Anda di halaman 1dari 9

6 Jurnal Persona

KEMATANGAN EMOSI, KONSEP DIRI DAN KENAKALAN REMAJA

Lis Binti Muawanah Suroso Herlan Pratikto


Guru SMPN I Banyaan Universitas 17 Agustus 1945 Universitas 17 Agustus 1945
Kediri Surabaya Surabaya

Abstract, Emotional maturity, self-concept, and juvenile delinquency examined on 120 middle
adolescents. Researcher developed three research instrument of measurement, namely the scale of
juvenile delinquency, the scale of emotional maturity, and the self-concept scale. Data analyzed with the
multiple regression. Varians proportion of juvenile delinquency can be explained through the emotional
maturity and self-concept. Emotional maturity and self-concept simultaneously predict delinquency in
unidirectional and linear relationships; Emotional maturity is a psychological capacity that has the
potential to allow a decline in juvenile delinquency; Self-concept is a psychological capacity that no
potential to allow the reduction or increase in juvenile delinquency. Juvenile delinquency data not
normally distributed and relatively high. Prediction research findings apply only to groups of
adolescents with high delinquency rates. The findings are discussed in terms of their implications for
middle adolescent in context.

Key words: maturity of emotion, self-concept, juvenile delinquency

Intisari, Kematangan emosi, konsep diri, dan kenakalan remaja dikaji dalam penelitian kuantitatif
korelasional. Subjek penelitian adalah 120 remaja tengah (53 laki-laki, 67 perempuan) sekolah SMA
Negeri 7 Kediri kelas XI, usia 16 sampai dengan 17 tahun. Peneliti mengembangkan tiga alat ukur
penelitian, yaitu skala kenakalan remaja, skala kematangan emosi, dan skala konsep diri. Data variabel
2
penelitian dianalisis dengan analisis regresi ganda. Hasil analisis adalah: 1) R = 0,132 menunjukkan
13,2% proporsi variasi kenakalan remaja dapat dijelaskan melalui kematangan emosi dan konsep diri. F =
8,908 dan p = 0,000 (p < 0,05) menunjukkan dengan signifikan variabel kematangan emosi dan konsep
diri secara simultan memprediksi kenakalan remaja dalam hubungan searah dan linier; 2) Koefisien
korelasi parsial dalam analisis regresi (B) kematangan emosi = -0,313 dan p = 0,001 (p < 0,05)
menunjukkan hubungan kematangan emosi (setelah skor konsep diri dikontrol secara statistik) dengan
kenakalan remaja adalah berlawanan arah dan linier. Prediksi tersebut signifikan (p < 0,05). Kematangan
emosi merupakan kapasitas psikologis yang berpotensi untuk memungkinkan terjadinya penurunan
kenakalan remaja. Skor kenakalan remaja 134,225 – (-0,313) = 133,912 adalah skor penurunan yang
signifikan (bermakna); 3) Koefisien korelasi parsial dalam analisis regresi (B) konsep diri = -0,080 dan p
= 0,530 (p > 0,05) menunjukkan hubungan konsep diri (setelah skor kematangan emosi dikontrol secara
statistik) dengan kenakalan remaja adalah berlawanan arah dan linier. Prediksi tersebut tidak signifikan (p
> 0,05). Konsep diri merupakan kapasitas psikologis yang tidak berpotensi untuk memungkinkan
terjadinya penurunan atau peningkatan kenakalan remaja. Skor kenakalan remaja 134,225 – (-0,080) =
134,145 adalah skor penurunan yang tidak signifikan (tidak bermakna).
Data kenakalan remaja tidak berdistribusi normal dan tergolong tinggi. Prediksi temuan penelitian hanya
berlaku pada kelompok remaja dengan tingkat kenakalan tinggi.

Kata kunci: kematangan emosi, konsep diri, kenakalan remaja


Jurnal Persona 7

Kondisi remaja di Indonesia saat ini dapat tindakan agresif sebagai stategi keluar dari
digambarkan menikah usia remaja, seks pranikah masalah (coping) (Yanti, 2005).
dan kehamilan tidak dinginkan, aborsi 2,4 juta:
700-800 ribu adalah remaja, 17.000/tahun, Kenakalan remaja
1417/bulan, 47/hari perempuan meninggal karena Kenakalan remaja adalah perilaku remaja
komplikasi kehamilan dan persalinan, HIV/AIDS: melanggar status, membahayakan diri sendiri,
1283 kasus, diperkirakan 52.000 terinfeksi menimbulkan korban materi pada orang lain, dan
(fenomena gunung es) (70% remaja), minuman perilaku menimbulkan korban fisik pada orang
keras dan narkoba (Kusumaredi, 2011). lain. Perilaku melanggar status merupakan
Kasus kenakalan remaja yang terdata di perilaku dimana remaja suka melawan orang tua,
Badan Pemasyarakatan Anak (Bapas) kelas II membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit.
Kediri selalu terjadi peningkatan setiap tahun. Perilaku membahayakan diri sendiri, antara lain
Selama 2008 total ada 345 perkara, 2009 ada 312 mengendari kendaraan bermotor dengan
perkara, dan 2010 ada 309 perkara kecepatan tinggi, menggunakan narkotika,
(http://koranmontera.com/news/liputan.php? menggunakan senjata, keluyuran malam, dan
subaction=showfull&id=1303827055& archive= pelacuran. Perilaku menimbulkan korban materi,
&start_from=&ucat=1&. Unduh 26/10/2011 yaitu perilaku yang mengakibatkan kerugian pada
Pukul 21.00). orang lain, misalnya: mencuri dan mencopet,
Remaja menjadi nakal karena belum merampas Perilaku menimbulkan korban fisik
mampu melakukan kontrol emosi secara lebih pada orang lain adalah perkelahian, menempeleng,
tepat dan mengekspresikan emosi dengan cara- menampar, melempar benda keras, mendorong
cara yang diterima masyarakat (Lugo dalam sampai jatuh, menyepak, dan memukul dengan
Haryono, 1996). Remaja yang memiliki konsep benda (Jensen dalam Sarwono, 2001).
diri akan melakukan perbuatan positif yang
diharapkan masyarakat. Konsep diri negatif akan Kematangan emosi
membuat remaja cenderung melanggar peraturan Kematangan emosi adalah kemampuan
dan norma-norma masyarakat, dan akhirnya remaja dalam mengekspresikan emosi secara tepat
terlibat dalam kenakalan remaja. (Coopersmith dan wajar dengan pengendalian diri, memiliki
dalam Partosuwido, 1992). kemandirian, memiliki konsekuensi diri, serta
Dinamika perubahan psikologis yang tidak memiliki penerimaan diri yang tinggi.
terkontrol akan memungkinkan remaja terlibat Pengendalian diri adalah kemampuan remaja
kenakalan yang lebih beresiko. Kematangan emosi dalam mempertahankan dorongan emosi, serta
dan konsep diri sebagai konstruk psikologi positif memahami emosi diri untuk diarahkan kepada
yang berkembang dengan baik akan menurunkan tindakan-tindakan positif. Kemandirian adalah
potensi remaja terlibat kenakalan. Misalnya, keadaan dimana remaja tidak menggantungkan
perkelahian remaja secara psikologis disebabkan dirinya kepada orang lain. Rasa konsekuen adalah
konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi rasa tanggung jawab remaja dengan kesadaran
yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang untuk menjalankan keputusan, serta berani
lain, dan perasaan rendah diri (Tambunan 2001). bertanggung jawab terhadap semua akibat dan
Kemampuan mengatur emosi yang rendah keputusan yang telah diambil. Penerimaan diri
dan perilaku menjalin interaksi dengan orang lain adalah kemampuan remaja untuk dapat menerima
menyebabkan gangguan perilaku, memilih keadaan diri sendiri, baik kelemahan maupun

Jurnal Persona
Volume 1 Nomor 01. Juni 2012
8 Jurnal Persona

kelebihan, menerima diri secara fisik maupun keluar atau pemecahan yang diperlukan (Gorlow;
psikis dengan baik (Albin, 1996) Lugo dalam Haryono, 1996).
Keberadaan emosi di satu sisi dapat
Konsep diri menjadikan orang pasif dan tidak berdaya, tidak
Konsep diri adalah penilaian remaja mampu mempertanggungjawabkan apa yang
tentang diri sendiri yang bersifat fisik, psikis, dilakukan. Emosi di sisi lain dapat menjadi
sosial, emosional, aspirasi, dan prestasi. Konsep sumber energi yang membuat seseorang sanggup
diri fisik adalah gambaran remaja tentang melakukan apa saja secara tepat tanpa terpikirkan
penampilannya, dengan seksnya, arti penting sebelumnya. Seseorang perlu mengontrol
tubuhnya dalam hubungannya dengan emosinya. Kontrol emosi bukan berarti eliminasi
perilakunya, dan gengsi yang diberikan tubuhnya atau penekanan emosi moral, tetapi belajar
di mata orang lain. Konsep diri psikis adalah mengekspresikan emosi dengan cara-cara yang
gambaran remaja tentang kemampuan dan lebih dapat diterima atau disetujui oleh kelompok
ketidakmampuannya, harga dirinya dan sosial dan pada saat yang sama tetap dapat
hubungannya dengan orang lain. Konsep diri memberikan kepuasan yang maksimum dan
sosial adalah gambaran remaja tentang mengurangi gangguan ketidakseimbangan.
hubungannya dengan orang lain, dengan teman Kenakalan remaja sebagian disebabkan oleh
sebaya, dengan keluarga, dan lain-lain. Konsep pencapaian emosi yang kurang matang. Remaja
diri emosional adalah gambaran remaja tentang menjadi nakal karena belum mampu melakukan
emosi diri, seperti kemampuan menahan emosi, kontrol emosi secara lebih tepat dan
pemarah, sedih, atau riang-gembira, pendendam, mengekpresikan emosi dengan cara-cara yang
pemaaf, dan lain-lain. Konsep diri aspirasi adalah diterima oleh masyarakat (Lugo dalam Haryono,
gambaran remaja tentang pendapat dan gagasan, 1996).
kreativitas, dan cita-cita. Konsep diri prestasi Konsep diri terbentuk dan berkembang
adalah gambaran remaja tentang kemajuan dan berdasarkan pengalaman dan inteprestasi dari
keberhasilan yang akan diraih, baik dalam lingkungan, penilaian orang lain, atribut, dan
masalah belajar maupun kesuksesan hidup perilaku diri. Pengembangan konsep diri
(Hurlock, 1996). berpengaruh terhadap perilaku yang ditampilkan,
sehingga bagimana orang lain memperlakukan
Kematangan emosi, konsep diri dan kenakalan dan apa yang dikatakan orang lain tentang
remaja individu akan dijadikan acuan untuk menilai diri
Kematangan diri secara emosional sendiri (Shavelson & Roger, 1982). Remaja
(maturing emotional self) menunjuk pada emosi dengan konsep diri positif akan mampu mengatasi
yang menyangkut semua wilayah perilaku afektif dirinya, memperhatikan dunia luar dan
dengan melibatkan aspek biologis, kognitif, dan mempunyai kemampuan untuk berinteraksi sosial.
sosial. Kematangan emosi merupakan proses Remaja dengan konsep diri negatif akan sulit
dimana pribadi individu secara terus menerus mengganggap suatu keberhasilan diperoleh dari
berusaha mencapai suatu tingkatan emosi yang diri sendiri, tetapi karena bantuan orang lain,
sehat, baik secara intrafisik maupun interpersonal. kebetulan, dan nasib semata dan biasanya
Individu yang secara emosional telah matang mengalami kecemasan yang tinggi (Beane &
dapat menentukan dengan tepat kapan dan Lipka dalam Maria, 2007). Remaja dengan konsep
sejauhmana dirinya perlu terlibat dalam suatu diri positif berciri spontan, kreatif dan orisinil,
masalah sosial serta dapat turut memberikan jalan menghargai diri sendiri dan orang lain, bebas dan
dapat mengantisipasi hal negatif, serta
Jurnal Persona 9

memandang diri secara utuh, disukai, diinginkan status; Perilaku membahayakan diri sendiri;
dan diterima oleh orang lain. (Combs Snygg Perilaku menimbulkan korban materi pada orang
dalam Shiffer dkk, 1997). lain, dan; Perilaku menimbulkan korban fisik pada
Para teoris kontrol sosial menyatakan orang lain. Skor skala adalah 5-poin kontinum
bahwa yang menampakkan perilaku antisosial sangat setuju sampai sangat tidak setuju. Uji
adalah remaja yang memiliki konsep diri rendah. diskriminasi aitem (N = 93) 32 item memenuhi
Perspektif kontrol sosial menyatakan konsep diri indeks daya diskriminasi aitem, Corrected-Item-
mempengaruhi kontrol diri. Individu dengan Total-Correlation 0,310 s/d 0,772, reliabilitas
kontrol diri rendah memiliki kekuatan ego rendah, Alpha = 0,747. Contoh aitem, “Saya membolos
kurang mampu menunda kepuasan (kurang sabar), sekolah dengan alasan sakit.”
kurang toleran pada frustrasi dan lebih impulsif. Kematangan emosi diukur dengan 28
Perilaku sosial yang tidak tepat akan nampak aitem yang mengurai aspek-aspek dari Albin
ketika derajad kontrol sosial tidak cukup kuat (1996), yaitu: Pengendalian diri; Kemandirian;
menolak godaan yang ingin langsung dipuaskan Rasa konsekuen; Penerimaan diri. Item-item skala
(Hay, 2000). disusun secara favourabel dan unfavourabel. Skor
Perilaku nakal remaja dapat diatasi dengan skala adalah 5-poin kontinum sangat setuju
mempertinggi konsep diri. Perspektif teori sampai sangat tidak setuju. Aitem-aitem
peningkatan diri (self-enhancement) menyatakan memenuhi indeks daya diskriminasi aitem dengan
individu memiliki kecenderungan untuk Corrected-Item-Total-Correlation 0,260 s/d 0,693,
menambah positif konsep dirinya. Individu reliabilitas Alpha = 0,740 (N = 93). Contoh aitem,
berusaha mencapai kepuasan pribadi dan perasaan “Dalam mengemban kepercayaan saya
efektif dengan cara mencari aktivitas dan umpan menjalankannya dengan sungguh-sungguh.”
balik yang dapat mempertinggi konsep dirinya. Aspek-aspek konsep diri dari Hurlock
(1996) diurai menjadi 36 aitem untuk mengukur
Hipotesis konsep diri fisik, psikis, sosial, emosional, aspirasi
1. Kematangan emosi dan konsep diri dan konsep diri prestasi. Aitem-aitem favourabel
berhubungan dengan kenakalan remaja. dan unfavourabel diskala 5-poin kontinum sangat
2. Hubungan kematangan emosi dengan
setuju sampai sangat tidak setuju dan memenuhi
kenakalan remaja secara parsial adalah
berlawanan arah. indeks daya diskriminasi aitem dengan Corrected-
3. Hubungan konsep diri dengan kenakalan Item-Total-Correlation 0,261 s/d 0,633,
remaja secara parsial adalah berlawanan arah. reliabilitas Alpha = 0,737 (N = 93). Contoh aitem,
“Banyak teman membuat saya dapat mengenal
Subjek berbagai karakter orang.”
Subjek penelitian adalah remaja tengah
usia 16-17 tahun, 53 laki-laki dan 67 perempuan Hasil
yang tinggal di Kota Kediri Jawa Timur. 1. Koefisien determinasi R2 = 0,132,
menunjukkan 13,2% proporsi variasi
Alat ukur kenakalan remaja dapat dijelaskan melalui
kematangan emosi dan konsep diri. Sisanya
Kenakalan remaja diukur dengan skala
(100% - 13,2%) = 86,8% dijelaskan faktor lain
kenakalan remaja. Aitem-aitem favourabel- yang tidak dianalisis dalam penelitian. F =
unfavourabel mengurai aspek-aspek dari Jensen 8,908 dan p = 0,000 (p < 0,05) menunjukkan
(dalam Sarwono, 2001), yaitu: Perilaku melanggar dengan signifikan variabel kematangan emosi

Jurnal Persona
Volume 1 Nomor 01. Juni 2012
10 Jurnal Persona

dan konsep diri secara simultan membangkitkan kenakalan remaja. Hasil uji
memprediksi kenakalan remaja dalam asumsi menunjukkan kematangan emosi dan
hubungan searah dan linier. Hipotesis yang konsep diri berhubungan ko-linier. Sifat hubungan
menyatakan kematangan emosi dan konsep
kedua variabel tidak terpisahkan, kematangan
diri berhubungan dengan kenakalan remaja,
diterima. emosi ada di dalam konsep diri, dan konsep diri
2. Koefisien korelasi parsial kematangan emosi ada di dalam kematangan emosi. Remaja yang
= -0,313 dan p = 0,001 menunjukkan matang emosinya adalah remaja yang konsep
hubungan kematangan emosi (setelah skor dirinya berkembang baik. Remaja konsep dirinya
konsep diri dikontrol secara statistik) dengan berkembangan dengan baik adalah remaja yang
kenakalan remaja adalah berlawanan arah dan matang secara emosional.
linier. Prediksi tersebut signifikan (p < 0,05).
Kematangan emosi merupakan kapasitas Kematangan emosi yang terdiri dari aspek
psikologis yang berpotensi untuk pengendalian diri, kemandirian, perasaan
memungkinkan terjadinya penurunan
kenakalan remaja. Skor kenakalan remaja konsekuen, dan penerimaan diri (Albin, 1996)
134,225 – (-0,313) = 133,912 adalah skor adalah ko-linier dengan aspek-aspek konsep diri
penurunan yang signifikan (bermakna). dari Hurlock (1996), yaitu konsep diri fisik, psikis,
Hipotesis yang menyatakan hubungan sosial, emosional, aspirasi, dan prestasi. Informasi
kematangan emosi dengan kenakalan remaja perbandingan rerata teoritik dan empirik
secara parsial adalah berlawanan arah, menunjukkan kematangan emosi, konsep diri, dan
diterima.
kenakalan remaja yang menjadi subjek penelitian
3. Koefisien korelasi parsial konsep diri = -
0,080 dan p = 0,530 menunjukkan hubungan tergolong tinggi. Informasi hasil uji asumsi
konsep diri (setelah skor kematangan emosi normalitas sebaran menunjukan data kenakalan
dikontrol secara statistik) dengan kenakalan remaja tidak sesuai dengan ciri-ciri kurve normal.
remaja adalah berlawanan arah dan linier. Remaja yang terpilih sebagai subjek penelitian
Prediksi tersebut tidak signifikan (p > 0,05). kebetulan sebagian besar kenakalanannya
Konsep diri merupakan kapasitas psikologis tergolong tinggi.
yang tidak berpotensi untuk memungkinkan
terjadinya penurunan atau peningkatan Perkembangan emosi yang sangat matang
kenakalan remaja. Skor kenakalan remaja dan konsep diri yang berkembangan sangat baik
134,225 – (-0,080) = 134,145 adalah skor
penurunan yang tidak signifikan (tidak berhubungan dengan kenakalan remaja, hanya
bermakna). Hipotesis yang menyatakan berlaku pada sampel remaja dengan tingkat
hubungan konsep diri dengan kenakalan kenakalan tinggi. Prediksi peningkatan komposisi
remaja secara parsial adalah berlawanan arah, kematangan emosi dan konsep diri akan diikuti
ditolak. peningkatan kenakalan remaja, hanya berlaku
pada remaja dengan tingkat kenakalan yang
Pembahasan tinggi.
Proporsi variasi tinggi rendahnya
kenakalan remaja dapat dijelaskan melalui Kematangan emosi dan konsep diri
kematangan emosi dan konsep diri. Variabel kemungkinan karena kedua variabel merupakan
kematangan emosi dan konsep diri merupakan variabel internal dan bersifat positif. Aspek
variabel psikologis yang bersifat positif dan kematangan emosi yang secara teoritis ada di
menghasilkan kemungkinan keluaran variabel dalam konsep diri adalah aspek pengendalian diri,
negatif, yaitu kenakalan remaja. Hubungan yaitu pada aspek konsep diri emosional.
tersebut termasuk unik. Komposisi kematangan Gambaran remaja tentang emosi diri, seperti
emosi dan konsep diri kemungkinan besar kemampuan menahan emosi, pemarah, sedih, atau
Jurnal Persona 11

riang-gembira, pendendam, dan pemaaf secara keluyuran malam, dan menghindari pelacuran.
teoritis merupakan aspek pengendalian diri di Remaja dengan emosi matang perilakunya tidak
dalam kematangan emosi. merugikan orang lain, tidak mencuri, mencopet,
ataupun merampas. Remaja yang matang
Kematangan emosi ko-linier dengan emosinya menghindari perilaku yang dapat
konsep diri dan berhubungan dengan kenakalan menimbulkan korban fisik pada orang lain seperti
remaja sulit ditemukan penjelasan teoritis maupun berkelahi, menempeleng, menampar, melempar
praktis. Dinamika psikologis dapat diidentifikasi benda keras, mendorong sampai jatuh, menyepak,
pada hubungan parsial. Hubungan kematangan atau memukul dengan benda.
emosi dengan kenakalan remaja adalah
berlawanan arah, linier, dan signifikan. Semakin Konsep diri tidak berhubungan dengan
matang emosi, samakin kecil kemungkinan remaja kenakalan remaja setelah kematangan emosi
berperilaku nakal. Hipotesis frustrasi-agresi dikendalikan. Hubungan simultan antara
menjelaskan keadaan frustrasi akan menimbulkan kematangan emosi dan konsep diri yang searah
agresi. Frustrasi adalah situasi individu terhambat dan signifikan dengan kenakalan remaja
atau gagal dalam usaha mencapai tujuan tertentu kemungkinan karena adanya konsep diri.
yang diinginkan. Pengalaman perilaku tindak
agresi dan taraf halangan yang berlebihan yang Konsep diri merupakan variabel internal
tidak diharapkan akan menimbulkan perilaku yang positif. Konsep diri secara parsial tidak
agresi (Wringhtan & Deaux dalam Sears dkk., berhubungan dengan kenakalan remaja. Temuan
2004). Kenakalan remaja yang terdiri dari aspek- penelitian dapat dijelaskan melalui dinamika
aspek perilaku melanggar status, perilaku internal dalam keseluruhan aspek konsep diri,
membahayakan diri sendiri, perilaku kecuali konsep diri emosional. Konsep diri yang
menimbulkan korban materi dan korban fisik pada tidak realitistis akan menjadi sumber masalah.
orang lain merupakan manifestasi frustrasi Konsep diri fisik yang tidak realitis membuat
berbentuk agresi. Remaja yang emosinya matang remaja menggambaran dirinya sangat tinggi dalam
akan mampu mengatasi frustrasi yang mendorong penampilannya, dengan seksnya, arti penting
agresi, dan mampu mengendalikan impuls-impuls tubuhnya dalam hubungannya dengan
emosi yang mendorong perilaku nakal. perilakunya, dan gengsi yang diberikan tubuhnya
di mata orang lain.
Remaja dengan emosi matang mampu
mempertahankan dorongan emosi, memahami Konsep diri psikis yang tidak realistis
emosi diri untuk diarahkan kepada tindakan- membuat remaja menggambarkan diri sangat
tindakan positif, tidak menggantungkan diri tinggi terhadap kemampuan dan tidak bersedia
kepada orang lain, sadar dan bertanggung jawab kemampuannya dinilai rendah, dan harga dirinya
menjalankan keputusan, menerima kelemahan membubung tinggi dan menganggu hubungannya
maupun kelebihan dan menerima diri secara fisik dengan orang lain.
maupun psikis dengan baik. Remaja yang matang Konsep diri sosial yang tidak realitis
emosinya kemungkinan besar tidak suka melawan membuat remaja mengambarkan diri terlalu baik
orangtua, tidak membolos sekolah, dan tidak suka dalam hubungannya dengan orang lain, dengan
pergi dari rumah tanpa pamit, mengendarai motor teman sebaya, dan dengan keluarga.
tidak dengan kecepatan tinggi, menghindari
narkotika, tidak menggunakan senjata, tidak

Jurnal Persona
Volume 1 Nomor 01. Juni 2012
12 Jurnal Persona

Konsep diri aspirasi yang tidak realitis dan akan mempertinggi kemungkinan terjadinya
membuat remaja menggambarkan diri memiliki kenakalan remaja.
pendapat dan gagasan yang paling benar
dibanding orang lain, lebih kreatif, dan bercita-cita Analisis kemungkinan hubungan positif
yang sulit diraih. konsep diri yang tidak realistis dengan kenakalan
remaja sesuai dengan respon konsep diri dalam
Konsep diri prestasi yang tidak realitis kontinum respon adaptif sampai respon maladaptif
membuat remaja menggambaran diri terlalu dini dari Stuart dan Sundeen (1998) sebagai berikut.
sebagai individu yang maju dan akan berhasil.
Gambaran diri yang tidak realitis akan menganggu
keseimbangan dan merusak kematangan emosi

Respon adaptif Respon maladaptif

Aktualisasi diri Konsep diri Harga diri Kerancuan Depersonalisasi


positif rendah identitas

Gejala yang muncul akibat gangguan dihasilkan oleh konsep diri bisa saja salah. Hal ini
konsep diri adalah mengkritik diri sendiri atau bisa terjadi karena kesalahan atau ketidaksesuaian
orang lain, penurunan produktivitas, destruktif dalam mempersepsi segala kelebihan dan
pada orang lain, gangguan hubungan dengan kelemahan dari keadaan yang sesungguhnya
orang lain, perasaan diri penting yang berlebihan, dimiliki. Individu menilai potensi diri yang
perasaan tidak mampu, perasaan bersalah, mudah dimiliki terlalu tinggi atau terlalu rendah dari
tersinggung atau marah yang berlebihan, perasaan keadaan yang sesungguhnya. Akibatnya konsep
negatif mengenai tubuh sendiri, ketegangan peran diri yang terbentuk dapat negatif atau terlalu
yang dirasakan, pandangan hidup pesimis, positif. Konsekuensi selanjutnya adalah muncul
keluhan fisik, pandangan hidup yang rasa mampu yang tidak realistis, sehingga standar
bertentangan, penolakan terhadap kemampuan atau patokan keberhasilan (prestasi) menjadi tidak
personal, destruktif terhadap diri sendiri, realistis pula (White dalam Purwanti, 1996).
pengurangan diri atau penarikan diri secara sosial,
penyalahgunaan zat perangsang (adiktif), dan Fitts (dalam Purwanti, 1996) menyatakan
menarik diri dari realitas. jika individu ingin mendapatkan persepsi yang
tepat tentang dirinya, ada empat aspek konsep diri
Rasa diri penting yang berlebihan dan yang harus terintegrasi dalam dirinya, yaitu: 1).
menarik diri dari realitas merupakan tipikal Aspek konsep diri kritik, jika ingin memiliki rasa
konsep diri yang tidak realistis. Pemahaman mampu yang realistis, individu harus terbuka
tentang potensi diri akan menimbulkan rasa terhadap kelemahan diri, harus bersedia menerima
mampu. Individu akan selalu berupaya umpan balik dari orang lain sebagai suatu kritik
meningkatkan standar atau patokan keberhasilan yang membangun, bukan sebagai kritik yang
pada kesempatan yang akan datang dan terdorong bertujuan untuk menjatuhkan; 2) Aspek harga diri
untuk berprestasi dan meningkatkan prestasi di adalah komponen penting dan domain dalam
masa yang akan datang. Rasa mampu yang konsep diri individu. Harga diri berperan sebagai
Jurnal Persona 13

penilai bagian-bagian diri yang menghasilkan rasa Konsep diri secara parsial tidak
suka, tidak suka, puas, tidak puas, dan lain-lain. berhubungan dengan kenakalan remaja. Konsep
Keterbukaan diri dan keyakinan diri dibutuhkan diri remaja yang membubung tinggi kemungkinan
untuk menghasilkan penilaian yang tepat dan akan berkonflik dengan kematangan emosi.
membuat pemahaman diri berkembang. Konsep diri yang tinggi dan tidak terkontrol akan
Perkembangan pemahaman diri akan menjadi tidak rasional. Kematangan emosi yang
menumbuhkan perasaan berhasil dan perasaan tidak mampu berperan mengendalikan konsep diri
mampu yang berperan sebagai kendali internal yang berkembang secara tidak rasional akan
untuk mengarahkan perilaku; 3) Aspek integrasi membelokkan arah hubungan kematangan emosi
diri, menunjuk pada kemampuan individu dalam dengan kenakalan remaja.
membuat kesesuaian antara penilaian dan Kematangan emosi secara parsial
kenyataan yang ada. Individu akan memiliki berhubungan linier, berlawanan arah, dan
integrasi diri yang baik jika dapat memenuhi signifikan. Kematangan emosi akan menjauhkan
kesesuaian penilaian dan kenyataan, karena remaja dari kemungkinan berperilaku nakal.
mencoba realistis dalam membuat penilaian diri; Semakin matang emosi, semakin kecil
4) Aspek keyakinan diri, menggambarkan kemungkinan remaja berperilaku nakal. Semakin
sejauhmana keyakinan individu dalam menilai diri tidak matang emosi, semakin besar potensi remaja
sendiri. Individu yang tidak yakin akan dirinya, berperilaku nakal.
siapa, dan bagaimana keadaannya, akan
mempunyai gambaran diri yang tidak tepat. Daftar pustaka
Penilaian yang tepat dan sesuai dengan kenyataan Albin, R. S. (1996). Emosi Bagaimana Mengenal,
membutuhkan keyakinan diri yang kuat. Menerima dan Mengarahkannya.
Yogyakarta: Kanisius.
Keyakinan yang kuat bahwa penilaian sudah
Haryono. (1996). Kematangan Emosi, Pemikiran
dilengkapi dengan keterbukaan akan kelemahan
Moral, dan Kenakalan Remaja. Semarang:
diri, agar gambaran diri (konsep diri) yang
FIP-IKIP Semarang.
terbentuk menjadi tepat (realisitis).
Hay, I. (2000). Gender Self-concept Profiles of
Penelitian menyimpulkan kematangan Adolescents Suspended from High School.
emosi dan konsep diri adalah suatu komposisi. Journal of Child Psychology and
Kematangan emosi ada di dalam konsep diri dan Psychiatry, 41, 3, 345–352.
konsep diri ada di dalam kematangan emosi. Hurlock, E. B. (1996). Psikologi Perkembangan
Aspek pengendalian diri di dalam konstruk Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
kematangan emosi identik dengan aspek konsep Kehidupan Jakarta: Erlangga
diri emosional di dalam konstruk konsep diri. Kusumaredi, L.A. (2011). Fenomena kenakalan
Komposisi kematangan emosi tinggi dan remaja di Indonesia.
konsep diri tinggi merupakan variabel psikologi http://ntb.bkkbn.go.id/rubrik/691/. Unduh
positif yang memprediksi keluaran perilaku 18 Agustus 2011, Pukul 19.30.
negatif, yaitu kenakalan remaja yang tinggi. Maria, U. (2007). Peran Persepsi Keharmonisan
Hubungan simultan yang searah dan signifikan Keluarga dan Konsep Diri terhadap
antara kematangan emosi dan konsep diri dengan Kecenderungan Kenakalan Remaja. Tesis.
kenakalan remaja kemungkinan karena Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana
keterlibatan konsep diri yang tinggi. Universitas Gadjah Mada.
Partosuwido, S.R. (1992). Penyesuaian Diri

Jurnal Persona
Volume 1 Nomor 01. Juni 2012
14 Jurnal Persona

Mahasiswa Dalam Kaitanya dengan Konsep Shiffer, N., Layhch-Sanner, J., & Nadelmen, L.
Diri, Pusat Kendali dan Status Perguruan (1997). Relationship Between Self-
Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Concept and Classroom Behavior in Two
Psikologi Universitas Gadjah Mada. Informal Elemantary Classroom. Journal
Purwanti, M. (1996). Menumbuhkan dan of Educational Psychology, 72, 1, 349-
meningkatkan motif berprestasi remaja, 359.
upaya pembinaan dan pengembangan Tambunan, R. (2001). Perkelahian Pelajar.
generasi muda. Jurnal Atma nan Jaya, www.e-psikologi.com. Unduh tanggal 17
April, 71-84. Agustus 2011, Pukul 20.20.
Sarwono, S.W. (2001). Psikologi Remaja. Jakarta: Yanti, D. (2005). Ketrampilan Sosial pada Anak
Rajawali Pers. Menengah Akhir yang Mengalami
Gangguan Perilaku. e-USU Repository.
Sears, D., Freedman, J., Peplau, L. 1994. Medan: Program Studi Psikologi Fakultas
Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga. Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Shavelson, B.J., & Roger, B. (1982). Self- Stuart, G.W, and Sundeen, S.J. (1998). Buku Saku
Concept: The Interplay of Theory Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Methods. Journal of Educational
Psychology, 72, 1, 3-17.

Anda mungkin juga menyukai