Anda di halaman 1dari 4

Akibat Buruk 

Ketika Saling Nyindir


Melalui Sosial Media.
Personal BLOG | Sebagai seorang yang hampir setiap hari menulis di blog atau akun sosial media
sendiri, Terkadang memang sulit untuk bisa mengetahui seberapa jauh effect dari tulisan kita yang
dibaca oleh beragam suasana hati pembacanya.
Hal ini juga yang tanpa saya sadari seringkali di beberapa tulisan saya bisa dianggap menyinggung
atau menyindir beberapa kelompok pembaca. Namun itulah yang memang sudah jadi resiko.

Untuk anda yang mungkin pernah mengalami pengalaman yang seperti itu, ada baiknya anda
membaca tulisan yang dimuat oleh hipwee.com yang membahas sebuah tulisan yang hampir sesuai
dengan kondisi tersebut.
Dengan banyaknya sosial media yang ada, kesempatan untuk berkomunikasi dan curhat colongan
di dunia maya semakin besar.

Banyak hal yang tadinya disimpan sendiri sekarang jadi bahan konsumsi khalayak luas.
Nggak jarang, kita terlena oleh segala kemudahan menyampaikan isi hati di sosial media,
lalu menyalahgunakannya.

Salah satunya dengan menjadikan sosial media sebagai “tempat sampah” untuk meluapkan
kekesalan, namun tanpa menyebut jelas tertuju pada siapa kebencian itu.

Aksi yang juga disebut no mention ini patut kamu hindari dan sudahi, karena hanya keburukan-
keburukan ini yang akan kamu tuai.

Akibat Buruk Ketika Saling Nyindir


Melalui Sosial Media
#1. Jika kebiasaan menyindir itu kamu pelihara, pola
pikirmu pun jadi penuh curiga. Waswas semua orang
berbalik menyindirmu walau belum tentu kenyataannya
begitu.
Ketika kamu terbiasa menyindir orang dengan intensi buruk, lambat laun akan ada pikiran buruk yang
selalu menggelayutimu. Jika sudah begini, persepsimu sah teracuni. Kamu jadi selalu insecure dan
penuh curiga, selalu berasumsi buruk kepada siapa saja. Kamu bepikir semua orang perpikiran sama:
hobi menyindirmu tanpa menyebut untuk siapa tujuannya.
Akhirnya kamu jadi sering sensi, merasa celotehan tanpa mention di sosial media mereka ditujukan
buatmu sendiri. Semua karena kamu terbiasa berpikir “Kalau jadi dia, ya aku juga bakal kayak gitu!”
Ketika kamu konfrontasi lalu terbukti itu bukan tentang dirimu sendiri, mau ditaruh di mana mukamu
nanti?

#2. Menyindir di sosial media akan membawa prahara,


saat orang yang sebenarnya tidak kamu sindir
ikut merasa
“@akunsosmedanda: Duh, enak banget ya kerja sambil nyanyi-nyanyi.
Nggak tahu apa ya yang denger rasanya pengen bunuh diri!”

Yang hendak kamu sindir adalah seorang teman yang membuatmu kesal karena berisik saat di
kantor atau tempat umum. Tapi terpikirkah olehmu, siapa saja yang dapat terkena dampak
sindiranmu? Bisa jadi siteman-bersuara-sumbang ini malah tidak membaca cemoohmu. Justru malah
teman-temanmu yang lain–yang kebetulan juga hobi bersenandung saat bekerja–yang bisa
tersinggung.

“Nyindir gue? RT @akunsosmedanda: Duh, enak banget ya kerja sambil


nyanyi-nyanyi. Nggak tahu apa ya yang denger rasanya pengen bunuh
diri!”

Bukan tidak mungkin masalahmu menjadi meluas, yang tadinya tak cocok dengan satu orang saja
jadi merembet ke orang-orang lain juga.

#3. Hanya bisa selalu menyindir di sosial media


membuatmu dicap pengecut dan tidak pernah merasa
bahagia.
Setelah amarahmu kamu sampaikan, setelah sumpah serapahmu kamu luapkan, apakah
perasaanmu jadi baikan? Belum tentu juga ‘kan ya?

Selain itu, coba bayangkan pandangan orang, tentang kamu yang melulu meluapkan kemarahan di
media sosial. Tanpa ada keberanian untuk meluruskan kepada siapa kebencian itu ditujukan.

“Hidup kok ngeluh terus kerjanya… Ngenes yah!”

“Cemen banget sih bisanya nyindir aja.”


“Dih kasihan deh, gak punya teman buat tukar pikiran kali ya…”

Kamu tak bisa menyalahkan mereka, kesimpulan seperti itu kerap tak bisa dihindarkan.

#4. Maklum saja kalau semakin banyak orang enggan


berinteraksi, kebiasaan mengeluhmu dianggap
membawa aura negatif dan bikin risih.
“Aku malas baca updatean si “….”, isinya nyinyir melulu. Jadi ikut stress
bacanya… Aku mute aja deh dia!”

“Haha iya, aku juga! Udah un-follow malah…”

Sadarkah kamu, kalau dengan mengumbar keluhan dan sindiran tanpa alamat itu kamu sudah
menyebarkan aura tak menyenangkan ke sekitarmu?

Tak ada yang suka melihat keluhan bertubi-tubi yang bisa mempengaruhi suasana hati. Tak ada ada
yang doyan merasa tersinggung di wadah seperti sosial media, yang isinya bisa dilihat siapa saja.
Wajar apabila kamu kemudian dijauhi.

#5. Tekanan batinmu justru bisa semakin menjadi.


Ternyata, menyindir tak membuat masalahmu selesai
sendiri
Apakah dengan menyindir tanpa tujuan jelas itu kemudian menyelesaikan masalahmu? Ternyata
tidak. Orang yang kamu sindir bisa saja tak merasa atau tak mengerti. Permasalahanmu dengannya
tak akan kunjung bisa diselesaikan. Kamu hanya akan tenggelam lebih dalam kegusaran yang tak
tersampaikan. Kalaupun yang kamu sindir mengerti, masalah yang tadinya bisa dibicarakan secara
dewasa akan memburuk, membawa hubunganmu semakin tak dapat diselamatkan.

#6. No mention tidak menjadikanmu nampak


berwibawa. Sebaliknya, kamu malah tampak tak becus
meladeni masalah secara dewasa.
“Aku hanya ingin menghindari konfrontasi tidak penting.”
Mungkin ada yang berargumen seperti itu, kalau tindakan menyindir itu hanya demi menghindari
pertengkaran yang tidak dibutuhkan. Tapi apa kamu yakin kesan itu yang akan dimengerti orang-
orang?

Hanya menyindir tanpa berani menyelesaikan pokok permasalahan membuatmu nampak tidak becus
dalam menghadapi suatu rintangan. Kamu terlihat bagai orang berpikiran kerdil yang cuma berani
mencak-mencak di balik lindungan anonimitas semata.

Apakah anda pernah mengalami pengalaman sebagaimana hal tersebut diatas? Jika iya, ada baiknya
kebiasaan buruk tersebut bisa dihentikan ketika memang anda sudah tahu effect buruknya. Akibat
buruknya tidak hanya untuk anda sendiri saja tapi buruk juga untuk teman-teman anda. Tapi lagi-lagi
semuanya dikembalikan kepada diri anda masing-masing. Jika memang anda masih merasa nyaman

melakukan hal tersebut, itu hak anda 

Anda mungkin juga menyukai