Anda di halaman 1dari 28

PERILAKU PENCEGAHAN CACINGAN PADA ANAK USIA

SEKOLAH

Moh. Zainol Rahman, Budi SusatiaPoltekkes Kemenkes Malang,


Jalan Besar Ijen No 77 C Malangemail: mz_rahman@yahoo.com

Worm Prevention Behaviors in Elementary School:


OverviewAbstract: Worm investation is a tropical disease that can
be transmitted through soil that will causeinfection in the
intestines. The objective of this research is to understand an
overview of worm investationprevention behaviors in elementary
school-aged children in SDN Taman Harjo 3 Singosari,
Malang.This research used descriptive survey method that was
done using questionnaire and observation. Thesubject of this
research was 27 5th grade students aged from 11 to 13 years old
who presented duringdata retrieval in February 13th 2016. This
research showed that health education is 96% poor,
washinghands habit is 86% good, using footwear is 63% good,
using clean toilet is 98% good, not using fecesas fertilizer is 100%
good, not eating raw vegetables is 67% moderate, and
maintaining personalhygiene is 59% good. The conclusion of this
research is the worm investation prevention behaviors in 5thgrade
students in SDN Taman Harjo 3 is moderate with average of
69,7%.Keywords: prevention, worm investation, elementary
school.Abstrak: Cacingan merupakan penyakit di dareh tropis
yang banyak menyerang anak usia sekolahdan bisa ditularkan
melalui tanah yang akhirnya akan menyebabkan infeksi di rongga
usus. Tujuandari penelitian ini adalah mengetahui gambaran
perilaku pencegahan cacingan pada anak usiasekolah di SDN
Taman Harjo 3 Singosari-Malang. Metode penelitian ini
menggunakan deskriptifsurvey yang dilakukan dengan instrument
kuesioner dan observasi. Subyek penelitian ini adalah 27siswa
kelas 5 berusia 11-13 tahun yang hadir saat pengambilan data
pada tanggal 13 Februari 2016.Hasil penelitian perilaku
pencegahan cacingan bahwa untuk penyuluhan dan pendidikan
kesehatan96% kurang, perilaku cuci tangan 86% baik, memakai
alas kaki 63% baik, menggunakan jambansehat 98% baik, tidak
menggunakan tinja sebagai pupuk 100% baik, tidak makan
sayuran mentah67% kurang dan menjaga kebersihan pribadi
59% baik. Hal ini menunjukkan perilaku pencegahancacingan
pada siswa kelas 5 di SDN Taman Harjo 3 cukup dengan rata-
rata (69,7%).Kata Kunci: pencegahan, cacingan, anak usia
sekolahPENDAHULUANKesehatan masyarakat adalah ilmu dan
senimencegah penyakit, memperpanjang hidup danmeningkatkan
kesehatan melalui usaha-usahapengorganisasian masyarakat
untuk perbaikansanitasi lingkungan, pemberantasan
penyakitmenular dan pendidikan kesehatan. Meningkat-nya ke
seha t an masyara kat dapa t pu lameningkatkan angka harapan
hidup dan bisadigunakan untuk melihat kesejahteraan
masyarakat Indonesia (Notoadmojo, 2007).Salah satu upaya
peningkatan kesehatan masyarakat yaitu dengan membuat
banyak kegiatan, salah satunya tentang kegiatan kesehatan
anak, karena kesehatan anak sangatlahpenting bagi
perkembangan anak. Perkembangan anak dibagi menjadi
beberapa periode salahsatunya yaitu periode anak usia sekolah.
Padatahap periode ini penyakit yang banyak munculyaitu
penyakit yang menyangkut mengenai kebersihan diri. Kurangnya
kebersihan diri dapat mengakibatkan penyakit seperti diare,
tifus,kurang gizi dan salah satunya adalah cacingan.Cacingan
merupakan penyakit di daerahtropis yang bisa ditularkan melalui
tanah dan menyebabkan infeksi di rongga usus yang dapat
mengakibatkan kehilangan karbohidrat, protein,dan kehilangan
darah dan disebabkan karena
JURNAL PENDIDIKAN KESEHATAN, VOLUME 6, NO. 1, APRIL
2017: 11-152pISSN 2301-4024 eISSN 2442-7993kurangnya
kebersihan diri dan sanitasi yang buruk(Kemenkes,
2012).Berdasarkan data dari WHO 2012 dalam(Fauzi, 2013)
mengatakan bahwa kejadian penyakit cacingan di dunia masih
tinggi yaitu 1miliar orang terinfeksi cacing Ascarislumbricoides
(cacing gelang), 795 juta orang terinfeksi cacing Trichuris trichiura
(cacingcambuk), dan 740 juta orang terinfeksi cacingAncylostoma
duodenale (cacing tambang).Berdasarkan hasil survey cacingan
sekolah dasar di 27 provinsi Indonesia pada tahun
2012prevalensi cacingan pada anak sekolah dasar masih cukup
tinggi, yakni sekitar 60-80%,Prevelansi cacingan menurut jenis
cacing Ascarislumbricoides (cacing gelang) 17,8%,
Trichuristrichiura (cacing cambuk) 24,2%, dan Ancy-lostoma
duodenale (cacing tambang) 1,0%.(Fauzi, 2013). Pada tahun
2008-2010 Provinsi Jawa Timur melaksanakan survey cacingan
dengan rata-rata angka prevalensi cacingan sebesar 7,95%
(Kemenkes, 2012). Berdasarkan data di Dinas Kesehatan
Kabupaten Malangpada tanggal 26 Oktober 2015, 20% dari
39puskesmas yang ada di Kabupaten Malangtercatat ada 3 anak
yang menderita cacingan di Kabupaten Malang.Penyakit
cacingan ini memiliki dampak bagi penderitanya, cacing sebagai
hewan parasit tidak saja mengambil zat-zat gizi dalam usus,
tetapi jugamerusak dinding usus sehingga mengganggu
penyerapan zat-zat gizi tersebut. Anak–anak yangterinfeksi
cacing biasanya mengalami lesu, anemia, berat badan menurun,
tidak bergairah,konsentrasi belajar kurang, kadang disertai batuk
batuk. Selain itu anak yang menderita cacingan maka akan
meningkatkan gejala daripenyakit dan dapat membuat kehadiran
anak di sekolah menurun, secara tidak langsung hal ini bisa
menyebabkan berkurangnya sumber daya manusia. (Arlianti R
dan Rosso, 2009).Penyakit cacingan tidak selamanya dapat
menyerang anak usia sekolah, beberapa carapencegahan dapat
dilakukan seperti, dengan berolahraga secara teratur,
menggunakan alas kaki jika berjalan, mencuci buah-buahan
denganair bersih sebelum dimakan, menggunakan toilet untuk
defekasi atau buang air kecil,menjaga kuku tetap pendek dan
bersih,meminum air yang bersih, dan menjaga air minum dari
lalat, mencuci tangan dengan sabun setelahmenggunakan toilet,
mencuci tangan dengan sabun sebelum makan (Lestari,
2014).Berbagai kegiatan telah dilakukan dalam upaya
pengendalian cacingan di Indonesia,diantaranya pencanangan
program pemberantasan cacingan pada anak sekolah dasar
dengan program pemberian obat cacing Albendazoluntuk anak
sekolah dan balita, hal ini dilakukandari pemerintah minimal 1 kali
tiap tahun(Kemenkes, 2012).Penelitian bertujuan untuk
mengetahuigambaran perilaku pencegahan cacingan pada anak
usia sekolah di SDN Taman Harjo 3Kecamatan Singosari
Kabupaten Malang.
PENDAHULUAN Penyakit kecacingan merupakan salah satu
diantara banyak penyakit yang menjadi masalahkesehatan
masyarakat di Indonesia. Penyakit cacinganadalah penyakit yang
disebabkan karena masuknya parasit berupa cacing ke dalam
tubuh manusia1. (Ami,dkk.2014) Berdasarkan Data dari World
Health Organization (WHO) pada tahun 2015, menyebutkan
bahwa lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi dunia
terinfeksi oleh cacing yang ditularkan melalui tanah. Dimana lebih
dari 270 juta anak usiapra-sekolah dan lebih dari 600 juta anak
usia sekolah yang menderita infeksi STH dan membutuhkan
perlakuan yang intensif2. Penyakit kecacingan yang ditularkan
melalui tanah (Soil Transmitted Helminthiasis/STH), masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara-negara
beriklim tropis dan sub tropis, termasuk Negara Indonesia.
Berdasarkan Dirjen P2L Prevalensi kecacingan di Indonesia pada
tahun 2014 berkisar 20-86 % dengan rata-rata 30%.3.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinkes provinsi Sulawesi
Tenggara pada tahun 2010 prevalensi kecacingan sebanyak
29,50%, pada tahun 2011 prevalensi kecacingan meningkat
menjadi 32,11%, sedangkan pada tahun 2012 prevalensi
kecacingan turun kembali menjadi 31,08%4. Berdasarkan data
Profil Kesehatan Kabupaten Buton tahun 2013, jumlah penderita
kecacingan di Kabupaten Buton sebanyak 2.245 orang5. Jumlah
penderita kecacingan di Kabupaten Buton lebih banyak
dibandingkan Kota Kendari. Berdasarkan data Dinkes Kota
Kendari, jumlah penderita penyakit kecacingan di Kota Kendari
pada tahun 2013 sebanyak 412 orang6. Puskesmas
Mawasangka adalah satu puskesmas yang berada pada
kabupaten pemekeranbaru yaitu kabupaten Buton Tengah. Pada
tahun 2013 – 2015 di Puskesmas Mawasangka, Kecacingan
masuk dalam 10 besar penyakit. Data puskesmas Mawasangka
menunjukkan bahwa dari tahun 2013– 2015 penderita kecacingan
megalami fluktuasi. Penderita kecacingan tahun 2013 sebanyak
117 orang, pada tahun 2014 jumlah penderita kecacingan
sebanyak148 orang, danpada tahun 2015 jumlah penderita
kecacingan sebanyak 97 orang. Sedangkan tahun 2016 dari
bulan Januari-Juni, jumlah penderita kecacingan sebanyak 49
orang.Kejadian penyakit Kecacingan pada tahun 2016dari bulan
Januari-Juni di Puskesmas Mawasangka lebih banyak
dibandingkan puskesmas Rahia yang juga berada di kabupaten
Buton Tengah 7.Anak sekolah merupakan aset atau modal utama
pembangunan di masa depan yang perlu dijaga,ditingkatkan dan
dilindungi kesehatannya. Anak usia sekolah dasar (SD) sangat
rentan terkena kecacingan.Infeksi cacing pada orang dewasa
dapat menyebabkan penurunan produktivitas kerja sedangkan
pada anak –anak dapat menyebabkan gangguan pada tumbuh
kembangnya8. Faktor yang menyebabkan masih tingginya infeksi
cacing adalah rendahnya tingkat sanitasipribadi (perilaku hidup
bersih sehat) seperti kebiasaan cuci tangan sebelum makan dan
setelah buang airbesar (BAB), kebersihan kuku, perilaku jajan
disembarang tempat yang kebersihannya tidak dapat dikontrol,
perilaku BAB tidakdi WC yang menyebabkan pencemaran tanah
dan lingkungan oleh feses yang mengandung telur cacing serta
ketersediaan sumber air bersih9. Kurangnya pengetahuan
tentang kebersihan diri, lingkungan, serta infeksi cacing
memudahkan anak terinfeksi. Pemberian pengetahuan kepada
anak sekolah dasar dapat dilakukan dengan cara penyuluhan
kesehatan. Penyuluhan kesehatan dapat dilakukan dengan
berbagai metode. Secara garis besar metode dibagi menjadi dua,
yaitu metode didaktif dan metode sokratik. Metode didaktif yaitu
metode yang dilakukan secara satu arah. Misalnya ceramah,
film,leaflet, buklet, dan poster. Selanjutnya, metode sokratik yaitu
metode yang dilakukan secara dua arah.Misalnya, diskusi
kelompok, debat, bermain peran,sosiodrama, permainan dan
demonstrasi. Dalam penyuluhan kesehatan, metode penyuluhan
yang akan digunakan adalah bagian yang mempengaruhi
tercapainya hasil penyuluhan yang optimal. Penyuluhan
kesehatan sejak dini tentang pencegahan penyakit kecacingan
kepada anak usia sekolah dasar, merupakan salah satu langkah
untuk menurunkan angka kesakitan pada anak akibat penyakit
kecacingan. Pemberian pengetahuan lebih menarik jika
disampaikan dengan metode dan media yang menarik pula.
Berdasarkan permasalahan yang terjadi, maka peneliti tertarik
untuk mengangkat judul“Pengaruh Penyuluhan dengan Media
Permainan Edukatif SUKATA Terhadap Pengetahuan, Sikap
DanTindakan Tentang Pencegahan Penyakit Cacingan Pada
Siswa kelas IV dan V SD Negeri 1 Mawasangka Kabupaten
Buton Tengah Tahun 2016”.METODE Penelitian ini merupakan
jenis penelitian Pra-Eksperimental dengan menggunakan
rancanganOne-JIMKESMASJURNAL ILMIAH MAHASISWA
KESEHATAN MASYARAKATVOL.2/NO.5/Januari2017;
ISSN250-731X,3
JIMKESMASJURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN
MASYARAKATVOL.2/NO.5/Januari2017; ISSN250-731X,Group
Pre Test – Post Test Designdengan kelompok perlakuan
berperan sebagai kontrol atas dirinya sendiri. Pengamatan
dilakukan sebelum (pra-uji) dansetelah (pasca-uji)
perlakuan.kelamin perempuan yaitu 42 orang (44,
91%).Kabupaten Buton Tengah Tahun 2016”.Analisis Univariat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan November sampai
Desember Tahun 2016 di SD Negeri1 Mawasangka Kecamatan
Mawasangka Kabupaten Buton Tengah. Populasi pada penelitian
ini adalah seluruh siswa kelas IV dan V SD Negeri 1 Mawasangka
yaitu sebanyak 122 orang. Sampel dalam penelitian dihitung
dengan menggunakan rumus Slovin sehingga Dimen Hasil
diperoleh sampel sebanyak 94 responden/siswa.Positif 6872,3 82
87,2 Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini Sikap
Negatif 2627,71212,8 adalah Proportional Random
Sampling.Total9410094100 Analisis dilakukansecara deskriptif
pada masing-masing variabel dengan analisis pada distribusi
Tindakan frekuensi. Pada analisis bivariat digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh variable dependen Baik
6266,08388,3 Buruk 3234,01111,7 Total 9410094100 yaitu
permainan SUKATA dengan variabel independen yaitu
pengetahuan, sikap dan tindakan siswa kelas VSD Negeri 1
Mawasangka Kabupaten Buton Tengah,dianalisis dengan uji
statistic Mc Nemar.Kabupaten Buton Tengah Tahun 2016”.HASIL
Karakteristik Responden Variabel DimensiJumlah Persentase%
Umur9 tahun 3840,5 10 tahun4143,611
tahun1515,9Total94100KelasIV 39 41, 49 V 5558, 51
Total94100Jenis Kelamin Laki-laki 52 55,31Perempuan42
44,91Total94100Sumber : Data Primer, 2016 Data Primer,
2016Tabel1 menunjukkan bahwa responden penelitian ini paling
banyak penelitian ini paling banyak berusia 10 tahun dengan
persentase 41(43,6%) dan paling sedikit berumur 11 tahun
dengan persentase 15 (15,9 %). Sedangkan berdasarkan
kelas,Sumber: Data Primer, 2016Tabel2 menunjukkan bahwa dari
94 responden, siswa yang berpengetahuan cukup pada saat pre
test adalah sebanyak 53 responden (56,4 %)dan pada saatpost
test bertambah menjadi 84responden (89,4%).Sedangkan siswa
yang berpengetahuan kurang pada saat pre test adalah sebanyak
41 responden (43,6%) dan pada saat posttest berkurang menjadi
10 responden (10,6%).Siswa yang memiliki sikap positif pada
saat pretest adalah sebanyak 68 responden (72,3%) dan
padasaat post test bertambah menjadi 82 responden(87,2%).
Sedangkan siswa yang memiliki sikap negative pada saat pre test
adalah sebanyak 26 responden (27,7%) dan pada saat post test
berkurang menjadi 12 responden (12,8%).Siswa yang memiliki
tindakan baik pada saat pre test adalah sebanyak 62 responden
(66,0%) dan pada saat post test bertambah menjadi 83
responden(88,3%). Sedangkan siswa yang memiliki tindakan
buruk pada saat pre test adalah sebanyak 32responden (34,0%)
dan pada saat post test berkurang menjadi 11 responden
(11,7%).Analisis Bivariat Hasil Pre test dan Post test
Pengetahuan Siswa/siswi tentang Pencegahan Penyakit
Cacingan responden penelitian ini paling banyak berada pada
Pengetahuan (Post Test) TotalP Value kelas V yaitu 55 orang
(58, 51%) dan responden paling uan (PreCukupKurang(%) sedikit
berada pada kelasIV yaitu 39orang(41,49%).Test)(n)(%)(n)(%)(n)
(%) Dan Berdasarkan Jenis kelamin,responden penelitian Cukup
5053.233.25356.4 ini paling banyak berjenis kelamin laki-laki
yaitu 52 Kurang 3436.277.44143.60,000 orang (55,31%)dan
responden paling sedikit berjenisTotal 8489,41010,631100
Sumber: Data Primer, 2016.Variabel siPre Test Post Test(n)n%n
%Cukup5356,48489,4 Pengetahuan Kurang 4143,61010,6 Total
94100941004
JIMKESMASJURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN
MASYARAKATVOL.2/NO.5/Januari2017; ISSN250-731X,Tabel 3
menunjukkan bahwa sebelum diberikan penyuluhan dengan
metode Permainan edukatif SUKATA terhadap 94 responden,
diperoleh data 53 responden memiliki pengetahuan cukup
tentang pencegahan penyakit cacingan dan 41 responden
memiliki pengetahuan yang kurang. Setelah diberikan diberikan
penyuluhan dengan metode permainan edukatif SUKATA,
ternyata dari 94 responden tersebut diperoleh 84 responden
memiliki pengetahuan cukuptentang pencegahan penyakit
cacingan dan 10 responden memiliki pengetahuan yang
kurang.Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 94 responden yang
memiliki pengetahuan cukup sebelum maupun sesudah diberikan
penyuluhan sebanyak 50 respondendan 3 responden yang
memiliki pengetahuan cukup sebelum penyuluhan dan memilik
pengetahuan kurang sesudah diberikan penyuluhan.
Selanjutnya,responden yang memiliki pengetahuan kurang
sebelum diberikan penyuluhan dan setelah diberikan penyuluhan
memiliki pengetahuan cukup sebanyak 34 responden, dan 7
responden yang memiliki Tabel 4 menunjukkan bahwa 94
responden,yang memiliki sikap positif sebelum maupun sesudah
diberikan penyuluhan sebanyak 62 responden dan 6responden
yang memiliki sikap positif sebelum penyuluhan dan memiliki
sikap negatif sesudah diberikan penyuluhan. Selanjutnya,
responden yang memiliki sikap negatif sebelum diberikan
penyuluhan dan setelah diberikan penyuluhan memiliki sikap
positif sebanyak 20 responden, sedangkan responden yang
memiliki sikap negatif sebelum maupun sesudah diberikan
penyuluhan sebanyak 6 responden .Analisis dengan uji Mc
Nemar diperoleh p value(0,009) < α (0,05), maka H0 ditolak dan
H1 diterima. Halini berarti Ini dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh penyuluhan dengan metode permainan edukatif
SUKATA terhadap sikap siswa SD tentang pencegahan penyakit
cacingan sebelum dan sesudah penyuluhan di SDN 1
Mawasangka Tahun 2016.Hasil Pre test dan Post test Tindakan
Siswa/siswi tentang Pencegahan Penyakit Cacingan
Pengetahuan (Post Test)TotalP Value pengetahuan kurang
sebelum maupun sesudah Tindakan (Pre Test )
CukupKurang(%)diberikan penyuluhan.(n)(%)(n)(%)(n)(%)
penyuluhan dengan metode permainan edukatif SUKATA
terhadap pengetahuan siswa SD tentangpencegahan penyakit
cacingan sebelum dan sesudah penyuluhan di SDN 1
Mawasangka Tahun 2016.Hasil Pre test dan Post test Sikap
Siswa/siswi tentang Pencegahan Penyakit Cacingan Sumber:
Data Primer, 2016.Tabel 5 menunjukkan bahwa sebelum
diberikan penyuluhan dengan metode permainan edukatif
SUKATA terhadap 94 responden, diperoleh data 62 responden
memiliki tindakan baik terhadap pencegahan penyakit cacingan
dan 32 responden Sikap Sikap (Post Test)Total P Value memiliki
tindakan yang buruk. Setelah diberikan (PreTest) Positif Negatif
(%) penyuluhan dengan metode permainan edukatif (n)(%)(n)(%)
(n)(%) positif 6266.06 6.468 72.3Negatif2021.3 6 6.426
27.7Total8287.21212.894100 Sumber: Data Primer,
2016.0,009SUKATA, ternyata dari 94 responden tersebut
diperoleh 83 responden memiliki tindakan baik terhadap
pencegahan penyakit cacingan dan 12 responden memiliki
tindakan yang buruk . Tabel5 menunjukkan bahwa dari 94
responden, yang memiliki tindakan baik sebelumTabel 4
menunjukkan bahwa sebelum diberikan penyuluhan dengan
metode permainan edukatif SUKATA terhadap 94 responden,
diperoleh data 68 responden memiliki sikap positif terhadap
pencegahan penyakit cacingan dan 26 responden memiliki sikap
yang negatif. Setelah diberikan penyuluhan dengan metode
permainan edukatif SUKATA, ternyata dari 94 responden tersebut
diperoleh 82 responden memiliki sikap positif terhadap
pencegahan penyakit cacingan dan 12 responden memiliki sikap
yang negatif.maupun sesudah diberikan penyuluhan sebanyak
57responden dan 5 responden yang memiliki tindakan baik
sebelum penyuluhan dan memiliki tindakan buruk sesudah
diberikan penyuluhan.Selanjutnya,responden yang memiliki
tindakan buruk sebelum diberikan penyuluhan dan setelah
diberikan penyuluhan memiliki tindakan baik sebanyak 26
responden, sedangkan responden yang memiliki tindakan buruk
sebelum maupun sesudah diberikan penyuluhan sebanyak 6
responden.Analisis dengan uji McNemar diperoleh pv alue Baik
5766.65.33.26266.0(0,000)<α(0,05),maka H0 ditolak danH1
diterima.HalBuruk2627.76 6.43234.00,000Ini berarti dapat
disimpulkan bahwa Ada pengaruhTotal8388.31111.7941005
JIMKESMASJURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN
MASYARAKATVOL.2/NO.5/Januari2017; ISSN250-731X,Analisis
dengan ujiMc Nemardiperolehp value(0,000) < α (0,05), maka H0
ditolak dan H1 diterima. Halini berarti dapat disimpulkan bahwa
Ada pengaruhpenyuluhan dengan metode permainan
edukatifSUKATAterhadaptindakansiswaSDtentangpencegahan
penyakit cacingan sebelum dan sesudahpenyuluhan di SDN 1
Mawasangka Tahun 2016.DiskusiPenelitian ini merupakan
penelitian intervensiyang dilakukan pada satu kelompok tanpa
adanyakelompok pembanding (kontrol) berupa
penyuluhandengan metode permainan edukatif,dimana kelompok
ini diberi pre test dan post test untuk mengukur tingkat
keberhasilan penyuluhan dengan metode permainan edukatif
SUKATA yang diberikan.Pemberian Penyuluhan ini bertahap
dalam 3 kali intervensi selama 21 hari. Intervensi dilakukan
diruang kelas IV dan V SD Negeri 1 Mawasangka, hal ini karena
seluruh responden bersekolah di tempat tersebut.Dalam
prosesnya,Penyuluhan kesehatan mengenai pencegahan
penyakit cacingan pada responden dilakukan dengan cara
penyuluhan sambil bermain selama ±90 menit, kemudian sesi
tanya jawab pada akhir pertemuan. Permainan SUKATA yang
berisi informasi mengenai pencegahan penyakit
cacingan.dimainkan oleh setiap responden dengan cara
berkelompok. Pemberian penyuluhan dengan metode permainan
edukatif pada responden dalam upaya mengenalkan pencegahan
penyakit cacingan yang digunakan dalam penelitian ini
menunjukkan ada perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah
adanya intervensi berupa permainan edukatif.Peneliti dibantu
oleh 1 (satu) orang asisten peneliti yang bertugas untuk
mengarahkan dan membantu mendokumentasikan kegiatan
sehingga kegiatan penelitian bisa terlaksana dengan
baik.Peningkatan pengetahuan pada responden terjadi setelah
diberikan penyuluhan kesehatan selama 21 hari, dimana peneliti
selaku komunikator kesehatan (penyuluh kesehatan) memberikan
materi tentang pernyakitcacingan dengan metode permainan
Edukatif.Menurut Notoatmodjo (2003, dalam Kholid,2012)
pengetahuan adalah hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengideraan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melaluipanca indra manusia.Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga.
Pengetahuan juga diperoleh dari pendidikan,pengalaman diri
sendiri maupun pengalaman oranglain, media massa maupun
lingkungan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
terpenting bagi terbentuknya tindakan seseorang.Perilaku yang
didasari oleh oleh pengetahuan akan langgeng daripada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan.Seperti yang terlihat pada
tabel3 menunjukkan bahwa sebelum diberikan penyuluhan
dengan metode Permainan edukatif SUKATA terhadap 94
responden, diperoleh data 53 responden memiliki pengetahuan
cukup tentang pencegahan penyakit cacingan dan 41 responden
memiliki pengetahuan yang kurang.Setelah diberikan penyuluhan
dengan metode permainan edukatif SUKATA,ternyatadari
94responden tersebut diperoleh 84 responden memiliki
pengetahuan cukup tentangpencegahan penyakit cacingan dan
10 responden memiliki pengetahuan yang kurang. Hal ini
dimungkinkan karena ketepatan pemilihan metode penyuluhan
yang digunakan.Selain itu terdapa t34 responden yang
pengetahuannya mengalami peningkatan dari kategori kurang
menjadi cukup. Peningkatan pengetahuan responden
dikarenakan adanya kemauan dalam dirinya untuk mengetahui
pentingnya pencegahanpenyakit cacingan. selain itu metode
penyuluhan yang digunakan memberikan motivasi dan pengaruh
psikologis untuk responden. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah permainan Susun Kata. Pemberian informasi
dengan permainan susun katayang menarik dan suasana yang
menyenangkan dapat membuat responden lebih mudah
menerima dan memahami informasi yang diberikan.Penggunaan
metode permainan edukatif SUKATA yang menarik dan membuat
suasana belajar yang menyenangkan sehingga dapat membuat
responden lebih mudah menerima informasi yang diberikan.
Permainan edukatif SUKATA merupakan metode penyuluhan
yang mengajak bermain dan berpikir karena responden akan
menyusun potongan-potongan kata menjadi sebuah kalimat.
Metode ini dipilih dan disesuaikan dengan responden yaitu
siswa/siswi Sekolah Dasar. Pengetahuan yang adapada setiap
manusia ditangkap atau diterima melalui panca indera. Semakin
banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka
semakin banyak dan semakin jelas pengetahuan yang
diperolehnya. Hasilpenelitianinisejalansepertiyangdikemukakan
WHO, salah satu starategi untuk perubahan perilaku adalah
pemberian informasi guna meningkatkan pengetahuan sehingga
timbul kesadaran yang pada akhirnya orang akan berperilaku.
Penyakit infeksi cacingan merupakan masalah kesehatan
masyarakat Indonesia yang dapat menimbulkan kekurangan gizi
berupa kalori dan protein, serta kehilangan darah yang berakibat
menurunnya daya tahan tubuh dan menimbulkan gangguan
tumbuh kembang anak. Sanitasi lingkungan yang belum
memadai, keadaan ekonomi yang rendah didukung oleh iklim
yang sesuai untuk pertumbuhan cacing merupakan beberapa
faktor penyebab tingginya infeksi cacing. Penyakit cacingan di
Desa Pasirlangu, Cisarua merupakan masalah kesehatan
masyarakat dimana pada tahun 2010 terdapat 51 murid di SDN
01 Pasirlangu diantaranya positif cacingan. Tujuan dari penelitian
ini adalah mengetahui gambaran faktor-faktor penyebab infeksi
cacingan meliputi faktor personal hygiene, diantaranya mencuci
tangan, memotong dan membersihkan kuku, penggunaan alas
kaki, dan faktor sanitasi lingkungan, diantaranya sumber air,
pembuangan kotoran manusia, sanitasi makanan. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian deskriptif. Pengambilan sampel
penelitian dilakukan secara total sampling dengan sampel
sebanyak 51 orang responden yaitu siswa SDN 01 Pasirlangu
yang terinfeksi cacingan. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini berupa angket/kuisioner. Hasil penelitian dianalisis
menggunakan rumus skor-T bahwa terdapat faktor-faktor yang
mendukung ke arah kejadian infeksi cacingan yaitu didapatkan
nilai 50,98% untuk faktor personal hygiene, 52,95% untuk
mencuci tangan, 56,90% untuk memotong dan membersihkan
kuku, 50,90% untuk penggunaan alas kaki, 43,14% untuk faktor
sanitasi lingkungan, 49,10% untuk sanitasi sumber air, 49,10%
pembuangan kotoran manusia, 56,90% untuk sanitasi makanan.
Oleh karena itu, diharapkan untuk selalu memperbaiki personal
hygienedan sanitasi lingkungan sehingga dapat mengurangi
angka kejadian infeksi cacingan pada anak. Kata kunci : Infeksi
Cacingan, Personal Hygiene, Sanitasi Lingkungan.

Salah satu masalah kesehatan penduduk di Indonesia yang


berkaitan dengan masalah status sosial ekonomi penduduk yang
insidennya masih tinggi adalah penyakit infeksi cacingan
(Rehulina, 2005). Menurut World Health Organization (WHO)
diperkirakan 800 juta-1 milyar penduduk terinfeksi Ascaris, 700-
900 juta terinfeksi cacing tambang, 500 juta terinfeksi trichuris.
Prevalensi tertinggi ditemukan di negara-negara yang sedang
berkembang (WHO, 2006). Salah satu penyakit cacingan adalah
penyakit cacing usus yang ditularkan melalui tanah atau sering
disebut Soil Transmitted Helminths yang sering dijumpai pada
anak sekolah dasar dimana pada usia ini anak masih sering
kontak dengan tanah (Depkes, 2004). Dari semua kasus penyakit
cacingan, cacing gelang (ascaris lumbricoides) sekitar (25-35%)
dan cacing cambuk (trichuris trichiura) sekitar (65-75%)
(Rehulina, 2005).

Faktor sanitasi makanan yang dapat menyebabkan kejadian


infeksi cacingan Berdasarkan penelitian didapatkan data yang
mendukung terhadap kejadian infeksi cacingan yaitu hampir
sebagian dari responden. Hal tersebut ditunjukan dengan
jawaban dari hasil pengisisan angket masih adanya responden
yang menjawab selalu mengkonsumsi makanan mentah atau
setengah matang seperti lalapan. Hal ini sesuai
Adisti Andaruni, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-
Sumedang) Email : adisti.andaruni@yahoo.com 11 dengan
pernyataan (Entjang, 2003) Bahwa perilaku makan dalam
kehidupan sehari-hari yang dapat menyebabkan penularan infeksi
cacingan misalnya, mengkonsumsi makanan secara mentah atau
setengah matang berupa ikan, daging, sayuran. Serta penyajian
makanan yang dibeli pun harus memenuhi syarat sanitasi yaitu
bebas dari kontaminasi (Chandra, 2007). Oleh sebab itu untuk
mencegah penularan cacingan maka sebaiknya mencuci dengan
baik sayuran yang dimakan mentah terutama yang menggunakan
tinja sebagai pupuk (Gandahusada, 2003). Ada juga faktor lain
yaitu faktor sanitasi sumber air. Pada penelitian ini didapatkan
data yang mendukung terhadap kejadian infeksi cacingan yaitu
sebanyak (49,10%). Hal tersebut ditunjukan dengan jawaban dari
hasil pengisisan angket disapatkan masih adanya responden
yang menjawab menggunakan air sumur dalam kehidupan
sehari-harinya, Sesuai dengan kenyataan di desa pasirlangu
tersebut, bahwa adanya responden yang membuang tinjanya
disembarang tempat. Maka hal tersebut dapat menyebabkan
penularan infeksi cacing melalui tanah (Notoatmojo, 2003). Oleh
sebab itu air sumur yang mereka gunakan dalam kehidupan
sehari-hari terutama air yang untuk dikonsumsi harus terbebas
bakteri, dan air yang tersedia memenuhi syarat fisik yaitu, tidak
berwarna, tidak berasa, tidak berbau (Depkes 2001). Sehingga
untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi cacingan dan untuk
menjaga air tetap sehat maka air yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari haruslah diolah terlebih dahulu sebelum
dikonsumsi (Notoatmojo,2003).
Adisti Andaruni, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-
Sumedang) Email : adisti.andaruni@yahoo.com 12 Selain itu
pembuangan kotoran manusia pun dapat menyebabkan infeksi
cacingan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data yang
mendukung terhadap kejadian infeksi cacingan yaitu sebanyak
(49,10 %). Hal tersebut ditunjukan dengan jawaban dari hasil
pengisisan angket masih adanya responden yang menjawab
dalam kehidupan sehari-harinya kadang-kadang menyiram atau
membersihkan tinjanya setelah buang air besar bahkan ada yang
sering membuang tinjanya disembarang tempat. Dalam hal ini
sesuai dengan pendapat (Notoatmojo, 2003) Bahwa jamban
merupakan salah satu sarana pembuangan tinja yang sangat
penting, karena banyak sekali penyakit yang dapat disebabkan
oleh tinja manusia. Orang yang terinfeksi cacingan merupakan
sumber terpenting untuk kontaminasi tanah karena jika mereka
berdefekasi sembarangan dapat mengembang biakan telur dan
dapat hidup dalam waktu yang lama (Onggowaluyo, 2001). Dari
semua faktor yang telah di paparkan, jika dibiarkan begitu saja
akan menyebabkan kekurangan gizi berupa kalori dan protein,
serta kehilangan darah yang berakibat menurunnya daya tahan
tubuh dan dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang anak.
(Manalu, 2006). SIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan pada anak di SDN 01 Pasirlangu, dapat disimpulkan
bahwa terdapat faktor-faktor penyebab infeksi cacingan.
1.Personal hygiene meliputi mencuci tangan, memotong dan
membersihkan kuku, penggunaan alas kaki yang mendukung ke
arah infeksi cacingan pada penelitian ini faktor memotong dan
membersihkan kukulah yang paling mendukung ke arah
Adisti Andaruni, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-
Sumedang) Email : adisti.andaruni@yahoo.com 13 kejadian
infeksi cacingan. Bahwa penularan infeksi cacingan bisa saja
melalui kuku jari tangan yang panjang yang kemungkinan terselip
telur cacing dan bisa tertelan ketika makan. 2.Sanitasi lingkungan
meliputi sanitasi sumber air, pembuangan kotoran manusia, dan
sanitasi makanan yang mendukung ke arah infeksi cacingan pada
penelitian ini faktor sanitasi makanan yang mendukung ke arah
kejadian infeksi cacingan. Bahwa perilaku makan dalam
kehidupan sehari-hari yang dapat menyebabkan penularan infeksi
cacingan misalnya, dengan mengkonsumsi makanan secara
mentah atau setengah matang berupa ikan, daging, sayuran.
Serta penyajian makanan harus bebas dari kontaminasi. SARAN
Dengan hasil yang didapat dari penelitian ini, maka disarankan
kepada: 1.Bagi Dinas Kesehatan Berdasarkan hasil penelitian
bahwa adanya gambaran faktor-faktor yang mendukung terhadap
kejadian infeksi cacingan pada anak, maka diharapkan dinas
kesehatan setempat dapat mengadakan program
penanggulangan kejadian infeksi cacingan. 2.Bagi Sekolah Pihak
sekolah disarankan untuk lebih memperhatikan keadaan siswa-
siswi di sekolah tersebut, salah satunya dengan menggalakkan
Unit Kesehatan Sekolah yang telah ada untuk mengadakan
pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan tersebut dapat
dilakukan bekerja sama dengan Puskesmas yang menaungi UKS
tersebut.
Adisti Andaruni, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor-
Sumedang) Email : adisti.andaruni@yahoo.com 14 3.Bagi
Perawat Komunitas Diharapkan dengan hasil tersebut perawat
dapat memberikan pendidikan kesehatan mengenai cara untuk
mencegah terjadinya infeksi cacingan dan memberikan contoh
perilaku menjaga personal hygiene dan sanitasi lingkungan.
4.Bagi Peneliti Selanjutnya Dengan adanya gambaran dari hasil
penelitian ini, maka diharapkan akan ada penelitian mengenai
metode penyuluhan yang baik dan efektif untuk mengatasi
kejadian infeksi cacingan pada anak

DAFTAR PUSTAKA: Al Rasyid, H. 1994. Teknik Penarikan


Sampel dan Penyusunan Skala Program Pascasarjana.
Bandung : Universitas Padjadjaran. Azwar, S. 2011. Sikap
Manusia: Teori dan Pengukurannya. Edisi II.Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan.
Jakarta : EGC. Dainur. 1995. Materi-materi Pokok Ilmu
Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Widya Medika. Departemen
Kesehatan RI. 2001. Indonesia Sehat 2010. Jakarta. Available at :
http://www.perpustakaan.depkes.go.id (diakses 29 Januari
2012)..2004. Pedoman Umum Program Nasional Pemberantasan
Cacingan di Era Desentralisasi. Jakarta. Available at :
http://www.perpustakaan.depkes.go.id (diakses 25 Januari
2012).Dinas Kesehatan Jawa Barat. 2005. Profil Kesehatan Jawa
Barat tahun 2005. Jawa Barat. Direktorat Penanggulangan dan
Pencegahan Diare, Cacingan dan ISPL, Departemen Kesehatan.
2006. Cacingan Turunkan Kualitas Hidup, Akibatkan Kebodohan
dan Anemia. Available at : http://rafflesia.wwf.or.id (diakses 27
September 2011 ).

Arlianti, R.dan Rosso, D.M.(2009) Investasiuntuk Kesehatan dan


Gizi Sekolah di In-donesia. (google book online). Diaksespada
tanggal 7 Oktober 2015.Fauzi, T.R, dkk. 2013. Hubungan
KecacinganDengan Status Gizi Siswa Sekolah DasarDi Keca
mata n Pe laya ngan Jam bi.(online). Diakses pada tanggal 7
Oktober2015.Kemenkes, 2012. Pedoman
PengendalianKecacingan. Jakarta : Dirjen PP dan PL.Kemenkes.
2012. Aku Sehat Sekolah SehatPrestasi Meningkat. Malang :
DinkesKabupaten Malang.Lestari, W.T. 2014. Hubungan
TingkatPe nget ahua n, S ika p Da n Pe rila kuPencegahan
Kecacingan Dengan StatusKecacingan Siswa Sdn 03
PontianakTimur Kotamadya Pontianak Tahun2014. (online).
Diakses pada tanggal 7Oktober 2015.Notoadmojo, S. 2007.
Kesehatan MasyarakatIlmu dan Seni. Jakarta : Rineka
Cipta.Syafrudin, dkk. 2011. Himpunan PenyuluhanKesehatan.
Jakarta : Trans Info Media.Yulianto, E. 2007. Hubungan Higiene
SanitasiDengan Kejadian Penyakit CacinganPada Siswa Sekolah
Dasar NegeriRowosari 01 Kecamatan Tembalang KotaSemarang
Tahun Ajaran 2006/2007.(online). Dikases pada tanggal 7
Oktober2015.

Anda mungkin juga menyukai