Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sistem muskuloskletal terdiri dari tulang, kartilago, tendon,

ligamen, otot, dan cairan sinovial. Seluruh komponen ini berfungsi sebagai

penyokong, pelindung, dan pergerakan.Tulang berperan sebagai

penyokong dan pelindung untuk jaringan halus dan membantu pergerakan.

Tulang diselimuti oleh jaringan yang kaya akan darah dan diselimuti

membran yang disebut periosteum, yang memiliki banyak saraf sensoris.

Seperti jaringan lain, tulang akan berdarah dan sakit ketika cedera.

Tulang disatukan melalui sendi, dan ada sendi memiliki pergerakan

minimal. Kartilago memiliki permukaan yang halus dan memberikan

bantalan untuk tulang agar dapat bergerak atau berporos satu samalain.

Cairan synovial berada didalam kapsul jaringan ligament untuk

melubrikasi permukaan tulang. Tendon berfungsi untuk menyatukan otot

dengan tulang.

B. Tujuan

1. Melakukan pengkajian secara cepat dan tepat keadaan yang

mengancam nyawa.

2. Melakukan tindakan penyalamatan jiwa (life saving) pada pasien

trauma berdasarkan prioritas.

3. Menerapkan konsep penilaian dan pengelolaan awal pada pasien

trauma.

4. Mengenali dan menangani kegawat daruratan pada jalan napas

(Airway) dan pernapasan (Breathing).

1
5. Mengenali dan menangani bila pasien mengalami tanda syok karena

perdarahan (circulation).

6. Menilai tingkat kesadaran / status neurologis.

7. Mengenali dan menagani trauma Muskuloskletal pada pasien.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR MEDIS

JENIS DAN PENANGANAN TRAUMA MUSCULOSKELETAL

1. PERDARAHAN

a. Perdarahan dilihat dari sumber perdarahan:

 Perdarahan Arteri, mengandung oksigen, merah muda,

tekanan sesuai dengan pompaan jantung. Perdarahan

memancar.

 Perdarahan Vena, sedikit oksigen, merah gelap, tekanannya

lebih kecil dari tekanan arteri, dindingnya elastis, bisa

mengakibatkan perdarahan hebat. Sifat perdarahan mengalir

seperti keran air.

 Perdarahan kapiler, sifat perdarahan merembes.

b. Jenis perdarahan ada dua, diantaranya:

1) Perdarahan dalam (internal bleeding), adalah perdarahan

yang tidak dapat dilihat pada bagian luar tubuh. Perdarahan

internal lebih sulit untuk diidentifikasi.

2) Perdarahan luar (external bleeding), sangat mudah dikenali,

jika kulit rusak oleh pencabikan, tusukan, atau luka lecet,

darah dapat disaksikan ketika mengalir keluar dari tubuh.

c. Penanganan

1) Perdarahan Luar:

 Penekanan langsung.

3
 Elevasi/ tinggikan posisi luka lebih tinggi dari

permukaan jantung.

 Point pressure/ titik tekan pada nadi-nadi besar.

 Imbolisasi alatgerak/ ekstremitas untuk mengurangi rasa

nyeri dan mengurangi perdarahan yang terjadi.

 Awas tanda-tanda syok (nadi cepat, gelisah, pernapasan

cepat dan akral dingin).

 Evakuasi segera.

2) Perdarahan Dalam:

 Pertahankan jalan napas.

 Jaga agar pasien tetap hangat.

 Awasi tanda-tanda syok.

 Evakuasi segera.

2. AMPUTASI

a. Definisi

Adalah penghilangan sebagian atau keseluruhan ekstremitas

karena trauma atau pembedahan. Kondisi amputasi dikarenakan

demi menyelamatkan bagian tubuh yang sudah rusak dan tidak

memungkinkan bagian tubuh yang sudah rusak dan tidak

memungkinkan untuk dipertahankan.

b. Penanganan Cedera Amputasi

1) Segera ikat (tourniquet) disekitar daerah yang cidera, bila

tidak bisa disambungkan kembali. Jika ada kemungkinan

4
untuk disambungkan kembali, tutup luka dengan kain bersih/

steril jika ada.

2) Baringkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi dari kepala.

3) Selimuti pasien untuk mengurangi kemungkinan terjadinya

hipotermi.

4) Bagian tubuh yang teramputasi masukkan kedalam kantong

plastik dan masukkan kedalam wadah yang berisi es batu

untuk mendinginkan tetapi tidak boleh beku. Beri tanda

seperti waktu dibungkus dan identitas pasien.

5) Bawa pasien dan bagian tubuh yang teramputasi ke rumah

sakit yang sama.

3. DISLOKASI

Terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi

ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau

terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya

(dari mangkuk sendi).

4. SPRAIN DAN STRAIN

 Spain

Bentuk cedera berupa pengukuran atau kerobekan pada ligamen

(jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul

sendi yang memberikan stabilitas sendi. Gejala sprain yaitu nyeri,

bengkak, peradangan, memar, ketidakmampuan menggerakkan

tungkai. Penyebab sprain adalah terpeleset, gerakan yang salah

sehingga sendi terenggang melampaui gerakan normal.

5
 Strain (Kram Otot)

Bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur

musculo-tendinous (otot dan tendon). Gejala strain yaitu nyeri,

spasme otot, kehilangan kekuatan, keterbatasan gerak lingkup

sendi. Penyebab strain adalah terjadi karena pembebanan secar

tiba-tiba pada otot tertentu.

 Penanganan Dislokasi Sprain dan Strain

1. RICE (Rest, Ice, Compression, elevation)

 Rest = istirahat.

 Ice = kompres dengan es.

 Compression = dibalut tetapi jangan terlalu kencang.

 Elevation = bagian yang memar agak diangkat lebih

tinggi supaya darah dapat mengalir ke jantung.

2. Balut tekan

3. Bantu dengan tongkat atau truk

4. Mulai aktivitas dengan hati-hati secara bertahap

5. LUKA TUSUK

Trauma yang diakibatkan oleh benda tajam (trauma tajam). Lebar luka

yang timbulkan pada kulit jarang sekali memberikan gambaran dari

kedalaman luka tusuk. Luka tusuk diakibatkan oleh suatu gerakan

aktif maju yang cepat atau suatu dorongan pada tubuh dengan sebuah

alat yang tajam.

6
6. PATAH TULANG (FRACTURE)

a. Defenisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas atau kesinambungan

tulang dan sendi, baik sebagian atau seluruh tulang termasuk tulang

rawan. (SOS Profesional, 2015)

b. Etiologi

Klasifikasi Fraktur :

 Klasifikasi etiologis

 Fraktur traumatic

 Fraktur patologis terjadi pada tulang karena adanya

kelainan/penyakit yang menyebabkan kelemahan pada

tulang (infeksi, tumor, kelainan bawaan) dan dapat

terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan.

 Fraktur stress terjadi karena adanya stress yang kecil dan

berulang-ulang pada daerah tulang yang menopang berat

badan. Fraktur stress jarang sekali ditemukan pada

anggota gerak atas.

 Klasifikasi klinis

 Fraktur tertutup (Simple Fraktur), bila tidak terdapat

hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.

 Fraktur terbuka (Compoun Fraktur), bila terdapat

hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.

Karena adanya perlukaan dikulit.

7
 Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat (menurut R.

Gustino), yaitu :

 Derajat I :

- Luka < 1 cm.

- Kerusakan jaringan lunak sedikit,

- tidak ada tanda luka remuk.

- Fraktur sederhana, transversal, / komunitif ringan

- Kontaminasi minimal.

 Derajat II :

- Laserasi >1 cm

- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi

- Fraktur komunif sedang

- Kontaminasi sedang.

 Derajat III :

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi

struktur kulit, otot, dan neurovaskuler serta

kontaminasi derajat tinggi.

 Fraktur dengan komplikasi misalnya malunion, delayed,

union, nonunion, infeksi tulang

 Klasifikasi radiologis

 Lokalisasi : diafisal, metafisial, intra- artikuler, fraktur

dengan dislokasi.

8
 Konfigurasi : fraktur transfersal, fraktur oblik, fraktur

spiral, fraktur segmental, fraktur komunitif, fraktur

avulse, fraktur depresi, fraktur pecah, fraktur epifisis.

 Menurut ekstensi : fraktur total, fraktur tidak total,

fraktur buckle atau torus, fraktur garis rambut.

 Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen

lainnya : tidak bergeser, bergeser (bersampingan,

angulasi, rotasi, distraksi, over-riding, impaksi).

c. Manifestasi Klinis

1) Tidak dapat menggunakan anggota gerak.

2) Nyeri pembengkakan.

3) Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian

atau jatuh di kamar mandi pada orang tua, penganiayaan,

tertimpa benda berat, kecelakaan kerja, trauma olahraga).

4) Gangguan fungsi anggota gerak.

5) Deformitas.

6) Krepitasi akibat gesekan fragmen satu dengan yang lainnya.

d. Pemeriksaan Penunjang

1) X-ray : Menentukan lokasi/luasnya fraktur.

2) Scan tulang : Memperlihatkan fraktur lebih jelas,

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

3) Arteriogram : Dilakukan untuk memastikan ada tidaknya

kerusakan vaskuler.

9
4) Hitung darah lengkap : Hemokonsentrasi mungkin meningkat,

menurun pada perdarahan; peningkatan leukosit sebagai respon

terhadap peradangan.

5) Kretinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk

klirens ginjal.

e. Penatalaksanaan

Penanganan fraktur meliputi:

1) Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah

sekeliling tulang.

2) Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan

disekitar tulang yang patah.

3) Penarikan (traksi) : Menggunakan beban untuk menahan

sebuah anggota gerak pada tempatnya. Sekarang sudah jarang

digunakan, tetapi dulu pernah menjadi pengobatan utama

untuk patah tulang pinggul.

4) Fiksasi internal : Dilakukan pembedahan untuk menempatkan

piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang.

Merupakan pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul dan

patah tulang disertai komplikasi.

f. Imobilisasi (Pembidaian)

 Pembidaian dilakukan bila tidak disertai masalah ancaman

nyawa, bisa ditunda sampai secondary survey. Walaupun

demikian cedera ini harus dibidai sebelum pasien dirujuk.

Sebelum dan setelah pemasangan bidai dan meluruskan harus

10
dilakukan pemeriksaan status neurovaskular atau Denyut,

Gerak dan Rasa (DGR).

 Langkah-langkah penanganan patah tulang (Pembidaian).

 DRABC

 Anjurkan pasien untuk tidak bergerak, dan jangan pindahkan

pasien kalau tidak perlu.

 Pada patah tulang terbuka, tutup dengan kasa steril (kain

bersih) sekitar tulang yang menonjol keluar untuk

menghentikan perdarahan (hati-hati jangan sampai merubah

posisi tulang tersebut).

 Ukur bidai sesuai dengan prinsip pemasangan bidai.

 Cek Denyut Gerak Rasa (DGR) sebelum pemasangan bidai.

 Pasang bidai daerah yang cedera supaya tidak bergerak dan

tinggikan daerah tersebut.

 Cek Denyut Gerak Rasa (DGR) setelah pemasangan bidai.

 Tangani syok bila ada.

 Cari bantuan medis.

 Jika pasien tidak sadar jangan beri makan atau minum. Jika

pasien sadar pemberian minum diminimalisir dan hindari

pemberian makan untuk sememtara pada saat penanganan

karena dapat mempengaruhi dan meningkatkan pergerakan.

g. Masalah atau Diagnosis keperawatan

1. Nyeri akut b.d agen injury fisik, spasme otot, gerakan fragmen

tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.

11
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai

darah kejaringan.

3. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan

traksi (pen, kawat, sekrup).

4. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskular,

nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).

5. Resiko infeksi b.d trauma, imunitas tubuh primer menurun,

prosedur invasive (pemasangan traksi).

6. Resiko syok (hipovolemik) b.d kehilangan volume darah

akibat trauma (fraktur).

h. Discharga Planning

1. Meningkatkan masukan cairan.

2. Dianjurkan untuk diet lunak terlebih dahulu.

3. Dianjurkan untuk istirahat yang adekuat.

4. Kontrol sesuai jadwal.

5. Minum obat seperti yang diresepkan dan segera periksa jika

ada keluhan.

6. Menjaga masukan nutrisi yang seimbang.

7. Aktivitas sedang dapat dilakukan untuk encegah keletihan

karena mengalami kesulitan bernafas.

8. Hindari trauma ulang.

12
B. PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas klien yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur,

jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku

bangsa, bangsa yang dipakai, status pendidikan, dan pekerjaan

klien/asuransi kesehatan.

b. Keluhan utama pada saat di kaji klien mengalami post of fraktur

dan memobilisasikan alasannya yaitu mengeluh tidak dapat

melakukan pergerakan nyeri: lemah dan tidak dapat melakukan

sebagaian aktivitas sehari-hari.

Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri

klien di gunakan:

1) Provoking incident apakah ada peristiwa yang menjadi faktor

presipitasi nyeri.

2) Quality of pain seperti apa rasa nyeri yang di rasakan atau di

gambarkan klien.

3) Region apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit menjalar

dan dimana rasa sakit terjadi.

4) Severity seberapa jauh nyeri yang di rasakan klien.

5) Time berapa lama nyeri berlangsung.

c. Riwayat penyakit saat ini

Pengumpulan data yang di lakuakan untuk menentukan sebab dari

nyeri yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan

terhadap klien.

13
d. Riwayat penyakit keluarga

Di dalam anggota keluarga tidak ada mengalami penyakit fraktur.

e. Riwayat Psikososial

Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit klien yang di

deritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta

respon atau pengaruhnya dalam keluarga ataupun dalam

masyarakat.

f. Pola-Pola Fungsi Kesehatan

1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidaktauan akan terjadinya

kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan

kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain

itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme

kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu

keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau

tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).

2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi

kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit.

C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.

Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan

mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat

14
terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang

kurang merupakan faktor predisposisi masalah

muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas

juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola

eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,

konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.

Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,

kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini

juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,

sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur

klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya

tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur

serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 2002).

4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua

bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien

perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu

dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien.

Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk

terjadinya fraktur Ns.Arifianato, S,Kep 29 dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).

15
5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam

masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap

(Ignatavicius, Donna D, 1995).

6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul

ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa

ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,

dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body

image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).

7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada

bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul

gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami

gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius, Donna D, 1995).

8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan

hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan

keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain

itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995).

9) Pola Penanggulangan Stress

16
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya,

yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi

tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak

efektif.

10) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan

beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal

ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien

g. Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status

generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan

pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat

melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana

spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi

lebih mendalam.

1) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan: Keadaan umum: baik atau buruknya yang

dicatat adalah tanda-tanda, seperti: Kesadaran penderita:

apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada

keadaan klien. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik,

ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.

Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik

fungsi maupun bentuk.

17
2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

a) Sistem Integumen

Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,

bengkak, oedema, nyeri tekan.

b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak

ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.

c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,

reflek menelan ada.

d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada

perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris,

tak oedema.

e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis

(karena tidak terjadi perdarahan)

f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak

ada lesi atau nyeri tekan.

g) Hidung

Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

h) Mulut dan Faring

18
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,

mukosa mulut tidak pucat.

i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada

simetris.

j) Sistem pernafasan

Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau

tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang

berhubungan dengan paru.

Palpasi : Pergerakan sama atau simetris,

fermitus raba sama.

Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau

suara tambahan lainnya.

Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada

wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan

onchi.

k) Sistem Kardiovaskuler

Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.

Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada

mur-mur.

l) Sistem pencernaan

Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada

hernia.

19
Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands

muskuler, hepar tidak teraba.

Perkusi : Suara thympani, ada pantulan

gelombang cairan.

Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20

kali/menit.

m) Sistem Reproduksi : Tak ada hernia, tak ada

pembesaran lymphe.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut b.d agen injury fisik, spasme otot, gerakan fragmen

tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.

b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai

darah kejaringan.

c. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan

traksi (pen, kawat, sekrup).

d. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskular,

nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).

e. Resiko infeksi b.d trauma, imunitas tubuh primer menurun,

prosedur invasive (pemasangan traksi).

f. Resiko syok (hipovolemik) b.d kehilangan volume darah akibat

trauma (fraktur).

20
3. Intervensi
No Diagnosis NOC NIC
1 Nyeri akut NOC NIC
Definisi : pengalaman sensori dan emosional yang  Pain level Pain management:
tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan  Pain control - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
jaringan yang actual atau potensial atau digambarkan  Comport level termasuk lokasi, karakteristik, kualitas, dan faktor
sedemikian rupa (internasional association for the Krikteria hasil: presipitasi.
study of pain): awitan yang tiba- tiba atau lambat dari  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, - Observasi reaksi nonverbal dari ktidaknyamanan.
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang mampu menggunakan teknik nonfarmakologi - Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk
dapat diantisipasi/diprediksi dan berlangsung selama untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) mengetahui pengalaman nyeri pasien.
6 bulan.  Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan - Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri evaluasi
Batasan karakteristik: menggunakan management nyeri pengalaman nyeri masa lampau.
 Perubahan selera makan  Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, - Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
 Perubahan tekana darah frekuensi dan tanda nyeri) tentang ketidakefektifan control nyeri masa lampau.
 Perubahan frekuensi jantung  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
 Perubahan prekuensi pernapasan berkurang menemukan dukungan.
 Laporan isyarat - Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
 Diaphoresis
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
 Perilaku distraksi (mis:gelisah, meregek,
menangis) - Kurangi faktor presipitasi nyeri.
 Masker wajah (mis: mata kurang bercahaya, - Pilih dan lakukan pengan nyeri (farmakologi,
tampak kacau, gerakan mata berpencar, atau tetap nonfarmakologi, dan interpersonal).
pada satu focus meringis) - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
 Sikap melindungi area nyeri intervensi.
 Focus menyempit (mis:gangguan presepsi nyeri, - Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi.
hambatan proses berpikir, penurunan interaksi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
dengan orang dan lingkungan)
 Indikasi nyeri yang dapat diamat - Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
 Perubahan posisi untuk menghindari nyeri - Tingkatkan istirahat.
 Sikap tubuh melindungi - Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan
 Dilatasi pupil tidakan nyeri tidak berhasil.
 Melaporkan nyeri secara verbal - Monitor penerimaan pasien tentang managemen nyeri.
 Gangguan tidur Analgesic administration
Faktor yang berhubungan: - Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
 Agen cedera (mis: biologis, zat kimia, fisik, nyeri sebelum pemberian obat.
psikologis - Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi.
- Cek riwayat alergi
- Pilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesic tergantung tipe dan beratnya nyeri.
- Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal.
- Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur.
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesic pertama kali.
- Berikan analgesic tepat waktu terutama saat nyeri
hebat.
- Evaluasi efektivitas analgesic, tanda dan gejala.
2 Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer NOC NIC
Definisi: Penurunan sirkulasi darah ke perifer yang  Circulation status Peripheral Sensation Management (Manajemen
dapat mengganggu kesehatan.  Tissue perfusion: cerebral sensasi perifer)
Batasan karakteristik: kriteria hasil: - Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
 Tidak ada nadi Mendemonstrasikan status sirkulasi yang terhadap panas/dingin/tajam/tumpul.
 Perubahan fungsi motorik ditandai dengan: - Monitor adanya paretese.
 Perubahan karakteristik kulit (warna, elastisitas,  Tekanan systole dan diastole dalam rentang - Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika
rambut, kelembapan, kuku, sensasi, suhu) yang diharapkan ada isi atau laserasi.
 Indek ankle-brakhial <0,90  Tidak ada ortostatik hipertensi - Gunakan sarung tangan untuk proteksi.
 Perubahan tekanan darah diektermitas  Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan - Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.
intrakranial tidak lebih dari 15mmHg
 Waktu pengisian kapiler > 3 detik - Monitor kemampuan BAB.
Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang
 Klaudikasi - Kolaborasi pemberian analgetik.
ditandai dengan:
 Warna tidak kembali ketungkai saat tungkai - Monitor adanya tromboplebitis.
diturunkan  Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan - Diskusikan menenai penyebab perubahan sensasi.
 Kelembapan penyembuhan luka perifer kemampuan
 Penurunan nadi  Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan
 Edema orientasi
 Nyeri ektermitas  Memproses informasi
 Bruit femoral  Membuat keputusan dengan benar.
Menunjukkan fungsi sensori motorik cranial
 Pemendekan jarak total yang ditempuh dalam uji
yang utuh: tingkat kesadaran membaik, tidak
berjalan enam detik
ada gerakan gerakan involunter
 Pemendekan jarak bebas nyeri yang ditempuh
dalam uji berjalan enam detik
 Perestesia
 Warna kulit pucat saat elevasi
Faktor yang berhubungan:
 Kurang pengetahuan tetang faktor pemberat
(mis., merokok, gaya hidup monoton, trauma,
obesitas, asupan garam, imobilitas)
 Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit
(mis,. diabetes, hiperlipidemia)
 Diabetes mellitus
 Hipertensi
 Gaya hidup nonoton
 Merokok

3 Kerusakan integritas kulit NOC NIC


 Tissue integrity : skin and mucous Pressure Management
Defenisi: Perubahan/gangguan epidermis/atau dermis
 Membranes  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
Batasan karakteristik:  Hemodyalis akses longgar
Kriteria Hasil  Hindari kerutan pada tempat tidu
 Kerusakan lapisan kulit (dermis)
 Integritas kulit yang baik bias dipertahankan  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
 Gangguan permukaan kulit (epidermis) (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi,  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
 Invasi struktur tubuh pigmentasi) sekali
Faktor yang behubungan :  Tidak ada luka/lesi pada kulit  Monitor kulit akan adanya minyak/ baby oil pada
 Eksternal  Perfusi jaringan baik daerah yang tertekan
- Zat kimia, radiasi  Meunjukkan pemahaman dalam proses  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Usia yang ekstrim perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera  Monitor status nutrisi pasien
- Kelembapan berulang  Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
- Hipertermia, hipotermia  Mampu melindungi kulit dan mempertahankan
- Factor mekanik (mis; gaya gunting/ shering kelembaban kulit dan perawatan alami Instision site care
forces)  Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses
- Medikasi penyembuhan pada luka ditutup dengan jahitan, klip
atau strapless
- Lembab
 Monitor proses kesembuhan area insisi
- Imobilitas fisik
 Bersikan area sekitar jahitan atau staples,
 Internal menggunakan lidi kapas streril
- Perubahan status cairan  Gunakan preparat antiseptic, sesuai program
- Perubahan pigmentasi  Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau
- Perubahan turgor biarkan luka tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai
- Factor perkembangan program
- Kondisi ketidakseimbangan nutrisi (mis;
obesitas, emasasi)
- Penurunan imunologis
- Penurunan sirkulasi
- Kondisi gangguan sensasi
- Tonjolan tulang
4 Hambatan mobilitas fisik NOC NIC
Defenisi: Keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh  Joint movement: active Exervice therapy: ambulation
 Mobility level - Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan
atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan
 Self care: ADL lihat respon pasien saat latihan
terarah.  Transfer performance - Konsultasikan dengan terapi fisik tengtang rencana
Batasan karakteristik: Kriteria hasil: ambulasi sesuai dengan kebutuhan
 Klien meningkat dalam aktivitas fisik - Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat
 Penurunan waktu reaksi
 Mengerti tujuan dari peningkatan mobilisasi berjalan dan cegah terhadap cedera
 Kesulitan membolak balik posisi  Memverbalisasi perasaan dalam meningkatkan - Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tengtang
 Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti kekuatan dan kempuan berpindah teknik ambulasi
pergerakan (mis,. meningkatakan perhatian pada
aktivitas orang lain, mengendalikan perilaku, Memperagakan penggunaan alat bantu untuk - Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
focus pada ketunadayaan/aktivitas sebelum sakit) - Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
mobilisasi (walker)
 Dispenea setelah beraktivitas secara mandiri sesuai kemampuan
 Perubahan cara berjalan - Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
 Gerakan bergetar penuhi kebutuhan ADLs
 Keterbatasan kemampuan melakukan - Beriakn alat bantu jika klien memerlukan
keterampilan motorik halus - Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan beri
 Keterbatasan kemampuan melakukan bantuan jika diperlukan
keterampilan motorik kasar
 Keterbatasan rentang pergerakan sendi
 Tremor akibat pergerakan
 Ketidakstabilan postur
 Pergerakan lambat
 Pergerakan tidak terkoordinasi
Faktor yang berhubungan:
 Intoleransi aktivitas
 Perubahan metabolisme selular
 Ansietas
 Indeks mas atubuh diatas parentil ke 75 sesuai
usia
 Gangguan kognitif
 Konstaktur
 Kepercayaan budaya tengtang aktivitas sesui usia
 Fisik tidak bugar
 Penurunan ketahanan tubuh
 Penurunan kendali otot
 Penurunan massa otot
 Malnutrisi
 Gangguan ,muskuloskeletal, nyeri
 Agens obat
 Penurunan kekuatan otot
 Kurang pengetahuan tengtang aktivitas fisik
 Keadaan mood depresif
 Keterlambatan perkembangan
 Ketidaknyamanan
 Disuse, kaku sendi
 Kurang dukungan lingkungan (mis,. fisik dan
sosial)
 Keterbatasan ketahanan kardiovaskuler
 Kerusakan integritas stuktur tulang
 Program pembatasan gerak
 Keegganan memulai pergerakan
 Gaya hidup monoton
 Gangguan sensori perseptual
5 Resiko Infeksi NOC NIC
Definisi: Mengalami peningkatan resiko terserang  Immune status Infection Control ( Kontrol Infeksi)
organisme patogenik  Knowledge : Infection control - Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
Faktor – faktor resiko:  Risk control - Pertahankan teknik isolasi
 Penyakit kronis Kriteria Hasil : - Batasi pengungjung bila perlu
- Diabetes Mellitus  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi - Instrusikan pada pengunjung untuk mencuci tangan
- Obesitas  Mendeskripsikan proses penularan penyakit saat berkunjung dan setelah berkunjung
 Pengetahuan yang tidak cukup untuk faktor yang mempengaruhi penularan serta mennggalkan pasien
menghindari pemajanan pathogen penatalaksanaanya - Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
 Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat  Menunjukkan kemampuan untuk mencegah - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
- Gangguan peristalsis timbulnya infeksi keperawatan
 Jumlah leukosit dalam batas normal
- Kerusakan integritas kulit (pemasangan - Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
 Menunjukkan perilaku hidup sehat
kateter intravena, prosedur invasif) pelindung
- Perubahan sekresi pH - Pertahankan lingkungan aseptic selama
- Penurunan kerja sillaris pemasangan alat
- Pecah ketuban dini - Ganti letak V perifer dan line central dan dressing
- Pecah ketuban lama sesuai dengan petunjuk umum
- Merokok - Gunakan kateter intermitten untuk menurunkan
- Statis cairan tubuh infeksi kandung kencing
- Trauma jaringan (mis. Trauma destruksi - Tingkatkan intake nutrisi
jaringan) - Berikan terapi antibotik bila perlu Infection
 Ketidak adekuatan pertahanan sekunder Protection ( proteksi terhadap infeksi)
- Penurunan hemoglobin - Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik local
- Imunosupresi (mis.imunitas didapat tidak - Monitor hitung granulost, WBC
adekuat, agen farmaseutikal termasuk - Monitor kerentanan terhadap infeksi
imunosupresan, steroid, antibodi - Batasi pengunjung
monoclonal, imunomudulator)
- Sering pengunjung terhadap penyakit
- Supresi respon inflamasi
 Vaksinasi tidak adekuat menular
- Pertahankan teknik asepsis pada pasien yang
 Pemajanan terhadap pathogen lingkungan
beresiko
meningkat
- Wabah - Pertahankan teknik isolasi k/p
- Berikan perawatan kuliat pada area epidema
 Prosedur invasive
- Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap
 Malnutrisi
kemerahan panas, drainase
- Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
- Dorong masukan nutrisi yang cukup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai
resep
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif
6 Resiko syok NOC NIC
 Syok prevention Syok prevention
Definisi: Beresiko terhadap ketidakcukupan aliran
 Syok management - Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit,
darah kejaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan Krikteria hasil: denyut jantung, HR, dan ritme, nadi perifer dan
 Nadi dalam batas yang diharapkan kapiler refill
disfungsi seluler yang mengancam jiwa
 Irama jantung dalam batas yang diharapkan - Monitor tanda inadekuat oksigenasi kejaringan
Faktor resiko:  Prekuensi napas dalam batas yang diharapkan - Monitor suhu dan pernapasan
 Irama pernapasan dalam batas yang diharapkan - Monitor input dan output
 Hipotensi
 Natrium serum dalam batas normal - Pantau nilai lab: HB,HT,AGD, dan elektrolit
 Hipovolemi  Kalium serum dalam batas normal
 Hipoksemia - Monitor hemodinamik invasi yang sesuai
 Klorida serum dalam batas normal - Monior tanda dan gejala asietas
 Hipoksia  Kalsium serum dalam batas normal
 Infeksi - Monitor tanda awal syok
 Magnesium serum dalam batas normal
 Sepsis - Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki elevansi
 PH darah serum dalam batas normal
 Sindrom respons inflamasi sistemik untuk peningkatan preload dengan tepat
Hidrasi
 Indicator: - Lihat dan pelihara kepatenan jalan napas
 Mata cekung tidak ditemukan - Berikan cairan IV dan atau oral dengan tepat beikan
 Demam tidak ditemukan vasodilator yang tepat
 TD dbn - Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan
 Hematokrid DBN gejala datangnya syok
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang langkah untuk
mengatasi gejala syok

Syok management
- Monitor fungsi neurologis
- Monitor fungsi renal (e.g BUN dan Cr lavel)
- Monitor tekana nadi
- Monitor status cairan , input dan output
- Catat gas darah arteri dan oksigen dijaringan
- Monitor EKG, sesuai
- Memanfaatkan pemantauan jalur arteri untuk
meningkatkan akurasi pembacaan tekanan darah,
sesuai
- Menggambarkan gas darah arteri dan memonitor
jaringan oksigenasi
- Memantau tren dalam parameter hemodinamik,
(mis: CVP, MAP, tekanan kapiler pulmonan/ arteri)
- Memantau faktor penentu pengiriman faktor
oksigen (mis: PaO2 kadar hemoglobin SaO2,CO),
jika tersedia
- Memantau tingkat karbon dioksida sublingual dan /
atau tonometry lambung, sesuai
- Memonitor gejala gagal pernapasan ( mis: rendah
PaO2, peningkatan PaO2 tingkat, kelelahan otot
pernapasan)
- Monitor nilai LAB (mis: CBC dengan diferensial)
koagulasi propil, ABC, tingkat laktat, budaya, dan
propil kimia)
- Masukan dan memelihara besarnya kebosanan akses
IV
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pada masalah kegawatdaruratan muskuloskeletal dapat dibagi menjadi

tiga, yaitu pada tulang terjadi fraktur, pada sendi terjadi sprain dan

dislokasi, dan pada otot dapat terjadi strain dengan penegakan diagnosanya

dan penanganan yang berbeda.

B. Saran

Untuk lebih mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada

pasien dengan Trauma Musculoskeletal, mahasiswa harus memahami

benar tentang definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik,

penatalaksanaan, serta jenis dan penanganan Trauma Musculoskeletal

secara cepat dan tepat.


DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M. 2016. Nursing interventions classification (NIC) edisi


keenam. Singapora dan indonesia: mocca media.

Nurarif, Amin Huda & Hardhi kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan


Keperawatan Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi jilid 2.
Jogjakarta: Percetakan Mediaction Publishing.

Moorhead, Sue. 2016. Nursing Outcomes classification (NOC) edisi kelima.


Singapora dan indonesia: Moca media.

Pro Emergency. 2014. Basic Trauma Life Support. Jakarta: Land Of


Paradise.

SOS Profesional. 2015. Manual Book Basic Trauma – Cardiac Life Support.
Jakarta: SOS Profesional.

http://id.wikipedia.org/wiki/Fraktur_tulang

Anda mungkin juga menyukai