Anda di halaman 1dari 32

POTENSI KONSENTRAT PLUS UNTUK PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI

KELOMPOK TERNAK HARAPAN MULYA DAN KELOMPOK TANI


TERNAK JAYA MULYA DI KABUPATEN BANGKALAN-MADURA

Mirni Lamid, Tri Nurhajati, Retno Sri Wahjuni


Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga

Abstrak
Kendala yang sering dijumpai pada Usaha peternakan sapi potong adalah rendahnya
produktivitas ternak sapi potong karena kualitas pakan yang tidak memenuhi
kebutuhan gizi ternak. Kondisi demikian juga merupakan gambaran dari Kelompok
Ternak Sapi Potong Harapan Mulya Desa Masaran Kecamatan Tragah dan Kelompok
Tani Ternak Jaya Mulya Desa Kampak Kecamatan Geger Kabupaten Bangkalan
Pulau Madura. IbM Kelompok Ternak Harapan Mulya dan Kelompok Tani Ternak
Jaya Mulya Kabupaten Bangkalan bertujuan pemenuhan swasembada daging melalui
pengenalan, penyebarluasan, alih teknologi pakan dengan cara pembuatan pakan
konsentrat plus yang berkualitas dalam upaya optimalisasi penggemukan sapi
potong. Metode yang akan dipakai dalam pencapaian tujuan tersebut dengan
sosialisasi pengolahan potensi limbah pertanian dan palawija sebagai bahan baku
konsentrat dan kunyit sebagai feed additive. Solusi yang ditawarkan adalah melalui
tahap pembinaan, pelatihan dan aplikasi. Kesimpulan yang diperoleh adalah : 1.
Peningkatan pengetahuan peternak tentang pemanfaatan kunyit sebagai pakan
tambahan yang dapat dicampur dalam pakan konsentrat sebagai sumber pakan
terutama pada musim kemarau, dan pengetahuan tentang penyusunan ransum sapi
potong, 2. Peternak dapat membudidayakan penanaman kunyit sebagai tanaman toga
yang mempunyai khasiat antioksidan dan curcumin, 3. Peternak dapat membuat
pakan konsentrat plus secara mandiri. 4. Pengukuran pertambahan berat badan sapi
potong 0,4-0,5 kg/hr.

PENDAHULUAN
Kendala pengembangan peternakan di Kelompok Ternak Sapi Potong Harapan Mulya
Desa Masaran Kecamatan Tragah dan Kelompok Tani Ternak Jaya Mulya Desa
Kampak Kecamatan Geger Kabupaten Bangkalan Pulau Madura yaitu rendahnya
pengetahuan para peternak tentang pola pemberian pakan yang baik. Pertumbuhan
sapi potong lokal pada kelompok ternak tersebut masih rendah, hanya berkisar 0,1-
0,2 kg/ekor/hari dengan kondisi pakan hijauan rumput lapangan pada musim
penghujan dan jerami padi disaat musim kemarau dengan pakan tambahan bekatul
pada saat panen padi, sehingga kebutuhan nutrisi ternak sapi potong tidak mencukupi
dan berpengaruh terhadap produktivitasnya. Pakan merupakan biaya produksi yang
terbesar dalam usaha peternakan yaitu sekitar 60 – 80% dari biaya produksi
(Hardianto dkk., 2002); sehingga penyusunan ransum tidak hanya harus mencukupi

1
kebutuhan nutrisi tetapi juga harus secara ekonomis menguntungkan. Untuk
meningkatkan penyediaan pakan ternak secara kontinyu maka di introduksikan
penggunaan pakan konsentrat terutama yang berbahan baku limbah pertanian dan
palawija dengan penambahan kunyit yang mempunyai khasiat antioksidan dan
curcumin sebagai feed additive (Didin, 2009), diharapkan formula konsentrat plus ini
dapat meningkatkan produktivitas sapi potong yang dipelihara secara semi intensif
dan intensif. Aplikasi inovasi konsentrat plus berbasis sumberdaya lokal masih sangat
terbatas (belum banyak dilakukan oleh mayarakat). Oleh karena itu diperlukan alih
teknologi tepat guna kepada para peternak sapi potong di Kecamatan Tragah dan
Geger sebagai mitra dalam pelaksaanaan Iptek bagi Masyarakat untuk dapat membuat
formula pakan konsentrat plus yang dapat meningkatkan produktivitas sapi potong
dan kambing serta dapat menekan biaya pakan. Melalui aplikasi inovasi pakan
konsentrat plus berbasis pemanfaatan limbah pertanian dan palawija dapat diubah
menjadi produk (daging) bernilai dan berdaya jual tinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Sapi Madura termasuk sapi potong yang memiliki kemampuan daya adaptasi yang
baik terhadap stress pada lingkungan tropis, keadaan pakan yang kurang baik mampu
hidup, tumbuh dan berkembang dengan baik. Sapi Madura sebagai sapi potong tipe
kecil memiliki variasi berat badan sekitar 250 kg dan pemeliharaan yang baik dengan
pemenuhan kebutuhan pakan yang baik mampu mencapai berat badan yang optimal
(Hariyono, 2010).
Pakan hijauan dan konsentrat diberikan 2 kali sehari dengan konsentrat diberikan
sebelum pemberian pakan hijauan. Konsentrat merupakan salah satu media pakan
yang bisa dibilang wajib bagi para peternak semua jenis sapi yang mengejar
penggemukan sapi terutama sapi potongnya. Konsentrat juga dikenal sebagai bahan
pakan yang kadar nutrisi protein tinggi dan karbohidrat serta kadar serat kasar yang
rendah (dibawah 18%). Untuk membuat konsentrat ada beberapa kombinasi bahan
alami/organik yang dapat kita gunakan sebagai komposisi pembuatan konsentrat yang
baik. Bahan-bahan komposisi konsentrat yang digunakan dalam kegiatan pengmas
IbM ini terdiri dari: dedak padi, tp jagung, tumpi jagung, kulit kacang tanah, kulit
kacang hijau, bungkil kopra, bungkil kedelai, jerami kangkung, premix mineral,
kunyit.

2
Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat Pakan Konsentrat Plus
DE
Konsentra Bahan Ab Protein Lemak Serat
Ca BETN BO (Kcal/kg TDN
t Plus kering u Kasar Kasar Kasar
)
Kelompok
Tani 2.5 83.0
88.55 5.50 12.97 5.50 19.49 43.40 3131.23 71.16
Ternak 8 5
Mulya

Kelompok
2.8 83.4
Harapan 87.98 4.53 12.30 4.87 18.99 44.20 3119.88 70.91
4 5
Mulya

Kesimpulan:
1. Peningkatan pengetahuan peternak tentang pemanfaatan kunyit sebagai pakan
tambahan yang dapat dicampur dalam pakan konsentrat sebagai sumber pakan
terutama pada musim kemarau, dan pengetahuan tentang penyusunan ransum sapi
potong.
2. Peternak dapat membudidayakan penanaman kunyit sebagai tanaman toga yang
mempunyai khasiat antioksidan dan curcumin
3. Peternak dapat membuat pakan konsentrat plus secara mandiri
4. Pengukuran pertambahan berat badan sapi potong 0,4-0,5 kg/hr

Saran
1. Dapat disarankan bagi para peternak di wilayah Desa Masaran Kecamatan
tragah dan Desa kampak Kecamatan Geger Kabupaten Bangkalan dan
sekitarnya, agar secara rutin melakukan pembuatan pakan konsentrat plus
dengan metode-metode yang telah diajarkan oleh Tim Pengabdian Kepada
Masyarakat Universitas Airlangga
agar dapat digunakan secara optimal
2. Perlu dilakukan pembinaan lebih lanjut mengenai manajemen dan analisa
usaha peternakan sapi potong pada kelompok peternak di Kecamatan tersebut
dan sekitarnya.

3
TEKNOLOGI COMPLETE FEED HERBAL UNTUK PENINGKATAN
PRODUKTIVITAS SAPI POTONG DI KECAMATAN PARENGAN
KABUPATEN TUBAN

Siti Eliana Rochmi1), Retno Sri Wahjuni2) 1)Departemen Kesehatan, Fakultas


Vokasi Universitas Airlangga, 2)Departemen Ilmu Kedokteran Dasar Veteriner,
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

ABSTRAK

Tujuan pengabdian masyarakat ini adalah mengaplikasikan teknologi pembuatan


pakan berupa complete feed herbal sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas
sapi potong di Kecamatan Parengan Kabupaten Tuban. Complete feed herbal adalah
pakan hijauan fermentasi yang dikombinasikan dengan konsentrat plus tanaman toga
sebagai feed additive. Feed additive dapat berupa kunyit maupun temulawak.
Tanaman temulawak adalah tanaman yang banyak ditanam oleh masyarakat
Indonesia khususnya di wilayah mitra. Bahan hijauan fermentasi dan konsentrat yang
digunakan berupa bahan limbah pertanian yang banyak tersedia di wilayah mitra dan
belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. Metode yang digunakan adalah
sosialisasi pengolahan potensi limbah pertanian dan palawija sebagai bahan baku
konsentrat plus, dan hijuan fermentasi yang dikombinasi menjadi complete feed
herbal. Hasil pengabdian ini menunjukan hasil positif terhadap pertambahan berat
badan sapi potong, meningkatkan sumber daya peternak dengan aplikasi teknologi
tersebut sehingga musim rawan pakan (paceklik) dapat teratasi.

Pendahuluan
Pada usaha peternakan rakyat, pakan yang diberikan pada umumnya sesuai dengan
kemampuan peternak, bukan sesuai dengan kebutuhan ternaknya. Pasokan pakan
berkualitas rendah merupakan hal yang biasa. Namun jika terjadi terus menerus
dalam waktu yang cukup lama, maka cara ini akan berpengaruh negatif terhadap
produktivitas ternak. Pemberian pakan dimaksudkan agar ternak dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya sekaligus untuk pertumbuhan dan reproduksi. Pakan ternak
ruminansia terdiri dari pakan pokok berupa hijauan dan pakan tambahan berupa
konsentrat, vitamin dan mineral (Sitindaon, 2013).
Pakan yang berkualitas adalah pakan yang mengandung zat gizi yang dibutuhkan
ternak, mudah diperoleh, terjamin ketersediannya sepanjang waktu, disukai ternak,
harga bahan pakan terjangkau, bahan pakan tidak bersaing dengan kebutuhan
manusia, dan tidak mengandung racun atau tidak dipalsukan (Hastuti et al., 2013).
Penyediaan pakan ternak ruminansia dapat berasal dari sisa hasil hasil peternakan,
perkebunan, maupun agroindustri. Pakan ternak harus diperhatikan dari segi
kontinuitas sepanjang waktu, serta efisiensi biaya. Pemanfaatan limbah pertanian
adalah alternative pakan ternak yang murah dan mudah di dapat (Gustiani dan
Permadi, 2015). Desa Selogabus Kecamatan Parengan Kabupaten Tuban merupakan

4
daerah pertanian meliputi padi dan palawija (jagung, kedelai, kacang tanah, kacang
hijau, ubi jalar, ubi kayu). Tanaman padi dan palawija dibudidayakan di lahan sawah
maupun lahan kering (ladang). Penanaman biasanya dilakukan pada akhir musim
penghujan (RPJMDes Selogabus, 2013). Limbah pertanian yang dihasilkan di daerah
tersebut pada musim panen belum diolah secara optimal.
Limbah pertanian belum dimanfaatkan secara maksimal karena rendahnya kandungan
nutrisi disebabkan karena kandungan nutrien dalam batang dan daun telah berpindah
ke dalam produk utama berupa biji atau buah. Dalam pemanfaatan limbah pertanian
tersebut perlu dicarikan teknologi untuk meningkatkan kualitas nutrisi dan
kecernaanya. Pengurangan partikel pakan dengan penggilingan merupakan salah satu
perlakuan pradigesti pada pakan berserat secara fisik yang mampu meningkatkan
kecernaan, sedangkan secara kimiawi dapat dilakukan dengan proses fermentasi
untuk meningkatkan nilai nutrisi bahan pakan. Limbah pertanian tersebut dapat
dikombinasikan dengan bahan lain yang mempunyai kandungan protein, energi
tinggi, SK tinggi dan feed additive berupa temulawak yang mengandung yang
mempunyai khasiat antioksidan dan curcumin (Didin,2009), serta sebagai anti cacing
(antelmentika) karena mengandung xanthorrhizol (Wahjuni dan Retno, 2006;
Pramudita dkk., 2013), sehingga diperoleh pakan dengan nutrisi yang baik atau
disebut dengan pakan lengkap herbal (Complete Feed herbal).
Pengembangan teknologi pakan lengkap merupakan metode atau teknik pembuatan
pakan dimana sumber serat kasar dan sumber protein dicampur menjadi homogen
melalui proses perlakuan fisik dan suplementasi yang dikemas dalam bentuk tertentu
agar pemberian kepada ternak efektif dan memudahkan dalam penyimpanan
(Gustiani dan Permadi, 2015). Pemberian pakan lengkap herbal dengan bahan baku
rumput hijauan fermentasi diharapkan mampu mencukupi kebutuhan nutrisi ternak
dan dapat menyediakan pakan secara continue sehingga dapat meningkatkan
produktivitas ternak sapi potong yang ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan
yang optimal. Oleh karena itu, kegiatan ini bertujuan untuk mengatasi masalah dalam
penyediaan pakan secara continue, murah, dan mudah didapatkan khususnya pada
wilayah mitra.
Materi dan metode
Perhitungan berat badan sapi menggunakan rumus Schroorl karena sapi percontohan
yang dipakai adalah sapi dewasa yang hasil perhitunganya mendekati hasil
perhitungan bobot sebenarnya (Badriyah, 2014). Pengukuran berat badan sapi dengan
rumus Schroorl adalah dengan lingkar dada diukur pada tulang rusuk paling depan
persis pada belakang kaki depan kemudian dimasukkan ke dalam rumus (Direkrorat
Jendral Peternakan, 2010). Rumus Schroorl (Direkrorat Jendral Peternakan, 2010) :

(L+22)2
Berat badan (kg) =
100
Keterangan : L : lingkar dada (cm)

Hasil dan pembahasan

5
Hijauan yang digunakan dalam pembuatan complete feed ini merupakan hijauan atau
bagian lain dari tumbuhan yang disukai ternak ruminansia, seperti rumput, legume,
biji bijian, tongkol jagung, pucuk tebu, tongkol gandum, jerami padi. Syarat hijauan
(tanaman) yang dibuat pakan fermentasi yaitu segala jenis hijauan serta bijian yang di
sukai oleh ternak, terutama yang mengandung banyak karbohidratnya. Kadar air
bahan
yang optimal untuk dibuat silase adalah 65-75%. Kadar air tinggi menyebabkan
pembusukan dan kadar air terlalu rendah sering menyebabkan terbentuknya jamur.
Kadar air yang rendah juga dapat meningkatkan suhu sehingga meningkatkan resiko
kebakaran.
Konsentrat digunakan untuk memperbaiki kandungan nutrisi serta sebagai stimulan
dan subtrat penopang proses fermentasi. Konsentrat yang digunakan meliputi dedak
padi, tp jagung, bungkil kedelai, premix mineral, tepung temulawak. Dedak halus
sebanyak 5% dari berat hijauan. Temulawak yang digunakan sebesar 1% dari total
pakan yang dibuat.
Bahan aditif untuk pembuatan complete feed herbal dibedakan menjadi 2 jenis yaitu
stimulan dan inhibitor. Bahan aditif yang masuk kategori stimulan adalah bahan
pakan sumber karbohidrat seperti molasses. Selain itu molases dan urea juga bisa
ditambahkan untuk meningkatkan kandungan protein yang berbahan baku jagung.
Bahan stimulant lain yang juga bisa dipakai adalah enzim
atau mikrobia yang biasa dijual di pasaran. Sedangkan bahan yang masuk kategori
inhibitor diantaranya asam format, asam klorida, antibiotik, asam sulfat dan formalin.
Penambahan inhibitor bermanfaat untuk proses ensilase, tetapi penggunaannya masih
asing bagi petani kita. Hal ini dikarenakan bahan stimulan lebih mudah didapatkan,
harganya juga lebih murah serta lebih ramah lingkungan. Nilai nutrisi pakan
complete feed herbal yang digunakan dalam kegiatan IbM ini disajikan dalam Tabel
1.

Tabel 1. Kandungan nutrisi complete feed herbal di Kelompok Tani Ternak Sari Tani
dan Maju Jaya Kecamatan Parengan Kabupaten Tuban
No. Bahan Pakan Protein (%) Serat Kasar (%)
1 Complete feed 8,08 14,59
herbal
2 Konsentrat plus 17,25 8,71
Sumber : Hasil analisis Proksimat Laboratorium Pakan FKH UNAIR, 2017

Dalam pengkajian ini kandungan serat kasar pada hijauan fermentasi sebagai bahan
baku pembuatan pakan lengkap disuplementasi dengan dedak padi dan leguminosa
yang memiliki kandungan protein kasar yang tinggi. pakan lengkap (Complette Feed)
merupakan metode atau teknik pembuatan pakan dimana hijauan (sumber serat) dan
konsentrat dicampur menjadi homogen melalui proses perlakuan fisik dan
suplementasi yang dikemas dalam bentuk tertentu agar pemberian kepada ternak

6
efektif dan memudahkan dalam penyimpanan. Pakan complete feed herbal memiliki
angka Total Digestible Nutrients (TDN) yang tinggi (Gustiani dan Permadi, 2015).
Tabel 2. Pengaruh pemberian pakan complete feed herbal terhadap rataan bobot
badan dan pertambahan bobot badan harian (pbbh) ternak sapi potong
No. Nama Bobot Bobot Pertambaha Rataan
Ternak Awal (pre Akhir (post n BB Pertambahan
pemberian pemberian (kg/ekor) bobot badan
complete comple selama 42 harian
feed feed hari (kg/ekor/hari)
herbal) herbal)

1 Kelompok. 398 449,44 51,44 1,2


Ternak
Maju Jaya
1

2 Kelompok. 420,25 510,76 90 2,1


Ternak
Maju Jaya
2

3 Kelompok 441 506,25 65,25 1,5


Ternak Sari
Tani 1

4 Kelompok 449 538,24 89,24 2,1


Ternak Sari
Tani 1

5 Kelompok 408 484,41 76,41 1,8


Ternak Sari
Tani 1

6 Kelompok 404,01 462,25 58,24 1,4


Ternak Sari
Tani 1

Rata- rata pertambahan berat badan 1,6


kg/ekor/hari

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat variasi perubahan bobot badan dan
pertambahan bobot badan ternak. Terjadinya perbedaan kemungkian disebabkan

7
compensatory growth, Ternak yang terbiasa mengkonsumsi pakan dengan kualitas
nutrisi yang rendah dan bobot awal yang rendah bila diberi pakan dengan kualitas
baik akan cenderung mengalami pertambahan berat badan dengan cepat untuk
mencapai bobot maksimum sesuai dengan kemampuan genetiknya (Gustiani dan
Permadi, 2015). Pengaruh pemberian complete feed herbal terhadap rataan bobot
badan
menunjukkan angka yang lebih tinggi dari normal (> 1 kg/ekor/hari) dengan rataan
1,6 kg/ekor/hari. Hal ini dikarenakan Pemanfaatan energi dipengaruhi oleh kualitas
pakan yang dikonsumsi, termasuk imbangan protein kasar (PK) dan Total Digestible
Nutrients (TDN) atau energy. Rasio protein-energi yang sinkron akan menunjukkan
efisiensi fermentasi yang optimal, dalam hal ini energi pakan yang dimanfaatkan
untuk proses tersebut akan optimal (Nugroho dkk., 2017).

Kesimpulan
Pembuatan pakan complete feed herbal dapat memberi hasil yang positif dalam
pertambahan berat badan sapi potong yang optimal dan peningkatan sumber daya
petani peternak di wilayah mitra.

PERBAIKAN MUTU RANSUM SAPI POTONG MELALUI PEMBERIAN

8
KONSENTRAT BERBASIS PAKAN LOKAL DI PURWAKARTA

Iman Hernaman, Atun Budiman, Ana Rochana Tarmidi


Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran E-mail: iman_hernaman@yahoo.com

ABSTRAK.
Purwakarta merupakan kabupaten di Jawa Barat yang memiliki posisi strategis
sebagai pusat peternakan, selain pertanian dan industri. Di sektor peternakan
khususnya sapi potong menunjukan kinerja yang baik. Hal ini dari meningkatnya
populasi sapi potong dan kerbau berdasarkan sensus pertanian Tahun 2013 sebesar
7,34%. Dari sisi pemasaran sapi potong tidaklah sulit karena daerah ini dekat dengan
ibukota Jakarta dan memiliki jaringan transportasi terutama jalan Tol yang baik,
sehingga memudahkan dalam distribusi penjualan sapi potong ke Jakarta. Namun
para peternak sapi potong belum memberikan ternaknya ransum yang berkualitas,
mereka hanya mengandalkan hijauan alam yang memiliki kualitas rendah. Pemberian
konsentrat sebagai makanan tambahan akan memberikan solusi untuk meningkatkan
performa sapi potong. Melalui kursus singkat diharapkan peternak dapat
memformulasikan konsentrat berbahan baku lokal melalui serangkaian kegiatan PKM
yang terdiri dari : (1) Persiapan berupa observasi daerah sasaran dan menghimpun
kepustakaan yang relevan, (2) Pelatihan pengenalan pengetahuan bahan pakan,
kebutuhan nutrien sapi potong dan penyusunan konsentrat menggunakan program
Excell 3) Demonstrasi plot pelatihan pencampuran konsentrat dengan metode
manual, dan produksi konsentrat yang akan diujicobakan ke sapi potong milik
peternak.4) Evaluasi dilakukan setelah proses pelatihan dan demonstrasi plot. Hasil
kegiatan menunjukkan bahwa peternak memiliki ketertarikan dalam kegiatan ini
dengan indikator banyaknya yang datang dan berperan aktif dala ,m penyuluhan
maupuan demonstrasi plot, mereka mampu mengoperasikan program formulasi dari
Excell. Formulasi ransum akan efektif bila dilaksanakan secara terbatas bagi peternak
yang memiliki kemampuan mengoperasikan program Excell. Perlu pembuktian hasil
pelatihan formulasi konsentrat dengan menerapkan konsentrat hasil formulasi
berbahan baku lokal dengan melakukan aplikasi pada ternak sapinya.

Pendahuluan
Konsentrat adalah pakan yang kaya akan sumber protein dan atau sumber energi,
serta dapat mengandung pelengkap pakan dan atau imbuhan pakan (Keputusan
Menteri Pertanian Nomor: 242/Kpts/OT.210/4/2003). Hasil survai menunjukkan
banyak ternak sapi yang tidak sesuai dengan potensi genetiknya, hal ini tampak dari
bobot sapi yang relative lebih rendah daripada semestinya. Anggapan bahwa
pemberian konsentrat tidak menguntungkan tidaklah benar karena jika diberikan
konsentrat akan menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi dan
menghasilkan keuntungan yang lebih besar daripada biaya konsentrat yang diberikan.
Konsentrat juga dapat menentukan kapan saatnya ternak itu harus dijual atau
dipotong, sehingga peternak akan lebih efektif dalam perencanaan waktu. Pembuatan

9
konsentrat akan mahal jika semua komponen bahan baku pakan diperoleh dari luar
kawasan tersebut, serta konsentrat tidak akan memberikan hasil yang baik jika tidak
dikomposisi secara benar. Potensi bahan pakan di daerah tersebut sebenarnya cukup
melimpah diantaranya jagung, dedak padi, dan singkong. Bahan bahan tersebut jika
dicampur ditambah dengan legume sebagai sumber protein akan menjadi sumber
konsentrat yang dapat digunakan sebagai bahan pakan tambahan untuk meningkatkan
performa sapi potong.
Dalam pembuatan konsentrat tentunya tidaklah mudah, membutuhkan pengetahuan
tentang sifat, dan kualitas bahan baku pakan serta kemampuan untuk menyusunnya.
Teknik menyusun ransum/konsentrat telah banyak dilakukan diantaranya dengan
mengunakan perhitungan secara manual, namun kelemahannya adalah lama, dan
belum tentu menghasilkan formula yang sesuai dengan kehendak.Untuk mendapatkan
pengetahuan tersebut dibutuhkan transfer pengetahuan dan teknologi melalui kegiatan
penyuluhan dan demonstrasi plot. Penyuluhan sangat memiliki peranan penting
dalam pengembangan peternakan khususnya dalam penguatan kelompok tani dan
peningkatan proses adopsi teknologi peternakan kepada peternak (Abdullah, 2008).
Penyuluhan dilanjutkan dengan demonstrasi plot yang diharapkan peternak dapat
melakukannya, demonstrasi plot sangat efektif dalam meningkatkan keteramplan dan
pengetahuan petani (Hindersah, dkk., 2016)

Hasil dan pembahasan


Selama ini pemberian pakan yang dilakukan untuk peternak adalah memanfaatkan
hijauan lapangan yang ada disekitar mereka baik melalui penggembalaan atau
menyabit rumput. Beberapa peternak sudah melakukan pemberian pakan tambahan
melalui pemberian dedak padi, namun kenyataannya mereka tidak menghasilkan sapi
potong yang maksimal performannya. Pemberian pakan tambahan berupa konsentrat
sangat dibutuhkan dalam rangka memaksimalkan usaha ternaknya. Akan tetapi
pengetahuan mereka tentang pembuatan konsentrat sangat rendah bahkan kebanyakan
tidak sama sekali. Hal ini yang menjadi alasan perlunya penyuluhan formulasi
konsentrat dan praktek cara melakukan pencampuran bahan pakan menjadi
konsentrat.

PENGARUH PAKAN TAMBAHAN BERUPA AMPAS TAHU DAN LIMBAH

10
BIOETANOL BERBAHAN SINGKONG (Manihot utilissima) TERHADAP
PENAMPILAN SAPI BALI (Bos sondaicus)
Dwi Dedeh Kurnia Sari*, Maria Haryulin Astuti, dan Lilies Sinta Asi
Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya, 73111

INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penampilan sapi Bali yang diberi pakan
tambahan berupa ampas tahu dan limbah bioetanol padat dan cair berbahan singkong.
Materi yang digunakan adalah 6 ekor sapi Bali jantan dengan bobot badan awal 190-
230 kg. Rancangan yang digunakan adalah rancangan bujur sangkar latin (RBSL)
pola cross over 3x3. Ketiga Perlakuan tersebut meliputi pemberian pakan BK 3% dari
bobot badan, terdiri dari perlakuan A : pakan hijauan dan pakan tambahan berupa
ampas tahu 2kg; limbah padat 200g dan limbah cair 100ml diberikan setiap hari;
perlakuan B : pakan hijuan dan pakan tambahan diberikan setiap dua hari sekali; dan
perlakuan C : pakan hijuan tanpa pakan tambahan. Variable yang diamati meliputi:
(1) konsumsi pakan; (2) pertambahan bobot badan harian (PBBH); (3) konversi
pakan. Hasil penelitian bahwa pengaruh pemberian pakan tambahan berpengaruh
sangat nyata dan nyata konsumsi pakan (P<0,05), PBBH (P<0,01), dan konversi
pakan (P<0,01). Rata-rata konsumsi pakan (kg BK-1 hari-1) pada A, B, C adalah
6,97; 6,92; 6,12. Rata-rata PBBH (kg ekor-1 hari-1) pada A=0,64; B=0,50; C=0,10.
Rata-rata konversi pakan perlakuan A=10,94; B=14,00; C=64,00. Disimpulkan
bahwa hasil penelitian dengan pemberian pakan tambahan dapat meningkatkan
konsumsi pakan, menaikkan bobot badan dan dapat memberikan nilai konversi pakan
yang baik pada sapi Bali jantan. Berdasarkan data di atas dapat disarankan perlu
diadakan penelitian lebih lanjut tentang penambahan level pemberian limbah padat
dan cair bioetanol.

Pendahuluan
Pada dasarnya pakan untuk sapi sudah tersedia di alam dalam bentuk hijauan,
bijibijian, dan hasil ikutan agroindustri serta limbah pertanian dan perikanan yang
sudah tidak dimanfaatkan oleh manusia. Pakan yang dapat diberikan untuk sapi
potong dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu hijauan pakan ternak dan pakan
konsentrat. Hijauan pakan yang dapat diberikan diantaranya rumput gajah, rumput
benggala, setaria, lamtoro, dan kaliandra (Erlangga, 2013). Konsentrat diperlukan
sebagai tambahan pakan. Ampas tahu merupakan hasil ikutan proses pembuatan tahu
yang berasal dari kacang kedelai, dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak
ruminansia dan unggas. Bahan pakan ini mudah didapat dan memiliki nilai gizi cukup
baik dengan kandungan protein kasar 21%. Sebagai pakan tambahan, ampas tahu
dapat ber-fungsi melengkapi protein dari hijauan. Ampas tahu dapat dijadikan pakan
bagi berbagai jenis ternak diantaranya: pakan ternak sapi. Pemanfaatan ampas tahu
sangat efektif apa lagi pada sapi potong pertambahan berat badan akan lebih cepat.
Selain pertumbuhan lebih cepat karkasnya dapat mencapai 60% dari berat sapi hidup
(Novieta, 2012). Limbah bioetanol merupakan hasil ikutan dari singkong, limbah

11
bioetanol terdiri dari dua jenis, yaitu limbah cair dan limbah padat. Bioetanol itu
sendiri adalah sebuah bahan bakar alternative yang diolah daritumbuhan. Saleh
(2012) menjelaskan bahwa singkong merupakan tanaman yang sudah dikenal petani
secara turun temurun, yang digunakan sebagai tanaman sumber karbohidrat ketiga
setelah padi dan jagung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pemberian pakan tambahan berupa ampas tahu dan limbah bioetanol berbahan
singkong terhadap penampilan sapi Bali jantan, mengetahui perlakuan terbaik
terhadap pemberian pakan tambahan berupa ampas tahu dan limbah bioetanol yang
memberikan penampilan terbaik pada sapi Bali jantan.
Hasil dan Pembahasan
Konsumsi pakan Hasil analisis ragam konsumsi pakan sapi Bali jantan selama 6
minggu pengamatan. Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan terjadi pengaruh
yang berbeda nyata dari perlakuan pemberian pakan tambahan terhadap konsumsi
pakan sapi Bali. Hasil uji BNJ terhadap rata-rata konsumsi pakan sapi Bali disajikan
pada Tabel 2. Berdasarkan hasil uji rata-rata BNJ 0,05 pada Tabel 2, terlihat
adanya perbedaan konsumsi pakan pada tiga perlakuan pemberian pakan yang
berbeda nyata. Perlakuan A menunjukkan kemampuan konsumsi pakan 6,97 kg hari-
1, dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan C dengan rata-rata konsumsi
pakan BK sebesar 6,12 kg hari-1. Dalam hal ini hasil perlakuan A tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata dengan perlakuan B dengan rata-rata konsumsi pakan 6,92 kg
hari-1
Tabel 2. Konsumsi pakan sapi Bali (kg BK-1) dengan tiga perlakuan pemberian
pakan (feed intake of Bali cattle (kg DM-1) with three feeding treatments)

Perlakuan (treatment) Rerata kg hari-1 (average kg day-1)


A 6,97b
B 6,92b
C 6,12a
BNJ 0,05 0,78
A = Pemberian pakan hijauan + pakan tambahan setiap hari (feeding forage feed + additional
feed every day).
B = Pemberian pakan hijauan + pakan tambahan dua hari sekali (feeding forage feed +
additional feed twice a day).
C = Pemberian pakan hijauan tanpa pakan tambahan (feeding forage feed without additional
feed).

Yudith (2010) menambahkan bahwa salah satu faktor tingkat konsumsi pakan antara lain:
1) faktor pakan, meliputi daya cerna dan palatabilitas dan 2) faktor ternak yang meliputi
bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisi kesehatan ternak. Parakkasi (1999), menjelaskan
bahwa palatabilitas pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsi
pakan dan kemampuan ternak untuk mengkonsumsi bahan kering yang terkandung dalam
pakan berkaitan dengan kapasitas fisik lambung serta kondisi saluran pencernaan, sehingga
tinggi rendahnya konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, kondisi ternak serta faktor pakan. Pertambahan bobot badan yang rendah pada

12
sapi Bali dapat dipengaruhi oleh bangsa sapi, jenis kelamin, umur, konsumsi pakan serta
kesehatan ternak. Hasil penelitian Chadijah (2012) menunjukkan bahwa umur berpengaruh
sangat nyata terhadap pertambahan bobot badan harian sapi Bali. Pertambahan berat badan
sapi umur 2 tahun sangat nyata lebih tinggi dibandingkan dengan umur 1 tahun. Hal ini
disebabkan karena umur ternak pada saat pertumbuhan memiliki laju pertumbuhan yang
sangat baik dan mampu merespon pakan yang tersedia dibandingkan dengan sapi yang
berusia dibawah 1 tahun. Siregar (2008) menambahkan bahwa sapi Bali mempunyai
keunggulan dibandingkan dengan sapi-sapi lokal lainnya yaitu sapi Bali mempunyai fertilitas
yang tinggi, dengan pakan yang baik pertambahan bobot badan dapat mencapai 0,7 kg hari-1
pada sapi jantan dewasa dan0,6 kg hari-1 pada sapi betina dewasa. Pertambahan bobot badan
sapi ditentukan oleh berbagai faktor, terutama jenis sapi, jenis kelamin, umur, ransum atau
pakan yang diberikan dan teknik pengolahannya. Diantara jenis sapi lokal, sapi ongole dan
sapi Bali mempunyai pertambahan bobot badan yang tinggi (Siregar, 2008). Sapi Bali yang
dipelihara secara tradisional dengan pakan hijauan berupa rumput-rumputan dan hijauan
memberikan pertambahan berat badan yang rendah, yaitu 100-200 g ekor-1 hari-1 (Gunawan
et al., 1998).
Kesimpulan
Dari uraian hasil dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: pemberian
pakan hijauan dan pakan tambahan berpengaruh terhadap penampilan sapi Bali, yaitu
meningkatkan konsumsi pakan, menaikan bobot badan dan menurunkan nilai konversi pakan
sapi Bali

KONSUMSI PAKAN SAPI BALI YANG DIBERIKAN PAKAN DAUN


KELOR (MORINGA OLEIFERA)

13
JUMRIAH SYAM1, MUHAMMAD NUR1, A.L. TOLLENG2, ST. AISYAH S3
1Jurusan Ilmu Peternakan, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar
3Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar Jl. H.M
Yasin Limpo No. 36, Kab. Gowa, Sulawesi Selatan 92113 2Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin, Makassar Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Makassar,
Sulawesi Selatan 90245 Email: jumriah.syam@uin-alauddin.ac.id

ABSTRAK
Daun kelor (Moringa oleifera) merupakan tumbuhan tropis, yang memiliki nilai
nutrisi yang tinggi, kandungan proteinnya mencapai 26-43% dari bahan kering.
Pemanfaatan daun kelor (Moringa oleifera) sebagai pakan sapi Bali belum banyak
dilaporkan. Penelitian ini bertujuan mengkaji bagaimana konsumsi pakan sapi bali
yang diberikan pakan daun kelor (Moringa oleifera). Penelitian dilaksanakan di
Samata Integrated Farming Sistem (FIS) Kabupaten Gowa dan Laboratorium Kimia
Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin di Makassar,
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola 2 x 5 yaitu (P1;
konsentrat + hijauan), (P2; konsentrat+ hijauan+ 250 gram daun kelor), 10 ekor sapi
Bali jantan yang berumur 1-2 tahun dengan berat badan rata-rata 150 kg. Analisis
data menggunakan uji t-2 sampel bebas, menunjukkan pemberian daun kelor 250
gram/ekor/hari pada sapi Bali tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap konsumsi
pakan, namun berpengaruh cenderung signifikan, sehingga daun kelor (Moringa
oleifera) memiliki potensi sebagai pakan sapi Bali.

PENDAHULUAN
Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu usaha
penggemukan sapi potong. Pemberian nutrisi yang bagus diiringi dengan strategi
manajemen yang baik dapat meningkatkan produktivitas sapi Bali (Heryanto et
al, 2016; Imran et al, 2012). Pakan yang diberikan untuk sapi potong dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu pakan hijauan dan pakan konsentrat (Erlangga,
2013). Pakan bagi ternak ruminansia tergantung dari penyediaan hijauan dengan
jumlah cukup, berkualitas tinggi dan berkesinambungan sepanjang tahun. Rendahnya
nilai gizi dan fluktuasi produksi hijauan pakan sepanjang tahun merupakan masalah
penyediaan pakan di Indonesia sampai saat ini (Sutrisno, 2009). Dimusim hujan
ketersediaan hijauan sangat berlimpah, namun dimusim kemarau sulit didapatkan.
Pada sisi lain terjadi pergeseran pola iklim atau anomali cuaca yang mempengaruhi
pola kehidupan tumbuhan sumber hijauan (Ukanwoko et al, 2012).
Palabilitas merupakan faktor yang penting dalam menentukan tingkat konsumsi
ransum (Imran, et al., 2012), yang pada akhirnya akan berefek pada produktivitas
ternak. Pemberian daun kelor (Moringa oleifera) dilaporkan oleh beberapa peneliti
(Becker, 1995; Castellon dan Gonzalez, 1996; Subadra, et al., 1997; Aregheore, 2002;
Sanchez, et al., 2005). Penggunaan daun kelor segar sebagai pakan asupan sebanyak
8 sampai 12 kg pada sapi perah dapat meningkatkan produksi susu sapi dibandin gkan

14
yang hanya diberi pakan rumput saja (Sanchez, et al., 2005). Daun kelor baik secara
tunggal maupun dicampur dengan molases ke dalam ransum ternak ruminansia
terbukti memberikan manfaat secara nyata untuk meningkatkan pertambahan bobot
badan maupun produksi susu (Soetanto, 2011). Di beberapa daerah di Indonesia
tanaman kelor digunakan sebagai sayuran dan belum banyak masyarakat yang
mengetahui penggunaan kelor sebagai pakan ternak (Panjaitan, 2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Konsumsi Pakan Sapi Bali yang Diberikan Pakan Daun Kelor (Moringa oleifera)
Guna tumbuh dan berkembang, ternak membutuhkan nutrisi yang cukup. Nutrisi
pakan pertama–tama digunakan untuk kebutuhan hidup pokok dan sisanya digunakan
untuk sintesis produk ternak seperti daging, susu dan cadangan energi sehingga,
konsumsi pakan merupakan faktor dasar agar ternak dapat hidup dan berproduksi
(Kartasdisastra, 1997; Rahman, 2008).

Grafik 1. Rata-rata Rata-rata konsumsi pakan sapi bali (kg/ek/hr) selama periode
penelitian pada kedua perlakuan
Grafik 1, menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi pakan sapi pada P2 (pakan
konsentrat, hijauan segar lainnya + daun kelor) lebih tinggi 0,46 kg/ekor/hari dari
pada sapi P1 (pakan konsentrat dan hijauan segar lainnya). Hasil analisis data
menggunakan Uji t-2 Sampel Bebas (independent sampleTTest) menunjukkan, bahwa
rata-rata konsumsi pakan pada ternak sapi P1 (pakan konsentrat dan hijauan segar
lainnya) dan ternak sapi P2 (pakan konsentrat, hijauan segar lainnya + daun kelor)

15
adalah tidak berbeda nyata, dengan nilai (P> 0,05). Hal ini dapat diartikan,
pemberian pakan P1 (pakan konsentrat dan hijauan segar lainnya) dan P2 (pakan
konsentrat, hiajuan segar lainnya + daun kelor) tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah konsumsi pakan pada sapi Bali , tetapi secara statistik menunjukkan pengaruh
cenderung signifikan, artinya adanya perbedaan jumlah konsumsi pakan antara P1
(pakan konsentrat + hijauan segar lainnya) dan P2 (pakan konsentrat, hijauan segar
lainnya + daun kelor). Pemberian daun kelor (Moringa oleifera) yang dibatasi sebesar
250 gr/ek/hari dalam penelitian ini, ternyata telah menunjukkan kecendrungan yang
signifikan, sehingga pemberian daun kelor (Moringa oleifera) dalam jumlah yang
lebih dari 250 gr/ek/hari dalam penelitian selanjutnya diduga dapat memberikan
pengaruh yang significant pada konsumsi pakan sapi bali. Perbedaan jumlah
konsumsi pakan ini, diduga dipengaruhi palatabilitas dari pakan yang diberikan.
Palabilitas merupakan faktor yang penting dalam menentukan tingkat konsumsi
ransum. Palatabilitas pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
jumlah konsumsi pakan dan kemampuan ternak untuk mengkonsumsi bahan
kering yang terkandung dalam pakan berkaitan dengan kapasitas fisik lambung serta
kondisi saluran pencernaan, sehingga tinggi rendahnya konsumsi pakan pada ternak
ruminansia sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, kondisi ternak serta faktor
pakan. Palatabilitas ransum ditentukan oleh rasa, bau dan warna dari hijauan pakan
(Prawirokusumo, 1994; Parakkasi, 1999; McDonald, at al.,2002; Imran, at al., 2012).

KESIMPULAN
Pemberian daun kelor 250 gram/ekor/hari pada sapi bali tidak berpengaruh nyata
(p>0.05) terhadap konsumsi pakan, namun berpengaruh cenderung signifikan,
sehingga daun kelor (Moringa oleifera) memiliki potensi sebagai pakan sapi bali.
Olehnya itu, disarankan dalam penelitian selanjutnya jumlah pemberian daun kelor
(Moringa oelifera) diatas 250 gram/ekor/hari.

UPAYA PENGEMBANGAN SAPI POTONG MENGGUNAKAN PAKAN


BASAL JERAMI PADI DI DESA WONOKERTO, DUKUN, GRESIK

16
Usman Ali1 & Badat Muwakhid2
1,2Fakultas Peternakan, Universitas Islam Malang Email : usmanchalim@gmail.com

ABSTRAK
Program pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan peternak sapi potong dalam berbagai aspek produksi dan manajemen
penggemukan secara intensif mengacu pada panca usaha peternakan yaitu
penggunaan bakalan dan indukan sapi potong unggul, strategi pemberian pakan yang
cukup dan berkualitas, perkandangan dan manajemen pemeliharaan baik, sistem
perkembangbiakan melalui program up grading melalui Inseminasi Buatan (IB),
sistem pencegahan dan pengobatan penyakit dengan benar serta sistem pemasaran
produksi yang menguntungkan. Target khusus yang ingin dicapai dalam program ini
yaitu peternak sapi potong dapat memanfaatkan limbah jerami padi difermentasi
dahulu untuk meningkatkan kualitas sebagai pakan basal, sekaligus menjaga
lingkungan yang asri dengan melakukan reboisasi dan penanaman sistem tiga strata
pada lahan pertanian dan pemupukan pupuk organik kompos kotoran sapi. Metode
penyuluhan, demoplot fermentasi pakan, pembinaan dan pendampingan kerja.
Program pengabdian ini direspon positif oleh peternak sapi potong dan senantiasa
proaktif dalam semua kegiatan penyuluhan, pembinaan, demo plot dan pendampingan
usaha. Peternak mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dengan memperbaiki
manajemen produksi peternakan dalam penggemukan sapi potong secara intensif
menggunakan bahan pakan limbah jerami padi difermentasi dahulu agar lebih
berkualitas, bergizi dan palatabel untuk meningkatkan pertumbuhan yang
berdampak pada pendapatan dan keuntungan peternak. Luaran program ini adalah
metode fermentasi jerami padi sebagai pakan basal dan pakan suplemen Urea
Molasses Blok Plus (UMBP) bergizi palatable serta artikel jurnal. Hasil analisis
disimpulkan peternakan sapi potong milik mitra sudah baik telah berlangsung 4-6
tahun.

PENDAHULUAN
Penggemukan sapi potong milik mitra usaha ini masih menggunakan sistem semi
intensif, sapi dikandangkan secara terus menerus dengan pemberian pakan masih
mengandalkan ketersediaan hijauan pakan berupa jerami padi alami tanpa diolah
lebih dahulu dan tidak dikombinasikan dengan hijauan rumput atau leguminose yang
berkualitas serta belum membudidayakan rumput yang produktif dan unggul. Ternak
sapi sudah diberikan pakan konsentrat tetapi hanya berupa bekatul plus garam yang
disajikan dalam bentuk comboran, karena hanya satu bahan pakan sehingga pakan
yang dikonsumsi belum mencukupi standar kebutuhan nutrisi untuk hidup pokok dan
pertumbuhan sehingga produktivitasnya masih rendah. Potensi sapi potong lokal
sudah beradaptasi dengan baik, berkembangbiak, pertumbuhan dan produksi
Analisis Situasi
Penggemukan sapi potong milik mitra usaha ini masih menggunakan sistem semi
intensif, sapi dikandangkan secara terus menerus dengan pemberian pakan masih

17
mengandalkan ketersediaan hijauan pakan berupa jerami padi alami tanpa diolah
lebih dahulu dan tidak dikombinasikan dengan hijauan rumput atau leguminose yang
berkualitas serta belum membudidayakan rumput yang produktif dan unggul. Ternak
sapi sudah diberikan pakan konsentrat tetapi hanya berupa bekatul plus garam yang
disajikan dalam bentuk comboran, karena hanya satu bahan pakan sehingga pakan
yang dikonsumsi belum mencukupi standar kebutuhan nutrisi untuk hidup pokok dan
pertumbuhan sehingga produktivitasnya masih rendah. Potensi sapi potong lokal
sudah beradaptasi dengan baik, berkembangbiak, pertumbuhan dan produksi
karkas tinggi serta mampu mentolerir pakan berkualitas rendah dan SK lebih 15%
(Ensminger, Oldfield dan Heinemann, 1990). Apabila manajemen pemeliharaan sapi
milik mitra usaha ini secara intensif yang mengacu pada standar guide panca usaha
peternakan maka dapat berpeluang sebagai usaha agrobisnis yang menghasilkan
keuntungan besar. Umumnya produktivitas sapi lokal rendah, salah satu upaya
meningkatkan performan produksi sapi lokal dapat dilakukan dengan program
Grading Up dengan menyilangkan indukan sapi lokal dengan pejantan unggul seperti
simental atau limousine melalui inseminasi buatan (Sugeng, 1998).
Strategi pemberian pakan hijauan tidak dipotongpotong dan secara ad libitum
sehingga pakan banyak yang tercecer dari palungan, selain itu peternak belum
mempertimbangkan kualitas dan kandungan nutrien bahan pakan yang diberikan.
Peternak sebaiknya mengkombinasikan berbagai jenis hijauan pakan rumput dengan
tanaman leguminose seperti kaliandra, lamtoro dan daun turi serta limbah tanaman
kacang sehingga diharapkan ada efek suplementasi nutrien dalam pakan. Peternak
sesekali memberikan comboran pakan konsentrat berupa bekatul dengan jumlah satu
ember untuk 2 ekor sapi pada pagi dan sore hari. Penampilan produksi sapi yang
digemukkan cukup baik tampak gemuk-gemuk dan 2 ekor indukan sudah bunting 3
bulan, bulu kulit tidak kotor meski sapi jarang dimandikan, hal ini disebabkan
kebersihan kandang terutama lantai kandang beralaskan jerami padi dan feses segera
dibersihkan dibuang untuk bahan pupuk kompos.Setiap pagi sambil membersihkan
feses sapi dan mengganti litter yang sudah kotor serta mengeluarkan sisa pakan di
palungan diganti pakan yang baru sambil memberikan comboran dedak padi yang
ditambah garam kasar.

METODE PELAKSANAAN
Metode untuk merealisasikan program ini adalah: observasi lapang, wawancara,
penyuluhan dan pembinaan usaha, demoplot pembuatan produk pakan konsentrat dari
limbah lokal, pelatihan pengolahan limbah jerami padi menggunakan bakteri
pendegra serat dan pengompos limbah ternak menjadi pupuk organik, mengenalkan
alat pencacah hijauan pakan agar efisiensi pakan meningkat, kemudian melakukan
pendampingan peternakan sapi potong dan indukan. Metode kegiatan penyuluhan
mengikuti petunjuk Mardikanto (2009).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Fermentasi jerami dilakukan dengan cara membuat media biakan campuran bekatul,

18
molasis dan starter sesuai dosis ditambah air diaduk sampai mamel, kemudian
disebarkan pada jerami padi secara berlapislapis dan ditutup diselimuti terpal selama
5 sampai 7 hari dipanen. Sebelum diberikan pada sapi dianginanginkan atau
dikeringkan untuk stok dan daya simpan yang lama. Fermentasi limbah agroindustri
lokal dari kombinasi kulit daging kelapa (KDK), kulit biji kedelai (KBK) dan onggok
yang disebut KKO dalam kondisi kering udara yang dikombinasikan 60% : 20% dan
20% dengan menggunakan kultur bakteri selulolitik Cellulomonas sebanyak 108 cfu/
g BK bahan dengan kelembaban 60%, diaduk merata, dimasukkan dalam polybag dan
lama inkubasi 8 hari secara anaerob pada suhu ruang sekitar 25 – 27oC (Usman Ali,
2014).
Umumnya pakan yang diberikan pada peternakan sapi milik mitra meliputi jerami
padi dan jagung kadang ditambahkan rumput liar seperti rumput lapang atau tanaman
legum limbah kacang dan daun turi diambil dari pematang sawah atau area lahan
pertanian tegal yang sedang istirahat tanam. Pemberian pakan basal secara ad libitum
dalam palungan, sedangkan air minum diberikan pada siang hari dan sore hari
diberikan bekatul dengan cara dicomborkan. Secara praktis pemberian hijauan
sebagai pakan dasar sebanyak 10% bobot badan sapi dan konsentratnya 1-2% BB,
secara nutrisi sebetulnya kebutuhan BK pakan bagi sapi sebesar 2-3 % bobot sapi.
Dalam hal ini agak sulit dipraktekkan karena peternak harus pandai menghitung dan
memprediksi tingkat BK hijauan pakan.
Selanjutnya pemasaran atau penjualan sapi tergantung taksiran bobot badan hidupnya
dan performan sapi serta jenis kelamin. Semakin besar tubuh atau bobot sapi
harganya semakin mahal, demikian juga jenis kelamin jantan lebih mahal dibanding
betina. Pemeliharaan sapi betina peranakan ongole sebagai indukan dipakai
membajak tanah pertanian dan penghasil pedet yang setiap tahun dapat melahirkan
pedet dan dikawinkan dalam upaya up grading melalui IB.

Kesimpulan
Peternakan sapi potong milik mitra sudah berlangsung selama 5 tahun sampai 8
tahun. Pengadaan ternak sapi potong dibeli dari pasar hewan tidak diseleksi secara
tepat, kandang lantai plester dialasi jerami dan jarang dimandikan sehingga bulu
tampak kotor, perkawinan sudah IB. Fermentasi jerami padi menggunakan bakteri
selulolitik sebagai stok pakan dasar yang terkadang ditambahkan konsentrat berupa
bekatul ditambah garam dan air dicomborkan.
Saran
Disarankan peternak sapi potong memperbaiki manajemen pemeliharaan yang
mengacu pada panca usaha peternakan dan menjaga kebersihan kandang dan
kesehatan sapi dengan memandikan teratur.

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN KONSENTRAT DAN UREA MOLASES


BLOK (UMB) TERHADAP PERTAMBAHAN BERAT BADAN SAPI

19
POTONG
Nurwahidah J1, A.L. Tolleng2, M.N.Hidayat1

1Jurusan Ilmu Peternakan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2 Jurusan


Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar 1Jurusan Ilmu Peternakan Universitas
Negeri Alauddin Makassar

ABSTRACT

This study aims to know the effect of concentrate and UMB woof giving on cow
body weight increase. the research method is based 2 treatments, first treatment is
UMB woof giving and second treatment is concentrate woof giving. Each treatments
are based of 5 cows. Data were analyzed by T test (t- Test Independent Sample).
Based on the results of analysis showed that effect of UMB and concentrate woof
giving does not affect to body weight increase of cows

PENDAHULUAN

Semua jenis ternak memerlukan pakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok,
pertumbuhan, produksi, dan reproduksi. Ternak ruminansia seperti sapi memiliki
kemampuan memanfaatkan pakan dengan kualitas rendah menjadi produk yang
bernilai gizi dan ekonomis tinggi. Pertambahan berat badan yang maksimal akan bisa
dicapai bila pakan yang diberikan mencukupi baik kualitas maupun kuantitasnya
(Supratman dan Iwan, 2001). Peningkatan produktivitas sapi potong dipengaruhi
dengan pemberian pakan, karena pakan mempunyai pengaruh yang paling besar
(60%). Besarnya pengaruh pakan ini membuktikan bahwa produksi ternak yang
tinggi tidak bisa tercapai tanpa pemberian pakan yang memenuhi persyaratan kualitas
dan kuantitas. Kebutuhan zat pakan tergantung pada berat ternak, fase pertumbuhan
atau reproduksi dan laju pertumbuhan. Peningkatan produktivitas sapi potong
dipengaruhi dengan pemberian pakan, karena pakan mempunyai pengaruh yang
paling besar (60%). Besarnya pengaruh pakan ini membuktikan bahwa produksi
ternak yang tinggi tidak bisa tercapai tanpa pemberian pakan yang memenuhi
persyaratan kualitas dan kuantitas. Kebutuhan zat pakan tergantung pada berat
ternak, fase pertumbuhan atau reproduksi dan laju pertumbuhan. Strategi pemberian
pakan pada ternak terdiri dari dua, yaitu pertama pemberian konsentrat yang terbuat
dari campuran beberapa bahan pakan sumber energi (biji-bijian, sumber protein jenis
bungkil, kacang-kacangan, vitamin dan mineral) karena konsentrat mudah dicerna.
Kedua, yaitu manipulasi proses nutrisi dalam rumen dengan pemberian pakan Urea
Molases Blok (UMB) yaitu memberikan suplemen yang tersusun dari kombinasi
bahan ilmiah sumber protein dengan tingkatan jumlah tertentu yang secara efisien
dapat mendukung pertumbuhan, perkembangan dan kegiatan mikroba secara efisien
di dalam rumen. Sehingga meningkatkan daya cerna dan efesiensi ransum berserat
kasar tinggi untuk pertambahan berat badan sapi potong (Siregar, 2003).

20
METODE PENELITIAN
Prosedur Penelitian Pada penelitian ini ternak dibagi menjadi dua kelompok pakan.
Kelompok satu yaitu dengan pakan UMB dan kelompok dua dengan pakan
konsentrat. Pada kelompok satu dengan pakan UMB diberikan hijauan secara
adlibitum dan UMB diberikan sebanyak 1,8 kg/ekor/hari. Sedangkan untuk kelompok
dua dengan pakan konsentrat diberikan konsentrat sebanyak 30% dan hijauan 70%.
Pemberian hijauan untuk perlakuan pakan UMB diberikan secara bersamaan dengan
UMB, sedangkan untuk perlakuan pakan konsentrat, pemberian hijauan dilakukan
setelah konsentrat habis. Pada penelitian ini setiap kelompok pakan masing-masing 5
ekor sapi. Penelitian dilakukan selama 120 hari. Ternak sapi potong ditimbang
terlebih dahulu sebelum penelitian dimulai, untuk mengetahui berat awal. Dalam
penelitian ini penimbangan berat badan sapi dilakukan satu kali dalam sepuluh hari,
yaitu pada pagi hari sebelum pemberian pakan. Peubah yang diukur dalam penelitian
ini adalah pertambahan berat badan harian ternak sapi potong (Salim, 2013). Rumus:
BB Akhir Pengamatan( kg)– BB Awal Pengamatan(kg )
PBBH =
Lama pengamatan(hari)

Berat awal : berat pada saat masuk percobaan/perlakuan.


Berat akhir : berat pada saat akhir penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN


Rata-rata pertambahan berat badan pada pemberian pakan konsentrat terbukti lebih
tinggi dibandingkan dengan pemberian pakan UMB. Menurut Yulianto (2012),
bahwa pemberian pakan hijauan pada penggemukan sapi tidak akan memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap pertambahan berat badan yang tinggi dalam waktu
yang singkat. Pertambahan berat badan sapi lebih tinggi dengan waktu penggemukan
yang relatif singkat bila sapi diberi ransum yang terdiri dari konsentrat dan hijauan.
Hal ini sejalan dengan pendapat Tilman, dkk (1991), bahwa makanan adalah faktor
yang mendominasi kecepatan pertambahan berat badan, sebab komposisi makanan
lebih banyak mempengaruhi pembentukan jaringan tubuh secara alamih. Pernyataan
teori selanjutnya mengemukakan bahwa pertambahan berat badan pada ternak
ditentukan oleh jumlah makanan yang dikonsumsi. Disamping itu pula rendahnya
berat badan yang diperoleh mungkin disebakan oleh faktor manajemen dan konsumsi
pakan. Pertambahan berat badan harian sapi potong dengan pemberian pakan hijauan
dan konsentrat adalah 1,09 kg/ekor/hari. Dibandingkan dengan hasil penelitian yang
peroleh yaitu rata-rata pertambahan berat badan sapi potong hanya mencapai 0,156
kg/ekor/hari (Wijaya, 2008). Perbedaan Pertambahan berat badan harian ternak
mungkin dikarenakan jenis sapi yang digunakan berbeda, dimana pada penelitian
sebelumnya menggunakan sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) sedangkan pada
penelitian kami menggunakan jenis sapi bali. Menurut Bambang (2005), bahwa
pertumbuhan pada semua jenis hewan terkadang berlansgung cepat, lambat dan

21
bahkan terhenti jauh sebelum hewan tersebut mencapai dalam ukuran besar tubuh
karena dapat dipengaruhi oleh faktor genetis ataupun lingkungan Perbedaan PBBH
pada setiap perlakuan disebabkan oleh kandungan zat-zat gizi yang terdapat dalam
pakan seperti karbohidrat, protein, vitamin, kandungan bahan kering dan mineral.
PBBH pada penelitian ini hasil yang di peroleh yaitu rata-rata pertambahan berat
badan hanya mencapai 0,156 kg/ekor/hari dengan kandungan bahan kering pakan
konsentrat 85,93%. Hasil yang diperoleh sedikit lebih rendah dibandingkan dengan
hasil penelitian sebelumnya dimana sapi yang diberi pakan hijaun 60% dan
konsentrat 40% dengan kandungan bahan kering adalah 82,24%, PBBH mencapai
0,30 kg/ekor/hari (Nurhayu, 2011).
Hasil penelitian dengan menggunakan pakan UMB dan rumput lapangan PBBH yang
dihasilkan yaitu 0,659 kg/ekor/hari, dengan kandungan protein kasar 37,76% dan
bahan kering 84,24% (Sariubang, 2010). Hasil yang didapat pada penelitian tersebut
berbeda jauh dengan penelitian ini, yaitu pemberian UMB hanya menghasilkan rata-
rata pertambahan berat badan 0,098 kg/ekor/hari, dengan kandungan protein 33,64%
dan bahan kering 82,38%. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh kandungan zat-
zat gizi yang terdapat dalam pakan seperti karbohidrat, protein, bahan kering dan
mineral. Menurut Soehadji (1991), bahwa pemberian pakan yang berkualitas
berpengaruh pada pertambahan bobot badan, dimana pakan yang baik akan
mempercepat laju pertumbuhan yang optimal.
Selanjutnya Yulianti (2012), menyatakan, bahwa penambahan konsentrat pada sapi
bertujuan untuk meningkatkan nilai pakan dan menambah energi. Tingginya
pemberian pakan berenergi menyebabkan peningkatan konsumsi dan daya cerna dari
rumput atau hijauan kualitas rendah. Selain itu penambahan konsentrat tertentu dapat
menghasilkan asam amino essensial yang dibutuhkan oleh tubuh. Penambahan
konsentrat tertentu dapat
juga bertujuan agar zat makanan dapat langsung diserap di usus tanpa terfermentasi di
rumen, mengingat fermentasi rumen membutuhkan energi lebih banyak.

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dalam hasil penelitian ini yaitu tidak terdapat perbedaan nyata
antara pakan UMB dan Pakan konsentrat terhadap pertambahan berat badan harian
(PBBH) sapi potong.

TINGKAH LAKU MAKAN SAPI PERANAKAN ONGOLE YANG DIBERI


PAKAN BERBASIS JERAMI PADI AMONIASI DENGAN METODE

22
PEMBERIAN YANG BERBEDA
(Feeding Behavior Of Local Cattle Fed Based Ammoniation Rice Straw With
Different Feeding Method)

Muhamad Bata dan Akhmad Sodiq


Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman

ABSTRACT
The objective of this study was to determine the effect of feeding methods on feeding
behavior include the frequency and dur ation of eating time, the frequency and the
duration of rumination for one day, night and daytime. The study used twenty of
local cattle feeder males (Peranakan Ongole) with an age range of 1.5 – 2 years old
and initial weight were 200-273 kg. They were fed randomly with four feeding
methods of top concentrate, component feedingg, total mixed ration (TMR) and free
choice. Thus, completely randomized design was used for this study. Data length of
eating and rumination time was analyzed using analysis of variance and continuited
by honestly significant difference test (HSD). The frequency of eating and rumination
were analyzed
using Chi square. The results showed that the treatments affect significantly (P <
0.05) on spent of eating night; rumination daytime and night spent, but had no effect
(P>0,05) on spent of eating one day, spent of eating daytime and spent of
rumination for one day. Rumination frequency one day, daytime, and night were
not affected (P > 0.05) by feeding method. Night rumination of feeder cattle groups
fed with TMR method were longer ( P < 0.05 ) compared to feeder cattle groups fed
with Component Feeding and Free Choice method, but it was similar ( P > 0.05 ) to
feeder cattle groups fed with Top Concentrate. Between the groups feeder cattle fed
with Component feeding and Free Choice were not significantly different ( P >
0.05 ).

PENDAHULUAN
Salah satu upaya untuk meningkatkan kecernaan jerami padi adalah dengan cara
amoniasi karena dapat meningkatkan kandungan nitrogen dan degradasi selulosa
(Zorillarios et al., 1991). Namun proses ini mempunyai kelemahan antara lain
tingginya N-NH3 yang lepas ke udara bebas sehingga menimbulkan permasalahan
lingkungan (Ali et al., 1993; Sarwar et al., 2005; Khan et al., 2006b). Hal tersebut
terjadi karena rendahnya ketersediaan karbohidrat yang mudah difermentasi
(fermentable carbohydrate). Oleh karena itu telah dilakukan perbaikan proses
amoniasi dengan menambahkan fermentable carbohydrate, misalnya limbah cair
jagung (Nisa et al., 2004), onggok basah (Kartika et al., 2007), limbah pati aren (Bata
dan Milatusamsi, 2008; Basyari et al., 2009), dan molasses (Maryati et al., 2008),
Onggok dan molases (Rustomo dan Rimbawanto, 2009). Pakan sapi terdiri dari
jerami padi, bahan pakan konsentat (jagung, bungkil kelapa, onggok, pollard, garam,
kapur, mineral mix, urea) dengan perbandingan bahan kering jerami padi amoniasi

23
dan konsentrat 40:60 dengan konsumsi bahan kering untuk masingmasing sapi adalah
3,1% dari bobot hidup. Komposisi dan kandungan nutrien konsentrat disajikan pada
Tabel 1. Proses amoniasi jerami padi menggunakan urea dengan aditif molases
sesuai petunjuk (Nisa et al. 2004) dengan dosis urea dan molases masing-masing 5
dan 2,5% dari berat jerami padi (Bata dan Rustomo, 2009).

MATERI DAN METODE


Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah tingkah laku makan selama satu
hari, siang dan malam yang terdiri dari lama waktu makan dan frekuensi makan; lama
waktu ruminasi dan frekuensi ruminansi yang pengamatannya dilakukan selama 5
hari. Tingkah laku makan dan ruminasi satu hari diamati dan dicatat dari jam 06.00
sampai jam 06.00 di hari berikutnya (24 jam). Tingkah laku makan dan ruminasi
siang hari diamati dan dicatat dari jam 06.00 sampai jam 18.00; dan tingkah laku
makan dan ruminasi malam hari diamati dan dicatat dari jam 18.00 sampai jam 06.00
pagi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lama waktu makan malam hari ternak dengan pola pemberian pakan TMR dan Free
Choice tidak berbeda dengan ternak Component Feeding karena jerami padi amoniasi
diberikan secara ad libitum, sehingga mengakibatkan ternak Component Feeding
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk makan jerami padi amoniasi. Sedangkan
lama waktu makan malam hari ternak dengan pola pemberian pakan Top Concentrate
sama dengan pola TMR dan Free Choice karena konsentrat dan jerami padi amoniasi
yang diberikan dalam waktu bersamaan, sehingga ternak mempunyai kesempatan
yang sama untuk makan dan memilih pakan yang disediakan. Lama waktu makan
satu hari dan siang hari tidak berbeda. Hal ini diduga karena frekuensi pemberian
pakan dan jarak waktu pemberian pakan berdekatan, khususnya pada ternak dengan
pola pemberian pakan Component Feeding. Pemberian jerami padi amoniasi pada
ternak dengan pola Component Feeding diberikan 2 jam setelah konsentrat, hal ini
mengakibatkan pH rumen yang tadinya asam saat makan konsentrat menjadi nyaman/
normal kembali (6,8 – 7,0) karena makan jerami padi amoniasi. Selain itu frekuensi
pemberian pakan pada penelitian ini sebanyak 4 kali dalam sehari, dimana minimal
frekuensi pemberian pakan pada sapi sebanyak 4 kali. Semakin meningkat frekuensi
pemberian pakan dapat mengurangi fluktuasi pH rumen dan mungkin mengurangi
resiko subklinis acidosis (Shabi et al., 1999).

KESIMPULAN
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa lama waktu makan relatif sama pada
metode pemberian pakan Top Concentrate, TMR, Free Choice dan Component
Feeding, akan tetapi lama ruminasi pada Free Choice dan Component Feeding lebih
singkat, sehingga peluang resiko terjadinya asidosis lebih tinggi.

KAJIAN PEMBERIAN PAKAN TAMBAHAN TERHADAP


PRODUKTIVITAS SAPI PO DI KABUPATEN SUBANG

24
STUDY OF GIVING FEED SUPPLEMENT ON PRODUCTIVITY PO
CATTLE IN SUBANG DISTRICT
Erni Gustiani, Yayan Rismayanti dan Sukmaya1 Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Jawa Barat

INTISARI
Salah satu faktor penyebab penurunan populasi dan produktivitas sapi potong usaha
peternakan rakyat adalah rendahnya kualitas pakan. Pemberian pakan pada induk saat
akhir kebuntingan dan selama laktasi belum sesuai kebutuhan ternak, sehingga
diperlukan strategi yang tepat. Salah satunya adalah perbaikan pakan induk saat akhir
kebuntingan. Pengkajian bertujuan mengetahui pengaruh perbaikan pakan terhadap
produktivitas sapi PO, dilaksanakan Juni hingga November 2013 di Kelompok Tani
Ternak Family Jaya, Desa Ponggang, Kecamatan Serangpanjang, Subang. Perbaikan
pakan melalui pemberian pakan tambahan (konsentrat+UMS) pada induk bunting
saat akhir kebuntingan, yaitu dua bulan menjelang melahirkan dan dua bulan sesudah
melahirkan. Ternak kontrol diberi pakan sesuai kebiasaan peternak, yaitu hanya
diberi hijauan dan limbah pertanian yang tidak diberikan setiap hari. Pemberian air
minum dilakukan ad-libitum. Parameter: berat badan pedet; pertambahan berat badan
harian ternak dan estrus post partus induk. Data dianalisis dengan uji-t. Hasil: ternak
sapi yang diberi perlakuan pakan tambahan memberikan pengaruh lebih baik
terhadap berat lahir, pertambahan berat badan ternak, dan estrus post partus.

PENDAHULUAN

Salah satu faktor penyebab penurunan populasi dan produktivitas sapi potong pada
usaha peternakan rakyat adalah rendahnya kinerja reproduksi induk setelah beranak
yang ditunjukkan oleh estrus post partus (EPP) yang panjang, kawin berulang, dan
tingkat kebuntingan yang rendah sehingga jarak beranaknya (CI) menjadi panjang.
Rendahnya kinerja reproduksi induk pun dipengaruhi oleh kualitas nutrisi induk,
baik selama kebuntingan maupun setelah melahirkan. Menurut Hess, et.all. 2005,
estrus post partus dipengaruhi oleh kualitas nutrisi yang diberikan pada saat induk
bunting. Usaha pembibitan sapi potong rakyat belum memperhatikan kinerja
reproduksi induk sebagai bioproduksi pedet. Pemberian pakan pada induk saat akhir
kebuntingan dan selama laktasi belum sesuai dengan kebutuhan ternak. Rendahnya
nutrisi yang dikonsumsi induk selama laktasi serta lamanya menyusui yang tanpa
batas dapat menurunkan tingkat asupan nutrisi untuk pemeliharaan tubuh dan sistem
reproduksi. Nutrisi merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan untuk
meningkatkan kinerja reproduksi ternak sapi potong (Gary 2009). Peningkatan
produktivitas sapi potong memerlukan perbaikan manajemen, baik pakan maupun
pemeliharaan, namun dalam usaha peternakan sapi potong rakyat masih sering
muncul beberapa permasalahan, diantaranya adalah penurunan bobot hidup induk
yang sangat drastis di awal laktasi dan pertumbuhan pedet yang kurang optimal

25
akibat dari kecukupan gizi yang rendah pada induk. Kebutuhan nutrisi pada saat
menjelang dan setelah melahirkan akan meningkat seiring dengan peningkatan
produksi susu dan terjadinya proses pemulihan organ reproduksi (Risa et al 2010 ).
Kualitas pakan yang kurang baik dengan jumlah yang kurang pada induk dapat
menyebabkan perombakan energi tubuh induk untuk menghasilkan susu bagi pedet.
Selain itu juga akan memengaruhi siklus reproduksi yang dapat menyebabkan birahi
tenang atau bahkan tidak birahi sama sekali. Untuk memacu peningkatan
produktivitas ternak pada usaha ternak sapi potong rakyat diperlukan strategi atau
dukungan teknologi yang tepat. Teknologi yang dapat diimplementasikan pada
peternakan rakyat antara lain perbaikan kualitas pakan yang diberikan dalam kondisi
tertentu. Yusran et al (1998) melaporkan bahwa dalam kondisi usaha peternakan
rakyat, sapi potong induk hanya memperoleh suplai protein kasar sekitar 55 hingga
65 persen dari kebutuhan, sedangkan sapi-sapi yang digemukkan yang ransumnya
sebagian berupa limbah pertanian, rata-rata mengalami kekurangan zat nutrisi berupa
protein kasar sebesar 18,49 persen dan total digestible nutrient sebesar 18,74 persen
dari standar kebutuhan (Aryogi 1998).

BAHAN DAN METODE


Pengamatan dan pengumpulan data meliputi: 1) Keragaan usahatani atau ternak;
2) Karakteristik responden; 3) berat badan pedet yang diukur; 4) pertambahan berat
badan harian ternak (pbbh), dan 5) estrus post partus (EPP), yaitu birahi pertama
setelah melahirkan. Data keragaan usaha tani atau ternak dan karakteristik responden
dianalisis secara deskriptif. Adapun data berat lahir, pbbh, dan EPP dianalisis dengan
uji-t. Analisis menggunakan SPSS for windows 17.0.

Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan yang digunakan dalam penyusunan konsentrat


Bahan Pakan Volume Dedak
padi kualitas kering 2 kg
Onggok Kering 1 kg
Kapur Pertanian 30 gram
Garam 30 gram
Vitamin Mineral 30 gram
Urea 15 gram

Tabel 2. Formulasi Urea Molases Serbuk (UMS)


Bahan Prosentase (%)

26
Molases 30
Dedak 16
Bungkil Kelapa 15
Onggok Singkong 11
Kapur 8
Garam 7
Tepung Tulang 7
Urea 5
Mineral 1
Jumlah 100

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pemberian pakan berupa jerami segar, rumput lapang, rumput gajah, limbah
kacang-kacangan dengan jumlah dan komposisi yang sama untuk semua status
fisiologis ternak. Sumber hijauan berasal dari wilayah setempat dan tersedia cukup
melimpah. Sumberdaya pakan yang tersedia dalam bentuk kebun rumput, lahan
pertanian, kawasan perkebunan, dan kawasan kehutanan. Masing-masing peternak
memiliki lahan untuk menanam rumput gajah dengan luasan rata-rata 60 m². Apabila
pada musim kemarau atau hijauanagak kurang maka hijauan diperoleh dari wilayah
sekitarnya. Hijauan untuk pakan ternak tersedia cukup melimpah dan diperoleh dari
lahan PTP Kelapa Sawit. Jarak tempuh terjauh dalam mencari pakan sekitar lima km
dengan menggunakan alat transportasi motor ataupun mobil.
Pakan yang diberikan hanya berupa hijauan, tidak diberikan konsentrat.
Tambahan pakan yang diberikan dedak dan ampas bir terutama untuk induk bunting.
Tambahan mineral yang diberikan berupa garam dan belum ada pemberian mineral
komersil. Frekuensi pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada waktu
siang dan sore hari.
Perkandangan sapi terletak dalam satu kawasan yang terdiri atas beberapa
bangunan kandang. Masing-masing bangunan kandang disekat-sekat dan setiap sekat
atau ruang ditempati dua ekor sapi dewasa atau satu ekor induk dan satu ekor anak
sapi. Cara perkawinan ternak 100 persen dilaksanakan melalui Inseminasi Buatan
(IB). Semen berasal dari 30 persen bangsa PO (untuk tujuan pembibitan) dan masing-
masing 30 persen bangsa Limousine dan Simmental (untuk tujuan penggemukan).
Rata-rata tipe kelahiran ternak adalah tunggal.

Pertambahan berat badan adalah aktifitas fisiologi yang dapat dinyatakan


kenaikan berat badan rata-rata persatuan waktu. Respon berat badan merupakan hasil
yang diperoleh dari kenaikan berat badan yang diketahui melalui penimbangan secara
berulang-ulang selama pengamatan yang berasal dari penimbangan berat badan akhir
dikurangi berat badan awal dibagi dengan waktu pengamatan. Pertambahan berat
badan harian (pbbh) ternak sapi yang diberi perlakuan pakan tambahan (konsentrat)
lebih tinggi dibandingkan dengan cara petani. Hal ini sejalan dengan penelitian

27
Tilman et al., (1998) bahwa kecepatan pertambahan bobot hidup diantaranya
dipengaruhi oleh jumlah konsumsi, yakni makanan yang dikonsumsi. Selanjutnya
Putu et al (1999) melaporkan bahwa pemberian tiga kg konsentrat ( 35 hingga 45
persen total ransum) dari dua bulan sebelum melahirkan sampai dua bulan setelah
melahirkan dapat menaikkan bobot badan dari 0,5 hingga 0,8 kg per hari pada induk
sapi PO atau 0,4 ke 0,7 kg per hari pada induk sapi Bali.
Pertambahan berat badan merupakan salah satu indikator yang dapat
digunakan untuk menilai kualitas pakan ternak. Menurut Mc.Donald et al (2002),
pertumbuhan ternak ditandai dengan peningkatan ukuran, bobot, dan adanya
perkembangan. Pengukuran bobot badan berguna untuk penentuan tingkat konsumsi,
efisiensi pakan, dan harga ternak untuk ternak penggemukan (Parakkasi 1999).
Semakin tinggi kualitas ransum yang dikonsumsi, akan diikuti dengan pertambahan
bobot badan yang lebih tinggi dan semakin efisien penggunaan ransumnya. Supriyati
et all (1999) melaporkan bahwa ternak sapi yang diberi pakan leguminosae
(kaliandra) memiliki pertambahan berat badan harian yang lebih tinggi karena
kandungan protein ransum yang dikonsumsi lebih tinggi.

KESIMPULAN
Perbaikan pakan melalui pemberian pakan tambahan pada induk sapi PO dengan
umur kebuntingan 30 minggu (tujuh bulan) sampai dengan dua bulan setelah
melahirkan di Kelompok Tani Ternak Family Jaya, Desa Ponggang, Kecamatan
Serang Panjang Kabupaten Subang memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap
bobot lahir, pertambahan berat badan harian (pbbh), dan estrus post partus (EPP)
dibandingkan dengan pemberian pakan dengan cara peternak.

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TAMBAHAN PADA INDUK SAPI BALI


TERHADAP UKURAN DIMENSI PANJANG PEDET

28
(THE SUPPLEMENTARY FEEDING EFFECT IN BALI CATTLE TO CALF
LENGTH DIMENSION)

Harry Yoga Nugraha1, I Putu Sampurna2, I Ketut Suatha3

1Praktisi dokter hewan di Denpasar 2Laboratorium Biostatistika Veteriner


Universitas udayana 3Laboratorium Anatomi Veteriner Universitas Udayana Jln. PB.
Sudirman Denpasar-Bali, Email: harryyoga11@yahoo.co.id

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan tambahan pada
induk sapi bali terhadap ukuran dimensi panjang pedet. Objek penelitan yang
digunakan terdiri dari 16 ekor induk dan pedet sapi bali baru lahir, masing-masing
delapan ekor pedet sapi bali dari induk yang diberikan pakan tambahan dan delapan
ekor pedet sapi bali dari induk yang tidak diberikan pakan tambahan. Induk sapi bali
dipelihara oleh peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung.
Penelitian ini dilakukan dengan cara pemberian pakan tambahan pada induk setelah
enam bulan masa kebuntingan (selama tiga bulan sebelum kelahiran). Data yang
diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji T. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ukuran dimensi panjang pedet sapi bali dengan pemberian pakan tambahan
dibandingkan dengan pemberian pakan kontrol tidak berbeda nyata.
Kata kunci: sapi bali, dimensi panjang, pengaruh pemberian pakan

PENDAHULUAN
Peningkatan impor sapi potong dan daging merupakan indikasi peningkatan
permintaan daging dan kekurangan produksi yang harus disuplai oleh peternak sapi
potong dalam negeri (Hartati et al., 2009). Sapi bali adalah jenis sapi lokal yang
memiliki kemampuan beradaptasi dengan lingkungan baru. Kemampuan tersebut
merupakan faktor pendukung keberhasilan budidaya sapi bali. Populasi sapi bali yang
meningkat akan membantu program pemerintah untuk swasembada daging tahun
2014 (Ni’am et al., 2012). Sapi Bali merupakan sapi asli Indonesia yang cukup
potensial untuk dikembangkan sebagai sapi tipe potong (Baaka et al., 2009). Ternak
sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber penghasil protein hewani,
yaitu berupa daging yang bernilai ekonomi. Sapi bali merupakan sapi murni asal
Indonesia yang tersebar luas diseluruh wilayah Indonesia. Sapi bali merupakan hasil
domestikasi dari banteng (Bibos Banteng). Sapi bali memiliki banyak keunggulan
dibandingkan sapi lainnya yaitu memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan yang
sangat tinggi, misalnya dapat bertahan hidup dalam cuaca yang kurang baik, dapat
memanfaatkan pakan dengan kualitas yang rendah dan tahan terhadap parasit
external maupun internal (Handiwirawan dan Subandriyo, 2004). Pada dasarnya
memilih ternak dapat dilakukan melalui cara visual atau kualitatif dan melalui cara
pengukuran atau kuantitatif. Pemilihan secara visual sering dilakukan peternak
terutama sewaktu memilih ternak untuk dijadikan induk maupun bakalan untuk

29
digemukkan serta pemacek (Adryani, 2012).
Produktivitas ternak selama ini diperkirakan 70% dipengaruhi oleh faktor lingkungan,
sedangkan 30% dipengaruhi oleh faktor genetik (Syukur dan Afandi, 2009). Sapi bali
biasanya dipelihara secara individual dengan cara-cara tradisional sehingga
menyebabkan perkembangannya agak lambat. Namun, disisi lain teknologi pakan
untuk ternak (sapi) telah tersedia dan perlu diterapkan oleh peternak secara lanjut
sehingga ternak yang dihasilkan oleh peternak meningkat kualitas dan
produktivitasnya. Oleh karena itu, peternak harus berusaha memberi pakan yang
cukup dan memenuhi syarat sesuai dengan kebutuhan sapi. Ransum sapi yang
memenuhi syarat ialah ransum yang mengandung : protein, karbohidrat, lemak,
vitamin, mineral, dan air dalam jumlah yang cukup. Kesemuanya dapat disediakan
dalam bentuk hijauan dan konsentrat. Kebutuhan ternak terhadap jumlah pakan tiap
hari tergantung dari jenis atau spesies, umur, dan fase pertumbuhan ternak (dewasa,
bunting, dan menyusui). Walaupun telah diberi pakan berupa hijauan atau kosentrat
yang telah mengandung zat makanan yang memenuhi kebutuhannya, sapi bali masih
sering menderita kekurangan vitamin, mineral dan bahkan protein, Keadaan ini dapat
mengganggu pertumbuhan atau kesehatan sapi bali sehingga untuk mengatasinya sapi
dapat diberikan pakan tambahan. Oleh karena itu pemberian pakan tambahan yang
baik pada induk sapi bali akan sangat berpengaruh terhadap pedetnya.
Bobot lahir merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan pedet sapi. Sapi
dengan bobot lahir yang besar dan lahir secara normal akan lebih mampu
mempertahankan kehidupannya (Prasojo et al., 2010). Pemberian ransum dengan
kualitas baik pada saat induk bunting tua dapat berpengaruh terhadap peningkatan
bobot lahir, dan akan terjadi sebaliknya apabila kekurangan, bobot lahir pedet rendah,
kondisi lemah dan tingkat kematian tinggi. Menurut Anggorodi (1994) dalam Utomo
et al. (2006), bahwa pakan dengan kandungan protein yang cukup dapat berfungsi
memperbaiki jaringan, pertumbuhan jaringan baru, metabolisme untuk energi dan
merupakan penyusun hormon. Salah satu akibat dari pertumbuhan tulang adalah
memanjangnya panjang badan.
Dimensi panjang merupakan salah satu ukuran tubuh yang dapat digunakan sebagai
indikator produktivitas ternak karena dengan melihat dimensi panjang kita dapat
melihat keberhasilan suatu manajemen pemeliharaan. Dimensi panjang dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain faktor internal yaitu faktor genetik dan sekeresi
hormon dan faktor eksternal adalah lingkungan dan pakan. Ukuran dimensi panjang
tubuh pedet dipengaruhi oleh dimensi panjang induknya, panjang kepala, telinga,
leher, tubuh, ekor (Saptayanti et al., 2015).

Prosedur Penelitian
Cara pengukuran panjang pada pedet sapi bali (Sampurna, 2013). Panjang kepala
adalah ukuran terpanjang kepala. Pengukuran panjang kepala diukur pada cermin
hidung (Planum naso labial) sampai Intercornuale dorsal pada garis median. Panjang
telinga adalah jarak antara pangkal telinga dengan ujung telinga. Panjang tubuh
adalah jarak antara tepi depan bahu (Tuberositas lateralis os humerus) dan tepi

30
belakang bungkul tulang duduk (Tuber ischiadicum), diukur dari garis tegak
Tuberositas lateralis dari humerus (depan sendi bahu) sampai dengan Tuber ischium
(tepi belakang bungkul tulang duduk). Panjang leher diukur dari intercornuale
sampai pada garis tegak yang ditarik dari tuberositas lateralis dari humerus (sendi
bahu/Articulatio scapulo humeri). Panjang ekor adalah jarak antara pangkal ekor
(vertebrae coccygeae pertama) dengan ujung tulang ekor (vertebree coccygeae)
terakhir.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengukuran dilakukan pada pedet yang berumur 1 hari, dengan posisi sapi berdiri
tegak agar pengukuran mendapatkan hasil yang tepat. Pengukuran dilakukan dari pagi
hari pada saat sapi belum diberikan pakan. Hasil pengukuran dimensi panjang pedet
disajikan pada Tabel 1.

Hasil ukuran dimensi panjang pedet sapi bali yang baru lahir yang diberikan ransum
tambahan dan ransum kontrol dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

31
Gambar 2. Histogram dimensi panjang pedet sapi bali

Pernyataan Damarapeka (2011) yaitu kurva eksponensial pada sapi dimulai dari umur
3 bulan menjelang lahir sampai dengan umur pubertas yaitu 7-8 bulan. Hasil
Penelitian ini menunjukkan saat lahir pedet dari induk sapi bali pemberian pakan
kontrol memiliki ukuran yang tidak nyata lebih besar daripada ukuran pedet
pemberian pakan tambahan. Ukuran dimensi panjang sapi bali pada saat lahir
dipengaruhi oleh ukuran dimensi panjang induknya (Saptayanti et al., 2015). Menurut
Sampurna et al. (2014) pertumbuhan adalah proses yang terjadi pada setiap makhluk
hidup dan dapat dinyatakan dalam pengukuran dimensi tubuh yang dimana
pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal yaitu genetik, spesies, umur dan
hormon seksual, dan faktor-faktor eksternal seperti pakan dan lingkungan. Pemberian
pakan tambahan pada sapi dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas ransum yang
diberikan, sehingga pedet yang dilahirkannya tampak lebih sehat dan lebih gemuk.
Ransum kontrol yang diberikan pada pembibit sapi di sobangan telah memenuhi
standar dari segi kualitas dengan pertumbuhan kerangka pedet yang dilahirkan
tampak normal.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran dimensi panjang antara pedet yang
diberikan pakan tambahan dengan kontrol tidak berbeda nyata (P>0,05).

Saran
Dari penelitian ini penulis menyarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut
terhadap pemberian pakan tambahan setelah 6 bulan kebuntingan terhadap
pertumbuhan bagian tubuh lainnya.

32

Anda mungkin juga menyukai