Anda di halaman 1dari 20

BERAT B3 DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN

Abstract: Heavy metals are the hazardous substances that produced by industrial waste, included
lead (Pb), mercury (Hg), kadnium (Cd), arsenic (As), copper (Cu), and chromium (Cr). Characteristics
of lead (Pb) are soft consistency and black color. That heavy metal could cause acute and chronic
body intoxication. Health effects of lead intoxication, such as neurology, kidney, reproductive
system, hemopoitic system disorders. Characteristics of mercury are white liquid and boiling point is

356,90oC. The famous health effect of mercury intoxication is minamata disease. Other effects of m
ercury intoxication included cereblal palsy, mental retardation, and libido disorders. Characteristics
of kadnium (Cd) are soft and white. The health effects of kadnium intoxication such as kidney,
cardiovascular and bone disorders. The health effects of arsenic intoxication included eyes, skin,

blood, kidney, liver, respiratory tract, reproduction, gastrointestinal tract, and immunological
disorders. The health effects of copper intoxication included Wilson’s disease and Menke’s disease.
The health eff ects of copper intoxication included respiratory system, skin, kidney, and vascular
disorders

PENDAHLUAN

Unsur logam berat adalah unsur yang mempunyai densi tas lebih dari 5 gr/cm3 (Fardiaz, 1992). Hg
mempunyai densitas 13,55 gr/cm3 . Diantara semua unsur logam berat, Hg menduduki urutan
pertama dalam hal sifat racunnya, dibandingkan dengan logam berat lainnya, kemudian diikuti oleh
logam berat antara lain Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, Zn (Waldchuk, 1984, di dalam Fardiaz, 1992). Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3) adalah setiap bahan yang karena sifat atau konsenterasi, jumlahnya,
baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan
hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain (Pasal 1 (17) UU No. 23
1997). B3 dalam ilmu 130 JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL. 2, NO. 2 , JANUARI 2006:129 -142

bahan dapat berupa bahan biologis (hidup/mati) atau zat kimia. Zat kimia B3 dapat berupa senyawa
logam (anorganik) atau senyawa organik, sehingga dapat diklasifikasikan sebagai B3 biologis, B3

logam dan B3 organik. Menurut data dari Environmental Protection Agency (EPA) tahun 1997, yang
menyusun ”top-20” B3 antara lain: Arsenic, Lead, Mercury, Vinyl chloride, Benzene, Polychlorinated
B iphenyls (PCBs), Kadnium, Benzo(a)pyrene, Benzo(b)fluoranthene, Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons, Chloroform, Aroclor 1254, DDT, Aroclor 1260, Trichloroethylene, Chromium (hexa
valent), Dibenz[a,h]anthracene, Dieldrin, Hexachlorobutadiene, Chlordane. Dari 20 B3 tersebut,
diantaranya adalah logam berat, antara lain Arsenic (As), Lead (Pb), Mercury (Hg), Kadnium (Cd), dan
Chromium (Cr), yang akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.

SUMBER BAHAN PENCEMAR LOGAM BERAT.

1. Sumber dari Alam

Kadar Pb yang secara alami dapat ditemukan dalam bebatuan sekitar 13 mg/kg. Khusus Pb yang
tercampur dengan batu fosfat dan terdapat didalam batu pasir ( sand stone) kadarnya lebih besar
yaitu 100 mg/kg. Pb yang terdapat di tanah berkadar sekitar 5 - 25 mg/kg dan di air bawah tanah
(ground water) berkisar antara 1- 60 µg/liter.

Secara alami Pb juga ditemukan di air permukaan. Kadar Pb pada air telaga dan air sungai adalah
sebesar 1 -10 µg/liter. Dalam air laut kadar Pb lebih rendah dari dalam air tawar. Laut Bermuda yang
dikatakan terbebas dari pencemaran mengandung Pb sekitar 0,07 µg/liter. Kandungan Pb dalam air
danau dan sungai di USA berkisar antara 1-10 µg/liter. Secara alami Pb juga ditemukan di udara yang
kadarnya berkisar antara 0,0001 - 0,001 µg/m3 . Tumbuh-tumbuhan termasuk sayur-mayur dan
padi-padian dapat mengandung Pb, penelitian yang dilakukan di USA kadarnya berkisar antara 0,1
-1,0 µg/kg berat kering. Logam berat Pb yang berasal dari tambang dapat berubah menjadi PbS
(golena), PbCO3 (cerusite) dan PbSO4 (anglesite) dan ternyata golena merupakan sumber utama Pb
yang berasal dari tambang. Logam berat Pb yang berasal dari tambang tersebut bercampur dengan
Zn (seng) dengan kontribusi 70%, kandungan Pb murni sekitar 20% dan sisanya 10% terdiri dari
campuran seng dan tembaga. Secara alami Hg dapat berasal dari gas gunung berapi dan penguapan
dari air laut. Dilaporkan kandungan kadnium (Cd) dalam air laut di dunia di bawah 20 ng/l. Variasi
lain kandungan kadnium dari air hujan, freshwater dan air permukaan di perkotaan dan daerah

Sudarmaji, J.Mukono, Corie I.P., Toksikologi Logam Berat B3 131 industri, kadnium pada level 10–
4000 ng/l tergantung pada spesifikasi lokasi atau saat pengukuran larutan kadnium (WHO 1992).

Kadnium masuk kedalam freshwater dari sumber yang berasal dari industri. Air sungai dan irigasi
untuk pertanian yang mengandung kadnium akan terjadi penumpukan pada sedimen dan Lumpur.
Sungai dapat mentrasport kadnium pada jarak sampai dengan 50 km dari sumbernya. Kadnium
dalam tanah bersumber dari alam dan sumber antropogenik. Yang berasal dari alam berasal dari

batuan atau material lain seperti glacial dan alluvium. Kadnium dari tanah yang berasal dari
antropogenik dari endapan penggunaan pupuk dan limbah. Sebagian besar kadnium dalam tanah
berpengaruh pada pH, larutan material organic, logam yang mengandung oksida, tanah liat dan zat
organik maupun anorganik. Rata-rata kadar kadnium alamiah dikerak bumi sebesar 0,1-0,5 ppm.

2. Sumber dari Industri

Industri yang perpotensi sebagai sumber pencemaran Pb adalah semua industri yang memakai Pb
sebagai bahan baku maupun bahan penolong, misalnya:

Industri pengecoran maupun pemurnian.

Industri ini menghasilkan timbal konsentrat ( primary lead), maupun secondary lead yang berasal
dari potongan logam ( scrap).

Industri batery.

Industri ini banyak menggunakan logam Pb terutama lead antimony alloy dan lead oxides sebagai
bahan dasarnya.

Industri bahan bakar.

Pb berupa tetra ethyl lead dan tetra methyl lead banyak dipakai sebagai anti knock pada bahan
bakar, sehingga baik industry maupun bahan bakar yang dihasilkan merupakan sumber pencemaran
Pb.

Industri kabel.

Industri kabel memerlukan Pb untuk melapisi kabel. Saat ini pemakaian Pb di industri kabel mulai
berkurang, walaupun masih digunakan campuran logam Cd, Fe, Cr, Au dan arsenik yang juga
membahayakan untuk kehidupan makluk hidup.

Industri kimia, yang menggunakan bahan pewarna.


Pada industri ini seringkali dipakai Pb karena toksisitasnya relatif lebih rendah jika dibandingkan
dengan logam pigmen yang lain. Sebagai pewarna merah pada cat biasanya dipakai red lead,

sedangkan untuk warna kuning dipakai lead chromate. 132 JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL.
2, NO. 2 , JANUARI 2006:129 -142

Industri pengecoran logam dan semua industri yang menggunakan Hg sebagai bahan baku maupun
bahan penolong, limbahnya merupakan sumber pencemaran Hg. Sebagai contoh

antara lain adalah industri klor alkali, peralat an listrik, cat, termometer, tensimeter, iindustri
pertanian, dan pabrik detonator. Kegiatan lain yang merupakan sumber pencemaran Hg adalah
praktek dokter gigi yang menggunakan amalgam sebagai bahan penambal gigi . Selain itu bahan
bakar fosil juga merupakan sumber Hg pula.

3. Sumber dari Transportasi

Hasil pembakaran dari bahan tambahan ( aditive) Pb pada bahan bakar kendaraan bermotor
menghasilkan emisi Pb in organik. Logam berat Pb yang bercampur dengan bahan bakar tersebut
akan bercampur dengan oli dan melalui proses di dalam mesin maka logam berat Pb akan keluar dari
knalpot bersama dengan gas buang lainnya

IMPLIKASI KLINIK AKIBAT TERCEMAR OLEH LOGAM BERAT

1. Implikasi Klinik Akibat Tercemar oleh Logam Berat Timbal (Pb)

Menurut ketentuan WHO, kadar Pb dalam darah manusia yang tidak terpapar oleh Pb adalah sekitar
10 -25 µg/100 ml. Pada penelitian yang dilakukan di industri proses daur ulang aki bekas, Suwandi
(1995) menemukan bahwa kadar Pb udara di daerah terpapar pada malam hari besarnya sepuluh
kali lipat kadar Pb di daerah tidak terpapar pada malan hari (0,0299 mg/m 3 vs 0,0028 mg/m3 ),
sedangkan rerata kadar Pb Blood ( Pb -B ) di daerah terpapar 170,44 µg/100 ml dan di daerah tidak
terpapar sebesar 45,43 µg/100 ml. Juga ditemukan bahwa semakin tinggi kadar Pb -B, semakin

rendah kadar Hb nya. Pada penelitian mengenai kadar Pb di udara ambien dan hubungan antara
kadar Pb-B dengan IQ anak sekolah, Susanto (1997) menemukan bahwa kadar Pb udara ambien di
daerah penelitian sebesar 0,00103 mg/m 3 , masih dibawah nilai baku mutu yang besarnya 0,060
mg/m3 . Didapatkan pula bahwa kadar Pb-B anak SD di kawasan tertib lalu-lintas (sekitar 39,73
ug/100 ml) lebih tinggi dari kadar Pb-B di luar kawasan tertib lalu lintas (16,30 µg/100 ml). Tidak di
temukan pula perbedaan yang bermakna antara IQ anak sekolah SD di kawasan tertib lalu lintas dan
di luar kawasan tertib lalu lintas. Mukono, et al. (1991) meneliti status kesehatan dan kadar PbB
karyawan SPBU (Stasiun Pompa Bensin Umum) di Jawa Timur, menemukan bahwa pemeriksaan
darah lengkap pada karyawan SPBU dengan penjualan bensin kurang dari 8 ribu liter lebih baik dari

karyawan SPBU yang menjual bensin lebih dari 10 ribu liter per hari. Didapatkan pula bahwa rata
rata kadar Pb -B karyawan SPBU sebesar 77,59 µg/100 ml.

Paparan bahan tercemar Pb dapat menyebabkan gangguan


pada organ sebagai berikut :

Gangguan neurologi.

Gangguan neurologi (susunan syaraf) akibat tercemar oleh Pb dapat berupa encephalopathy, ataxia,
stupor dan coma. Pada anakanak dapat menimbulkan kejang tubuh dan neuropathy perifer.
Gangguan terhadap fungsi ginjal. Logam berat Pb dapat menyebabkan tidak berfungsinya tubulus
renal, nephropati irreversible, sclerosis va skuler, sel tubulus atropi, fibrosis dan sclerosis glumerolus.
Akibatnya dapat menimbulkan aminoaciduria dan glukosuria, dan jika paparannya terus berlanjut
dapat terjadi nefritis kronis. 134 JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL. 2, NO. 2 , JANUARI
2006:129 -142

Gangguan terhadap sistem reproduksi.

Logam berat Pb dapat menyebabk an gangguan pada system reproduksi berupa keguguran,
kesakitan dan kematian janin. Logam berat Pb mempunyai efek racun terhadap gamet dan dapat
menyebabkan cacat kromosom. Anak -anak sangat peka terhadap paparan Pb di udara. Paparan Pb
dengan kadar yang ren dah yang berlangsung cukup lama dapat menurunkan IQ .

Gangguan terhadap sistem hemopoitik .

Keracunan Pb dapat dapat menyebabkan terjadinya anemia akibat penurunan sintesis globin
walaupun tak tampak adanya penurunan kadar zat besi dalam serum. Anemia ri ngan yang terjadi
disertai dengan sedikit peningkatan kadar ALA ( Amino Levulinic Acid) urine. Pada anak – anak juga
terjadi peningkatan ALA dalam darah. Efek dominan dari keracunan Pb pada sistem hemopoitik
adalah peningkatan ekskresi ALA dan CP ( Coproporphyrine). Dapat dikatakan bahwa gejala anemia
merupakan gejala dini dari keracunan Pb pada manusia. Anemia tidak terjadi pada karyawan
industry dengan kadar Pb-B (kadar Pb dalam darah) dibawah 110 ug/100 ml. Dibandingkan dengan
orang dewasa, anak -anak lebih sensitive terhadap terjadinya anemia akibat paparan Pb. Terdapat
korelasi negatif yang signifikan antara Hb dan kadar Pb di dalam darah.

Gangguan terhadap sistem syaraf.

Efek pencemaran Pb terhadap kerja otak lebih sensitif pada anak-anak dibandingkan pada orang
dewasa. Paparan menahun dengan Pb dapat menyebabkan lead encephalopathy. Gambaran klinis
yang timbul adalah rasa malas, gampang tersinggung, sakit kepala, tremor, halusinasi, gampang lupa,
sukar konsentrasi dan menurunnya kecerdasan. Pada anak dengan kadar Pb darah (Pb-B) sebesar
40-80 µg/100 ml dapat timbul gejala gangguan hematologis, namun belum tampak adanya gejala
lead encephalopathy. Gejala yang timbul pada lead encephalopathy antara lain adalah rasa cangung,
mudah tersinggung, dan penurunan pembentukan konsep. Apabila pada masa bayi sudah mulai
terpapar oleh Pb, maka pengaruhnya pada profil psikologis dan penampilan pendidikannya akan
tampak pada umur sekitar 5-15 tahun. Akan timbul gejala tidak spesifik berupa hiperaktifitas atau
gangguan psikologis jika terpapar Pb pada anak berusi 21 bulan sampai 18 tahun. Untuk melihat
hubungan antara kadar Pb -B dengan IQ (Intelegance Quation) telah dilakukan penelitian pada anak
berusia 3 sampai 15 tahun dengan kondisi sosial ekonomi dan etnis yang sama. Pada sampel dengan
kadar Pb-B sebesar 40-60 µg/ml ternyata mempunyai IQ lebih rendah apabila dibandingkan dengan
sampel yang kadar Pb-B kurang dari 40 µg/ml. Pada dewasa muda yang berumur sekitar 17 tahun
tidak tampak adanya hubungan antara Pb-B dan IQ. Sudarmaji, J.Mukono, Corie I.P., Toksikologi
Logam Berat B3 135

2. Implikasi Klinik Akibat Tercemar oleh Merkuri (Hg).


Pada studi epidemiologi ditemukan bahwa keracunan metal dan etil merkuri sebagian besar di
sebabkan oleh konsumsi ikan yang di peroleh dari daerah tercemar atau makanan yang berbahan
baku tumbuhan yang disemprot dengan pestisida jenis fungisida alkil merkuri. Pada tahun 1968
Katsuna melaporkan adanya epidemi keracunan Hg di Teluk Minamata, dan pada tahun 1967 terjadi
pencemaran Hg di sungai Agano di Nigata. Pada saat terjadi epidemi, kadar Hg pada ikan di Teluk
Minamata sebesar 11 µg/kg berat basah dan di sungai Agano sebesar 10 µg/kg berat basah. Di Irak
pada tahun 1971-1972 terjadi keracunan alkil merkuri akibat mengkonsumsi gandum yang
disemprot dengan alkil merkuri yang menyebabkan 500 orang meninggal dunia dan 6000 orang
masuk rumah sakit. Penelitian Eto (1999), menyimpulkan bahwa efek keracunan Hg tergantung dari
kepekaan individu dan faktor genetik. Individu yang peka terhadap keracunan Hg adalah anak dalam
kandungan (prenatal), bayi, anak-anak, dan orang tua. Gejala yang timbul akibat keracunan Hg dapat
merupakan gangguan psikologik berupa rasa cemas dan kadang timbul sifat agresi. Berdasarkan
temuan Diner dan Brenner (1998) serta Frackelton dan Christensen (1998) dikatakan bahwa diagno
se klinis keracunan Hg tidaklah mudah dan sering dikaburkan dengan diagnose kelainan psikiatrik
dan autisme. Kesukaran diagnose tersebut disebabkan oleh karena panjangnya periode laten dari
mulai terpapar sampai timbulnya gejala dan tidak jelasnya bentuk gejala yang timbul, yang mirip
dengan kelainan psikiatrik. Berhubung sukarnya untuk mendiagnosis kelainan yang disebabkan oleh
keracunan Hg, untuk memudahkan diagnosis paraklinisi (Vroom dan Greer, 1972) membuat kriteria
sebagai berikut :

1. Observasi kemunduran fungsi, berupa: kerusakan motorik, abnormalitas sensorik, kemunduran


psikologik dan perilaku, kemunduran neurologik dan koknitif, kelainan bicara, pendengaran,
kemunduran penglihatan dan kelainan kulit serta gangguan reflek.

2. Waktu paparan oleh Hg bersifat akut atau kronis.

Deteksi Hg pada urine, darah, kuku dan rambut Keracunan Hg yang sering disebut sebagai
mercurialism banyak ditemukan di negara maju, misalnya Mad Hatter’s Disease

136 JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL. 2, NO. 2 , JANUARI 2006:129 -142 yang merupakan
suatu outbreak keracunan Hg yang diderita oleh karyawan di Alice Wonderland, Minamata Disease
yang merupakan suatu outbreak keracunan Hg pada penduduk makan ikan yang terkontaminasi oleh
Hg di Minamata Jepang, dan kejadian ini dikenal sebagai Minamata Disease. Penyakit lain yang
disebabkan oleh keracunan Hg adalah Pink Disease yang terjadi di Guatemala dan Rusia yang
merupakan outbreak keracunan Hg akibat mengkonsumsi padi-padian yang terkontaminasi oleh Hg.
Kadar Hg di udara ambien daerah yang tidak tercemar oleh Hg berkisar antara 20-50 ng/m3 . Dengan
kadar Hg udara ambien sebesar 50 ng/m3 , dalam waktu tiga hari banyaknya Hg yang terhisap oleh
paru sebesar 1 µg/hari. Gejala klinis yang timbul, tergantung pada banyaknya Hg yang masuk ke
dalam tubuh, mulai dari gejala yang paling ringan yaitu parestesia samp ai gejala yang lebih berat
yaitu ataxia, dysarthria bahkan dapat menyebabkan kematian. Paparan oleh Hg (biasanya berupa
metil merkuri) pada saat prenatal akan nampak setelah bayi lahir yang dapat berupa cerebral palsy
maupun retardasi mental. Keracunan ini dapat terjadi jika pada ibu hamil yang mengkonsumsi
daging binatang yang diberi pakan padi - padian yang disemprot fungisida yang mengandung metil
merkuri. Keracunan Hg yang akut dapat menyebabkan terjadinya kerusakan saluran pencernaan,
gangguan kardiova sculer, kegagalan ginjal akut maupun shock. Pada pemeriksaan laboratorium
tampak terjadinya denaturasi protein enzim yang tidak aktif dan kerusakan membran sel. Metil
maupun etil merkuri merupakan racun yang dapat mengganggu susunan syaraf pusat (serebrum dan
serebellum) maupun syaraf perifer. Kelainan syaraf perifer dapat berupa parastesia, hilangnya rasa
pada anggota gerak dan sekitar mulut serta dapat pula terjadi menyempitnya lapangan pandang dan
berkurangnya pendengaran. Keracunan merkuri dapat pula berpengaruh terhadap fungsi ginjal yaitu
terjadinya proteinuria. Pada karyawan yang terpapar kronis oleh fenil dan alkil merkuri dapat timbul
dermatitis. Selain mempunyai efek pada susunan syaraf, Hg juga dapat menyebabkan kelainan
psikiatri berupa insomnia, nervus, kepala pusing, gampang lupa, tremor dan depresi. Pada dasarnya
besarnya risiko akibat terpapar oleh Hg, tergantung dari sumber Hg di lingkungan, tingkat paparan,
Teknik pengambilan sampel, analisis sampel dan hubungan dosis -respon.

3. Implikasi Klinik Akibat Tercemar oleh Kadnium (Cd)

Kadnium terutama dalam bentuk oksida adalah logam yang

toksisitasnya tinggi. Sebagian besar kontaminasi oleh kadnium pada

manusia melalui makanan dan rokok. Waktu paruh kadnium kira-kira

Sudarmaji, J.Mukono, Corie I.P., Toksikologi Logam Berat B3 137

10-30 tahun. Akumulasi pada ginjal dan hati 10-100 kali konsentrasi

pada jaringan yang lain.

Gejala akut dan kronis akibat keracunan Cd ( Kadnium).

Gejala akut :

a. Sesak dada.

b. Kerongkongan kering dan dada terasa sesak ( constriction of

chest )

c. Nafas pendek.

d. Nafas terengah-engah , distress dan bisa berkembang ke

arah penyakit radang paru-paru.

e. Sakit kepala dan menggigil.

f. Mungkin dapat diikuti kematian.

Gejala kronis:

a. Nafas pendek.

b. Kemampuan mencium bau menurun.

c. Berat badan menurun

d. Gigi terasa ngilu dan berwarna kuning keemasa n.

Selain menyerang pernafasan dan gigi, keracunan yang

bersifat kronis menyerang juga saluran pencernaan, ginjal, hati dan

tulang.

Pengaruh Cd terhadap ginjal.


Percobaan binatang dengan menyuntikan larutan kadnium klorida kedalam tubuh kelinci betina
manunjukkan bahwa kelinci tersebut turun berat badannya. Urinenya mengandung protein
melampaui batas normal dan kadang-kadang disertai keluarnya alkaliphosphatase dan asam
Phosphatase sebagai tanda adanya kerusakan pada tubulus distal dari ginjal. Konsentrasi kadnium
klorida sebesar antara 10,50 - 300 ppm dalam air minum tikus menyebabkan perubahan dari hampir
seluruh pembuluh darah ginjal apabila diperiksa dengan mikroskop electron. Tetapi tidak ada tanda
-tanda perubahan yang terlihat dalam waktu 24 minggu apabila kadar kadnium dalam air minum
tersebut hanya 1 ppm.

Pengaruh Cd terhadap hipertensi.

Kadnium sebagai penyebab hipertensi atau penyebab penyakit jantung pada manusia (aterosclerotic
heart disease) mungkin masih diragukan, tetapi percobaan dengan binatng untuk mengetahui

hubungan tersebut telah dilakukan. Binatang percobaan kelinci dibuat hipertensi dengan
memberikan injeksi intra peritoneal kadnium asetat seminggu sekali sampai beberapa bulan
lamanya. Suatu endapan kadnium terbentuk beberapa waktu kemudian dalam jaringan hati dan
ginjal (batu ginjal merupakan salah satu penyebab hipertensi dan hipertensi merupakan salah satu
penyebab penyakit jantung)

Pengaruh Cd terhadap kerapuhan tulang.

makanan yang bergizi rendah menyebabkan orang mudah

terkena keracunan kadnium (kadnium intoxication) Metabolisme/interaksi kadnium (Cd) – Seng (Zn).

Apabila selain logam kadnium terdapat pula logam seng, maka akan terjadi interaksi antara logam
Cd dan Zn (Cd -Zn). Interaksi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kadnium dapat disebut sebagai zat anti metabolic untuk seng karena dapat melawan partukaran
seng (Zn) dalam proses metabolisme dalam jumlah yang diperlukan untuk merangsang
pertumbuhan, fungsi hematology dan kontrol suhu badan. Hal tersebut memungkinkan kadnium
(Cd) merupakan penyebab penyakit kakurangan zat seng yang karakteristik itu walaupun
sesungguhnya makanannya mengandung cukup zat seng (Zn). Sudarmaji, J.Mukono, Corie I.P.,
Toksikologi Logam Berat B3 139

2. Terdapat perbedaan interaksi Cd-Zn untuk tingkat biokimia tertentu pada distribusi ke organ
tubuh pada tikus besar dan kecil (mouse and rat). Sejumlah seng khlorida dan kadnium klorioda yang
equimolar diinjeksikan, seng (Zn) akan terakumulasi lebih cepat pada erythocyt, sedangkan kadnium
(Cd) akan terakumulasi lebih cepat pada citoplasma. Kedua isotop tersebut akan menunjukkan kadar
yang sama pada hati (liver) dan ginjal. Namun dalam waktu dua minggu seng (Zn) akan terusir dan
masuk kedalam molekul besar sitoplasma (cytoplasmic molecules), sedangkan kadnium (Cd) akan
bergabung dengan protein yang mempunyai berat molekul sekitar 11.000 -12.000. Apabila kedua
isotop diinjeksikan kedalam tikus besar (rat) yang bunting, maka dalam janin dan placenta akan lebih
banyak didapakan kadnium (Cd) dari pada seng (Cd).

3. Dapat disimpulkan bahwa kadnium mengikuti pola metabolisme yang berbeda dengan seng.
Kandungan kadnium (Cd) dalam darah. Konsentrasi kadnium yang normal dalam darah adalah 10
g/l, yaitu pada orang yang tinggal di daerah dengan udaranya bersih, dimana kandungan debu
kadniumnya tidak lebih dari 20 g/m3 .Kandungan kadnium (Cd) dalam rambut. Dengan
menggunakan autoradiography seluruh badan sesudah injeksi intravenous 109 Cd (isotop 109) pada
tikus, diketahui bahwa kandungan kadnium didalam rambut dapat digunakan untuk menentukan
berapa besar akumulasi kadnium dalam seluruh tubuh tikus. Tetapi teknik ini tidak dapat diterapkan
pada manusia karena terbentur pada masalah perbedaan tingkat kemampuan penyerapan kadnium
oleh berbagai jenis rambut yang berbeda warnanya, perbedaan karena usia serta kontaminasi
rambut dari luar (pemakaian bahan kosmetik) .

4. Implikasi Klinik Akibat Tercemar oleh Arsenic (As). Intoksikasi tubuh manusia terhadap arsenik
(As), dapat berakibat buruk terhadap mata, kulit, darah , dan liver. Efek Arsenic terhadap mata
adalah gangguan penglihatan dan kontraksi mata pada bagian perifer sehingga mengganggu daya
pandang (visual fields) mata. Pada kulit menyebabkan berwarna gelap (hiperpigmentasi), penebalan
kulit (hiperkeratosis), timbul seperti bubul (clavus), infeksi kulit (dermatitis) dan mempunyai efek
pencetus kanker (carcinogenic). Pada darah, menyebabkan kegagalan fungsi sungsum tulang dan
terjadinya pancytopenia (yaitu menurunnya jumlah sel darah 140 JURNAL KESEHATAN
LINGKUNGAN, VOL. 2, NO. 2 , JANUARI 2006:129 -142 perifer). Pada liver, mempunyai efek yang
signifikan pada paparan yang cukup lama (paparan kronis), berupa meningkatnya aktifitas enzim
pada liver (enzim SGOT, SGPT, gamma GT), ichterus (penyakit kuning), liver cirrhosis (jaringan hati
berubah menjadi jaringan ikat dan ascites (tertimbunnya cairan dalam ruang perut). Pada ginjal,
Arsen (As) akan menyebabkan kerusakan ginjal berupa renal damage (terjadi ichemia and kerusakan
jaringan). Pada saluran pernafasan, akan menyebabkan timbulnya laryngitis (infeksi laryng),
bronchitis (infeksi bronchus) dan dapat pula menyebabkan kanker paru. Pada pembuluh darah,
logam berat Arsen dapat menganggu fungsi pembuluh darah, sehingga dapat mengakibatkan
penyakit arteriosclerosis (rusaknya pembuluh darah), portal hypertention (hipertensi oleh karena
faktor pembuluh darah potal), oedema paru dan penyakit pembuluh darah perifer (varises, penyakit
bu rger). Pada sistem reproduksi, efek arsen terhadap fungsi reproduksi biasanya fatal dan dapat
pula berupa cacat bayi waktu dilahirkan, lazim disebut effek malformasi. Pada sistem immunologi,
terjadi penurunan daya tahan tubuh / penurunan kekebalan, akibat nya peka terhadap bahan
karsinogen (pencetus kanker) dan infeksi virus. Pada sistem sel, efek terhadap sel mengakibatkan
rusaknya mitochondria dalam inti sel menyebabkan turunnya energi sel dan sel dapat mati. Pada
Gastrointestinal (saluran pencernaan), Arsen akan menyebabkan perasaan mual dan muntah, serta
nyeri perut, mual (nausea) dan muntah (vomiting).

5. Implikasi Klinik Akibat Tercemar oleh Chromium (Cr).

Keracunan tubuh manusia terhadap chromium (Cr), dapat berakibat buruk terhadap saluran pernafa
san, kulit, pembuluh darah dan ginjal. Efek chromium (Cr) terhadap s istem saluran pernafasan
(Respiratory sistem effects), berupa anker paru dan ulkus kronis/ perforasi pada septum nasal. Pada
kulit (Skin effects), berupa ulkus kronis pada permukaan kulit. Pada pembuluh darah (Vascular
effects), berupa penebalan oleh plag pada pembuluh aorta (Atherosclerotic aortic plaque).
Sedangkan pada ginjal (Kidney effects), kelainan berupa nekrosis tubulus ginjal.

PENUTUP

Logam berat termasuk bahan berbahaya dan beracun yang biasanya dihasilkan oleh industri berupa
limbah. Logam berat yang lazim terdapat dalam limbah industri adalah logam timbal (Pb), merkuri
(Hg), kadnium (Cd), arsenicum (As), dan chromium (Cr). Sudarmaji, J.Mukono, Corie I.P., Toksikologi
Logam Berat B3 141
Timbal (Pb) merupakan logam berat dengan konsistensi lunak dan berwarna hitam. Banyak industri
yang menggunakan Pb sebagai bahan baku misalnya industri battery dan aki serta banyak pula
industri yang mengahasilkan produk yang mengandung Pb misalnya industri cat dan bahan pewarna
lainnya. Logam berat Pb dapat meracuni tubuh manusia baik secara akut maupun kronis. Senyawa
Pb organik mempunyai daya racun yang lebih kuat dibandingkan dengan senyawa Pb anorganik.
Senyawa Pb dapat masuk kedalam tubuh manusia dengan cara melalui saluran pernafasan, saluran
pencernaan makanan maupun kontak langsung dengan kulit. Masuknya partikel Pb melalui saluran
pernafasan adalah sangat penting dan merupakan jalan masuk kedalam tubuh yang dominan.
Keracunan Pb yang akut dapat menimbulkan gangguan fisiologis dan efek keracunan yang kronis
pada anak yang sedang mengalamai tumbuh kembang akan menyebabkan gangguan pertumbuhan
fisik dan mental.

Logam berat merkuri (Hg) merupakan cairan yang berwarna putih keperakan dengan titik beku –
38,87oC dan titik didih 356,90oC serta berat jenis 13,6 dan berat atom 200,6. Paparan logam berat
Hg terutama methyl mercury dapat meningkatkan kelainan janin dan kematian waktu lahir serta
dapat menyebabkan Fetal Minamata Disease seperti yang terjadi pada nelayan Jepang di Teluk
Minamata. Selain yang tersebut di atas Hg dapat menyebabkan kerusakan otak, kerusakan syaraf
motorik, cerebral palsy, dan retardasi mental. Paparan di tempat kerja utamanya oleh inorganik
mercury pada pria akan dapat menyebabkan impotensi dan gangguan libido sedangkan pada wanita
akan menyebabkan gangguan menstruasi. Logam berat kadnium (Cd) merupakan bahan alami yang
terdapat dalam kerak bumi. Loam berat kadnium (Cd) murni berupa logam berwarna putih perah
lunak, namun bentuk ini tak lazim kita temukan di lingkungan. Umumnya kadnium terdapat dalam
kombinasi dengan element lain spt oxygen ( kadnium oxide), clorin (kadnium cloride) dan belerang
(kadnium sulfide). Senyawa ini stabil, padat tak mudah menguap, namun kadnium oxide sering
dijumpai sebagai partikel kecil dalam udara. Kebanyakan kadnium merupakan produk samping
dalam pengecoroan seng, timah atau tembaga. Kadnium banyak digunakan pada barbagai industri
terutama platting logam, pigmen, baterai dan plastik. Logam berat lainnya yang dapat
membahayakan dan mengganggu kesehatan adalah, arsen (As), dan chrom (Cr)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson,K dan Scoot,R. (1982). Fundamental of Industrial Toxicology. Michigan: Ann Arbor Science
Publisher.

Bernard S, Enayati A, Binstock T, Roger H, Redwood L, McGinnis W (2000). Autism: A Unique of


Mercury Poisoning. ARC Research Cranford, NJ 07016.

Casarett & Doull’s. (2001). Toxicology the Basic Science of Poissons. New York: McGraww-Hill
Medical Publishing Division.

Eddie, W.S. (2005). Limbah B3 dan Kesehatan. http:


//www.dinkesjatim.go.id/images/datainfo/200504121503 - LIMBAH%20B-3.pdf. 18 Desember 2005.

Gayer, RA. (1986). Toxic Effects of Metal. In C.D.Klaasen, M.O.Amdur, and J.Doul. (Eds). Toxicology
the Basic Science of Poisons.3rd ed. New York: Mac Millan Publishing Co.

Mukono, H.J. (2000). Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan . Surabaya: Airlangga University Press.

Mukono, H.J. (2002). Epidemiologi Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Press.


Mukono J., Koeswadji H., Sugijanto, Laksminiwati E. (1991). Laporan Penelitian: Status Kesehatan
dan Kadar Pb (timah hitam) Darah pada Karyawan SPBU di Jawa Timur. Lembaga Penelitian
Universitas Airlangga.

Ringo,HS. and Damon, LE. (1990). Occupational Hematology. In J.LaDou (eds). Occupational
Medicine. San Fransisco: Riantice Hall International,Inc.
Penyebaran dan Manfaat Ekonomi Bulu Babi Diadema Setosum di Perairan Indonesia

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikenal memiliki kekayaan alam baik flora maupun

fauna yang sangat banyak. Ekosistem pesisir maupun laut menyediakan sumber daya alam yang

sangat banyak manfaatnya baik sebagai sumber makanan, sumber kehidupan, sumber mineral dan

kawasan rekreasi ataupun pariwisata (Bengen, 2000 dalam Yudasmara, 2013 ).Dilihat dari sudut

pandang ekologis, wilayah pesisir mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi dan merupakan

ekosistem yang lengkap. Sumberdaya alam yang ada di kawasan pesisir ialah pasir, air laut, mineral

laut, mikroorganisme, mangrove, terumbu karang, padang lamun, dan perikanan (Fitriansyah,

2018). salah satu ekosistem pesisir yang mempunyai produktivitas primer relatif tinggi serta

memiliki peranan yang penting untuk menjaga kelestarian dan keanekaragaman organisme laut

yaitu ekosistem padang lamun. Biota laut yang berasosiasi di padang lamun salah satunya bulu babi

(Riniatsih dan Munasik, 2017)

Bulu babi atau Sea urchin merupakan biota yang termasuk ke dalam kelompok

echinodermata yang tersebar dari daerah pasang surut hingga ke laut dalam. (Nystrom et al, 2000

dalam Miala, 2015). Bulu babi adalah salah satu termasuk spesies keystone species bagi kelompok

terumbu karang (Nystrom, 2000). Menurut Lawrence, (1975 dalam Moningkey, 2010) bulu babi

adalah salah satu biota yang termasuk sebagai penentu kelimpahan dan sebaran tumbuhan di

perairan laut yang dangkal. Echinodermata (bulu babi) berasal dari bahasa Yunani Echinos artinya

duri, derma artinya kulit. Jadi, echinodermata adalah penghuni perairan dangkal, pada umumnya

terdapat di area terumbu karang dan padang lamun. Hal ini karena bulu babi adalah salah satu

pengendali populasi mikroalga. Tingginya tutupan vegetasi lamun di perairan memungkinkan

kehadiran berbagai biota yang berasosiasi dengan ekosistem padang lamun termasuk bulu babi hal

ini berfungsi untuk tempat hidup, mencari makan, memijah dan tempat berlindung untuk

menghindari predator (Supono dan Arbi, 2010 dalam Setyawan, 2014).

Echinoidea adalah Salah satu kelas yang terdapat dalam filum Echinodermata yang salah

satunya itu bulu babi. Bulu babi pada umumnya hidup di kawasan wilayah terumbu karang (Nane

dkk., 2020), padang lamun, dan juga pasir (Afifa, 2017). Habitat dari spesies echinoidea khususnya

yaitu Padang lamun, pasir, terumbu karang, substrat dan substrat yang keras. Dikarenakan, area

tersebut menyediakan sumber makanan atau lebih tepatnya sangat banyak makanan yang ditemui
di area tersebut dan juga sebagai tempat berlindung bagi echionoidae khususnya bulu babi tersebut

(Yusron, 2009 dalam Ayuwatu, 2017).

Bulu babi memiliki kebiasaan pola hidup berkelompok atau bergerombol (beragregasi) dan

jenis hewan ini seringkali terjebak di daerah terumbu yang rata pada saat surut (Aziz, 1988 dalam

Lubis, 2017; Nane, 2019d). Berbeda halnya dengan kelompok ular, teripang dan bintang laut. Bulu

babi ini tidak mengenal cara adaptasi untuk menghindari dirinya dari sengatan matahari. Kelompok

inilah yang banyak dilaporkan atau banyak informasi mengalami kematian massal diakibatkan suhu

ekstrim di atas ambang batas (Purwandatama, 2013 dalam Lubis, 2017). Karena, Bulu babi

umumnya hewan nocturnal atau biasanya hewan yang aktif pada malam hari, sepanjang siang

mereka akan bersembunyi di celah-celah karang pada saat malam hari mereka aktif akan keluar

dengan tujuan untuk mencari makanan (Zakaria, 2013: 384 dalam Lubis, 2017).

Umumnya setiap jenis bulu babi mempunyai sebaran habitat yang spesifik atau khusus

(Jeng,1998 dalam Firmandana, 2014). Menurut De Beer (1990 dalam Juliawan, 2017), bahwa

secara luas penyebaran pada bulu babi sangat tergantung pada faktor habitat dan makanan.

Khusus untuk spesies E. mathaei dan E. calamaris hidupnya menyendiri dilubang karang untuk

menghindari dirinya dari para predator. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aziz (1996 dalam

Juliawan, 2017), yaitu ada beberapa jenis bulu babi yang hidup menyendiri antara lain E. calamaris,

E.mathaei, dan pada kelompok karang mati juga sering ditemukan bulu babi spesiesnya yaitu E.

calamaris. Menurut Nybakken Gani et al, (2013 dalam Puspitaningtyas, 2018). Penyebaran

merupakan suatu bentuk secara individu yang satu relative terhadap biota yang lain dalam populasi.

Penyebaran jenis biota laut seperti bulu babi dan hewan-hewan lainnya di sebabkan karena kondisi

lingkungan itu sendiri. Oleh sebab itu, bulu babi dapat hidup dan tumbuh menyebar di perairan

pantai seiring dengan lingkungan yang mempengaruhinya. Bulu babi ini menyebar di daerah tertentu

seperti pada terumbu karang, lamun, mangrove dan ganggang (Suwigyo et al., 2005 dalam

Puspitaningtyas, 2018).

Di perairan Indonesia, Filipina, Malaysia, maupun juga pada wilayah Australia Utara

penyebaran bulu babi mencapai hingga 316 jenis sedangkan pada perairan Indonesia sendiri

ditemukan 84 jenis bulu babi yang berasal dari 48 marga dan 21 suku (Aziz, 1987 dalam Akerina,

2015 ). Bulu babi banyak terdapat atau ditemui pada kedalaman 2 meter hingga mencapai 30

meter di bawah permukaan laut, tetapi ada juga hingga mencapai 100 meter di bawah permukaann

laut (Kelly, Hughes, & Cook, 2007 dalam Yulianto, 2012). Wilayah Maluku khususnya Kabupaten
Maluku Tengah memiliki potensi tinggi sebagai penghasil bulu babi (Dinas Perhubungan,

Komunikasi dan Informatika Kabupaten Maluku Tengah, 2013 dalam Hadinoto,2017). Terutama di

wilayah khususnya di perairan Liang, Sila dan Waai Kabupaten Maluku Tengah, di lokasi atau di

wilayah tersebut bulu babi belum dapat dimanfaatkan secara optimal, bahkan lebih parahnya bulu

babi dilokasi tersebut dibuang karena takut melukai masyarakat nelayan yang mencari ikan dan

anak -anak yang ingin bermain di sekitar pantai ( Hadinoto,2017).

Bulu babi termasuk dalam Filum Echinodermata, kelas Echinoidea yang merupakan

hewan laut yang berbentuk bulat, memiliki duri pada permukaan kulitnya yang dapat digerakkan

(Wulandewi, 2015) dan memiliki sisi tubuh berbentuk segi lima (simetris radial), dengan cangkang

keras berkapur (Kuncoro, 2004 dalam Arhas, 2018). Duri ini digunakan untuk bergerak,

melindungi diri, serta mencapit makanan, dan ada juga jenis duri tertentu yang mengandung racun.

Toksin yang dihasilkan pada bulu babi tersebut dapat juga digunakan dalam bidang pengobatan

yang berpotensi sebagai antibiotik (Abubakar et al, 2012 dalam Indrawati, 2018). Ini sesuai dengan

pendapat Dahl, Jebson & Louis,( 2010 dalam Hadinoto, 2016) diperkirakan racun yang terdapat

dalam cangkang dan duri pada bulu tersebut juga dapat digunakan untuk bahan obat antara lain

sebagai antimikroba, cangkang bulu babi juga memiliki kandungan senyawa bioaktif seperti

glikosida, serotoin, brandykinin-like substances, steroid dan bahan cholinergic. Echinoidea (bulu

babi) membersihkan tubuhnya dengan berjalan dengan menggerakkan duri-duri dan tentakelnya

tersebut. Bersamaan dengan gerakan itu sisa-sisa bahan makanan dikeluarkan melalui anus.

Hewan ini memakan berbagai macam makanan yang ada di laut, misalnya organisme kecil, rumput

laut dan hewan mati, disamping itu juga bulu babi pemakan lumpur atau pasir yang mengandung

bahan organik (Jasin, 1992 dalam AL JAMI , 2010. Mulut pada bulu babi mempunyai lima gigi kuat

dan tajam yang berfungsi untuk mengunyah makanannya yang dikenal sebagai lentera ariestoteles

(Aziz, 1987 dalam Huda 2016). Pada bagian aboral terdapat anus berwarna jingga dan terdapat

warna biru atau hijau pada bagian genital, sedangkan pada bagian oral terdapat mulut. Bulu babi

mempunyai lima deret kaki tabung yang digunakan untuk pergerakan yang lambat. Bulu babi

mempunyai otot yang dapat memutar duri-durinya yang panjang (Campbell, 2012 dalam Wibowo,

2016).

Bulu babi merupakan sumberdaya perikanan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi (Nane,

2019a). Telur bulu babi/gonad telah menjadi komoditi penting di negara-negara tertentu seperti

Jepang, Kanada (British Columbia), USA, dan lain-lain (Kato dan Schroeter, 1985 dalam Toha, 2006;
Nane, 2019c). Produk ini dikenal dengan ―uni‖ mempunyai harga yang cukup sangat mahal. Untuk

satu kilogram uni harganya berkisar antara 50 - 500 US dolar, yang dinilai dari kualitas telur,

terutama warna dan tekstur (Zakaria,2013). Bulu babi memiliki Sel telur yang berbentuk bola, terdiri

dari inti sel, sitoplasma beserta kuning telur dan dikelilingi oleh membran vitelin. Telur bulu babi

teksturnya terasa lembut dan lezat serta mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi (Zakaria,2013).

Telur bulu babi adalah makanan bernilai gizi tinggi yang mengandung protein 15,43 %

hingga mencapai 25,67 %. Kandungan lemak total telur Echinometra Sp. 6,2 % dan T Gartilla adalah

5,7 %. Kadar asam lemak larut paling kecil dan paling tinggi yaitu asam palmitat (28,254%). kadar

kalsium paling tinggi terdapat pada gonad Mespilia globulus (8,69%); kadar seng paling tinggi pada

gonad Tripneustes gratilla (3,0%) (Wiralis, 2017). Gonad bulu babi jenis D. setosum mengandung 18

jenis asam lemak tak jenuh, termasuk omega-3 dan omega-6 serta 15 jenis asam amino (Afifudin,

Suseno, dan Jacoeb, 2014 dalam Hadinoto,2017). Gonad pada bulu babi belum menjadi bahan

makanan pendamping ASI (MP-ASI) karena faktor pengetahuan yang kurang memadai. Intervensi ini

diarahkan untuk menguatkan konsumsi sebagai nilai tambah bahwa budaya makan gonad bulu babi

pada anak balita merupakan sumber protein yang murah dan mudah didapatkan sebagai menu

keluarga dan dapat mengatasi masalah kurang gizi, gizi buruk dan dapat juga digunakan sebagai

bahan makanan pendamping ASI (Wiralis, 2017).

Gonad bulu babi di luar negeri menjadi makanan yang popular dengan nilai perdagangan

yang cukup baik, dipasarkan dalam bentuk produk beku, produk segar, produk kering ada juga

dalam produk asin, maupun sampai produk kalengan berupa pasta yang di fermentasikan (Tupan

dan Silaban, 2017 dalam Sadam, 2019). Sedangkan, pemanfaatan pada gonad bulu babi di

indonesia tersebut sebagai bahan makanan yang sebenarnya sudah dilakukan sejak lama misalnya

di Wakatobi (Nane, 2019b). Biasanya dikonsumsi dalam bentuk segar atau dalam keadaan yang

sudah dimasak misalnya dikukus, digoreng dan ada juga dibakar (Chasanah dan Andamari 1997

dalam Silaban, 2014).

Bagian dari bulu babi khususnya pada Cangkang dan gonadnya diketahui memiliki nilai

ekonomi yang tinggi. Diketahui Cangkang dan duri ini dapat digunakan sebagai pupuk organik,

pewarna, hiasan adapun juga dalam bidang kesehatan bulu babi digunakan untuk mongobati

penyakit (Toha 2007) dan memiliki potensi sebagai, antitumor, antimikroba dan antikanker (Aprillia

et al. 2012 dalam Silaban, 2014). Beberapa ahli menggunakan bulu babi sebagai salah satu

organisme paling banyak digunakan untuk mempelajari biologi khususnya reproduksi (Vacquier et
al., 1995 dalam Toha, 2019), toksikologi (Dinnel et al., 1989 dalam Toha, 2019), biologi evolusi

(Peterson et al., 2000 dalam Toha, 2019), regulasi gen (Davidson et al., 2002), dan embriologi

(Davidson et al., 1998; Lee et al., 1999 dalam Toha, 2019).

Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa di indonesia terkenal memiliki banyak ekosistem dan manfaat sumber

daya alam seperti makanan, sumber kehidupan, sumber mineral, dan kawasan pariwisata, serta

memiliki ekosistem produktivitas primer relative tinggi pada ekosistem seperti pasir, air laut,

mikroorganisme, mangrove, terumbu karang dan padang lamun serta biota laut yang berasosiasi

disalah satu bulu babi, bulu babi merupakan biota termasuk dalam kelompok echinodermata

kemudian termasuk salah satu spesies bagi terumbu karang dan penentu kelimpahan dan sebaran

tumbuhan di laut yang dangkal, bulu babi adalah salah satu pengendali populasi mikroalga dan

pada umumnya bulu babi adalah hewan nocturnal yang aktif pada malam hari untuk mencari

makanan dan setiap jenis bulu babi mempunyai sebaran habitat yang spesifik atau khusus. Khusus

untuk spesies E. Mathae dan E. calamaris mereka hidup untuk menghindari diri dari predator.jadi.

bulu babi dapat hidup tumbuh dan menyebardi perairan pantai dengan lingkungan yang

mempengaruhinya . dari beberapa wilayah negara perairan hanya memiliki 316 jenis penyebaran

bulu babi terdapat pada kedalaman 2-3 meter bahkan 100 meter permukaan laut serta wilayah

yang memiliki penghasilan bulu babi yang tinggi yaitu wilayah Maluku khususnya kabupaten Maluku

tengah dan di wilayah yang belum dimanfaatkan secara optimal yaitu perairan sila, liang dan waai

kabupaten Maluku tengah karena takut melukai masyarakat nelayan yang mencari ikan dan
anakanak yang ingin bermain disekitaran pantai. Bentuk bulu babi yaitu bulat memiliki duri pada

permukaan kulitnya yng bisa digerakkan, bentuk simetris radial dan durinya digunakan untuk berger

ak, melindungi diri serta mencapit makanan dan ada juga yang mengandung racun. Toksin memiliki

manfaat untuk pengobatan sebagai antibiotic. Racun pada cangkang dan duri dapat digunakan

sebagai obat antimikroba cangkang pada bulu babi memiliki senya bioaktif seperti serotin,glikosida,

steroid, bahan cholinergic dan brandykinin-like substances. Echinoidae (bulu babi) membersihkan

tubuhnya berjalan mengerakan duri-duri dan tentakelnya kemudian bersamaan dengan sisa-sisa

makanan yang dikeluarkan melalui anus. Bulu babi juga memakan hewan yang sudah mati,

organisme kecil dan rumput laut dan mulut bulu babi juga memiliki lima gigi tajam yang berfungsi

mengunyah makanan pada bagian aboralnya terdapat anus yang berwana jinggadan biru atau hijau
pada bagian genital sedangkan pada bagian oral mulut babi mempunyai lima deret kaki tabung

untuk digerakan dengan lambat. Bulu babi mempunyai otot untuk memutar duri-durinya yang

panjang. Bulu babi memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi karena telur/gonad yang menjadi

komiditi yang penting penting di negara- negara tertentu seperti Jepang, Kanada (British Columbia),

USA, dan lain-lain serta mempunyai harga yang sangat mahal, bisa mencapai 50-500 US dolar/kg

karena dinilai dari kualitas telur, terutama warna dan tektur. Bulu babi memiliki Sel telur berbentuk

bola, terdiri dari inti sel, sitoplasma beserta kuning telur dan dikelilingi oleh membran vitelin. Telur

bulu babi terasa lembut dan lezat serta mempunyai nilai gizi yang tinggi. Telur bulu babi mempunyai

nilai gizi yang tinggi mengandung protein 15,43 % - 25,67 %. Kandungan lemak total Sp. 6,2 % dan T

Gartilla adalah 5,7 %. Kadar asam lemak larut paling kecil dan paling tinggi yaitu asam palmitat

(28,254%). kadar kalsium paling tinggi terdapat pada gonad Mespilia globulus (8,69%), kadar seng

paling tinggi pada gonad Tripneustes gratilla (3,0%). Gonad pada balita mengandung manfaat

sumber protein yang murah dan mudah didapatkan sebagai menu keluarga dan dapat digunakan

sebagai bahan bahan makanan pendamping ASI. Gonad di luar negeri smenjadi makanan popular

dengan nilai perdagangan yang baik, dibentu produk segar, produk beku, produk asin, produk

kering,dan produk kalengan berupa pasta fermentasi sedangkan gonad bulu babi di indonesia

sebagai bahan makanan yang sebenarnya sudah dilakukan sejak lama, biasa dikonsumsi dalam

bentuk segar atau yang sudah dimasak misalnya digoreng, dibakar, dan dikukus. Bagian bulu babi

khususnya pada Cangkang dan gonad memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Cangkang dan duri bisa

digunakan untuk hiasan, pupuk organik, pewarna, serta dalam bidang kesehatan karena bulu babi

digunakan untuk mongobati penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

Afifa, F. H., Supriharyono, S., & Purnomo, P. W. (2018). Penyebaran Bulu Babi (Sea Urchins) Di
Perairan Pulau Menjangan Kecil, Kepulauan Karimunjawa, Jepara. Management of

Aquatic Resources Journal, 6(3) 230-238.

https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/maquares/article/view/20580

Al-Jami, A. H. (2010). Skrining Senyawa Antimitosis Ekstrak Daun Waru (Hibiscus Tiliaceus L.)

Berdasarkan Penghambatan Pembelahan Sel Telur Bulubabi [Doctoral dissertation,

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar].

Arhas, F. R., Mahdi, N., & Kamal, S. (2018). Struktur Komunitas Dan Karakteristik Bulu Babi

(Echinoidea) Di Zona Sublitoral Perairan Iboh Kecamatan Sukakarya Kota Sabang.

Prosiding Biotik, 2(1).

Ayuwati, R. N. (2017). Pola Distribusi Jenis Echinoidea Di Zona Intertidal Tanjung Bilik Taman

Nasional Baluran.

Silaban, B., & Srimariana, E. S. (2014). Kandungan Nutrisi Dan Pemanfaatan Gonad Bulu Babi

(Echinothrixs Calamaris) Dalam Pembuatan Kue Bluder. Jurnal Pengolahan Hasil

Perikanan Indonesia, 16(2).

Firmandana, T. C. (2014). Kelimpahan Bulu Babi (Sea Urchin) pada Ekosistem Karang dan Lamun di

Perairan Pantai Sundak, Yogyakarta. Management of Aquatic Resources Journal, 3(4), 41-

50. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/maquares/index

Fitriansyah, M. (2018, October). Identifikasi echinodermata di pesisir Pulau Denawan, Kecamatan

Pulau Sembilan. In Prosiding Seminar Nasional Lingkungan Lahan Basah, 3(1).

http://snllb.ulm.ac.id/prosiding/index.php/snllb-lit/article/view/36/36

Hadinoto, S., Sukaryono, I. D., & Siahay, Y. (2017). Kandungan Gizi Gonad dan Aktivitas Antibakteri

Ekstrak Cangkang Bulu Babi (Diadema setosum). Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi

Kelautan dan Perikanan, 12(1), 71-


78.https://bbp4b.litbang.kkp.go.id/jurnaljpbkp/index.php/jpbkp/article/view/281

Hadinoto, S., Sukaryono, I. D., & Siahay, Y. Kandungan Gizi Bulu Babi (Diadema Setosum) Dan

Potensi Cangkangnya Sebagai Antibakteri. Lambung Mangkurat University

Press. http://eprints.ulm.ac.id/id/eprint/2803

Huda, M. A. I. (2016). Keanekaragaman Jenis Echinoidea di Zona Intertidal Pantai Jeding Taman

Nasional Baluran.http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/76681

Indrawati, I., Hidayat, T. R., & Rossiana, N. (2018). Antibakteri dari Bulu Babi (Diadema setosum)

Terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Jurnal Biodjati, 3(2),


183-192.https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati/article/view/2410

Juliawan, J., Dewiyanti, I., & Nurfadillah, N. (2017). Kelimpahan dan Pola Sebaran Bulu Babi

(Echinodea) di Perairan Pulau Klah Kota Sabang. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan

Perikanan Unsyiah, 2(4). http://www.jim.unsyiah.ac.id/fkp/article/view/7777/3371

Lubis, S. A., Purnama, A. A., & Yolanda, R. (2017). Spesies Bulu Babi (Echinoidea) Di Perairan Pulau

Panjang Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Bangka Belitung. Jurnal Ilmiah Mahasiswa

FKIP Prodi Biologi, 3(1). http://e-journal.upp.ac.id/index.php/fkipbiologi/article/view/1134

Miala, I., Pratomo, A., & Irawan, H. (2015). Hubungan Antara Bulu Babi, Makroalgae Dan Karang Di

Perairan Daerah Pulau Pucung. Repository UMRAH.

Moningkey, R. D. (2010). Pertumbuhan populasi bulu babi (Echinometra mathaei) di perairan pesisir

Kima Bajo Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis, 6(2),

73-78. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JPKT/article/view/164

Morfologi, S. Short Communication Penentuan Jenis Kelamin Bulu Babi Tripneustes gratilla Secara

Morfologi.

Nane, L. (2019a). Efisiensi Mesin Teknologi Sapurata Dalam Mengoptimalisasi Produksi Inovasi

Pangan Kukure Di Pulau Barrang Lompo, Makassar.

https://doi.org/10.31230/osf.io/q8spg

Nane, L. (2019b). Impact of overfishing on density and test-diameter size of the sea urchin

Tripneustes gratilla at Wakatobi Archipelago, south-eastern Sulawesi, Indonesia. BioRxiv,

727271. https://www.biorxiv.org/content/10.1101/727271v1

Nane, L. (2019c). Sea Urchin Sustainability Studies Based on Dimension Biology, Ecology and

Technology at Around of Tolandono Island and Sawa Island at Wakatobi Conservation Area.

https://doi.org/10.31230/osf.io/4whz6

Nane, L., Baruadi, A. S. R., & Mardin, H. (2020). The density of the blue-black urchin Echinotrix

diadema (Linnaeus, 1758) in TominiBay, Indonesia. Tomini Journal of Aquatic Science,

1(1), 16–21. https://doi.org/10.37905/tjas.v1i1.5939

Nane, L. (2019d). Studi Keberlanjutan Perikanan Landak Laut Berdasarkan Dimensi Biologi, Ekologi

Dan Teknologi Di Sekitar Pulau Tolandono Dan Pulausawa Kawasan Konservasiwakatobi

[Skripsi], Universitashasanuddin, Makassar. Https://Marxiv.Org/9zdvr/

Purwandatama, R. W., & Ain, C. (2013). Kelimpahan Bulu Babi (Sea Urchin) pada Karang Massive

dan Branching di Daerah Rataan dan Tubir di Legon Boyo, Pulau Karimunjawa, Taman
Nasional Karimunjawa. Management of Aquatic Resources Journal, 3(1), 17-26.

https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/maquares/article/view/4282

Puspitaningtyas, I. H., Rudiyanti, S., & Sulardiono, B. (2018). Aspek Reproduksi Bulu Babi (Sea

Urchin) Di Perairan Pulau Menjangan Kecil, Kepulauan Karimunjawa, Jepara (Aspects

Reproduction of Sea Urchin in the Waters of Menjangan Kecil Island, Karimunjawa Islands,

Jepara). Management of Aquatic Resources Journal, 6(4), 564- 571.

https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/maquares/article/view/21349

Riniatsih, I., & Munasik, M. (2017). Keanekaragaman Megabentos yang Berasosiasi di Ekosistem

Padang Lamun Perairan Wailiti, Maumere Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.

Jurnal Kelautan Tropis, 20(1),56-59.

https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jkt/article/view/1357/1010

Sadam, A.L.O. Emiyarti. Ira.(2019). Keanekaragaman Bulu Babi (Echinoidea) Pada Kawasan

Lamun Di Perairan Desa Langara, Kecamatan Wawonii Barat Kabupaten Konawe

Kepulauan, 4(3):113-122. http://ojs.uho.ac.id/index.php/JSL/article/view/8775

Setyawan, B., Sulardiono, B., & Purnomo, P. W. (2014). Kelimpahan Bulu Babi (Sea Urchin) pada

Ekosistem Terumbu Karang dan Ekosistem Padang Lamun di Pulau

Panjang, Jepara. Management of Aquatic Resources Journal, 3(2), 74-81.

https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/maquares/index

Somma, A., Zahida, F., & Yuda, P. (2018). Kelimpahan dan Pola Penyebaran Bulu Babi (Echinoidea)

di Terumbu Karang Pantai Pasir Putih, Situbondo, Indonesia. Biota: Jurnal Ilmiah IlmuIlmu Hayati,
3(2), 111-115. http://ojs.uajy.ac.id/index.php/biota/article/view/1887

Supriharyono, S., Afifa, F. H., & Purnomo, P. W. (2018). Penyebaran Bulu Babi (Sea Urchins) Di

Perairan Pulau Menjangan Kecil, Kepulauan Karimunjawa, Jepara. Management of

Aquatic Resources Journal, 6(3),230-238.

https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/maquares/article/view/20580

Toha, A. H. A. (2019). Keragaman genetik bulu babi (Echinoidea). Biota: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu

Hayati, 12(2), 131-135. http://ojs.uajy.ac.id/index.php/biota/article/view/2669

Triana, R., Elfidasari, D., & Vimono, I. B. (2015, June). Indentification of Echinoderms in southern

Pulau Tikus, Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta. In Prosiding Seminar Nasional

Masyarakat Biodiversitas Indonesia 1(3), 455-459).


https://smujo.id/files/psnmbi/M0103/M010313.pdf

Wibowo, G. J. (2016). Struktur Komunitas Biota Hewan Di Padang Lamun Pantai Sindangkerta

Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya (Doctoral dissertation, FKIP UNPAS).

http://repository.unpas.ac.id/10767/

Wiralis, W., Fathurrahman, T., Hariani, H., & Nugraheni, W. P. (2017). Edukasi Gizi Untuk

Peningkatan Kualitas Menu Anak Balita Dengan Konsumsi Gonad Bulu Babi (Sea

Urchins) Sebagai Alternatif Sumber Protein Pada Keluarga Etnik Bajo Soropia. Gizi

Indonesia, 40(2), 69-78.

Wulandewi, N. L. E., Subagio, J. N. J. N., & Wiryatno, J. (2015). Jenis dan Densitas Bulu Babi

(Echinoidea) Di Kawasan Pantai Sanur dan Serangan Denpasar-Bali. SIMBIOSIS,

3(1). https://ojs.unud.ac.id/index.php/simbiosis/article/view/14406/9902

Yudasmara, G. A. (2013). Keanekaragaman Dan Dominansi Komunitas Bulu Babi (Echinoidea) Di

Perairan Pulau Menjangan Kawasan Taman Nasional Bali Barat. JST (Jurnal Sains

dan Teknologi), 2(2). http://dx.doi.org/10.23887/jst-undiksha.v2i2.2897

Yulianto, A. R. (2012). Pemanfaatan Bulu Babi secara Berkelanjutan pada Kawasan Padang

Lamun. [Thesis. Universitas Indonesia. Thesis (Tidak dipublikasikan).

http://www.academia.edu/download/32436096/Draft_final.pdf

Zakaria, I. J. (2013). Komunitas Bulu Babi (Echonoidea) di Pulau Cingkuak, Pulau Sikuai dan Pulau

Setan Sumatera Barat. Prosiding SEMIRATA 2013, 1(1).

http://jurnal.fmipa.unila.ac.id/semirata/article/view/681

Anda mungkin juga menyukai