporsi yang ada sebelumnya. Dengan adanya
peningkatan proporsi tersebut, berarti gedung sekolah dan fasilitas pendidikan yang sudah ada
sebelumnya, tidak lagi bisa menampung seluruh anak usia sekolah. Ini berarti bahwa negara
harus mengembangkan dan menambah daya tampung sekolah-sekolah yang ada, dengan
segala fasilitas kependidikan serta guru-guru yang diperlukan.
Negara-negara maju di Barat pada umumnya, pertumbuhan penduduk yang berasal dari
kelahiran ini diatasi dengan kebijaksanaan birth controle. Namun problema mereka (negara-
negara Barat) menjadi kekurangan tenaga kerja untuk meningkatkan perindustrian mereka,
sehingga harus mendatangkan tenaga kerja asing, yang tentunya akan menimbulkan problema
dalam pendidikannya, yaitu bagaimana mendidik mereka agar menjadi tenaga profesional yang
diperlukan. Sebaliknya di negara-negara yang sedang berkembang, mereka menghadapi satu
kenyataan bahwa di samping proporsi anak-anak usia sekolah yang tidak mendapatkan
kesempatan bersekolah cukup tinggi, juga pertambahan penduduk melalui kelahiran yang
cukup tinggi pula, maka menjadi beban yang sangat berat bagi negara atau bangsa yang
bersangkutan untuk memberikan kesempatan pendidikan yang merata bagi mereka.
Berkaitan dengan proses tersebut di atas, adalah perhatian terhadap apa yang disebut dengan
demokrasi. Demokrasi ini, apakah dari jenis parlementer konvensional seperti di India, atau
suatu gerakan solidaritas seperti di Ghana dan Mesir, membutuhkan penghapusan buta huruf.
Pemerintah ada di tangan juru tulis, jabatan-jabatan dalam kabinet berada di tangan kaum
intelektual, para perwira militer diambil dari golongan kecil dalam masyarakat. Keadaan melek
huruf seluruh bangsa adalah syarat pertama bagi suatu pemungutan suara, bagi tanggapan
yang dapat diterima untuk kepemimpinan yang baru; serta untuk memperoleh suatu kelompok
pemimpin tertentu di masa depan. Dengan demikian, perjuangan kesadaran nasional tersebut
menimbulkan kehausan akan pendidikan, dan kehausan akan pendidikan ini, menjadikan
sebagai perioritas politik bagi setiap negara yang berorientasi pada kesadaran nasional.
Oleh karena itu, maka pendidikan massa telah diberi perioritas utama dalam semua program
pendidikan. Massa yang melek huruf juga diperlukan untuk tujuan-tujuan patriotik dan sosial.
Sesungguhnya di negara di mana setiap orang dapat membaca dan menulis, mereka dapat
dengan mudah membina kader-kader rakyat yang sangat tinggi keahliannya maupun
pendidikannya. Untuk itu diharapkan bahwa setiap negara menetapkan rencana untuk
mencapai melek huruf secara universal, suatu tujuan yang diungkapkan dengan sangat
mengesankan dalam Deklarasi Hak-hak Manusia Universal. Namun konsekuensinya adalah
beban finansial yang berat bagi negara untuk menyediakan sekolah-sekolah dan menarik anak-
anak muda dari angkatan kerja.
5.Faktor utama yang mengubah peran pendidikan secara cepat di negara-negara sedang
berkembang dewasa ini adalah apa yang disebut sebagai ledakan ilmu pengetahuan. Dapat
dikatakan bahwa sembilan dari sepuluh ilmuwan yang dahulu pernah hidup, dewasa ini hidup
kembali. Sudah pasti bahwa bila semua buku yang ditulis sebelum tahun 1900 di keluarkan dari
perpustakaan besar dunia, maka sangat sedikitlah ruangan ekstra yang dapat diciptakan.
Bangsa-bangsa yang dalam abad itu hidup dalam keadaan miskin dan buta huruf, dewasa ini
telah menghasilkan karya-karya kesarjanaan yang luar biasa.
Dengan selayang pandang, dapat diketahui dari setiap katalog universitas bahwa betapa
banyaknya mata pelajaran-mata pelajaran baru yang diperkenalkan dewasa ini. Masa
pergantian abad yang lalu, di universitas Cambridge misalnya, bukan saja tidak diajarkan bahasa
Inggris dan kesastraan lain yang modern, tetapi juga tidak diberikan pelajaran sosiologi atau
politik, sedikit sekali tentang ekonomi, sedikit tentang teknik, tidak ada tentang pertanian; dan
ilmu hanya dibatasi pada ilmu fisika, kimia dan sedikit biologi. Sekarang, sebagian besar tingkat
sarjana muda di Canbridge telah mempelajari mata pelajaran yang pada pergantian abad yang
lalu tidak pernah diajarkan serta dalam ilmu-ilmu alam dan sosial, riset utamanya adalah untuk
mata pelajaran yang dahulu belum di kenal. Inilah yang dikenal sebagai ledakan ilmu
pengetahuan.
Kelima faktor tersebut di atas telah menjadikan perwajahan pendidikan di akhir abad dua puluh
berubah dengan drastis. Perubahan-perubahan yang ditandai dengan ledakan ilmu
pengetahuan dan teknologi ini, telah menjadikan persoalan-persoalan pendidikan semakin
meluas, mulai dari sistem pendidikan yang akan dikembangkan hingga ke isi kurikulum dan
mata pelajaran di dalam kelas.
Pada hakikatnya pendidikan adalah usaha orang tua atau generasi tua untuk mempersiapkan
anak atau generasi muda agar mampu hidup secara mandiri dan mampu melaksanakan tugas-
tugas hidupnya dengan sebaik-baiknya. Orang tua atau generasi tua memiliki kepentingan
untuk mewariskan nilai-nilai dan norma-norma hidup dan kehidupan kepada penerusnya.
Demikian kata Ki Hajar Dewantara …
…mendidik ialah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Selaras dengan itu, John Dewey seorang filosof pendidikan berkebangsaan Amerika
mengatakan bahwa “pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan
fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia”.
Jadi maksud dari tujuan pendidikan adalah agar generasi muda sebagai penerus generasi tua
dapat menghayati, memahami dan mengamalkan nilai-nilai atau norma-norma tersebut dengan
cara mewariskan segala pengalaman, pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang
melatar belakangi nilai-nilai dan norma-norma hidup dan kehidupan.
Proses pendidikan mengalami perkembangan selaras dengan proses tumbuh berkembangnya
suatu masyarakat, suku dan bangsa. Setiap masyarakat, suku atau bangsa mempunyai cara-cara
tersendiri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya sesuai dengan pemahaman,
pengertian dan tujuan dari hidup dan kehidupan yang mereka hayati, yakini dan yang mereka
pelihara dan hormati bersama.
Sistem pendidikan terbentuk sesuai dengan pandangan hidup bangsa yang bersangkutan.
Apabila pandangan hidup suatu bangsa adalah terbuka, maka akan lebih mudah untuk
menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan zaman. Dalam sistem pendidikannya pun
akan banyak memberikan kesempatan kepada generasi mudanya untuk mengembangkan dan
mempersiapkan diri guna menghadapi tantangan dan perkembangan zaman yang selalu
berubah. Di sisi lain, ada pula pandangan hidup suatu bangsa yang tertutup. Mereka tidak mau
menerima pengaruh dari luar. Bangsa yang seperti ini tidak akan mungkin dapat mencapai
kemajuan-kemajuan, dengan demikian, maka mereka tidak akan mampu untuk menghadapi
tantangan-tantangan baru kehidupan yang menghadang. Bangsa yang pandangan hidupnya
tertutup tentunya akan menggunakan sistem pendidikan yang bersifat tradisional.
Bangsa yang tidak mampu untuk mengantisipasi perkembangan zaman disebabkan kesalahan
sistem pendidikannya yang tidak berorientasi pada pengembangan potensi pembawaan
generasi mudanya secara maksimal. Sistem pendidikan sangat tergantung dari cara pandang
suatu bangsa akan pengertian apa sebenarnya hakekat pendidikan tersebut. Dalam
perkembangannya, ada dua hakikat pendidikan yang diyakini. Pertama adalah kelompok yang
mengatakan bahwa hakikat pendidikan adalah mengembangkan potensi pembawaan generasi
muda atau anak secara maksimal sehingga akan memungkinkan bagi perkembangan budaya
masyarakat atau bangsa dari generasi ke generasi, serta akan selalu bisa memecahkan
problema kehidupan serta menjawab tantangan-tantangan zaman, sedangkan pandangan yang
kedua adalah menanamkan sesuatu pada jiwa atau diri seseorang yaitu penanaman nilai-nilai
dan norma budaya yang telah ada di kalangan generasi tua untuk dipelihara dan dipertahankan.
Pandangan kedua ini akan mengakibatkan terjadinya kemandegan atau stagnasinya sistem
budaya bangsa atau masyarakat yang bersangkutan.
Perkembangan ilmu dan teknologi telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Kemajuan di
bidang teknologi ini telah mengakibatkan perubahan-perubahan yang sangat fantastis, drastis
dan signifikan dalam kehidupan umat manusia di hampir segala aspek kehidupan.
Penyingkapan-penyingkapan rahasia alam oleh ilmu pengetahuan dan teknologi telah
memungkinkan manusia untuk mengeksploitasinya. Rasa ketergantungan manusia tehadap
alam seolah telah dapat diatasi, bahkan manusia telah berhasil menguasai alam guna
memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya, bahkan lebih jauh manusia pun telah mampu
untuk mengatur dan merekayasa alam dan pola sosial budayanya yang sedemikian rupa
sehingga manusia mampu menciptakan “sorga-sorga” dunia dengan lingkungan yang nyaman,
aman dan menyenangkan.
Usaha yang dilakukan oleh manusia tersebut adalah salah satu tujuan hidup manusia di dunia.
Oleh karena itu sistem pendidikan harus mengarah kepada usaha penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, karena dengan cara itulah manusia dapat mewujudkan kehidupan
surgawi di dunia ini. Sayangnya, pada saat ini pengusaan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern masih terbatas pada negara-negara maju saja. Ini artinya bahwa bangsa-bangsa maju
tersebut dapat menguasai dan mengendalikan kehidupan bangsa-bangsa lain di dunia ini, baik
secara ekonomis, politis, maupun sosial budaya dan kemasyarakatan, sementara di sisi lain
bahwa bangsa-bangsa yang tidak mampu untuk mengembangkan potensi akan tetap
menggantungkan hidupnya terhadap bangsa-bangsa maju. Tidak mengherankan apabila
eksploitasi dan penjajahan model baru pun tidak dapat dihindari oleh bangsa-bangsa yang
masih terkebelakang.
Fenomena di atas akhirnya juga memunculkan rasa ketakutan dan kebimbangan bagi bangsa-
bangsa yang baru atau belum berkembang dalam mengembangkan sistem pendidikan yang
mengarah kepada ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Mereka bahkan menjauhi
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi modern dalam sistem pendidikannya atau
memilih sistem pendidikan yang bersifat dualistis. Di satu pihak sistem pendidikan di arahkan
kepada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi guna memajukan kesejahteraan dan
kemakmuran umat di muka bumi, di sisi lain menolak ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Dengan adanya dualisme sistem pendidikan nasional ini, persatuan dan kesatuan nasional
bangsa menjadi rawan serta tidak mendukung pencapaian tujuan pendidikan nasional yang
ingin memajukan kehidupan bangsa dan negara secara utuh dan tidak terpecah belah.
C. Persoalan-persoalan Pendidikan Indonesia
Perkembangan atau dinamika seperti di atas yang mewarnai perjalanan panjang nasib
pendidikan Indonesia, mungkin bagi Hegel seorang filosof berkebangsaan Jerman adalah hal
yang wajar. Hegel pernah merumuskan tentang hukum dialektika yang menyatakan bahwa
sepanjang sejarah peradaban umat manusia ada satu hukum yang selalu menjadi penyebab
terjadinya perubahan-perubahan besar pada setiap zaman. Hukum dialektika Hegel ini
menjelaskan bahwa realitas yang terjadi di masyarakat sesungguhnya merupakan sebuah siklus
yang selalu ditandai oleh kenyataan dialektis. Satu sisi ada social reality yang posisinya sebagai
challenge, di sisi lain ada social reality yang posisinya sebagai response. Di satu sisi ada tesis, di
sisi lain ada antitesis. Satu sisi ada aksi, sisi lain ada reaksi dan demikian seterusnya sehingga
pada klimaksnya akan memunculkan sebuah tesis baru berupa realitas sosial baru.
Demikian dengan sistem pendidikan nasional Indonesia. Ketika orde lama berhasil
“ditumbangkan” oleh orde baru, maka sistem pendidikan nasional Indonesia lebih
dicendrungkan kepada keberlangsungan dan keselamatan negara, dengan kata lain pendidikan
dilaksanakan sepanjang dapat menjaga kesatuan, keutuhan dan kelestarian ideologi bangsa.
Tidak mengherankan semasa pemerintahan orde baru segala bentuk kebijakan pendidikan
selalu datangnya dari “atas” (pusat). Demikian pula ketika angin reformasi berhembus yang
ditandai dengan runtuhnya rezim orde baru yang selama 32 tahun berkuasa, kecendrungan
dekonstruksi terhadap sistem pendidikan nasional pun kembali mencuat. Orde baru dianggap
sebagai biang keladi kemandegan atau kemacetan (bila tidak mau dikatakan dengan istilah
kegagalan) sistem pendidikan nasional Indonesia. Ini dibuktikan dengan krisis multi dimensional
yang hingga pada saat kejatuhan orde reformasi saat ini pun belum juga berakhir, malah
kecendrungan disintegrasi bangsa semakin terbuka lebar.
Rezim orde baru dianggap bertanggungjawab terhadap kekacauan pendidikan nasional, karena
rezim orde baru telah menterjemahkan dan memanfaatkan undang-undang sistem pendidikan
nasional Indonesia sebagai alat untuk melanggengkan sistem kekuasaan dengan mematikan
kebebasan ekspresi dan kreasi, serta mengekang kebebasan berfikir. Dengan kata lain bahwa
undang-undang sistem pendidikan nasional telah dijadikan alat untuk mengeksploitasi individu-
individu demi kepentingan politik orde baru dengan dalih demi keutuhan dan keselamatan
kehidupan bangsa dan negara Indonesia sekarang dan masa depan.
Ketika orde rezim penumbang orde baru berkuasa di bumi pertiwi ini, isu-isu pendidikan pun
tidak dianggap signifikan. Isu pendidikan tetap dijadikan alat untuk kepentingan politik dan
bukan menjadi isu politik itu sendiri, sementara mereka dengan sombongnya berkata akan
mengatasi segala krisis multi dimensi di Indonesia dengan seksama dan dalam tempo yang
sesingkat-singkatnya. Mungkin para elit politik Indonesia sekarang lupa bahwa persoalan
pemulihan ekonomi, kedewasaan berpolitik, penegakan supremasi hukum dan lain sebagainya
akan sia-sia saja, sejauh sistem pendidikan Indonesia masih terkebelakang dan belum dijadikan
prioritas utama. Dengan istilah lain bahwa sampai kapan pun jika pendidikan tetap dijadikan
“anak tiri” dalam pembangunan bangsa, maka bangsa ini akan tetap bergelut dalam kemelut
satu ke kemelut yang lainnya.
Melihat perwajahan pendidikan Indonesia, maka melalui tulisan ini, penulis merumuskan 36
Rekomendasi yang harus dilaksanakan di awal-awal ini dengan segera. Agenda kerja ini akan
penulis bagi ke dalam 13 permasalahan pokok penyelenggaraan pengajaran dan pendidikan di
Indonesia, yaitu:
Kelemahan dalam pengelolaan dan layanan pendidikan nasional dapat diatasi melalui
pembaruan yang terdapat pada: (a) Isi yang direncanakan merupakan wujud dari
kelemahan yang harus diperbaiki: (b) Misi, yang dapat meningkatkan ketersediaan
layanan pendidikan, meningkatkan kualitas relevensi layanan pendidikan, memperluas
keterjangkauan layanan pendidikan: (c) menjamin untuk memperoleh layanan
pendidikan.
Menurut Triwiyanto (2014:153) Salah satu persoalan dalam kurikulum yang membuat
gelisah antara lain mengenai pengelolaan pendidikan nilai, terutama nilai kebangsaan
yang menjadi penghambat utama dalam upaya pembudayaan nilai Pancasila kepada
masyarakat. Layanan kurikulum dan pembelajaran adalah komponen layanan pendidikan
yang strategis karena disebut sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
bahan pelajaran, tujuan dan isi sebagai pedoman kegiatan pembelajaran dalam mencapai
tujuan pendidikan.
Persoalan yang menjadi tantangan bagi layanan pendidikan anak usia dini memang tidak
sedikit. Sejalan dengan Kementrian Pendidikan Kebudayaan (2010:24), persoalan
pendidikan anak usia dini antara lain:
Data dari Kementrian pendidikan nasional (2010:21) menunjukkan bahwa pada jenjang
SD/MI/SDLB/Paket A terjadi peningkatan Angka Partisipasi Kasar (APK) dari 112,5%
pada tahun 2004 menjadi 116,56% pada tahun 2008. Seiring dengan itu, Angka
Partisipasi Murni (APM) naik dari 94,12% pada tahun 2004 menjadi 95,40% pada tahun
2008.
Tetapi, APM pendidikan dasar belum merata di seluruh provinsi. Empat belas provinsi
masih dibawah rata-rata nasional yang sebagian besar berada di Indonesia bagian Tengah
dan Timur. Sementara itu, dari hasil UASBN, mutu pendidikan sangat bervariasi antar
provinsi. Terdapat enam provinsi memiliki rata-rata nilai UASBN di bawah 6, seluruh
provinsi tersebut berada di wilayah Indonesia Tengah dan Timur.
a. Persoalan belum optimalnya penyediaan dosen yang kompeten dan yang berkualitas
b. Upaya yang masih rendah dalam peningkatan kualitas pengelolaan perguruan tinggi
a. Penyediaan tutor yang berkompeten belum merata, baik antarprovinsi, kabupaten, dan
kota.
2.
Jenis-Jenis Layanan Khusus di Lembaga Pendidikan
Adapun jenis-jenis layanan khusus yang ada di sekolah, diantaranya:
1. Layanan Bimbingan dan Konseling
Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada siswa dalam upaya menemukan pribadi,
mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan. Bimbingan diberikan oleh guru pembimbing.
Menurut Imron (1995:214), konseling adalah usaha yang secara langsung berkenaan dengan
pemecahan masalah-masalah klien, sementara bimbingan lebih diaksentuasikan kepada bantuan
terhadap klien. Konseling ditujukan terutama kepada individu yang bermasalah, sementara bimbingan
ditujukan kepada semua individu baik yang bermasalah maupun yang tidak.
a) Fungsi penyaluran, yaitu membantu peserta didik dalam memilih jenis sekolah lanjutannya,
memilih program, memilih lapangan pekerjaan sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan cita-
citanya.
b) Fungsi pengadaptasian, yaitu membantu guru atau tenaga edukatif lainnya untuk menyesuaikan
program pengajaran yang disesuaikan dengan minat, kemampuan, dan cita-cita peserta didik.
c) Fungsi penyesuaian, yaitu membantu peserta didik dalam menyesuaikan diri dengan bakat, minat,
dan kemampuannya untuk mencapai perkembangan yang optimal.
2. Layanan Perpustakaan
Menurut Imron (1995:184), perpustakaan adalah suatu tempat dimana tersimpan koleksi bahan
pustaka yang disusun dan dikelola dengan menggunakan sistem tertentu agar dapat dipergunakan
untuk melayani mereka yang membutuhkan dan mempunyai sifat non profit. Perpustakaan
merupakan salah satu unit yang memberikan layanan kepada peserta didik dengan maksud membantu
dan menunjang proses pembelajaran di sekolah, melayani informasi yang dibutuhkan, serta
memberikan layanan rekreatif melalui koleksi bahan pustaka (Tim Dosen Administrasi Pendidikan
UPI, 2009: 216).REPORT THIS AD
Perpustakaan sekolah merupakan salah satu unit sekolah yang memberikan layanan kepada
peserta didik di sekolah sebagai sentra utama, dengan maksud membantu dan menunjang proses
belajar mengajar di sekolah, melayani informasi-informasi yang dibutuhkan, serta memberikan
layanan rekreatif melalui koleksi bahan pustaka (Imron. 1995:187). Perpustakaan sekolah sering
disebut sebagai jantung sekolah, karena yang menjadi denyut nadi proses pembelajaran di sekolah
adalah perpustakaan.
b) Mendidik peserta didik agar mampu memelihara dan memanfaatkan bahan pustaka secara efektif
dan efisien
Proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan peserta didik dapat dilakukan dengan
kelengkapan koleksi bahan pustaka yang berasal dari perpustakaan sekolah.
Dalam koleksi bahan pustaka yang tersimpan di perpustakaan, tersimpan juga ilmu pengetahuan.
Peserta didik dapat memanfaatkan koleksi bahan pustaka yang mempunyai muatan rekreatif
sebagai sarana rekreasi.
Dengan mengkaji koleksi bahan pustaka perpustakaan, peserta didik akan dapat menghargai
karya orang lain.
Layanan kafetaria adalah layanan makanan dan minuman yang dibutuhkan oleh peserta didik di
sela-sela mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah sesuai dengan daya jangkau peserta didik
(Imron, 1995:168). Makanan dan minuman yang tersedia di kafetaria tersebut harus mudah
terjangkau dari jumlah uang saku peserta didik tetapi juga memenuhi syarat kebersihan dan cukup
kandungan gizinya. Kafetaria sangat dibutuhkan di tiap-tiap sekolah. Hal ini dikarenakan agar peserta
didik tidak berkeliaran mencari makanan keluar sekolah.
a) Agar peserta didik mudah dalam mendapatkan makanan dan minuman yang terjamin
kebersihannya serta sesuai dengan daya jangkau uang sakunya
b) Agar peserta didik dapat bersama-sama dengan teman sebayanya memanfaatkan kafetaria sekolah
sebagai wahana untuk belajar dan mendalami materi-materi yang diajarkan.
c) Agar peserta didik mengenal jenis makanan yang sederhana dan murah harganya tetapi tinggi atau
memadai kandungan gizinya, dan sebagainya.
a) Fungsi normatif, peserta didik dapat dilatih cara makan yang baik sesuai dengan etika setempat,
dapat memahami cara dan etika makan, serta makan makanan dan minuman yang tidak terlarang.
b) Fungsi edukatif, peserta didik akan tahu cara makan yang sehat, dapat dilatih makan dan minum
dengan baik, dan sebagainya.
c) Fungsi preventif, peserta didik supaya tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang tidak
terjamin kebersihannya
4. Layanan Kesehatan
Layanan kesehatan yang biasa disebut dengan UKS adalah usaha kesehata masyarakat yang
dijalankan di sekolah (Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, 2009: 221). Layanan kesehatan
peserta didik adalah suatu layanan kesehatan masyarakat yang dijalankan di sekolah dan menjadikan
peserta didik sebagai sasaran utama, dan personalia sekolah lainnya sebagai sasaran tambahan
(Imron, 1995:154). Sasaran utama UKS adalah untuk meningkatkan atau membina kesehatan murid
dan lingkungan hidupnya.
b) Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan dimulai dengan cara memberikan informasi bahwa kebiasaan hidup sehat
merupakan model utama dalam kehidupan Peranan guru sangat besar dalam pendidikan kesehatan.
Penyelenggara UKS memerlukan kerjasama antara seluruh arga sekolah. Oleh karena itu, setiap
warga sekolah hendaknya menjalankan tugasnya dengan sebaik mungkin.
Sarana transportasi bagi peserta didik merupakan sarana penunjang untuk kelancaran proses
belajar mengajar. Peserta didik akan merasa aman dan dapat masuk atau pulang dengan waktu yang
tepat. Transportasi diperlukan terutama bagi peserta didik ditingkat prasekolah dan sekolah dasar.
Penyelenggara transportasi sebaiknya dilaksanakan oleh sekolah yang bersangkutan atau pihak
swasta.
6. Layanan Asrama
a) Tugas sekolah dapat dikerjakan dengan cepat dan sebaik-baiknya terutama jika berbentuk tugas
kelompok
b) Sikap dan tingkah laku peserta didik dapat diawasi oleh petugas asrama dan para pendidik
c) Jika diantara peserta didik mengalami kesulitan (misalnya kiriman orang tua terlambat), dapat
saling membantu
7. Layanan Koperasi
Layanan koperasi sekolah adalah koperasi yang dikembangkan di sekolah, baik di sekolah
dasar, sekolah menengah, dan maupun sekolah atas. Sedangkan koperasi peserta didik adalah
koperasi yang ada di sekolah tetapi pengelolaannya adalah peserta didik. Adapun tujuan secara umum
dari koperasi peserta didik adalah membentuk sifat kegotong royongan dan saling saling membantu
diantara sesama peserta didik khususnya yang berada di sekolah.
c) Sebagai wahana pelayanan kepada peserta didik yang membutuhkan dan mempunyai kebutuhan
mendesak, dan sebagainya.
8. Layanan Laboratorium
Laboratorium sekolah adalah sarana penunjang proses belajar mengajar baik tertutup maupun
terbuka yang dipergunakan untuk melaksanakan praktikum, penyelidikan, percobaan, pengembangan,
dan bahan pembakuan (Imron, 1995:177). Setiap sekolah harus mempunyai layanan laboratorium
guna menunjang kelancaran di dalam proses belajar mengajar.
Advertisement
Secara sederhana layanan pendidikan bisa diartikan dengan jasa pendidikan. Kata jasa (service) itu
sendiri memiliki beberapa arti, mulai dari pelayanan pribadi (personal service) sampai pada jasa sebagai
suatu produk (Rambat,2006:5). Sebelum lebih jauh membahas mengenai layanan pendidikan, terlebih
dahulu akan dibahas mengenai pengertian jasa menurut beberapa ahli, sehingga pembahasan ini dapat
dipahami secara komprehensif.
Kotler dalam buku Manajemen Jasa Terpadu mendefinisikan jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan
yang dapat ditawarkan kepada pihak lain, pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan
kepemilikan apapun, produksi jasa mungkin berkaitan dengan produk fisik atau sebaliknya (Nasution,
2004:6). Selanjutnya Stanton mengungkapkan bahwa jasa diidentifikasi sebagai kegiatan tidak berwujud
yang merupakan obyek utama dari transaksi yang dirancang untuk menyediakan keinginan atau
kepuasan kepada pelanggan.
include all economic activities whose output is not a physical product or construction, is generally
consumed at the time it is produced, and provides added value in forms (such as convenience,
amusement, timelines, comfort of health) that are essentially intangible concerns of its first purchaser.
Jasa pada dasarnya merupakan seluruh aktivitas ekonomi dengan output selain produk dan pengertian
fisik, dikonsumsi dan diproduksi pada saat bersamaan, memberikan nilai tambah dan secara prinsip
tidak berwujud (intangible) bagi pembeli pertamanya.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan sebagai produk jasa merupakan
sesuatu yang tidak berwujud akan tetapi dapat memenuhi kebutuhan konsumen yang diproses dengan
menggunakan atau tidak menggunakan bantuan produk fisik dimana proses yang terjadi merupakan
interaksi antara penyedia jasa dengan pengguna jasa yang mempunyai sifat yang tidak mengakibatkan
peralihan hak atau kepemilikan. Jasa bukan barang melainkan suatu proses atau aktivitas yang tidak
berwujud.
Pendidikan merupakan proses pemanusiaan manusia atau suatu proses yang harus dilakukan baik yang
terlembaga maupun tidak terlembaga yang menyangkut fisik dan non fisik dan membutuhkan
infrastruktur dan skil ataupun keterampilan. Dengan demikian Jasa Pendidikan adalah seluruh kegiatan
yang berhubungan dengan pendidikan yang mengutamakan pelayanan dalam prosesnya.
-----------
3.
A. Pengertian teori atau aliran pendidikan
Aliran pendidikan adalah pemikiran-pemikiran yang membawa pembaruan pendidikan.
Pertama, “teori” dipergunakan oleh para pendidik untuk menunjukkan hipotesis-hipotesis
tertentu dalam rangka membuktikan kebenaran-kebenaran melalui eksperimentasi dan
observasi serta berfungsi menjelaskan pokok bahasannya. O’Connor mendenifisikan istilah
“teori” ini katanya:
Kata “teori” sebagaimana yang dipergunakan dalam konteks pendidikan secara umum adalah
sebuah tema yang apik. Teori yang dimaksudkan hanya dianggap absah manakala kita
tetapkan hasil-hasil eksperimental yang dibangun dengan baik dalam bidang psikologi atau
sosiologi hingga sampai kepada praktek kependidikan.
Kedua, “teori” menunjuk kepada bentuk asas-asas yang saling berhubungan yang mengacu
kepada petunjuk praktis. Dalam pengertian ini, bukan hanya mencangkup pemindahan-
pemindahan eksplanasi fenomena yang ada, namun termasuk di dalamnya mengontrol atau
membangun pengalaman.
2. Aliran Empirisme
Tokoh aliran empirisme adalah John Lock, filosof inggris yang hidup pada tahun 1632-
1704. Teorinya dikenal dengan Tabulae Rasae (meja lilin), yang menyebutkan bahwa anak
yang lahir kedunia seperti kertas putih yang bersih. Kertas putih akan mempunyai corak dan
tulisan yang digores oleh lingkungan. Aliran empirisme berpendapat berlawanan dengan
kaum nativisme karena berpendapat bahwa dalam perkembangan anak menjadi manusia
dewasa itu sama sekali tidak ditentukan oleh lingkungannya atau oleh pendidikan dan
pengalaman yang diterimanya sejak kecil. Manusia-manusia dapat dididik menjadi apa saja
(kearah yang baik maupun yang buruk) menurut kehendak lingkungan atau pendidiknya.
Dalam pendidikan, pendapat kaum empiris ini terkenal dengan nama optimisme
pedagogis. Aliran empirisme dipandang berat sebelah sebab hanya mementingkan peranan
pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa
anak sejak lahir dianggap tidak menentukan, menurut kenyataan dalam kehidupan sehari-
hari terdapat anak yang berhasil karena berbakat, meskipun lingkungan sekitarnya tidak
mendukung.
Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan yang berasal dari dalam diri yang
berupa kecedasan atau kemauan keras, anak berusaha mendapatkan lingkungan yang dapat
mengembangkan bakat atau kmampuan yang telah ada dalam dirinya. Misalnya: Suatu
keluarga yang kaya raya ingin memaksa anaknya menjadi pelukis segala alat dibelikan dan
pendidik ahli didatangkan. Akan tetapi gagal, karena bakat melukis pada anak itu tidak ada.
Akibatnya dalam diri anak terjadi konflik, pendidikan mengalami kesukaran dan hasinya
tidak optimal.
3. Aliran Naturalism
Tokoh aliran ini adalah J.J Rousseau. Ia adalah filosof prancis yang hidup tahun 1712-
1778. Naturalisme berasal dari kata “nature” artinya alam atau apa yang dibawa sejak lahir.
Hampir senada dengan aliran nativisme, maka aliran ini berpendapat bahwa hakikatnya
semua anak sejak dilahirkan adalah baik. Bagaimana hasil perkembangannya sangat
ditentukan oleh pendidikan yang diterimanya atu yang mempengaruhinya. Jika pengaruh
atau pendidikan itu baik, maka akan menjadi baiklah ia, akan tetapi jika pengaruh itu jelek,
maka akan jelek pula hasilnya.
Seperti dikatakan oleh tokoh aliran ini, “Semua anak adalah baik pada waktu datang dari
tangan Sang Pencipta, tetapi semua jadi rusak ditangan manusia”. Oleh karena itu sebagai
pendidik Rousseau mengajukan “pendidikan alam”. Artinya, anak hendaklah dibiarkan
tumbuh dan berkembang sendiri menurut alamnya manusia atau masyarakat jangan banyak
mencampurinya.
Aliran naturalisme memiliki tiga prinsip dalam proses pembelajaran, (M. Arifin dan
Aminuddin R., 1992:9), yaitu:
a. Anak didik belajar melalui pengalamannya sendiri. Kemudian terjadi interaksi antara
pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan perkembangan didalam dirinya secara
alami.
b. Pendidik hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pendidik
berperan sebagai fasilitator atau narasumber yang menyediakan lingkungan yang mampu
mendorong keberanian anak didik ke arah pandangan yang positif dan tanggap terhadap
kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan sugesti dari pendidik. Tanggung jawab belajar
terletak pada diri anak didik sendiri.
c. Program pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat dengan
menyediakan lingkungan belajar yang berorientasi kepada pola belajar anak didik. Anak
didik secara bebas diberi kesempatan untuk menciptakan lingkungan belajarnya sendiri
sesuai dengan minat dan perhatiannya.
Dengan demikian, aliran Naturalisme menitik beratkan pada strategi pembelajaran yang
bersifat paedosentris. Artinya faktor kemampuan individu anak didik menjadi pusat
kegiatan proses belajar-mengajar.
4. Aliran Konvergensi
Tokoh aliran konvergensi adalah William Stern. Ia seorang tokoh pendidikan jerman yang
hidup tahun 1871-1939. Aliran konvergensi merupakan kompromi atau kombinasi dari
aliran nativisme dan empirisme. Aliran ini berpendapat bahwa anak lahir didunia ini telah
memiliki bakat baik dan buruk, sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan
dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi, faktor pembawaan dan lingkungan sama-sama berperan
penting.
Anak yang mempunyai pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan pendidikan yang
baik akan menjadi semakin baik. Sedangkan bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan
berkembang dengan baik tanpa dukungan lingkungan yang sesuai bagi perkembangan bakat
itu sendiri. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak
secara optimal jika tida didukung oleh bakat baik yang dibawa anak. Karena itu teori W.
Stern disebut teori konvergensi (konvergen artinya memusat ke satu titik). Jadi menurut
teori konvergensi:
a. Pendidikan mungkin untuk dilaksanakan.
b. Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik
untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang
kurang baik.
c. Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.
Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat
dalam memahami tumbuh-kembang manusia. Meskipun demikian, terdapat variasi
pendapat tentang factor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuh-kembang itu.
Dari sisi lain, variasi pendapat itu juga melahirkan berbagai pendapat atau gagasan tentang
belajar mengajar, seperti peran guru sebagai fasilitator ataukah informator, teknik penilaian
pencapaian siswa dengan tes objektif atau tes esai, perumusan tujuan pengajaran yang
sangat behavioral, penekanan pada peran teknologi pengajaran (The Teaching Machine,
belajar berprogram, dan lain-lain) dan sebagainya. Dengan demikian, aliran konvergensi
menganggap bawa pendidikan sangat bergantung pada faktor pembawaan atau bakat
dengan lingkungan.
5. Aliran Esensialisme
Esensialisme adalah pendidikan yang di dasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah
ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance
dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah
dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta
terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu.
Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki
kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang
mempunyai tata yang jelas. Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk
corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi
tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-
masing.
Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang
disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep
meletakkan sebagian ciri alam pikir modern. Esensialisme pertama-tama muncul dan
merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka,
disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta,
yang memenuhi tuntutan zaman. Tokoh-tokoh Esensialisme:
a. Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831)
Hegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu
pemahaman yang menggunakan landasan spiritual.
b. George Santayana
George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam
suatusintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep
tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas
tertentu.
6. Aliran Progresivisme
Progresivisme adalah suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran
ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa
mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau
bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, William O. Stanley, Ernest
Bayley, Lawrence B. Thomas dan Frederick C. Neff.
Progravisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa
manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan
mengatasi maslah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam adanya manusia itu
sendiri (Barnadib, 1994:28). Oleh karena kemajuan atau progres ini menjadi
suatustatemenprogrevisme, maka beberapa ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan
kemajuan dipandang merupakan bagian utama dari kebudayaan yang meliputi ilmu-ilmu
hayat, antropologi, psikologi dan ilmu alam.
Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut
progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang
paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena
adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan
dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang
sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu
kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Progresvisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan
lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar "naturalistik", hasil belajar "dunia nyata" dan
juga pengalaman teman sebaya. Tokoh-tokoh Progresivisme:
a. William James (11 Januari 1842 – 26 Agustus 1910)
James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi organik,
harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup. Dan dia menegaskan agar
fungsi otak atau pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu
pengetahuan alam. Jadi James menolong untuk membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi
teologis, dan menempatkannya di atas dasar ilmu perilaku.
b. John Dewey (1859 - 1952)
Teori Dewey tentang sekolah adalah "Progressivism" yang lebih menekankan pada anak
didik dan minatnya daripada mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah "Child
CenteredCuriculum", dan "Child CenteredSchool". Progresivisme mempersiapkan anak
masa kini dibanding masa depan yang belum jelas.
c. Hans Vaihinger (1852 - 1933)
Menurutnya tahu itu hanya mempunyai arti praktis. Persesuaian dengan obyeknya tidak
mungkin dibuktikan; satu-satunya ukuran bagi berpikir ialah gunanya (dalam bahasa
Yunani Pragma) untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia. Segala pengertian itu
sebenarnya buatan semata-mata; jika pengertian itu berguna. untuk menguasai dunia,
bolehlah dianggap benar, asal orang tahu saja bahwa kebenaran ini tidak lain kecuali
kekeliruan yang berguna saja.
7. Aliran Prenelialism
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh.
Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal atau selalu. Perenialisme
lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang
pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Jalan yang
ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan
menggunakan kembali nilai nilai atau prinsip prinsip umum yang telah menjadi pandangan
hidup yang kuat, kukuh pada zaman kuno dan abad pertengahan.
Kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh
kekacauan serta mambahayakan tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat daripada
kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik. Mohammad Noor
Syam (1984) mengemukakan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak
mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan
keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal. Tokoh-tokoh Perenialisme:
a. Plato, tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin yang sadar akan asas
normative dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan.
b. Aristoteles, Ia menganggap penting pembentukan kebiasaan pada tingkat pendidikan
usia muda dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral.
c. Thomas Aquinas, Ia berpendapat pendidikan adalah menuntun kemampuan-
kemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata tergantung pada kesadaran tiap-tiap
individu. Seorang guru bertugad untuk menolong membangkitkan potensi yang masih
tersembunyi dari anak agar menjadi aktif dan nyata.
8. Aliran Rekontruksionisme
Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggeris rekonstruct yang berarti menyusun
kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran
yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup
kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme, pada prinsipnya, sepaham
dengan aliran perenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Kedua
aliran tersebut, aliran rekonstruksionisme dan perenialisme, memandang bahwa keadaan
sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran,
kebingungan dan kesimpangsiuran proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan
rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup
kebudayaan yang baru, untuk mencapai tujuan utama tersebut memerlukan kerjasama antar
ummat manusia.
Aliran ini dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin
membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Adapun beberapa tokoh
dalam aliran ini:Caroline Pratt, George Count, dan Harold Rugg.
9. Aliran Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma yang artinya guna. Pragma berasal dari bahasa
Yunani. Maka Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar
adalah apa saja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan akibat-akibat yang
bermanfaat scara praktis. Misalnya, berbagai pengalaman pribadi tentang kebenaran mistik,
asalkan dapat membawa kepraktisan dan bermanfaat. Artinya, segala sesuatu dapat diterima
asalkan bermanfaat bagi kehidupan. Tokoh tokoh Pragmatisme: Tokohnya, William James
(1842-1910) lahir New York, yang memperkenalkan ide-idenya tentang pragmatisme
kepada dunia. Ia ahli dibidang seni, psikologi, anatomi, fisiologi, dan filsafat. (Drs.
SMORO ACHMADI, 2003:).
Aliran-aliran Pendidikan
A.Nativisme
Istilah nativisme berasal dari kata natie yang artinya adalah terlahir. Aliran Nativisme bertolak
dari Leibnitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor
lingkungan, termasuk faktor prndidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil
perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak
kelahiran.Lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak.[1]
Tokoh aliran Nativisme adalah Arthur Schopenhauer (1788-1860), dia adalah seorang filsuf yang
berkebangsaan Jerman yang sangat dikenal sebagai orang yang pesimis dan pemahamannya
terhadap realitas sebagai yang tidak masuk akal.Dia berpendapat bahwa faktor pembawaan yang
bersifat kodrat dari kelahiran, yang tidak dapat diubah oleh alam sekitar atau atau pendidikan
itulah pribadi seseorang, bukan hasil pendidikan. Tanpa potensi hereditas yang baik, seseorang
tidak mungkin mencapai taraf yang dikehendaki, meskipun dididik dengan maksimal.[2]Dengan
demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. Nativisme
berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya, jika
anak memiliki bakat baik, ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat
yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.[3]
Contoh dari pandangan nativisme adalah anak mirip orang tuanya secara fisik dan akan mewarisi
sifat dan bakat orangtuanya. Misalnya, seorang anak yang berasal dari keluarga ahli seni musik,
maka anak tersebut akan berkembang menjadi seniman musik yag mungkin melebihi
kemampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah kemampuan orangtuanya.
Bertolak dari pemikiran diatas, maka konsep pendidikan Schopenhauer dapat dikemukakan lebih
lanjut senagai berikut:
Pertama, berkaitan dengan mendidik. Menurutnya, mendidik adalah tidak lain dari membiarkan
anak tumbuh berdasarkan pembawaannya. Berhasil tidaknya pendidikan tersebut, bergantung
kepada tinggi rendahnya jenis pembawaan yang dimiliki anak. Pendidikan menurut aliran ini
tidak memiliki kekuatan sama sekali. Dengan demikian, aliran nativisme ini termasuk yang
bersifat pesimistis dalam memandang pendidikan, yakni bahwa pendidikan tersebut sebagai yang
tidak ada nilainya.
Jika pandangan kaum nativisme tersebut dihubungkan dengan ajaran islam tampak bahwa ajaran
tersebut tidak sepenuhnya dapat diterima. Islam mengakui bahwa setiap manusia memiliki
kemampuan jasmani, akal, dan rohani yang dibawanya sejak lahir.Namun, berbagai kemampuan
tersebut tidak dapat dengan sendirinya tumbuh dan berkembang jika tidak dilakukan
pembinaan.Kemampuan tersebut baru merupakan potensi atau bahan yang masih harus dibentuk.
[4]Tentang adanya potensi yang harus dikembangkan dan dibina ini dapat dipahami dari ayat
yang artinya: ‘dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur.” (QS. Al-Nahl, 16:78).
B.Empirisme
Aliran Empirisme atau aliran yang berdasarkan pada pengalaman bertolak dari Lockean
Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkmbangan manusia, dan menyatakan
bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak
dipentingkan.Pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari di didapat dari dunia
sekitarnya yang berupa stimulant-stimulan.Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun
diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan.[5] Aliran ini sangan
berlawanan dengan aliran nativisme yang beranggapan bahwa perkembangan manusia
tergantung pada faktor bawaan(keturunan) dan bukan dari lingkungan.
Seorang filsuf Inggris bernama John Locke (1632-1704) mengembangkan sebuah teori yang
disebut dengan Teori “Tabula Rasa” yang menyebutkan bahwa anak yang lahir ke dunia seperti
kertas kosong (putih) atau meja berlapis lilin yang belum ada tulisan di atasnya. Oleh karena itu,
kertas kosong tersebut dapat ditulisi sekehendak hati yang menulisnya, dan lingkungan itulah
yang menulis kertas kosong tersebut.Menurut teori ini, kepribadian didasarkan pada lingkungan
pendidikan yang didapatinya atau perkembangan jiwa seseorang semata-mata bergantung kepada
pendidikan.[6]
Misalnya, ada dua anak lahir kembar, dan dari kecil mereka dipisahkan dan dibesarkan pada
lingkungan yang berbeda.Satu dari mereka dididik oleh keluarga yang kaya raya dan
disekolahkan di sekolah modern, dan yang satu dididik oleh keluarga miskin di sebuah desa.
Ternyata pertumbuhannya tidak sama.
Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman, sedangkan kemampuan dasar
yang dibawa anak sejak lahir dikesampingkan.Padahal, ada anak yang berbakat dan berhasil
meskipun lingkungan tidak mendukung.[7]
Dalam pandangan Islam, teori empirisme atau behaviorisme yang dikemukakan John Locke
tersebut tidak sepenuhnya dapat diterima. Islam mengakui bahwa lingkungan atau pendidikan
memiliki pengaruh dalam pembentukan pribadi anak. Ibn Miskawaih, Ibn Sina, dan al-Ghazali
misalnya mendukung paham tersebut. Para filsuf Islam tersebut misalnya berpendapat, bahwa
jika lingkungan atau pendidikan tidak berpengaruh pada pembentukan pribadi manusia, maka
kehadiran para Nabi menjadi sia-sia.Kenyataa menunjukkan bahwa dengan kedatangan para
Nabi, keadaan masyarakat menjadi berubah dari keadaan yang tersesat menjadi lurus, dari
keadaan berbuat zalim menjadi berbuat baik, dari keadaan bodoh menjadi pandai, dari keadaan
biadab menjadi beradab dan seterusnya. Nabi Muhammad Saw misalnya menyatakan bahwa ia
diutus ke muka bumi ini adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
Namun demikian, Islam tidak memutlakkan peran lingkungan atau pendidikan dan
menghilangkan peran hidayah Allah Swt. Islam memandang bahwa lingkungan tidak
sepenuhnya dapat membentuk orang menjadi baik.Buktinya ada anak seorang Nabi yang tidak
menjadi orang yang beriman. Di dalam Al-Qur’an Allah Swt, menyatakan: sesungguhnya kamu
tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi
petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang
mau menerima petunjuk. (QS Al-Qashash, 28:56). Dengan demikian, terlihat dengan jelas bahwa
pemikiran pendidikan empirisme atau behaviorisme tidak sepenuhnya dapat diterima dalam
ajaran Islam.
C.Konvergensi
Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam
memahami tumbuh kembang manusia.Karena aliran ini merupakan perpaduan dari aliran
sebelumnya, yaitu nativisme dan empirisme. Seorang tokoh pendidikan Jerman bernama William
Stern (1871-1939) berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai
pembawaan baik maupun pembawaan buruk, sedangkan perkembangan anak selanjunya akan
dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi, faktor pembawaan dan lingkungan sama-sama berperan
penting.[8]
Bakat yang dibawa anak pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya
dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Sebaliknya, lingkungan yang
baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak
tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu.
Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak manusia berbahasa dengan kata-kata.Pada anak
manusia ada pembawaan untuk berbicara melalui situasi lingkungannya, anak berbicara dalam
bahasa tertentu.Lingkungan pun mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaan
bahasanya. Karena itu tiap anak manusia mula-mula menggunakan bahasa lingkungannya,
misalnya bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Indonesia, dan sebagainya. Kemampuan satu anak
dengan anak yang lain (yang tinggal dalam lingkungan yang sama) untuk mempelajari bahasa
mungkin tidak sama. Itu disebabkan oleh adanya perbedaan kuantitas pembawaan dan perbedaan
situasi lingkungan, biarpun lingkungan anak-anak tersebut menggunakan bahasa yang sama.
Di kalangansebagian pemikir Islam ada yang berpendapat , bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh
Nabi Muhammad Saw adalah ajaran yang mendukung teori konvergensi. Pendapat ini didasarkan
pada hadis Nabi yang artinya: bahwa setiap anak yang dilahirkan telah membawa fitrah, maka
kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.
(HR Baihaqi)
Namun demikian, Islam sesungguhnya lebih tepat dikatakan sebagai penganut paham
konvergensi plus, yakni bahwa keberhasilan pendidikan selain disebabkan karena usaha manusia,
juga karena hidayah dari Allah Swt. Hal ini dapat dipahami dari QS Al-Waaqi’ah (56) ayat 63-64
yang artinya: maka apakah kamu memerhatikan apa-apa yang kamu tanam? Apakah kamu
menumbuhkannya atau kami yang menumbuhkannya?.Dengan berpegangan ayat tersebut, maka
Islam menganut paham konvergensi plus, atau konvergensi yang memadukan antara usaha
manusia dengan kehendak Tuhan.Hal ini sejalan pula dengan ideology pendidikan Islam yang
bercorak humanism theo-centris, yakni ideology yang memahami penggabungan antara usaha
manusia dan kehendak Tuhan.
4.
Pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis-sistemik selalu bertolak darisejumlah
landasan serta pengindahan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat
penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan
masyarakat bangsa tertentu. Beberapa landasan pendidikan tersebut adalah landasan filosofis,
sosiologis, dan kultural, yang sangat memegang peranan penting dalam menentukan tujuan
pendidikan. Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan untuk
mnjemput masa depan.
Bab III ini akan memusatkan paparan dalam berbagai landasan dan asas pendidikan, serta
beberapa hal yang berkaitan dengan penerapannya. Landasan-landasan pendidikan tersebut
adalah filosofis, kultural, psikologis, serta ilmiah dan teknologi. Sedangkan asas yang dikalia
adalah asas Tut Wuri Handayani, belajar sepanjang hayat, kemandirian dalam belajar.
A. LANDASAN PENDIDIKAN
1. Landasan Filososfis
1. Esensialisme
Esensialisme adalah mashab pendidikan yang mengutamakan pelajaran teoretik (liberal arts)
atau bahan ajar esensial.
2. Perenialisme
Perensialisme adalah aliran pendidikan yang megutamakan bahan ajaran konstan (perenial)
yakni kebenaran, keindahan, cinta kepada kebaikan universal.
Prakmatisme adalah aliran filsafat yang memandang segala sesuatu dari nilai kegunaan praktis,
di bidang pendidikan, aliran ini melahirkan progresivisme yang menentang pendidikan
tradisional.
4. Rekonstruksionisme
2. Landasan Sosiolagis
2. hubunan kemanusiaan.
3. Landasan Kultural
Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat
dilestarikan/ dikembangkan dengan jalur mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi
penerus dengan jalan pendidikan, baiksecara formal maupun informal.
Pelestarian dan pengembangan kekayaan yang unik di setiap daerah itu melalui upaya
pendidikan sebagai wujud dari kebineka tunggal ikaan masyarakat dan bangsa Indonesia. Hal
ini harsulah dilaksanakan dalam kerangka pemantapan kesatuan dan persatuan bangsa dan
negara indonesia sebagai sisi ketunggal-ikaan.
4. Landasan Psikologis
Sebagai implikasinya pendidik tidak mungkin memperlakukan sama kepada setiap peserta
didik, sekalipun mereka memiliki kesamaan. Penyusunan kurikulum perlu berhati-hati dalam
menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan dijadikan garis-garis besar pengajaran
serta tingkat kerincian bahan belajar yang digariskan.
Pemahaman tumbuh kembang manusia sangat penting sebagai bekal dasar untuk memahami
peserta didik dan menemukan keputusan dan atau tindakan yang tepat dalam membantu
proses tumbuh kembang itu secara efektif dan efisien.
Iptek merupakan salah satu hasil pemikiran manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih
baik, yang dimualai pada permulaan kehidupan manusia. Lembaga pendidikan, utamanya
pendidikan jalur sekolah harus mampu mengakomodasi dan mengantisipasi perkembangan
iptek. Bahan ajar sejogjanya hasil perkembangan iptek mutahir, baik yang berkaitan dengan
hasil perolehan informasi maupun cara memproleh informasi itu dan manfaatnya bagi
masyarakat
B. ASAS-ASAS POKOK PENDIDIKAN
Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir,
baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan. Khusu s di Indonesia, terdapat
beberapa asas pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan
pendidikan itu. Diantara asas tersebut adalah Asas Tut Wuri Handayani, Asas Belajar
Sepanjang Hayat, dan asas Kemandirian dalam belajar.
Sebagai asas pertama, tut wuri handayani merupakan inti dari sitem Among perguruan. Asas
yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dwantara ini kemudian dikembangkan oleh Drs. R.M.P.
Sostrokartono dengan menambahkan dua semboyan lagi, yaitu Ing Ngarso Sung Sung Tulodo
dan Ing Madyo Mangun Karso.
Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas yaitu:
Ing Madyo Mangun Karso (jika ditengah-tengah memberi dukungan dan semangat)
Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari sisi lain
terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Kurikulum yang dapat meracang dan
diimplementasikan dengan memperhatikan dua dimensi yaitu dimensi vertikal dan horisontal.
Dalam kegiatan belajar mengajar, sedini mungkin dikembangkan kemandirian dalam belajar itu
dengan menghindari campur tangan guru, namun guru selalu suiap untuk ulur tangan bila
diperlukan.
Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalamperan utama
sebagai fasilitator dan motifator. Salah satu pendekatan yang memberikan peluang dalam
melatih kemandirian belajar peserta didik adalah sitem CBSA (Cara Belajar Siwa Aktif).
Landasan dan Asas-Asas pendidikan Serta
Penerapannya
1. Landasan pendidikan.
Menurut pandangan saya, Landasan pendidikan adalah tumpuan atau dasar yang dijadikan acuan
yang diperlakukan untuk sebagai dasar ukur dalam suatu kegiatan pendidikan berupa
pengelolaan dan penyelenggaraan dalam suatu sistem pendidikan dan instansi yang bernama
sekolah.
a. landasan religus pendidikan. landasan ini berkaitan erat dengan keyakinan.
b. landasan filosofis pendidikan. landasan ini berkaitan dengan nilai nilai yang dijadikan
pedoman atau acuan dalam suatu sistem pendidikan.
c. landasan ilmiah pendidikan. Yaitu konsep atau teori yang diambil dari berbagai disiplin
ilmu yang berkaitan dan mempengaruhi proses dan praktek pendidikan tersebut.
d. landasan yuridis. landasan ini berkaitan dengan undang-undang yang berlaku
2. Asas-asas pendidikan. Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau
tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan
a. Asas semesta, seluruh dan terpadu. Asas ini berkaitan dengan pendidikan yang
diselenggarakan secara terbuka bagi seluruh masyrakat maupun golongan apapun yang ada di
Indonesia
b. Asas belajar sepanjang hayat. Asas ini memiliki makna belajar selama kita masih bernafas
yang melibatkan semua orang yang mengarah pada pembembentukan diri, keterampilan dan
kemampuan orang dalam meningkatkan dirinya dengan segala motivasi hidup, baik itu dengan
menempuh pendidikan formal, non formal maupun informal
c. Asas tanggungjawab bersama.Tanggung jawab adalah kewajiban terhadap segala
sesuatunya; fungsi menerima pembebanan sebagai akibat sikap tindak sendiri atau pihak
lain. Kegiatan dalam proses pendidikan haruslah selalu didasarkan pada asas tanggung jawab,
karena kegiatan apapun yang dilakukan dalam pendidikan selalu diarahkan untuk mencapai
tujuan yakni membimbing dan mendidik para siswa agar dapt tumbuh dan berkembang secara
optimal sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimiliki.
d. Asas manfaat, adil dan merata. Pendidikan yang diselenggarakan harus berguna bagi
peningkatan hidup manusia dan masyarakat. Sementara itu asas adil dan merata maksudnya
adalah bahwa penyelenggaraan pendidikan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan
masyarakat sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya.
e. Asas tutwuri handayani. merupakan asas pendidikan Indonesia yang dikemukan oleh Ki
Hajar Dewantara tentang taman siswa. tutwuri berarti mengikuti perkembangan dan handayani
bearti mempengarui atau merangsang perkembangan tersebut. ada tiga semboyan dalam
tutwuri handayani yaitu:
1. ing ngarso sung tulada didepan memberikan contoh
2. ing madya mangun karsa ditengah membangkitkan semangat
3. tutwuri handayani dibelakang memberikan dorongan.
3. Penerapan Pendidikan
a. Pendekatan komunikasi oleh Guru. Dewasa ini masih terdapat kecenderungan bahwa peserta
didik masih terikat oleh penggunaan komunikasi satu arah dalam kegiatan pembelajaran dengan
mengandalkan metoda ceramah. Dalam komunikasi yang demikian, pendidik menenmpatkan
dirinya dalam kedudukan yang lebih tinggi dari peserta didik.
b. Masalah Tujuan Belajar. Sebagaimana dikemukakan pada bagian terdahulu, kemajuan ilmu
dna teknologi yang amat pesat menuntut orang untuk belajar secara terus-menerus sepanjang
hayatnya. Sehubungan dengan hal itu tujuan belajar yang learning to know dan learning to do
saja ternyata belum cukup. Oleh karena kemajuan teknologi, terutama kemajuan transportasi dan
komunikasi, memmbuat dunia semakin sempit ,sehingga intensitas interaksi antar manusia
semakin tinggi tanpa dibatasi oleh perbedaan suku, ras, dan asal-usul. Sehubungan dengan itu,
tujuan belajar sudah harus diperluas dengan menambahkan learning to life together. Selanjutnya
akibat kemajuan ilmu dan teknologi yang berimplikasi pada perubahan lapangan pekerjaan,
mengakibatkan apa yang dipelajari hari ini belum tentu sesuai dengan tuntutan lapangan kerja
yang berubah pada beberapa tahun berikutnya. Untuk itu tujuan kegiatan pembelajaran perlu
diperluas
5.
Pendidikan merupakan salah satu proses seseorang dapat bertumbuh dan
berkembang di lingkungan masyarakatnya.
Perlu diketahui, lingkungan yang baik dan tidak baik akan sangat
mempengaruhi kehidupan seseorang.
Ki Hajar Dewantara
Beliau mengatakan lingkungan pendidikan merupakan permintaan dalam
kehidupan anak-anak. Intinya adalah bahwa pendidikan mengarah semua
kekuatan yang ada di alam agar peserta didik sebagai manusia dan anggota
masyarakat dapat mencapai keselamatan yang tinggi dan kebahagiaan hidup.
Menurut Soekidjo Notoatmodjo
Beliau mendefinisikan secara umum Lingkungan Pendidikan adalah segala
upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu,
kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan
oleh pelaku pendidikan.
Kesimpulannya, lingkungan pendidikan merupakan permintaan anak, artinya
sejak usia dini, yang diberikan untuk dapat mempengaruhi baik secara
individu atau kelompok agar menjadi seperti yang diharapkan pemberi
pendidikan.
Keluarga
Keluarga itu dapat berbentuk keluarga inti (ayah, ibu, dan anak).
Sekolah
Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam
keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam
keterampilan.
Masyarakat
Hal ini disebabkan faktor waktu, hubungan, sifat, dan isi pergaulan yang
terjadi di dalam masyarakat.
LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik berupa
benda mati,makhluk hidup ataupun peristiwa-peristiwa yang terjadi termasuk kondisi
masyarakat terutama yang dapat memberikan pengaruh kuat kepada individu.
Seperti lingkungan tempat pendidikan berlangsung dan lingkungan tempat anak bergaul.
Lingkungan ini kemudian secara khusus disebut sebagai lembaga pendidikan sesuai dengan
jenis dan tanggung jawab yang secara khusus menjadi bagian dari karakter lembaga tersebut.
Pengertian lembaga pendidikan adalah organisasi atau kelompok manusia yang karena satu
dan hal lain memikul tanggung jawab atas terlaksananya pendidikan. Badan pendidikan itu
bertugas memberi pendidikan kepada si terdidik (Marimba, 1980) . secara umum fungsi
lembaga-lembaga pendidikan adalah menciptakan situasi yang memungkinkan proses
pendidikan dapat berlangsung sesuai tugas yang bebankan kepadanya karena situasi lembaga
pendidikan harus berbeda dengan situasi lembaga lain (Azra, 1998).
3. Kelompok hidup bersama (lingkungan sosial atau masyarakat) keluarga, kelompok bermain,
desa perkumpulan dan lainnya.
Related
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi anak yang memberikan
sumbangan bagi perkembangan dan pertumbuhan mental maupun fisik dalam
kehidupannya. Melalui interaksi dalam keluarga, anak tidak hanya mengidentifikasi diri
dengan orang tuanya, melaikan juga mengidentifikasikan (mensatupadukan) diri
dengan kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya. Pendidikan dalam lingkungan
keluarga dimulai sejak anak lahir ke dunia dari kandungan ibunya, dan berhenti apabila
sang anak meninggalkan keluarga asal untuk mendirikan keluarga baru.
Keluarga sebagai lembaga pendidikan mempunyai peranan penting dalam membentuk
generasi muda. Keluarga disebut pula sebagai lembaga pendidikan informal.
Pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang tidak diorganisasikan sacara
struktural dan tidak mengenal sama sekali penjenjangan kronologis menurut tingkatan
umum maupun tingkatan keterampilan dan pengetahuan. Persyaratan credential tidak
dipakai oleh karena itu tidak ada credential yang dihakkan oleh penerima maupun yang
diwajibkan dari pemberi pendidikan. (Azra,1998).Keluarga secara umum merupakan
suatu lembaga yang terdiri atas suami istri dan anak-anaknya yang belum menikah,
hidup dalam sebuah kesatuan kelompok berdasarkan ikatan tertentu.
Ditinjau dari sudut pandang pedagogis, ciri khas suatu lembaga adalah bahwa keluarga
itu adalah merupakan suatu persekutuan hidup yang dijalani rasa kasih sayang diantara
dua jenis manusia, yang bermaksud untuk saling meyempurnakan diri, terkandung juga
kedudukan dan fungsi sebagai orang tua. Jadi dapat disimpulkan bahwa suatu keluarga
dapat dikatakan keluarga lengkap apabila keluarga tersebut terdiri atas ayah, ibu dan
anak.
Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga tercipta karena adanya
ikatan antara ayah,ibu dan anak sehingga terjalin rasa kasih sayang.
Ø Fungsi Keluarga
Keluarga berfungsi untuk membekali setiap anggota keluarganya agar dapat hidup
sesuai dengan tuntutan nilai-nilai agama, pribadi, dan lingkungan. Demi perkembangan
dan pendidikan anak, keluarga harus melaksanakan fungsi-fungsinya dengan baik dan
seimbang. M.I Soelaeman (1994) mengemukakan beberapa fungsi kelurga yaitu :
a. Fungsi Edukasi
keluarga sebagai wahana pendidikan pertama dan utama bagi anak-anaknya agar
menjadi manusia yang sehat, tangguh, maju dan mandiri sesuai dengan tuntunan
perkembangan waktu.
b. Fungsi Sosialisasi
Keluarga mempersiapkan anak sebagai anggota masyarakat yang baik dan berguna
kehidupan di masyarakatnya.
c. Fungsi Proteksi
keluarga sebagai tempat memperoleh rasa aman, nyaman, damai dan tenteram bagi
seluruh anggota keluarga.
d. Fungsi Afeksi
keluarga sebagai tempat untuk menumbuhkembangkan rasa cinta dan kasih sayang
antara sesama anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya.
e. Fungsi Religius
f. Fungsi Ekonomi
g. Fungsi Rekreasi
keluarga harus menjadi lingkungan yang nyaman, menyenangkan, cerah, ceria, hangat
dan penuh semangat.
h. Fungsi Biologis
a. Peranan Ibu
Ibu memegang peranan penting dalam mendidik anak-anaknya. Sejak dilahirkan ibulah
yang selalu disampingnya, memberi makan, minum mengganti pakaian dan
sebagainya. Oleh karena itu kebanyakan anaka lebih cinta kepada ibunya dari pada
anggota keluarga lainnya. Ibu dalam keluarga merupakan orang pertama kali
berinteraksi dengan anaknya, ia merupakan orang pertama kali dikenal anaknya. Dari
seorang ibu diharapkan ia mengahdapi anaknya dengan penuh kasih sayang, sehingga
dikatakan bahwa “ ibu berperan sebagai lambang kasih sayang”.
Ngalim Purwanto (2004:82) mengatakan bahwa sesuai dengan fungsi serta tanggung
jawabnya sebagai anggota keluarga, dapat dijelaskan bahwa peranan ibu dalam
pendidikan anak-anaknya adalah sebagai berikut : 1) Sumber dan pemberi rasa kasih
sayang, 2). Pengasuh dan pemelihara. 3). Tempat mencurahkan isi hati, 4). Pengatur
dalam kehidupan berumah tangga, 5). Pembimbing hubungan pribadi, dan 6). Pendidik
dalam segi-segi emosional.
b. Peranan Ayah
Di samping ibu, ayah pun mempunyai peranan yang tidak kalah pentinya terhadap
pembentukan keperbadian anak. Anak memendang ayahnya sebagai orang yang
gagah, paling berani, paling perkasa. Kegiatan yang dilakukan ayah dalam pekerjaan
sahari-hari sangat berpangaruh besar kepada anak-anaknya.
Menurut ngalim purwanto (2004 : 83) peranan ayah dalam pendidikan anak-anaknya
adalah sebagai berikut : 1). Sumber kukuasaan dalam keluarga, 2). Penghubung intern
antara keluarga dengan masyarakan atau dunia luar, 3). Pemberi rasa aman bagi
seluruh anggota keluarga, 4). Pelindung terhadap ancaman dari luar, 5). Hakim atau
yang mengadili jika terjadi perselisihan, dan 6). Pendidik dalam segi-segi rasional.
Jadi seorang ayah hendaknya memiliki kesadaran bahwa ia turut bertanggung jawab
dalam penjagaan, perawatan, dan pemeliharaan serta pendidikan anak-anaknya itu
bersama dengan seorang ibu.
Sekolah, yaitu pendidikan skunder yang mendidik anak mulai dari usia masuk sekolah
sampai keluar sekolah dengan pendidiknya (guru) yang mempunyai kompotensi yang
profesional, personal, sosial dan pedagogis. Mengacu pada Sistem sekolah sebagai
pendidikan formal dirancang sedemikian rupa agar lebih efektif dan lebih efesien, yaitu
bersifat klasikal dan berjenjang. Sistem klasikal memungkinkan beberapa sejumlah
anak belajar bersama dan dipinpin oleh seorang atau beberapa guru sebagai fasilitator.
Sebagi konsekuensinya mereka menerima materi yang sama. Untuk itu, pada suatu
kelas biasa murid-muridnya mempunyai kemampuan yang relatif sama dari kelompok
umur yang hampir sama pula.
Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional pembelajaran
disekolah hendaknya memiliki fungsi dan tujuan yang mengacuh pada pendidikan
nasional. Sekolah hendaknya berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan bertujuan berkembangnya potensi anak didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Sekolah sebagai lembaga sosial melaksanakan fungsi sosial sebagai sebagai mana
lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Soleh Seogiyanto (Bambang Robandi, 2007)
mengemukakan fungsi-fungsi sekolah sebgai berikut :
Dalam lingkungan keluarga ayah dan ibu merupakan pendidik, sedangkan disekolah
disebut guru. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan anak didik untuk
mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Guru sebgai pengganti orang tua di
sekolah harus memberikan kemudahan dalam pembelajaran bagi semua anak didik.
Agar mampu mengembangkan segala kemapuan dan potensi yang dimiliki anak.
Ø Tugas Guru
Tugas utama guru menurut Undang-Undang Guru dan Dosen adalah mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi anak didik.
Kalau dijadikan kata benda Guru adlah sebagai pendidik, Pengajar, pembimbing,
pengarah, pelatih dan penilai.
Ø Karakteristik Sekolah
b. Pola tingkah laku warganya di atur oleh adat istiadat, norma-norma hukum dan
aturan-aturan yang berlaku.
c. Ada rasa Idensitas yang kuat yang mengikat pada warganya. Kesatuan wilayah,
kesatuan adat istiadat, rasa identitas, dan rasa loyalitas terhadap kelompoknya
merupakan pangkal dari perasaan bangsa sebagai patriotisme, jiwa korps, dan
kesetiakawanan dan lain-lain.
c. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang maupun
yang dimanfaatkan. Perlu pula diingat bahwa manusia dalam bekerja dan hidup sehari-
hari akan selalu memperoleh manfaat dan pengalaman hidupnya untuk meningkatkan
dirinya. Dengan kata lain manusia berusaha mendidik dirinya sendiri dengan
memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di masyarakatnya dalam bekerja,
bergaul dan sebagainya.
Di masyarakat ada kebudayaan, sebagai gagasan dan karya manusia beserta hasil
budi dan karya akan selalu terkait dengan pendidikan, utamnya belajar. Kebudayaan
adalah hasil cipta dan karya manusia berupa norma-norma, nilai-nilai kepercayaan,
tingkah laku dan tekhnologi yang dipelajari dan dimiliki semua anggota masyarakat
tertentu.
Menurut Taylor ( Made Pidarta, tanpa tahun) kebudayaan adlah totalitas yang kompleks
yang mencangkup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, dan
kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebgai
masyarakat. Sedangkan menurut Kuncaraningrat ( Tirtarahadja dan La Sulo,2000).
Kebudayaan dalam arti luas dapat berwujud:
6,
Permasalahan Pendidikan di Indonesia
Pendidikan adalah proses pembelajaran yang merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi,
dengan adanya pendidikan makan suatu negara akan bisa maju dan meningkat secara pesat
karena pendidikan itu tonggak kemajuan suatu bangsa. Maka dari itu suatu bangsa dikatakan
maju ketika pendidiknya tertata dengan baik dan melahirkan bibit-bibit yang cerdas supaya bisa
mengembangan bangsa dan negranya sendiri.
Apabila suatu negara memiliki sistem pendidikan yang masih cacat atau masih memiliki banyak
permasalahan, maka harus segera diselesaikan permasalahannya agar tidak berkepanjangan dan
tidak menimbulkan kekacauan akibat dari masalah pendidikan yang tak kunjung selesai.
Banyak faktor dan masalah yang menyebabkan pendidikan di Indonesia tidak bisa berkembang,
diantaranya:
Mahalnya biaya pendidikan adalah masalah pertama yang dihadapi orang-orang yang berada di
bawah garis kemiskinan dan sering kali anak-anak yang berada dibawah garis kemiskinan
sekolahnya akan diterbengkalaikan, karena dari pihak orang tua sudah tak menyanggupi biaya
sekolah dan lebih mementingkan kebutuhan untuk hidupnya sehari-hari. Maka dari itu masalah
ekonomi juga menjadi faktor utama dalam permasalahan pendidikan di Indonesia.
Fasilitas pendidikn yang kurang memadai juga sebuah permasalahan pendidikan di Indonesia.
Banyak sekolah-sekolah yang bangunannya hampir roboh, sudah tak layak dipakai untuk proses
pembelajaran, tidak memiliki fasilitas seperti kursi, meja belajar, buku, perlengkapan teknologi
dan alat-alat penunjang lainnya yang mengakibatkan kurang optimlnnya pendidikan di
Indonesia.
Guru merupakan faktor yang penting dalam proses pendidikan, karena guru adalah seorang
pengajar dalam mengajarkan ilmu pengetahuannya supaya anak-anak bisa mendapatkan ilmu
pengetahuan yang telah diajarkan gurunya. Tugas utama seorang guru ialah mendidik, mengajar,
membimbing, melatih dan menilai dan mengevaluasi anak didiknya.
Apabila guru yang mengajar tidak terlatih makan proses belajar mengajar akan terhambat, karena
guru yang mengajar tidak terlatih atau kurang profesional dalam hal belajar mengajar, dan
apabila tidak seger diatasi maka akan mengakibatkan anak-anak merasa kurang mendapatkan
ilmu pengetahuan dari gurunya. Sedangkan tujuan awal adanya pendidikan itu untuk menambah
ilmu pengetahuan agar suatu saat nanti anak-anak penerus generasi bangsa bisa memajuakn
bangsa dan negaranya.
Faktor selanjutnya yang perlu ada untuk proses pembelajaran yaitu bahan belajar atau buku yang
memadai. Hal yang masih menjadi masalah adalah banyaknya siswa yang tidak memiliki buku
pelajaran untuk mengikuti pembelajaran dikelas.
Agar pembelajaran di dalam kelas bisa optimal siswa membutuhkan buku pelajran, latihan, dan
berbagai fasilitas yang menunjang aktivitas belajar yang lebih baik. Bukan hanya siswa, seorang
guru juga butuh bahan untuk mengajar di kelas, guru wajib berbagi pengetahuan kepada
siswanya agar siswa dapat mendapatkan pengetahuan dari seorang guru yang telah mengajarnya.
Agar dapat mengatasi permasalahan di atas seharusnya pemeritah menyediakan buku pelajaran
geratis yang dapat digunakan oleh siswa dan guru. Memperbaiki sarana perpustakaan untuk
menunjang proses pembelajaran. Masalah pendidikan seperti ini merupakan kendala yang
banyak terjadi di banyak negara dan masih terus diperbaiki sampai sekarang ini.