Jalan Besar Ijen No 77 C Malangemail: mz_rahman@yahoo.com
Worm Prevention Behaviors in Elementary School:
OverviewAbstract: Worm investation is a tropical disease that can be transmitted through soil that will causeinfection in the intestines. The objective of this research is to understand an overview of worm investationprevention behaviors in elementary school-aged children in SDN Taman Harjo 3 Singosari, Malang.This research used descriptive survey method that was done using questionnaire and observation. Thesubject of this research was 27 5th grade students aged from 11 to 13 years old who presented duringdata retrieval in February 13th 2016. This research showed that health education is 96% poor, washinghands habit is 86% good, using footwear is 63% good, using clean toilet is 98% good, not using fecesas fertilizer is 100% good, not eating raw vegetables is 67% moderate, and maintaining personalhygiene is 59% good. The conclusion of this research is the worm investation prevention behaviors in 5thgrade students in SDN Taman Harjo 3 is moderate with average of 69,7%.Keywords: prevention, worm investation, elementary school.Abstrak: Cacingan merupakan penyakit di dareh tropis yang banyak menyerang anak usia sekolahdan bisa ditularkan melalui tanah yang akhirnya akan menyebabkan infeksi di rongga usus. Tujuandari penelitian ini adalah mengetahui gambaran perilaku pencegahan cacingan pada anak usiasekolah di SDN Taman Harjo 3 Singosari-Malang. Metode penelitian ini menggunakan deskriptifsurvey yang dilakukan dengan instrument kuesioner dan observasi. Subyek penelitian ini adalah 27siswa kelas 5 berusia 11-13 tahun yang hadir saat pengambilan data pada tanggal 13 Februari 2016.Hasil penelitian perilaku pencegahan cacingan bahwa untuk penyuluhan dan pendidikan kesehatan96% kurang, perilaku cuci tangan 86% baik, memakai alas kaki 63% baik, menggunakan jambansehat 98% baik, tidak menggunakan tinja sebagai pupuk 100% baik, tidak makan sayuran mentah67% kurang dan menjaga kebersihan pribadi 59% baik. Hal ini menunjukkan perilaku pencegahancacingan pada siswa kelas 5 di SDN Taman Harjo 3 cukup dengan rata- rata (69,7%).Kata Kunci: pencegahan, cacingan, anak usia sekolahPENDAHULUANKesehatan masyarakat adalah ilmu dan senimencegah penyakit, memperpanjang hidup danmeningkatkan kesehatan melalui usaha-usahapengorganisasian masyarakat untuk perbaikansanitasi lingkungan, pemberantasan penyakitmenular dan pendidikan kesehatan. Meningkat-nya ke seha t an masyara kat dapa t pu lameningkatkan angka harapan hidup dan bisadigunakan untuk melihat kesejahteraan masyarakat Indonesia (Notoadmojo, 2007).Salah satu upaya peningkatan kesehatan masyarakat yaitu dengan membuat banyak kegiatan, salah satunya tentang kegiatan kesehatan anak, karena kesehatan anak sangatlahpenting bagi perkembangan anak. Perkembangan anak dibagi menjadi beberapa periode salahsatunya yaitu periode anak usia sekolah. Padatahap periode ini penyakit yang banyak munculyaitu penyakit yang menyangkut mengenai kebersihan diri. Kurangnya kebersihan diri dapat mengakibatkan penyakit seperti diare, tifus,kurang gizi dan salah satunya adalah cacingan.Cacingan merupakan penyakit di daerahtropis yang bisa ditularkan melalui tanah dan menyebabkan infeksi di rongga usus yang dapat mengakibatkan kehilangan karbohidrat, protein,dan kehilangan darah dan disebabkan karena JURNAL PENDIDIKAN KESEHATAN, VOLUME 6, NO. 1, APRIL 2017: 11-152pISSN 2301-4024 eISSN 2442-7993kurangnya kebersihan diri dan sanitasi yang buruk(Kemenkes, 2012).Berdasarkan data dari WHO 2012 dalam(Fauzi, 2013) mengatakan bahwa kejadian penyakit cacingan di dunia masih tinggi yaitu 1miliar orang terinfeksi cacing Ascarislumbricoides (cacing gelang), 795 juta orang terinfeksi cacing Trichuris trichiura (cacingcambuk), dan 740 juta orang terinfeksi cacingAncylostoma duodenale (cacing tambang).Berdasarkan hasil survey cacingan sekolah dasar di 27 provinsi Indonesia pada tahun 2012prevalensi cacingan pada anak sekolah dasar masih cukup tinggi, yakni sekitar 60-80%,Prevelansi cacingan menurut jenis cacing Ascarislumbricoides (cacing gelang) 17,8%, Trichuristrichiura (cacing cambuk) 24,2%, dan Ancy-lostoma duodenale (cacing tambang) 1,0%.(Fauzi, 2013). Pada tahun 2008-2010 Provinsi Jawa Timur melaksanakan survey cacingan dengan rata-rata angka prevalensi cacingan sebesar 7,95% (Kemenkes, 2012). Berdasarkan data di Dinas Kesehatan Kabupaten Malangpada tanggal 26 Oktober 2015, 20% dari 39puskesmas yang ada di Kabupaten Malangtercatat ada 3 anak yang menderita cacingan di Kabupaten Malang.Penyakit cacingan ini memiliki dampak bagi penderitanya, cacing sebagai hewan parasit tidak saja mengambil zat-zat gizi dalam usus, tetapi jugamerusak dinding usus sehingga mengganggu penyerapan zat-zat gizi tersebut. Anak–anak yangterinfeksi cacing biasanya mengalami lesu, anemia, berat badan menurun, tidak bergairah,konsentrasi belajar kurang, kadang disertai batuk batuk. Selain itu anak yang menderita cacingan maka akan meningkatkan gejala daripenyakit dan dapat membuat kehadiran anak di sekolah menurun, secara tidak langsung hal ini bisa menyebabkan berkurangnya sumber daya manusia. (Arlianti R dan Rosso, 2009).Penyakit cacingan tidak selamanya dapat menyerang anak usia sekolah, beberapa carapencegahan dapat dilakukan seperti, dengan berolahraga secara teratur, menggunakan alas kaki jika berjalan, mencuci buah-buahan denganair bersih sebelum dimakan, menggunakan toilet untuk defekasi atau buang air kecil,menjaga kuku tetap pendek dan bersih,meminum air yang bersih, dan menjaga air minum dari lalat, mencuci tangan dengan sabun setelahmenggunakan toilet, mencuci tangan dengan sabun sebelum makan (Lestari, 2014).Berbagai kegiatan telah dilakukan dalam upaya pengendalian cacingan di Indonesia,diantaranya pencanangan program pemberantasan cacingan pada anak sekolah dasar dengan program pemberian obat cacing Albendazoluntuk anak sekolah dan balita, hal ini dilakukandari pemerintah minimal 1 kali tiap tahun(Kemenkes, 2012).Penelitian bertujuan untuk mengetahuigambaran perilaku pencegahan cacingan pada anak usia sekolah di SDN Taman Harjo 3Kecamatan Singosari Kabupaten Malang. PENDAHULUAN Penyakit kecacingan merupakan salah satu diantara banyak penyakit yang menjadi masalahkesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit cacinganadalah penyakit yang disebabkan karena masuknya parasit berupa cacing ke dalam tubuh manusia1. (Ami,dkk.2014) Berdasarkan Data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2015, menyebutkan bahwa lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi dunia terinfeksi oleh cacing yang ditularkan melalui tanah. Dimana lebih dari 270 juta anak usiapra-sekolah dan lebih dari 600 juta anak usia sekolah yang menderita infeksi STH dan membutuhkan perlakuan yang intensif2. Penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted Helminthiasis/STH), masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara-negara beriklim tropis dan sub tropis, termasuk Negara Indonesia. Berdasarkan Dirjen P2L Prevalensi kecacingan di Indonesia pada tahun 2014 berkisar 20-86 % dengan rata-rata 30%.3. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinkes provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2010 prevalensi kecacingan sebanyak 29,50%, pada tahun 2011 prevalensi kecacingan meningkat menjadi 32,11%, sedangkan pada tahun 2012 prevalensi kecacingan turun kembali menjadi 31,08%4. Berdasarkan data Profil Kesehatan Kabupaten Buton tahun 2013, jumlah penderita kecacingan di Kabupaten Buton sebanyak 2.245 orang5. Jumlah penderita kecacingan di Kabupaten Buton lebih banyak dibandingkan Kota Kendari. Berdasarkan data Dinkes Kota Kendari, jumlah penderita penyakit kecacingan di Kota Kendari pada tahun 2013 sebanyak 412 orang6. Puskesmas Mawasangka adalah satu puskesmas yang berada pada kabupaten pemekeranbaru yaitu kabupaten Buton Tengah. Pada tahun 2013 – 2015 di Puskesmas Mawasangka, Kecacingan masuk dalam 10 besar penyakit. Data puskesmas Mawasangka menunjukkan bahwa dari tahun 2013– 2015 penderita kecacingan megalami fluktuasi. Penderita kecacingan tahun 2013 sebanyak 117 orang, pada tahun 2014 jumlah penderita kecacingan sebanyak148 orang, danpada tahun 2015 jumlah penderita kecacingan sebanyak 97 orang. Sedangkan tahun 2016 dari bulan Januari-Juni, jumlah penderita kecacingan sebanyak 49 orang.Kejadian penyakit Kecacingan pada tahun 2016dari bulan Januari-Juni di Puskesmas Mawasangka lebih banyak dibandingkan puskesmas Rahia yang juga berada di kabupaten Buton Tengah 7.Anak sekolah merupakan aset atau modal utama pembangunan di masa depan yang perlu dijaga,ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Anak usia sekolah dasar (SD) sangat rentan terkena kecacingan.Infeksi cacing pada orang dewasa dapat menyebabkan penurunan produktivitas kerja sedangkan pada anak –anak dapat menyebabkan gangguan pada tumbuh kembangnya8. Faktor yang menyebabkan masih tingginya infeksi cacing adalah rendahnya tingkat sanitasipribadi (perilaku hidup bersih sehat) seperti kebiasaan cuci tangan sebelum makan dan setelah buang airbesar (BAB), kebersihan kuku, perilaku jajan disembarang tempat yang kebersihannya tidak dapat dikontrol, perilaku BAB tidakdi WC yang menyebabkan pencemaran tanah dan lingkungan oleh feses yang mengandung telur cacing serta ketersediaan sumber air bersih9. Kurangnya pengetahuan tentang kebersihan diri, lingkungan, serta infeksi cacing memudahkan anak terinfeksi. Pemberian pengetahuan kepada anak sekolah dasar dapat dilakukan dengan cara penyuluhan kesehatan. Penyuluhan kesehatan dapat dilakukan dengan berbagai metode. Secara garis besar metode dibagi menjadi dua, yaitu metode didaktif dan metode sokratik. Metode didaktif yaitu metode yang dilakukan secara satu arah. Misalnya ceramah, film,leaflet, buklet, dan poster. Selanjutnya, metode sokratik yaitu metode yang dilakukan secara dua arah.Misalnya, diskusi kelompok, debat, bermain peran,sosiodrama, permainan dan demonstrasi. Dalam penyuluhan kesehatan, metode penyuluhan yang akan digunakan adalah bagian yang mempengaruhi tercapainya hasil penyuluhan yang optimal. Penyuluhan kesehatan sejak dini tentang pencegahan penyakit kecacingan kepada anak usia sekolah dasar, merupakan salah satu langkah untuk menurunkan angka kesakitan pada anak akibat penyakit kecacingan. Pemberian pengetahuan lebih menarik jika disampaikan dengan metode dan media yang menarik pula. Berdasarkan permasalahan yang terjadi, maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul“Pengaruh Penyuluhan dengan Media Permainan Edukatif SUKATA Terhadap Pengetahuan, Sikap DanTindakan Tentang Pencegahan Penyakit Cacingan Pada Siswa kelas IV dan V SD Negeri 1 Mawasangka Kabupaten Buton Tengah Tahun 2016”.METODE Penelitian ini merupakan jenis penelitian Pra-Eksperimental dengan menggunakan rancanganOne-JIMKESMASJURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKATVOL.2/NO.5/Januari2017; ISSN250-731X,3 JIMKESMASJURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKATVOL.2/NO.5/Januari2017; ISSN250-731X,Group Pre Test – Post Test Designdengan kelompok perlakuan berperan sebagai kontrol atas dirinya sendiri. Pengamatan dilakukan sebelum (pra-uji) dansetelah (pasca-uji) perlakuan.kelamin perempuan yaitu 42 orang (44, 91%).Kabupaten Buton Tengah Tahun 2016”.Analisis Univariat Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan November sampai Desember Tahun 2016 di SD Negeri1 Mawasangka Kecamatan Mawasangka Kabupaten Buton Tengah. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV dan V SD Negeri 1 Mawasangka yaitu sebanyak 122 orang. Sampel dalam penelitian dihitung dengan menggunakan rumus Slovin sehingga Dimen Hasil diperoleh sampel sebanyak 94 responden/siswa.Positif 6872,3 82 87,2 Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini Sikap Negatif 2627,71212,8 adalah Proportional Random Sampling.Total9410094100 Analisis dilakukansecara deskriptif pada masing-masing variabel dengan analisis pada distribusi Tindakan frekuensi. Pada analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variable dependen Baik 6266,08388,3 Buruk 3234,01111,7 Total 9410094100 yaitu permainan SUKATA dengan variabel independen yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan siswa kelas VSD Negeri 1 Mawasangka Kabupaten Buton Tengah,dianalisis dengan uji statistic Mc Nemar.Kabupaten Buton Tengah Tahun 2016”.HASIL Karakteristik Responden Variabel DimensiJumlah Persentase% Umur9 tahun 3840,5 10 tahun4143,611 tahun1515,9Total94100KelasIV 39 41, 49 V 5558, 51 Total94100Jenis Kelamin Laki-laki 52 55,31Perempuan42 44,91Total94100Sumber : Data Primer, 2016 Data Primer, 2016Tabel1 menunjukkan bahwa responden penelitian ini paling banyak penelitian ini paling banyak berusia 10 tahun dengan persentase 41(43,6%) dan paling sedikit berumur 11 tahun dengan persentase 15 (15,9 %). Sedangkan berdasarkan kelas,Sumber: Data Primer, 2016Tabel2 menunjukkan bahwa dari 94 responden, siswa yang berpengetahuan cukup pada saat pre test adalah sebanyak 53 responden (56,4 %)dan pada saatpost test bertambah menjadi 84responden (89,4%).Sedangkan siswa yang berpengetahuan kurang pada saat pre test adalah sebanyak 41 responden (43,6%) dan pada saat posttest berkurang menjadi 10 responden (10,6%).Siswa yang memiliki sikap positif pada saat pretest adalah sebanyak 68 responden (72,3%) dan padasaat post test bertambah menjadi 82 responden(87,2%). Sedangkan siswa yang memiliki sikap negative pada saat pre test adalah sebanyak 26 responden (27,7%) dan pada saat post test berkurang menjadi 12 responden (12,8%).Siswa yang memiliki tindakan baik pada saat pre test adalah sebanyak 62 responden (66,0%) dan pada saat post test bertambah menjadi 83 responden(88,3%). Sedangkan siswa yang memiliki tindakan buruk pada saat pre test adalah sebanyak 32responden (34,0%) dan pada saat post test berkurang menjadi 11 responden (11,7%).Analisis Bivariat Hasil Pre test dan Post test Pengetahuan Siswa/siswi tentang Pencegahan Penyakit Cacingan responden penelitian ini paling banyak berada pada Pengetahuan (Post Test) TotalP Value kelas V yaitu 55 orang (58, 51%) dan responden paling uan (PreCukupKurang(%) sedikit berada pada kelasIV yaitu 39orang(41,49%).Test)(n)(%)(n)(%)(n) (%) Dan Berdasarkan Jenis kelamin,responden penelitian Cukup 5053.233.25356.4 ini paling banyak berjenis kelamin laki-laki yaitu 52 Kurang 3436.277.44143.60,000 orang (55,31%)dan responden paling sedikit berjenisTotal 8489,41010,631100 Sumber: Data Primer, 2016.Variabel siPre Test Post Test(n)n%n %Cukup5356,48489,4 Pengetahuan Kurang 4143,61010,6 Total 94100941004 JIMKESMASJURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKATVOL.2/NO.5/Januari2017; ISSN250-731X,Tabel 3 menunjukkan bahwa sebelum diberikan penyuluhan dengan metode Permainan edukatif SUKATA terhadap 94 responden, diperoleh data 53 responden memiliki pengetahuan cukup tentang pencegahan penyakit cacingan dan 41 responden memiliki pengetahuan yang kurang. Setelah diberikan diberikan penyuluhan dengan metode permainan edukatif SUKATA, ternyata dari 94 responden tersebut diperoleh 84 responden memiliki pengetahuan cukuptentang pencegahan penyakit cacingan dan 10 responden memiliki pengetahuan yang kurang.Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 94 responden yang memiliki pengetahuan cukup sebelum maupun sesudah diberikan penyuluhan sebanyak 50 respondendan 3 responden yang memiliki pengetahuan cukup sebelum penyuluhan dan memilik pengetahuan kurang sesudah diberikan penyuluhan. Selanjutnya,responden yang memiliki pengetahuan kurang sebelum diberikan penyuluhan dan setelah diberikan penyuluhan memiliki pengetahuan cukup sebanyak 34 responden, dan 7 responden yang memiliki Tabel 4 menunjukkan bahwa 94 responden,yang memiliki sikap positif sebelum maupun sesudah diberikan penyuluhan sebanyak 62 responden dan 6responden yang memiliki sikap positif sebelum penyuluhan dan memiliki sikap negatif sesudah diberikan penyuluhan. Selanjutnya, responden yang memiliki sikap negatif sebelum diberikan penyuluhan dan setelah diberikan penyuluhan memiliki sikap positif sebanyak 20 responden, sedangkan responden yang memiliki sikap negatif sebelum maupun sesudah diberikan penyuluhan sebanyak 6 responden .Analisis dengan uji Mc Nemar diperoleh p value(0,009) < α (0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Halini berarti Ini dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh penyuluhan dengan metode permainan edukatif SUKATA terhadap sikap siswa SD tentang pencegahan penyakit cacingan sebelum dan sesudah penyuluhan di SDN 1 Mawasangka Tahun 2016.Hasil Pre test dan Post test Tindakan Siswa/siswi tentang Pencegahan Penyakit Cacingan Pengetahuan (Post Test)TotalP Value pengetahuan kurang sebelum maupun sesudah Tindakan (Pre Test ) CukupKurang(%)diberikan penyuluhan.(n)(%)(n)(%)(n)(%) penyuluhan dengan metode permainan edukatif SUKATA terhadap pengetahuan siswa SD tentangpencegahan penyakit cacingan sebelum dan sesudah penyuluhan di SDN 1 Mawasangka Tahun 2016.Hasil Pre test dan Post test Sikap Siswa/siswi tentang Pencegahan Penyakit Cacingan Sumber: Data Primer, 2016.Tabel 5 menunjukkan bahwa sebelum diberikan penyuluhan dengan metode permainan edukatif SUKATA terhadap 94 responden, diperoleh data 62 responden memiliki tindakan baik terhadap pencegahan penyakit cacingan dan 32 responden Sikap Sikap (Post Test)Total P Value memiliki tindakan yang buruk. Setelah diberikan (PreTest) Positif Negatif (%) penyuluhan dengan metode permainan edukatif (n)(%)(n)(%) (n)(%) positif 6266.06 6.468 72.3Negatif2021.3 6 6.426 27.7Total8287.21212.894100 Sumber: Data Primer, 2016.0,009SUKATA, ternyata dari 94 responden tersebut diperoleh 83 responden memiliki tindakan baik terhadap pencegahan penyakit cacingan dan 12 responden memiliki tindakan yang buruk . Tabel5 menunjukkan bahwa dari 94 responden, yang memiliki tindakan baik sebelumTabel 4 menunjukkan bahwa sebelum diberikan penyuluhan dengan metode permainan edukatif SUKATA terhadap 94 responden, diperoleh data 68 responden memiliki sikap positif terhadap pencegahan penyakit cacingan dan 26 responden memiliki sikap yang negatif. Setelah diberikan penyuluhan dengan metode permainan edukatif SUKATA, ternyata dari 94 responden tersebut diperoleh 82 responden memiliki sikap positif terhadap pencegahan penyakit cacingan dan 12 responden memiliki sikap yang negatif.maupun sesudah diberikan penyuluhan sebanyak 57responden dan 5 responden yang memiliki tindakan baik sebelum penyuluhan dan memiliki tindakan buruk sesudah diberikan penyuluhan.Selanjutnya,responden yang memiliki tindakan buruk sebelum diberikan penyuluhan dan setelah diberikan penyuluhan memiliki tindakan baik sebanyak 26 responden, sedangkan responden yang memiliki tindakan buruk sebelum maupun sesudah diberikan penyuluhan sebanyak 6 responden.Analisis dengan uji McNemar diperoleh pv alue Baik 5766.65.33.26266.0(0,000)<α(0,05),maka H0 ditolak danH1 diterima.HalBuruk2627.76 6.43234.00,000Ini berarti dapat disimpulkan bahwa Ada pengaruhTotal8388.31111.7941005 JIMKESMASJURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKATVOL.2/NO.5/Januari2017; ISSN250-731X,Analisis dengan ujiMc Nemardiperolehp value(0,000) < α (0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Halini berarti dapat disimpulkan bahwa Ada pengaruhpenyuluhan dengan metode permainan edukatifSUKATAterhadaptindakansiswaSDtentangpencegahan penyakit cacingan sebelum dan sesudahpenyuluhan di SDN 1 Mawasangka Tahun 2016.DiskusiPenelitian ini merupakan penelitian intervensiyang dilakukan pada satu kelompok tanpa adanyakelompok pembanding (kontrol) berupa penyuluhandengan metode permainan edukatif,dimana kelompok ini diberi pre test dan post test untuk mengukur tingkat keberhasilan penyuluhan dengan metode permainan edukatif SUKATA yang diberikan.Pemberian Penyuluhan ini bertahap dalam 3 kali intervensi selama 21 hari. Intervensi dilakukan diruang kelas IV dan V SD Negeri 1 Mawasangka, hal ini karena seluruh responden bersekolah di tempat tersebut.Dalam prosesnya,Penyuluhan kesehatan mengenai pencegahan penyakit cacingan pada responden dilakukan dengan cara penyuluhan sambil bermain selama ±90 menit, kemudian sesi tanya jawab pada akhir pertemuan. Permainan SUKATA yang berisi informasi mengenai pencegahan penyakit cacingan.dimainkan oleh setiap responden dengan cara berkelompok. Pemberian penyuluhan dengan metode permainan edukatif pada responden dalam upaya mengenalkan pencegahan penyakit cacingan yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan ada perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah adanya intervensi berupa permainan edukatif.Peneliti dibantu oleh 1 (satu) orang asisten peneliti yang bertugas untuk mengarahkan dan membantu mendokumentasikan kegiatan sehingga kegiatan penelitian bisa terlaksana dengan baik.Peningkatan pengetahuan pada responden terjadi setelah diberikan penyuluhan kesehatan selama 21 hari, dimana peneliti selaku komunikator kesehatan (penyuluh kesehatan) memberikan materi tentang pernyakitcacingan dengan metode permainan Edukatif.Menurut Notoatmodjo (2003, dalam Kholid,2012) pengetahuan adalah hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengideraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melaluipanca indra manusia.Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan juga diperoleh dari pendidikan,pengalaman diri sendiri maupun pengalaman oranglain, media massa maupun lingkungan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain terpenting bagi terbentuknya tindakan seseorang.Perilaku yang didasari oleh oleh pengetahuan akan langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.Seperti yang terlihat pada tabel3 menunjukkan bahwa sebelum diberikan penyuluhan dengan metode Permainan edukatif SUKATA terhadap 94 responden, diperoleh data 53 responden memiliki pengetahuan cukup tentang pencegahan penyakit cacingan dan 41 responden memiliki pengetahuan yang kurang.Setelah diberikan penyuluhan dengan metode permainan edukatif SUKATA,ternyatadari 94responden tersebut diperoleh 84 responden memiliki pengetahuan cukup tentangpencegahan penyakit cacingan dan 10 responden memiliki pengetahuan yang kurang. Hal ini dimungkinkan karena ketepatan pemilihan metode penyuluhan yang digunakan.Selain itu terdapa t34 responden yang pengetahuannya mengalami peningkatan dari kategori kurang menjadi cukup. Peningkatan pengetahuan responden dikarenakan adanya kemauan dalam dirinya untuk mengetahui pentingnya pencegahanpenyakit cacingan. selain itu metode penyuluhan yang digunakan memberikan motivasi dan pengaruh psikologis untuk responden. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah permainan Susun Kata. Pemberian informasi dengan permainan susun katayang menarik dan suasana yang menyenangkan dapat membuat responden lebih mudah menerima dan memahami informasi yang diberikan.Penggunaan metode permainan edukatif SUKATA yang menarik dan membuat suasana belajar yang menyenangkan sehingga dapat membuat responden lebih mudah menerima informasi yang diberikan. Permainan edukatif SUKATA merupakan metode penyuluhan yang mengajak bermain dan berpikir karena responden akan menyusun potongan-potongan kata menjadi sebuah kalimat. Metode ini dipilih dan disesuaikan dengan responden yaitu siswa/siswi Sekolah Dasar. Pengetahuan yang adapada setiap manusia ditangkap atau diterima melalui panca indera. Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas pengetahuan yang diperolehnya. Hasilpenelitianinisejalansepertiyangdikemukakan WHO, salah satu starategi untuk perubahan perilaku adalah pemberian informasi guna meningkatkan pengetahuan sehingga timbul kesadaran yang pada akhirnya orang akan berperilaku. Penyakit infeksi cacingan merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia yang dapat menimbulkan kekurangan gizi berupa kalori dan protein, serta kehilangan darah yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan menimbulkan gangguan tumbuh kembang anak. Sanitasi lingkungan yang belum memadai, keadaan ekonomi yang rendah didukung oleh iklim yang sesuai untuk pertumbuhan cacing merupakan beberapa faktor penyebab tingginya infeksi cacing. Penyakit cacingan di Desa Pasirlangu, Cisarua merupakan masalah kesehatan masyarakat dimana pada tahun 2010 terdapat 51 murid di SDN 01 Pasirlangu diantaranya positif cacingan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran faktor-faktor penyebab infeksi cacingan meliputi faktor personal hygiene, diantaranya mencuci tangan, memotong dan membersihkan kuku, penggunaan alas kaki, dan faktor sanitasi lingkungan, diantaranya sumber air, pembuangan kotoran manusia, sanitasi makanan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara total sampling dengan sampel sebanyak 51 orang responden yaitu siswa SDN 01 Pasirlangu yang terinfeksi cacingan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket/kuisioner. Hasil penelitian dianalisis menggunakan rumus skor-T bahwa terdapat faktor-faktor yang mendukung ke arah kejadian infeksi cacingan yaitu didapatkan nilai 50,98% untuk faktor personal hygiene, 52,95% untuk mencuci tangan, 56,90% untuk memotong dan membersihkan kuku, 50,90% untuk penggunaan alas kaki, 43,14% untuk faktor sanitasi lingkungan, 49,10% untuk sanitasi sumber air, 49,10% pembuangan kotoran manusia, 56,90% untuk sanitasi makanan. Oleh karena itu, diharapkan untuk selalu memperbaiki personal hygienedan sanitasi lingkungan sehingga dapat mengurangi angka kejadian infeksi cacingan pada anak. Kata kunci : Infeksi Cacingan, Personal Hygiene, Sanitasi Lingkungan.
Salah satu masalah kesehatan penduduk di Indonesia yang
berkaitan dengan masalah status sosial ekonomi penduduk yang insidennya masih tinggi adalah penyakit infeksi cacingan (Rehulina, 2005). Menurut World Health Organization (WHO) diperkirakan 800 juta-1 milyar penduduk terinfeksi Ascaris, 700- 900 juta terinfeksi cacing tambang, 500 juta terinfeksi trichuris. Prevalensi tertinggi ditemukan di negara-negara yang sedang berkembang (WHO, 2006). Salah satu penyakit cacingan adalah penyakit cacing usus yang ditularkan melalui tanah atau sering disebut Soil Transmitted Helminths yang sering dijumpai pada anak sekolah dasar dimana pada usia ini anak masih sering kontak dengan tanah (Depkes, 2004). Dari semua kasus penyakit cacingan, cacing gelang (ascaris lumbricoides) sekitar (25-35%) dan cacing cambuk (trichuris trichiura) sekitar (65-75%) (Rehulina, 2005).
Faktor sanitasi makanan yang dapat menyebabkan kejadian
infeksi cacingan Berdasarkan penelitian didapatkan data yang mendukung terhadap kejadian infeksi cacingan yaitu hampir sebagian dari responden. Hal tersebut ditunjukan dengan jawaban dari hasil pengisisan angket masih adanya responden yang menjawab selalu mengkonsumsi makanan mentah atau setengah matang seperti lalapan. Hal ini sesuai Adisti Andaruni, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor- Sumedang) Email : adisti.andaruni@yahoo.com 11 dengan pernyataan (Entjang, 2003) Bahwa perilaku makan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat menyebabkan penularan infeksi cacingan misalnya, mengkonsumsi makanan secara mentah atau setengah matang berupa ikan, daging, sayuran. Serta penyajian makanan yang dibeli pun harus memenuhi syarat sanitasi yaitu bebas dari kontaminasi (Chandra, 2007). Oleh sebab itu untuk mencegah penularan cacingan maka sebaiknya mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah terutama yang menggunakan tinja sebagai pupuk (Gandahusada, 2003). Ada juga faktor lain yaitu faktor sanitasi sumber air. Pada penelitian ini didapatkan data yang mendukung terhadap kejadian infeksi cacingan yaitu sebanyak (49,10%). Hal tersebut ditunjukan dengan jawaban dari hasil pengisisan angket disapatkan masih adanya responden yang menjawab menggunakan air sumur dalam kehidupan sehari-harinya, Sesuai dengan kenyataan di desa pasirlangu tersebut, bahwa adanya responden yang membuang tinjanya disembarang tempat. Maka hal tersebut dapat menyebabkan penularan infeksi cacing melalui tanah (Notoatmojo, 2003). Oleh sebab itu air sumur yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari terutama air yang untuk dikonsumsi harus terbebas bakteri, dan air yang tersedia memenuhi syarat fisik yaitu, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau (Depkes 2001). Sehingga untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi cacingan dan untuk menjaga air tetap sehat maka air yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari haruslah diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi (Notoatmojo,2003). Adisti Andaruni, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor- Sumedang) Email : adisti.andaruni@yahoo.com 12 Selain itu pembuangan kotoran manusia pun dapat menyebabkan infeksi cacingan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data yang mendukung terhadap kejadian infeksi cacingan yaitu sebanyak (49,10 %). Hal tersebut ditunjukan dengan jawaban dari hasil pengisisan angket masih adanya responden yang menjawab dalam kehidupan sehari-harinya kadang-kadang menyiram atau membersihkan tinjanya setelah buang air besar bahkan ada yang sering membuang tinjanya disembarang tempat. Dalam hal ini sesuai dengan pendapat (Notoatmojo, 2003) Bahwa jamban merupakan salah satu sarana pembuangan tinja yang sangat penting, karena banyak sekali penyakit yang dapat disebabkan oleh tinja manusia. Orang yang terinfeksi cacingan merupakan sumber terpenting untuk kontaminasi tanah karena jika mereka berdefekasi sembarangan dapat mengembang biakan telur dan dapat hidup dalam waktu yang lama (Onggowaluyo, 2001). Dari semua faktor yang telah di paparkan, jika dibiarkan begitu saja akan menyebabkan kekurangan gizi berupa kalori dan protein, serta kehilangan darah yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang anak. (Manalu, 2006). SIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada anak di SDN 01 Pasirlangu, dapat disimpulkan bahwa terdapat faktor-faktor penyebab infeksi cacingan. 1.Personal hygiene meliputi mencuci tangan, memotong dan membersihkan kuku, penggunaan alas kaki yang mendukung ke arah infeksi cacingan pada penelitian ini faktor memotong dan membersihkan kukulah yang paling mendukung ke arah Adisti Andaruni, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor- Sumedang) Email : adisti.andaruni@yahoo.com 13 kejadian infeksi cacingan. Bahwa penularan infeksi cacingan bisa saja melalui kuku jari tangan yang panjang yang kemungkinan terselip telur cacing dan bisa tertelan ketika makan. 2.Sanitasi lingkungan meliputi sanitasi sumber air, pembuangan kotoran manusia, dan sanitasi makanan yang mendukung ke arah infeksi cacingan pada penelitian ini faktor sanitasi makanan yang mendukung ke arah kejadian infeksi cacingan. Bahwa perilaku makan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat menyebabkan penularan infeksi cacingan misalnya, dengan mengkonsumsi makanan secara mentah atau setengah matang berupa ikan, daging, sayuran. Serta penyajian makanan harus bebas dari kontaminasi. SARAN Dengan hasil yang didapat dari penelitian ini, maka disarankan kepada: 1.Bagi Dinas Kesehatan Berdasarkan hasil penelitian bahwa adanya gambaran faktor-faktor yang mendukung terhadap kejadian infeksi cacingan pada anak, maka diharapkan dinas kesehatan setempat dapat mengadakan program penanggulangan kejadian infeksi cacingan. 2.Bagi Sekolah Pihak sekolah disarankan untuk lebih memperhatikan keadaan siswa- siswi di sekolah tersebut, salah satunya dengan menggalakkan Unit Kesehatan Sekolah yang telah ada untuk mengadakan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan tersebut dapat dilakukan bekerja sama dengan Puskesmas yang menaungi UKS tersebut. Adisti Andaruni, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor- Sumedang) Email : adisti.andaruni@yahoo.com 14 3.Bagi Perawat Komunitas Diharapkan dengan hasil tersebut perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan mengenai cara untuk mencegah terjadinya infeksi cacingan dan memberikan contoh perilaku menjaga personal hygiene dan sanitasi lingkungan. 4.Bagi Peneliti Selanjutnya Dengan adanya gambaran dari hasil penelitian ini, maka diharapkan akan ada penelitian mengenai metode penyuluhan yang baik dan efektif untuk mengatasi kejadian infeksi cacingan pada anak
DAFTAR PUSTAKA: Al Rasyid, H. 1994. Teknik Penarikan
Sampel dan Penyusunan Skala Program Pascasarjana. Bandung : Universitas Padjadjaran. Azwar, S. 2011. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Edisi II.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC. Dainur. 1995. Materi-materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Widya Medika. Departemen Kesehatan RI. 2001. Indonesia Sehat 2010. Jakarta. Available at : http://www.perpustakaan.depkes.go.id (diakses 29 Januari 2012)..2004. Pedoman Umum Program Nasional Pemberantasan Cacingan di Era Desentralisasi. Jakarta. Available at : http://www.perpustakaan.depkes.go.id (diakses 25 Januari 2012).Dinas Kesehatan Jawa Barat. 2005. Profil Kesehatan Jawa Barat tahun 2005. Jawa Barat. Direktorat Penanggulangan dan Pencegahan Diare, Cacingan dan ISPL, Departemen Kesehatan. 2006. Cacingan Turunkan Kualitas Hidup, Akibatkan Kebodohan dan Anemia. Available at : http://rafflesia.wwf.or.id (diakses 27 September 2011 ).
Arlianti, R.dan Rosso, D.M.(2009) Investasiuntuk Kesehatan dan
Gizi Sekolah di In-donesia. (google book online). Diaksespada tanggal 7 Oktober 2015.Fauzi, T.R, dkk. 2013. Hubungan KecacinganDengan Status Gizi Siswa Sekolah DasarDi Keca mata n Pe laya ngan Jam bi.(online). Diakses pada tanggal 7 Oktober2015.Kemenkes, 2012. Pedoman PengendalianKecacingan. Jakarta : Dirjen PP dan PL.Kemenkes. 2012. Aku Sehat Sekolah SehatPrestasi Meningkat. Malang : DinkesKabupaten Malang.Lestari, W.T. 2014. Hubungan TingkatPe nget ahua n, S ika p Da n Pe rila kuPencegahan Kecacingan Dengan StatusKecacingan Siswa Sdn 03 PontianakTimur Kotamadya Pontianak Tahun2014. (online). Diakses pada tanggal 7Oktober 2015.Notoadmojo, S. 2007. Kesehatan MasyarakatIlmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta.Syafrudin, dkk. 2011. Himpunan PenyuluhanKesehatan. Jakarta : Trans Info Media.Yulianto, E. 2007. Hubungan Higiene SanitasiDengan Kejadian Penyakit CacinganPada Siswa Sekolah Dasar NegeriRowosari 01 Kecamatan Tembalang KotaSemarang Tahun Ajaran 2006/2007.(online). Dikases pada tanggal 7 Oktober2015.