DISUSUN OLEH :
B. Etiologi
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat disebabkan oleh
virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur). Mikroorganisme kausal yang paling
sering ditemukan pada orang dewasa adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus,
dan Streptococcus pneumonia. Spesies Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga
sering ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara
efek toksik langsung dari mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan respons
inflamasi normal dari host terhadap infeksi.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok septik.
Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70% isolat yang
ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif saja; sisanya
ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya. Kultur lain seperti sputum,
urin, cairan serebrospinal, atau cairan pleura dapat mengungkapkan etiologi spesifik,
tetapi daerah infeksi lokal yang memicu proses tersebut mungkin tidak dapat diakses
oleh kultur.
Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya populasi dunia,
pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup lebih lama, terdapat
frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara pasien-pasien AIDS, terapi medis (misalnya
dengan glukokortikoid atau antibiotika), prosedur invasif (misalnya pemasangan kateter),
dan ventilasi mekanis. Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh.
Daerah infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih,
perut, dan panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
1. Infeksi paru-paru (pneumonia)
2. Flu (influenza)
3. Appendiksitis
4. Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
5. Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)
6. Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter telah
dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
7. Infeksi pasca operasi
Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis. Sekitar pada satu dari lima
kasus, infeksi dan sumber sepsis tidak dapat terdeteksi.
C. Manifestasi klinis
Tanda – tanda dan gejala yang sering ditemukan;
1. Fisik;
a. HIpertermia (>38° C)
b. Demam
c. Tachycardia (>90 x / menit)
d. Tachypnea (>20 x ? menit)
e. Hypotermia (>36° C)
f. Sakit kepala, pusing, pingsan
g. Riwayat Trauma
h. Malaise
i. Hypotensi
j. Anoreksia
k. Gelisah
l. Gangguan status mental : disoreintasi, delirium, koma
m. Suara jantung : deritmia, S3
n. Ditemukan luka : operasi, luka traumatik, post partum, ganggren
2. Laboratorium
a. Acidosis Metabolik
b. Alkalosis Respiratonik
c. PT / PTT memanjang
d. Trombositopenia
e. Leokositosis (>12.000 / mm3)
f. Hyperglikemia
g. Kultur Sensi (luka, spuntum, urine, darah) positif
h. EKG : Perubahan segmen ST, Gelombang T, distania
i. BUN, creat, elektrolit meningkat
j. Perubahan hasil tes fungsi hati
D. Patofisiologi
Sepsis disebabkan oleh bakteri gram negatip (70%), bakteri gram positip (20-40%),
jamur dan virus (2-3%), protozoa (Iskandar, 2002).Produk bakteri yang berperan penting
pada sepsis adalah lipopolisakarida (LPS) yang merupakan komponen utama membran
terluar bakteri gram negatip dan berperan terhadap timbulnya syok sepsis (Guntur, 2008;
Cirioni et al., 2006). LPS mengaktifkan respon inflamasi sistemik (Systemic Inflamatory
Response Syndrome/SIRS) yang dapat mengakibatkan syok serta Multiple Organ Failure
(MOF) (Arul, 2001). Apoptosis berperan dalam terjadinya patofisiologi sepsis dan
mekanisme kematian sel pada sepsis (Hotchkiss dan Irene, 2003; Chang et al.,
2007).Pada pasien sepsis akan terjadi peningkatan apoptosis limfosit lebih besar dari
25% total limfosit di lien (Irene, 2007).
Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis, masih banyak
faktor lain (nonsitokin) yang sangat berperan dalam menentukan perjalanan penyakit.
Respon tubuh terhadap patogen melibatkan berbagai komponen sistem imun dan sitokin,
baik yang bersifat proinflamasi maupun antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi
adalah tumor necrosis factor(TNF), interleukin-1(IL-1), dan interferon-γ (IFN-γ) yang
bekerja membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi.
Termasuk sitokin antiinflamasi adalah interleukin-1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4,
dan IL-10 yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon
yang berlebihan. Sedangkan IL-6 dapat bersifat sebagai sitokin pro- dan anti-inflamasi
sekaligus.
Penyebab sepsis paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik dari endotoksin
gram (-) maupun eksotoksin gram (+). Komponen endotoksin utama yaitu
lipopolisakarida (LPS) atau endotoksin glikoprotein kompleks dapat secara langsung
mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral, bersama dengan antibodi dalam serum
darah penderita membentuk lipopolisakarida antibodi (LPSab). LPSab yang berada
dalam darah penderita dengan perantaraan reseptor CD14+ akan bereaksi dengan
makrofag yang kemudian mengekspresikan imunomudulator.
Pada sepsis akibat kuman gram (+), eksotoksin berperan sebagai super-antigen
setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen processing
celldan kemudian ditampilkan sebagai antigen presenting cell (APC). Antigen ini
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari major histocompatibility
complex (MHC), kemudian berikatan dengan CD42+(limposit Th1 dan Th2) dengan
perantaraan T cell receptor(TCR).
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limposit T akan
mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai imunomodulator yaitu: IFN-γ,
IL-2, dan macrophage colony stimulating factor (M-CSF0. Limposit Th2 akan
mengeluarkan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. IFN-γ meransang makrofag mengeluarkan IL-
1ß dan TNF-α. Pada sepsis IL-2 dan TNF-α dapatmerusak endotel pembuluh darah. IL-
1ß juga berperandalam pembentukan prostaglandin E2 (PG-E) dan meransang ekspresi
intercellular adhesion molecule-1(ICAM-1). ICAM-1 berperan pada proses adhesi
neutrofil dengan endotel.Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan
lisosim yang menyebabkan dinding endotel lisis. Neutrofil juga membawa superoksidan
radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi mitokondria. Akibat proses tersebut
terjadi kerusakan endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel akan menyebabkan
gangguan vaskuler sehingga terjadi kerusakan organ multipel.
Masuknya mikroorganisme penginfeksi ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi
yang berlebihan dari sistem imun dan menyebabkan aktivasi APC yang akan
mempresentasikan mikroorganisme tersebut ke limfosit. APC akan mengeluarkan
mediator-mediator proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, IL-6, C5a dan lainnya, yang
menimbulkan SIRS dan MOD yang dihasilkan oleh sel limfosit akan menyebabkan
limfosit teraktivasi dan berproliferasi serta berdiferensiasi menjadi sel efektor (Abbas
dan Litchman, 2005; Remick, 2007).
E. Pathways
Peningkatan permeabilitas
kapiler paru
Peningkatan tekanan hidrostatik
Edema paru
G. Penatalaksanaan
Manajemen Awal
Tujuan awal pengobatan adalah untuk mempertahankan jalan napas dan memberikan
resusitasi cairan yang adekuat. Pada pasien dengan gangguan hemodinamik atau
pernapasan, bantuan pernapasan seperti oksigen supplemental (jika diperlukan dapat
dilakukan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanis) merupakan prioritas utama.
Setelah melakukan stabilisasi pernapasan, berikan resusitasi cairan, terapi
vasopressor, identifikasi dan kontrol infeksi, pemberian antibiotik, serta drainase sumber
infeksi. Konsultasi tindakan pembedahan diperlukan pada kecurigaan kasus abdomen
akut dan infeksi necrotizing.
Pada awal penatalaksanaan setelah stabilisasi pernapasan, sebaiknya dilakukan
pemasangan kateter vena sentral dan arterial untuk menjaga tekanan vena antara 8-12
mmHg, tekanan darah rerata minimal 65 mmHg, dan output urine yang adekuat.
1. Resusitasi Cairan Awal
Adanya hipovolemia, depresi miokard, dan hipoperfusi pada sepsis dapat
menyebabkan terjadinya hipotensi yang akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas
pada pasien sepsis. Resusitasi cairan segera dilakukan ketika pasien dicurigai
mengalami sepsis. Kristaloid isotonik merupakan cairan yang paling sering
digunakan.
Dapat digunakan pengukuran tekanan vena sentral untuk melihat respon terapi
inisial. Pada pasien sebaiknya dilakukan fluid challenge 20 mL/kg selama maksimal
30 menit. Apabila terdapat perbaikan, dilanjutkan dengan resusitasi cairan sebanyak
500 mL. Rerata volume resusitasi cairan pada percobaan sepsis adalah 5 L dalam 6
jam. Respon terhadap resusitasi cairan biasanya dapat dilihat dalam 12 jam pertama
yang diukur dari tekanan darah, perfusi jaringan, dan urine output.
2. Terapi Vasopresor
Bantuan vasopressor direkomendasikan apabila resusitasi cairan gagal untuk
mengembalikan perfusi organ. Tekanan arteri rerata yang harus dicapai adalah >65
mmHg. Dopamine dan norepinephrine merupakan agen vasopressor utama yang
direkomendasikan dalam tatalaksana syok sepsis.
3. Terapi Antibiotik
Pemberian terapi antibiotik sejak awal dapat mempercepat perbaikan
klinis. Guidelines merekomendasikan pemberian antibiotik dalam 1 jam setelah sepsis
dicurigai. Adanya keterlambatan pemberian antibiotik dapat menurunkan
angka survival sebesar 8% setiap jamnya. Pemberian terapi empiris diberikan
berdasarkan kemungkinan sumber patogen, konteks klinis (community vs hospital
acquired) dan pola resistensi bakteri.
Manajemen Lanjutan
Terdapat beberapa manajemen pada pasien sepsis untuk membantu memperbaiki
gejala klinis dan meningkatkan angka kesembuhan, yaitu :
1. Terapi Produk Darah
Pemberian packed red blood cells (PRC) direkomendasikan untuk mendapatkan
hematokrit >30% ketika saturasi oksigen vena sentral <70% setelah tekanan arteri
rerata sudah stabil. Transfusi trombosit juga dapat diberikan jika jumlah trombosit
<5000/uL atau jika ada risiko perdarahan.
2. Kortikosteroid
Studi mengenai penggunaan kortikosteroid pada sepsis belum ada yang dilakukan
di Indonesia. Studi yang ada menganjurkan pemberian kortikosteroid pada pasien
dengan syok sepsis yang tidak berespon terhadap terapi vasopressor dan resusitasi
cairan.
3. Profilaksis Thrombosis Vena Dalam
Penggunaan heparin unfractionated dosis rendah atau low molecular weight
heparin bisa dipertimbangkan apabila tidak terdapat kontraindikasi.
4. Kontrol Gula Darah
Penggunaan insulin intravena apabila didapatkan adanya hiperglikemia reaktif.
5. Profilaksis Stress Ulcer
Diberikan terutama pada pasien dengan gagal multi organ atau yang menerima
ventilasi mekanik.
H. Pengkajian
1. Airway : Yakinkan kepatenan jalan napas, Berikan alat bantu napas jika perlu, Jika
terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera
mungkin ke ICU
2. Breathing: Kaji jumlah pernapasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala
yang signifikan, Kaji saturasi oksigen, Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status
oksigenasi dan kemungkinan asidosis, Berikan 100% oksigen melalui non re-breath
mask, auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada, Periksa foto thorak
3. Circulation: Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan,
Monitoring tekanan darah, tekanan darah, Periksa waktu pengisian kapiler, Pasang
infuse dengan menggunakan canul yang besar, Berikan cairan koloid – gelofusin
atau haemaccel, Pasang kateter, Lakukan pemeriksaan darah lengkap, Catat
temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari 360C,
Siapkan pemeriksaan urin dan sputum, Berikan antibiotic spectrum luas sesuai
kebijakan setempat.
4. Disability: Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan
menggunakan AVPU.
5. Exposure: Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat
suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
6. Aktivitas dan istirahat ; Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia
7. Sirkulasi
· Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary, fenomena
embolik (darah, udara, lemak)
· Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia),
hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock), Heart rate : takikardi biasa terjadi,
Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat terjadi
disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal, Kulit dan membran
mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
8. Integritas Ego: Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian,
Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.
9. Makanan/Cairan: Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea, Obyektif : Formasi
edema/perubahan berat badan, hilang/melemahnya bowel sounds
10. Neurosensori: Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental,
disfungsi motorik
11. Respirasi; Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal
diffuse, kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”, Obyektif : Respirasi :
rapid, swallow, grunting
I. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan O2 , edema paru.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan preload.
3. Hipertermi / hipotermi berhubungan dengan proses infeksi
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac output yang
tidak mencukupi.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
J. NOC
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan O2 edema paru.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Airway Managemen :
keperawatan selama ... x 24 Buka jalan nafas
jam . pasien akan : Posisikan pasien untuk memaksimalkan
TTV dalam rentang normal ventilasi ( fowler/semifowler)
Menunjukkan jalan napas yang Auskultasi suara nafas , catat adanya suara
paten tambahan
Mendemostrasikan suara napas Identifikasi pasien perlunya pemasangan
yang bersih, tidak ada sianosis alat jalan nafas buatan
dan dypsneu. Monitor respirasi dan status O2
Monitor TTV.
DAFTAR PUSTAKA
Saputra, R. Laporan pedahuluan sepsis di RSUD R.A. Kartini Jepara, diakses 21
november 2019 dari: https://www.academia.edu/9216334/143347168-lp-sepsis-ICU-
docx
Angraeni, B. Laporan pendahuluan sepsis diruang ICU RSUD Dr.M.Ashari Pemalang,
diakses 21 november 2019. https://www.scribd.com/document/249945289/LP-SEPSIS
Afri,Z. LAPORAN PENDAHULUAN Pada Klien dengan Kasus “SEPSIS”Di Ruang UGD RSUD
Dr.ISKAK Tulungagung. https://www.academia.edu/9935061/LP_and_ASKEP_SEPSIS_SISKA
http://ilmukeperawatandankesehatan.blogspot.com/2016/01/laporan-pendahuluan-
asuhan-keperawatan_29.html
http://eprints.undip.ac.id/44902/3/Yessica_Putri_H_22010110120030_Bab2KTI.pdf
http://ayumiayumi-ayumii.blogspot.com/2015/07/lp-asuhan-keperawatan-pasien-dengan.html