Bula DM
Bula DM
Bula DM
MELITUS
Abstract
Diabetes mellitus (DM) is one of the most common chronic
diseases in nearly all countries, and continues to increase in
numbers and significance, as changing lifestyles lead to reduced
physical activity, and increased obesity. Skin disorders are
common in diabetic patients and the prevalence up to 30%. These
manifestations may be summarized in four categories including
dermatologic lesion associated with but not specific for diabetes
mellitus, skin alteration due to diabetic complication, dermatologic
complication of diabetes treatment, dermatoses that are more
common in DM. The manifestations appear during the period of
disease in known cases of DM, but they may also be the first
presentation of the disease or appear many years before the
diagnosis of DM. This article is a brief review of clinical features,
patophysiology and general management of several cutaneous
manifestations in diabetic patients.
Abstrak
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronis yang
paling sering terjadi di hampir semua negara dan prevalensinya
terus meningkat seiring dengan perubahan gaya hidup seperti
kurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya obesitas. Kelainan
kulit sering terjadi pada pasien diabetes dan prevalensinya
mencapai hingga 30%. Manifestasi tersebut dapat dirangkum
dalam empat kategori termasuk lesi kulit berhubungan dengan DM
namun tidak spesifik, perubahan kulit akibat komplikasi diabetes,
komplikasi dermatologis dari pengobatan diabetes dan dermatosis
yang lebih sering terjadi pada DM. Manifestasi kulit dapat terjadi
selama perjalanan DM itu, dapat juga merupakan tanda awal
penyakit
maupun telah muncul beberapa tahun sebelum diagnosis DM.
Artikel ini membahas gambaran klinis, patofisiologi dan
manajemen umum dari beberapa manifestasi kulit pada pasien-
pasien diabetes.
Pendahuluan
Prevalensi Diabetes melitus (DM) di seluruh dunia terus meningkat
dari tahun ke tahun baik itu di negara berkembang maupun negara
maju.1 Dari data epidemiologis prevalensi DM sebesar 1,5 – 2,3%
pada penduduk yang usia lebih dari 15 tahun dengan prevalensi di
daerah pedesaan lebih rendah daripada di daerah perkotaan di
Indonesia. Hasil RISKESDAS oleh Depkes pada tahun 2007,
mendapatkan jika prevalensi DM di Indonesia mencapai 5,7% dan
meningkat menjadi 6,9% pada tahun 2013. 2 Tingginya prevalensi
DM juga didapatkan di Bali mencapai 5,9%.
Diabetes melitus dapat disebut juga disebut silent killer
sebab penyakit ini dapat menyerang beberapa organ tubuh dan
mengakibatkan berbagai macam keluhan. Sebagian besar dari
pasien DM tidak memperhatikan perawatan kesehatan untuk
dirinya sendiri padahal komplikasi DM sudah dimulai sejak dini
sebelum diagnosis ditegakkan dan deteksi dini serta penanganan
secara dini akan memperbaiki kualitas hidup pasien. Sebanyak
30% - 70% pasien dengan diabetes melitus terdeteksi adanya
keterlibatan kulit selama perjalanan penyakit kronis ini yang
dipengaruhi oleh mikrovaskular kulit pada DM. 3
Hampir semua pasien dibetes mempunyai keluhan atau lesi
di kulitnya yang berkaitan dengan kondisinya.4 Perubahan kulit
pada pasien DM dapat terjadi sebelum diagnosis DM ditegakkan
dan relevan dengan penyakit DM. Ataupun manifestasi kulit yang
terjadi dalam perjalanan penyakit DM yang berhubungan dengan
komplikasi DM atau oleh karena efek samping dari terapi
antidiabetes.5 Beberapa kondisi kulit pada pasien DM adalah akibat
langsung perubahan metabolik seperti hiperglikemia dan
hiperlipidemia. Kerusakan progresif vaskular, neurologis, atau
sistem kekebalan tubuh juga berkontribusi secara signifikan
terhadap manifestasi kulit.3
Patofisiologi terjadinya kelainan kulit pada DM
Perubahan kulit pada DM dapat melalui berbagai patomekanisme.
Pada sebuah studi invitro memperlihatkan bahwa DM memberi
efek negatif pada setiap parameter sel tidak hanya secara langsung
melalui kadar glukosa patologis, akan tetapi juga secara tidak
langsung yaitu terbentukny advanced glycation end products
(AGEs). Advanced glycation end products berinteraksi dengan dan
mempengaruhi fungsi biologis sejumlah protein intra dan ekstra
seluler seperti kolagen tipe 1, superoksida dismutase 1 atau
reseptor epidermal growth factor. AGEs juga mengaktifasi sitokin
proinflamasi yaitu nuclear factor KB (NF-KB). Kadar glukosa
patologis sebagaimana AGEs menyebabkan peningkatan stress
oksidatif intraseluler, termasuk pembentukan reactive oksigen
species (ROS).4,5
Kadar glukosa patologis tidak hanya menghambat
proliferasi, migrasi dan biosintesis protein pada keratinosit dan
fibroblast, hal tersebut juga menyebabkan apoptosis sel endotel dan
menghambat sintesis nitrat oksida dengan menghambat enzim
nitrat oksida sintetase (NO), sehingga menyebabkan vasodilatasi in
vivo. Selanjutnya, kadar glukosa patologis menekan kemotaksis
dan fagositosis pada berbagai tipe sel sistem imun alamiah. 5
Patomekanisme yang digarisbawahi diatas menyebabkan
mikro dan makroangiopati, yang selanjutnya menyebabkan
hipoksia jaringan dan kerusakan saraf, konsekuensinya adalah
neuropati diabetic, menyebabkan penurunan nosisepsi, kerentanan
terhadap trauma eksogen, penurunan sirkulasi, anhidrosis dan
xeroderma.5
Tidak ada klasifikasi yang khusus untuk manifestasi kulit
yang ditemukan pada DM, beberapa penulis
mengklasifikasikannya sebagai berikut: I. Manifestasi dermatologis
yang berhubungan dengan DM tetapi tidak spesifik pada DM yaitu
Necrobiosis lipoidica, dermopati diabetik, acanthosis nigricans
dan bula diabetik, skleredema diabetikorum. II. Lesi kulit yang
berhubungan dengan komplikasi diabetes: diabetic foot, infeksi
kulit yang berhubungan dengan diabetes, xantomatosis dan
xantelasma. III.
Kondisi kulit yang berhungan dengan pengobatan diabetes. IV.
Kondisi lain yang sering terjadi pada DM yaitu vitiligo, liken
planus, Disseminated Granuloma Annulare.3,6
2. Dermopati diabetes
Prevalensi dermopati diabetes atau “shin spot” pada pasien DM
rawat jalan bervariasi. Penelitian di Swedia, dermopati diabetes
ditemukan pada 33% pasien DM tipe 1 dan 39% pada pasien DM
tipe 2.4 Dermopati diabetes lebiih sering pada pasien dg DM dan
pada laki-laki.7 Penelitian yang dilakukan pada 173 pasien DM,
insiden “shin spots” berkorelasi dengan durasi diabetes dan
retinopati, nefropati serta neuropati. 4
Gb. 2. Dermopati diabetes dengan
makula hiperpigmentasi di area pretibial.
3. Acanthosis nigricans
Acanthosis nigricans (AN) merupakan manifestasi dermatologis
pada DM yang paling mudah dikenal dan kebanyakan kasus
berhubungan dengan obesitas dan resisten insulin tipe A dan pada
beberapa kasus berhubungan dengan peningkatan produksi
androgen. Prevalensi Acanthosis nigricans bervariasi pada berbagai
ras, lebih tinggi pada ras Afrika-Amerika yaitu 13% dan Hispanik
5%.4
Acanthosis nigricans pada wanita dengan hiperandrogen
dan resistensi insulin dapat ditemukan adanya kerusakan fungsi
resptor insulin atau adanya antibodi resptor anti insulin. Stimulasi
growth factor yang berlebihan pada kulit menyebabkan proliferasi
yang tidak normal dari keratinosit dan fibroblas adalah dasar dari
fenotip AN.4
Ditandai dengan papilomatosis berwarna coklat atau kehitaman
disertai penebalan kulit dengan permukaan seperti beludru.4,8
Distribusi simetris di daerah lipatan dan lekukan tubuh terutama di
leher, aksila, umbilikus, areola, siku, pangkal paha. 4 Kadang dapat
ditemukan lesi pada punggung tangan disebut “tripe hands” yang
berkaitan dengan lesi AN pada lokasi tubuh lain. Akrokordon atau
skin tag sering tumbuh di lokasi AN.3
4. Bula diabetik
Bula diabetik atau bulosis diabetikorum adalah manifestasi kulit
yang jarang pada DM, hanya terjadi sekitar 0,2%-0,5% dari pasien.
Bula yang muncul secara spontan di area ekstremitas bawah dan
tidak ada riwayat trauma atau infeksi sebelumnya. Bula diabetik
berdinding tegang dengan ukuran 0,5-3 cm tanpa inflamasi di kulit
sekitarnya yang terjadi secara akut dan tidak nyeri. Bula diabetik
mempunyai karakteristik rekuren yang terutama terjadi pada DM
usia lanjut.3,4
Patogenesis bula diabetik belum diketahui. Diperkirakan
kulit yang rapuh pada DM berperan pada bula diabetik yaitu
pembentukan AGEs pada pasien DM. Pemeriksaan histopatologi
memperlihatkan ada celah subepidermal, dengan sel-sel
nonakantolitik intraepidermal.4 Bula diabetik adalah suatu kondisi
yang dapat membaik atau menyembuh tanpa pengobatan biasanya
dalam 2-4 minggu. Antibiotik topikal dapat diberikan pada lesi
bula yang besar dan didrainase.9
5. Skleredema diabetikorum
2. Eruptive Xanthomas
Manifestasi klinis dari xantomatosis berupa papul-papul merah
kekuningan yang berukuran 1 sampai 4 mm berlokasi pada bokong
atau permukaan ekstensor pada ektremitas. Lesi ini sering
berkelompok dan membentuk plak.
Pada DM yang tidak terkontrol dan hipertrigliserid terdapat
peningkatan level trigliserid yang mengakibatkan berkurangnya
aktivitas lipoprotein lipase serta kilomikron dan VLDL (very low
density lipoprotein) yang berhubungan dengan erupsi xanthoma.
Pemeriksaan histopatologi, tampak infiltrasi makrofag yang berisi
lipid di dermis. Tidak seperti bentuk xantoma yang lain, tetapi
tampak foam cell yaitu makrofag yang lebih didominasi trigliserida
daripada kolesterol ester. Pengobatannya adalah dengan
mengontrol kadar trigliserida dalam darah, diet rendah lemak, dan
mengontrol kadar gula darah.