Anda di halaman 1dari 23

TUGAS MATA KULIAH

KONSEP KOMUNIKASI PADA REMAJA DAN USIA DEWASA


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Komunikasi
Dosen Pembimbing : Lailatul Fadilah, S.Kep, Ners, M.Kep

Disusun Oleh:

FITRIA HANDAYANI NENGSIH

P27901119022

2A DIII KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES BANTEN


JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI PENDIDIKAN DIII KEPERAWATAN
2020
Komunikasi pada Remaja

1. Definisi Remaja
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa
ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak kemasa dewasa
yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial. Di
sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia
10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatdmojo, 2007). Menurut
Soetjiningsih (2004) Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak
yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun
sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda. Berdasarkan umur
kronologis dan berbagai kepentingan, terdapat defenisi tentang remaja yaitu :
1. Pada buku-buku pediatri, pada umumnya mendefenisikan remaja
adalah bila seorang anak telah mencapai umur 10-18 tahun dan umur 12-20
tahun anak laki- laki.
2. Menurut undang-undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan
anak, remaja adalah yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.
3. Menurut undang-undang perburuhan, anak dianggap remaja apabila
telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat
tinggal.
4. Menurut undang-undang perkawinan No.1 tahun 1979, anak dianggap
sudah remaja apabila cukup matang, yaitu umur 16 tahun untuk perempuan
dan 19 tahun untuk anak-anak laki-laki.
5. Menurut dinas kesehatan anak dianggap sudah remaja apabila anak
sudah berumur 18 tahun, yang sesuai dengan saat lulus sekolah menengah.
6. Menurut WHO, remaja bila anak telah mencapai umur 10-18 tahun.

2. Tahap – tahap Perkembangan Remaja


Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap
perkembangan remaja:
A. Remaja awal (early adolescent)
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan -
perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan- dorongan yang
menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran
baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis.
Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis ia sudah berfantasi erotik.
Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali
terhadap ego menyebabkan para remaja awal ini sulit dimengerti dan
dimengerti orang dewasa.

B. Remaja madya (middle adolescent)


Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang
kalau banyak teman yang mengakuinya. Ada kecenderungan narsistis yaitu
mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang sama dengan
dirinya, selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu
memilih yang mana peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri,
optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Remaja pria
harus membebaskan diri dari oedipus complex (perasaan cinta pada ibu
sendiri pada masa anak-anak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-
kawan.

C. Remaja akhir (late adolescent)


Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan
ditandai dengan pencapaian lima hal yaitu:
 Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
 Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan
dalam pengalaman- pengalaman baru.
 Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
 Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti
dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.
 Tumbuh ”dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan
masyarakat umum.
Berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja kita sangat
perlu untuk mengenal perkembangan remaja serta ciri-cirinya.
Berdasarkan sifat atau ciri perkembangannya, masa (rentang waktu)
remaja ada tiga tahap yaitu:
a. Masa remaja awal (10-12 tahun)
 Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya.
 Tampak dan merasa ingin bebas.
 Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan
tubuhnya dan mulai berpikir yang khayal (abstrak).
b. Masa remaja tengah (13-15 tahun)
 Tampak dan ingin mencari identitas diri.
 Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis.
 Timbul perasaan cinta yang mendalam.
c. Masa remaja akhir (16-19 tahun)
 Menampakkan pengungkapan keebasan diri.
 Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.
 Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya.
 Dapat mewujudkan perasaan cinta.
 Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak.

3. Karakteristik
Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan remaja yang mencakup
perubahan transisi biologis, transisi kognitif, dan transisi sosial akan dipaparkan
di bawah ini:
1. Transisi Biologis
Perubahan fisik yang terjadi pada remaja terlihat nampak pada saat masa
pubertas yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan serta kematangan sosial.
Diantara perubahan fisik itu, yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan
jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi semakin panjang dan
tinggi). Selanjutnya, mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan
haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual
sekunder yang tumbuh.
2. Transisi Kognitif
Pemikiran operasional formal berlangsung antara usia 11 sampai 15 tahun.
Pemikiran operasional formal lebih abstrak, idealis, dan logis daripada pemikiran
operasional konkret. Piaget menekankan bahwa bahwa remaja terdorong untuk
memahami dunianya karena tindakan yang dilakukannya penyesuaian diri
biologis. Secara lebih lebih nyata mereka mengaitkan suatu gagasan dengan
gagasan lain. Mereka bukan hanya mengorganisasikan pengamatan dan
pengalaman akan tetapi juga menyesuaikan cara berfikir mereka untuk
menyertakan gagasan baru karena informasi tambahan membuat pemahaman
lebih mendalam.
3. Transisi Sosial
Pada transisi sosial remaja mengalami perubahan dalam hubungan individu
dengan manusia lain yaitu dalam emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari
konteks sosial dalam perkembangan. Membantah orang tua, serangan agresif
terhadap teman sebaya, perkembangan sikap asertif, kebahagiaan remaja dalam
peristiwa tertentu serta peran gender dalam masyarakat merefleksikan peran
proses sosial-emosional dalam perkembangan remaja.

4. Pendorong
Masa remaja merupakan masa dimana remaja ingin mengetahui dan mencoba
segala hal baik positif maupun negatif. Peran orang tua sangat penting di masa
ini , agar anak bisa menempatkan dirinya ke tempat dimana semestinya dia
tempati. Peran orang tua sangatlah penting bagi perlindungan remaja terhadap
pergaulan bebas, karena orang tua merupakan orang pertama yang mendidik anak
mereka dari mulai dini hingga dewasa. Jadi orang tua berhak memberikan
perlindungan terhadap anak dengan cara mendidik dengan pendidikan yang baik
dan mengarahkan anak agar tidak terjerumus pergaulan bebas yang akan
dihadapi anak mereka saat remaja nanti, serta orang tua harus memberi
pengertian tentang pergaulan bebas dan dampak buruk yang akan dialaminya
apabila ia terjerumus dalam pergaulan bebas sehingga saat remaja, dia tidak akan
terjerumus karena telah mengetahui dampak buruk dari perbuatan tersebut. Peran
orang tua sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan anak remajanya. Jika
orang tua selalu memaksakan kehendaknya, anak remaja akan kehilangan
kesempatan untuk mengembangkan dirinya sendiri secara dewasa. Akibatnya
mereka akan bertumbuh menjadi remaja yang secara emosional tidak dewasa,
tergantung, dan terombang-ambing. Jika orang tua memberikan perlindungan
yang berlebihan, terdapat kecenderungan anak remajanya, akan kehilangan
indepedensinya. Sebaliknya jika orang tua terlalu memberikan kebebasan, anak
remajanya akan bertumbuh menjadi generasi “hura-hura,” tanpa tujuan hidup
yang jelas. Sebagai orang tua harus tahu jadwal kegiatan sang anak bila ada
waktu kosong berilah sang anak less tambahan atau less bakat yang dimilikinya
kemudian ajaklah anak-anak berlibur diakhir pekan supaya pemikiran lebih fresh.

5. Hambatan
Banyak hambatan yang terjadi dalam komunikasi pada remaja antara lain :
1. Sikap Defensif
Sederhananya, defensif memiliki makna bertahan. Sikap ini biasanya akan
muncul ketika seseorang berlaku tidak jujur, menyembunyikan sesuatu, tidak
menerima, dan kehilangan sikap empati terhadap lawan bicara. Orang yang
defensif selalu mengalami hambatan dalam komunikasi karena dalam
berkomunikasi cenderung untuk lebih banyak bertahan dan melindungi diri
daripada berusaha memahami pesan yang disampaikan orang lain. Ada banyak
hal yang menyebabkan seseorang berlaku defensif, baik yang bersifat situasional,
misalnya perilaku komunikasi orang lain yang terlalu agresif, maupun yang
bersifat personal, seperti sikap rendah diri, ketakutan, kecemasan, pengalaman
yang buruk, dan sebagainya.

2. Sikap yang Tertutup


Hambatan dalam komunikasi interpersonal akan terjadi apabila satu pihak
atau kedua pihak yang berkomunikasi tidak saling terbuka. Sikap ini akan timbul
ketika seseorang menilai pesan yang disampaikan orang lain berdasarkan motif
pribadinya. Artinya, setiap pesan akan dinilai berdasarkan desakan dari dalam
diri yang bersangkutan, misalkan karena merasa diri benar dan orang lain salah,
merasa berkuasa atau ingin berkuasa, ingin bertahan dalam zona nyaman, egois,
karena keyakinan, dan sebagainya. Pak Fulan, sebagaiman dalam kisah di atas,
terlihat sangat tertutup dan kaku kepada istrinya karena ia merasa berkuasa dan
tidak layak diperintah ini dan itu.
Sekarang coba Anda bayangkan, satu faktor saja sudah menjadi hambatan
dalam komunikasi, bagaimana jika ketiganya bergabung? Ternyata,
bergabungnya tiga sikap ini dalam proses komunikasi akan melahirkan sikap
saling tidak mengerti, tidak menghargai, dan pada akhirnya akan menghancurkan
hubungan interpersonal. Selain hambatan dalam komunikasi yang telah
dijelaskan di atas, seperti yang diungkapkan Leonard R.S. dan George Strauss
dalam Stoner james, lalu A.F dan Charles Wankel sebagaimana yang dikutip oleh
Herujito (2001),masih ada beberapa hambatan terhadap komunikasi yang efektif,
di antaranya sebagai berikut.
 Mendengar; Banyak hal atau informasi yang ada di sekeliling kita, namun
tidak semua yang kita dengar dan tanggapi. Informasi yang menarik bagi kita,
itulah yang ingin kita dengar.
 Mengabaikan dan menilai sumber informasi; Kita cenderung mengabaikan
informasi yang diutarakan oleh seorang anak kecil.
 Persepsi yang berbeda; perbedaan persepsi antara si pemberi pesan dengan
penerima pesan akan menghambat komunikasi, bahkan melahirkan pertengkaran.
 Pengaruh emosi; Pada keadaan marah, seseorang sulit menerima informasi.
informasi apa pun yang diberikan tidak akan ditanggapinya.
 Gangguan; Gangguan iini bisa berupa suara yang bising saat berkomunikasi,
jarak yang terlalu jauh, dan lain-lain.

3. Tidak Ada Kepercayaan (Trust)


Sikap percaya adalah syarat pertama dalam membangun komunikasi yang
baik. Ketika kepercayaan itu hilang, hilang pula efektivitas dari sebuah proses
komunikasi. Sebagai contoh, ketika kita tidak percaya kepada seorang teman,
mungkin karena ia tidak jujur atau kita merasa kalau ia akan berkhianat, biasanya
kita pun akan menjaga jarak dengan dia, tidak terlalu membuka diri, berbicara
pun hanya seperlunya. Akibatnya, hubungan komunikasi yang terjalin menjadi
sangat dangkal dan tidak akrab.
6. Strategi Berkomunikasi dengan Remaja
Strategi untuk berkomunikasi dengan remaja memang tidak mudah.
Komunikasi, baik verbal maupun nonverbal pada dasarnya merupakan salah satu
aspek yang penting dalam proses pendidikan anak , juga meupakan sumber
rangsangan untuk membentuk kepribadian anak.Apabila komunikasi antara
perawat dan remaja dapat berlngsung dengan baik , maka masing-masing pihak
dapat saling memberi dan menerima informasi. Sebaliknya apabaila komunikasi
ini terputus maka kemungkinan besar kondisi kesehatan mentalnya mengalami
hambatan. Maka yang harus dilakukan perawat untuk mendapatkan komunikasi
yang efektif antara lain :
• Membuka pintu, yaitu ungkapan orang tua yang memungkinkan anak untuk
membicarakan lebih banyak, mendorong anak untuk anak,mendekat dan
mencurahkan isi hatinya. Dan yang penting menumbuhkan pada anak rasa
diterima dan dihargai.
• Mendengar aktif yaitu kemampuan orang tua untuk meguraikan perasaan anak
dengan tepat jadi orang tua mengerti perasaan ank, yang dikirim anak lewat
bahasa verbal maupun nonverbalnya. Keuntungan dari mendengar aktif antara
lain : menolong anak tidak takut terghadap perasaan (positif – negatif),
mengembangkan hubungan ya g sangat erat dengan orang tua, memudahkan
anak memecahkan masalahnya, dan meninggkatkan tangungjawab anak.
• Komunikasi dengan empatik adalah “berusaha mengerti lebih dauhulu, baru
dimengerti”. Dalam mendengarkan empatik, kita sebagai orang tua berusaha
masuk kedalam kerangka pikiran dan perasaan anak remaja. Sebagai orang tua,
tidak hanya mendengarkan dengan telinga, tapi dengan mata dan hati.

7. Aplikasi
Malnutrisi
1. Menjelaskan tentang triguna makanan dan contoh makanan
2. Menjelaskan kecukupan nilai gizi bagi tubuh sesuai usia
3. Memperkenalkan tentang teori Restraint (teori tentang mengontrol
makanan/diet)
4. Memperkenalkan tentang macam-macam penyimpangan pola makan
seperti anoreksia dan bulimia.
5. Mengajarkan tentang gaya hidup yang sehat dan menyusun menu
makanan sehat
6. Mengajarkan pemilihan makanan yang tepat termasuk jika berada di
sekolah.
7. Pengukuran tinggi badan dan berat badan secara periodik
8. Program latihan teratur
9. Mengajarkan tentang kesehatan mental.

Kehamilan pada Remaja


1. Memperkenalkan pada keluarga tentang fase perkembangan remaja
dan tug perkembangan anak remaja.
2. Memperkenalkan pada keluarga tentang tugas perkembangan keluarga
dengan anak remaja.
3. Menjelaskan tentang fungsi seksual, perubahan fisik yang dapat
mempengaruhi psikologis dan sosial remaja.
4. Memotivasi keluarga untuk memperkenalkan kesehatan reproduksi
remaja sesuai dengan norma dan budaya dan tingkat pengetahuan yang
dimiliki keluarga.
5. Memperkenalkan sejak usia sekolah tentang kehamilan sebagai
perubahan dalam kehidupan agar dapat bertanggung jawab.
6. Membiasakan komunikasi terbuka.
7. Memberi kesempatan pada remaja mendapat pengalaman sosial,
emosional dan situasi etis untuk meningkatkan proses belajar dan
otonomi dan tanggung jawab.
8. Memperkenalkan tempat layanan kesehatan yang dibutuhkan.

Ketergantungan Obat
1. Membantu remaja dan keluarga mengenali tahap perkembangan dan
tugas yang akan dilaluinya.
2. Membangun hubungan saling percaya dengan remaja dan keluarga.
3. Meningkatkan interaksi sosial dan keterlibatan remaja dalam
kelompok.
4. Membantu mengenali cara beradaptasi terhadap stresor secara efektif.
5. Pendidikan kesehatan tentang obat dan penggunaannya.
6. Membantu remaja dan keluarga mengenal masalah-masalah
ketergantungan zat dan dampaknya.
7. Membantu memilih alternatif rekreasi yang sehat.
8. Pendidikan kesehatan mengatasi manajemen stress.

Perilaku Kekerasan
1. Membantu remaja dan keluarga mengenali tahap perkembangan dan
tugas yang akan dilaluinya.
2. Mengajarkan stimulus kontrol dan manajemen marah yang sederhana
pada remaja dan keluarga.
3. Menjelaskan pada keuarga tanda dan gejala remaja yang mengalami
perilaku kekerasan.
4. Membantu remaja untuk memunculkan potensi yang dimiliki.
5. Membantu cara beradaptasi terhadap stresor secara efektif.
6. Membantu cara menyalurkan hobi yang berkaitan dengan penyaluran
energi.

8. Contoh Dialog
Fase-Fase komunikasi terapeutik
a. Fase Pra-interaksi :
1. Mengumpulkan data tentang klien
2. Menyiapkan peralatan yang akan digunakan
3. Membuat rencana perytemuan dengan klien ( kegiatan waktu dan
tempat)
4. Menganalisa profesional diri dan keterbatasan
b. Orientasi
1. Memberikan salam dan tersenyum pada klien
2. Memperkenalkan diri dan menanyakan nama klien
3. Menyediakan kepercayaan penerimaan, dan komunikasi terbuka
4. Mengeksplorasi perasaan klien, pikiran dan tindakan
5. Mengidentifikasi masalah klien
c. Kerja
1. Memberi kesempatan klien bertanya
2. Menanyakan keluhan utama
3. Memulai kegiatan dengan cara yang baik
4. Melakukan kegiatan sesuai rencana
d. Terminasi
1. Menciptakan realitas perpisahan
2. Menyimpulkan hasil kegiatan : evaluasi hasil dan proses
3. Mengakhiri kegiatan dengan baik

Komunikasi pada Klien Dewasa

1. Komunikasi pada masa dewasa awal


Menurut Erikson 1985,pada orang dewasa terjadi tahap hidup intimasi VS
isolasi, dimana pada tahap ini orang dewasa mampu belajar membagi perasaan cinta
kasih,minat,masalah dengan orang lain. Orang dewasa sudah mempunyai sikap-sikap
tertentu,pengetahuan tertentu, bahkan tidak jarang sikap itu sudah sangat lama
menetap pada dirinya, sehingga tidak mudah untuk merubahnya. Juga pengetahuan
yang selama ini dianggapnya benar dan bermanfaat belum tentu mudah digantikan
dengan pengetahuan baru jika kebetulan tidak sejalan dengan yang lama. Tegasnya
orang dewasa bukan seperti gelas kosong yang dapat diisikan sesuatu.
Oleh karena itu dikatakan bahwa kepada orang dewasa tidak dapat diajarkan
sesuatu untuk merubah tingkah lakunya dengan cepat. Orang dewasa belajar kalau ia
sendiri dengan belajar, terdorong akan tidak puas lagi dengan perilakunya yang
sekarang, maka menginginkan suatu perilaku lain dimasa mendatang, lalu mengambil
langkah untuk mencapai perilaku baru itu.
Dari segi psikologis, Orang dewasa dalam situasi komunikasi mempunyai sikap-sikap
tertentu yaitu :
1. Komunikasi adalah sutu pengetahuan yang diinginkan oleh orang dewasa itu
sendiri, maka orang dewasa tidak diajari tetapi dimotivasikan untuk mencari
pengetahuan yang lebih muktahir.
2. Komunikasi adalah suatu proses emosional dan intelektual sekaligus, manusia
punya perasaan dan pikiran.
3. Komunikasi adalah hasil kerjasama antara manusia yang saling memberi dan
menerima, akan belajar banyak, karena pertukaran pengalaman, saling
mengungkapkan reaksi dan tanggapannya mengenai suatu masalah.

Komunikasi pada dewasa awal mengalami puncaknya pada kematangan fisik,


mental dan kemampuan social mencapai optimal. Peran dan tanggung jawab serta
tuntutan social telah membentuk orang dewasa. melakukan komunikasi dengan orang
lain, baik pada setting professional ketika mereka bekerja atau pada saat mereka
berada di lingkungan keluarga dan masyarakat umum.
Teknik komunikasi yang dikembangkan pada masa dewasa telah mencapai
tahap optimal, baik dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Kemampuan untuk
mengembangkan komunikasi (sebagai media transfer informasi). Dalam menguasai
pesan yang diterima, individu dewasa tidak hanya melihat isi pesan, tetapi juga
mempersiapkan pesan tersebut dengan lebih baik serta menciptakan hubungan antar
pesan yang di terima dengan konteks atau situasi pesan tersebut disampaikan. Pesan
yang diterima individu dewasa kadang kala dipersepsikan bukan hanya dari konteks
isi pesan, tetapi lebih kompleks lagi disesuaikan dengan situasi dan keadaan yang
menyertai. Contoh: “sayang…” dari sepenggal kata tersebut ketika diungkapkan
dengan nada datar, akan memberi kesan yang menyesalkan. Kesan ini semakin kuat
bila penyampai pesan menunjukkan rasa penyesalan dari gerakan bibir, raur wajah,
kepala menunduk. Namun, bila ungkapan tersebut diucapkan dengan menggunakan
bahasa yang halus dan mendesah serta menyampaikan pesan dengan menunjukkan
ekspresi mata bersinar, wajah cerah atau normal, persepsi individu dewasa tersebut
adalah bahwa makna kata “sayang” tersebut adalah perasaan suka atau cinta.
Kemampuan untuk menilai respon verbal dan nonverbal yang disampaikan
lingkungan memberi keuntungan karena pesan yang kompleks dapat disampaikan
secara sederhana. Namun, kadang kala kemampuan kompleks untuk menangkap
pesan ini menimbulkan kerugian pada manusia karena kesalahan dalam menerima
pesan menjadi lebih besar, akibat pengguna persepsi dan lingkungan yang lebih
kompleks. Contoh : seseorang yang meludah didepan atau didekat orang seseorang
kadang kala di persepsikan sebagai rasa tidak suka atau benci terhadap orang tersebut,
atau orang yang meludah tersebut tidak bermaksud sebagaimana dipersepsikan orang
lain. Situasi diatas selanjutnya menimbulkan konflik antar individu atau kelompok.
Beberapa hal yang harus diperhatikan saat berkomunikasi terapeutik pada dewasa
yakni :

a. Kematangan fisik, mental dan sosial mencapai optimal

b. Mempunyai sikap, pengetahuan, dan keterampilan yg sudah lama


menetap dlm dirinya sulit unt dirubah perilakunya.

c. Hargai sudut pandang pasien.

d. Hindari panggilan yg merendahkan spt “nenek”, “sayang” selalu mulai


secara formal (Tn, Ny, Nn, Bpk, Ibu).

Materi komunikasi terapeutik pada orang dewasa yaitu :

a. Pekerjaan dan tugas : pembagian tugas, deskripsi kerja, dan transaksi


kerja

b. Kegiatan kerumah tanggaan: pembagian tugas dalam keluarga,


pendidikan anak, pemenuhan kegiatan sosial ekonomi
c. Kegiatan profesional: pembagian kerja, transaksi

d. Kegiatan sosial: hubungan sosial, peran dan tugas sosial

2. Suasana Komunikasi
Agar komunikasi dengan klien dewasa efektif perlu memperhatikan terciptanya
suasana komunikasi yang mendukung tercapainya tujuan komunikasi seperti saling
menghormati, percaya dan terbuka.
a. Suasana saling menghormati
Untuk dapat berkomunikasi secara efektif dengan klien dewasa, lawan
komunikasi (perawat/tenaga kesehatan) harus dapat menghormati pendapat
pribadinya. Klien dewasa akan merasa lebih senang apabila ia diperbolehkan untuk
menyampaikan pemikiran atau pendapat, ide, dan sistem nilai yang dianutnya.
Apabila hal-hal tersebut diabaikan akan menjadi kendala bagi keberlangsungan
komunikasi.
b. Suasana saling percaya
Komunikasi dengan klien dewasa perlu memperhatikan rasa saling percaya
akan kebenaran informasi yang dikomunikasikan. Apabila hal ini dapat diwujudkan
maka tujuan komunikasi akan lebih mudah tercapai.
c. Suasana saling terbuka
Keterbukaan untuk menerima hasil komunikasi dua arah, antara perawat atau
tenaga kesehatan dan klien dewasa akan memudahkan tercapainya tujuan
komunikasi.
Klien dewasa yang menjalani perawatan di rumah sakit dapat merasa tidak
berdaya, dan tidak aman ketika berada dihadapan pribadi-pribadi yang mengatur
sikap dan perilakunya. Status kemandirian mereka berubah menjadi bergantung pada
aturan dan ketetapan pihak lain. Hal ini dapat menjadi suasanya yang dirasanya
sebagai ancaman. Akumulasi perasaan ini dapat terungkap dalam bentuk sikap
emosional dan agresif. Dengan dilakukan komunikasi yang sesuai dengan konteks
pasien sebagai orang dewasa oleh para professional,pasien dewasa akan mampu
bergerak lebih jauh dari imobilitas bio psikososialnya untuk mencapai penerimaan
terhadap maslahnya.

3. Model Komunikasi dan Implementasinya pada Klien Dewasa

Untuk dapat berkomunikasi secara efektif dengan klien dewasa dapat


diterapkan beberapa model konsep komunikasi sebagai berikut:

a. Model Shanon & Weaver

Model Shanon & Weaver memperhatikan problem pada


penyampaian pesan informasi berdasarkan tingkat kecermatan. Model ini
mengilustrasikan sumber dalam bentuk sandi. Diasumsikan bahwa sumber
informasi menyampaikan sinyalyang sesuai dengan saluran informasi
yang digunakan. Gangguan yang timbul dapat mengganggu kecermatan
pesan yang disampaikan. Model ini dapat diterapkan pada konsep
komunikasi antarpribadi. Faktor yang menguntungkan dari implementasi
model ini ialah pesan yang disampaikan dapat diterima langsung oleh
pihak penerima. Meskipun demikian, pada model ini pun ter dapat
kelemahan yang berupa hubungan antara sumber dan penerima pesan
tidak kasat mata. Karena itu klien dewasa lebih memilih komunikasi
secara langsung karena penerapan komunikasi melalui perantara dapat
mengurangi kejelasan pesan yang dikomunikasikan.

b. Model Komunikasi Leary

Model komunikasi Leary menekankan pengaruh hubungan interaksi


di antara dua pihak yang berkomunikasi. Model ini mengamati perilaku
klien yang dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Model komunikasi
Leary diterapkan dalam bidang kesehatan berdasarkan keseimbangan
informasi yang terjadi dalamkomunikasi antara profesional dan klien.
Dalam pesan komunikasi pada model ini ada dua dimensi yang perlu
diperhatikan dalam penerapannya, yakni dimensi: penentu vs ditentukan,
dan suka vs tidak suka.

Dalam jangka waktu tertentu pasien diposisikan sebagai penerima


pesan yang ditentukan dan harus dipatuhi di bawah dominasi profesional
kesehatan. Dalam komunikasi seharusnya terdapat keseimbangan
kepercayaan di antara pengirim danpenerima pesan.

Apabila model komunikasi ini diterapkan pada klien dewasa hanya


dapat dilakukan pada kondisi darurat untuk menyelamatkan hidup klien
karena dalam kondisi darurat klien harus mentaati pesan yang
disampaikan oleh perawat/profesional kesehatan. Tetapi pada klien/pasien
dalam kondisi kronik model komunikasi ini tidak tepat untuk diterapkan
karena klien dewasa mempunyai komitmen berdasarkan sikap dan
pengetahuannya yang tidak mudah dipengaruhi oleh perawat.

Pada kasus ini lebih tepat apabila diterapkan dimensi suka (hue)
dalam kadar tertentu, sebatas untuk sarana penyampaian pesan
profesional. Model ini ditekankan pada pentingnya hubungan dalam
membantu klien pada pelayanan kesehatan secara langsung.

c. Model Interaksi King

Model interaksi King menekankan arti proses komunikasi antara


perawat dan klien dengan mengutamakan penerapan system perspektif
untuk mengilustrasikan profesionalisme perawat dalam memberikan
bantuan kepada klien.

Model inimenekankan arti penting interaksi berkesinambungan di


antara perawat dan klien dalam pengambilan keputusan mengenai kondisi
klien berdasarkan persepsi mereka terhadap situasi.
Interaksi merupakan proses dinamis yang melibatkan hubungan
timbal balik antara persepsi, keputusan, dan tindakan perawat-klien.
Umpan balik pada model ini nienunjuknya arti penting hubungan antara
perawat dan klien.

Komunikasi berdasarkan model interaksi King lebih sesuai


diterapkan pada klien dewasa karena model ini mempertimbangkan faktor
intrinsik-ekstrinsik klien dewasa yang bertujuan untuk menjalin transaksi.
Umpan balik yang terjadi bermanfaat untuk mengetahui hasil informasi
yang disampaikan diterima dengan baik oleh klien.

d. Model Komunikasi Kesehatan

Komunikasi ini difokuskan pada transaksi antara professional


kesehatan-klien. 3 faktor utama dalam proses komunikasi kesehatan yaitu:
1) Relationship, 2) Transaksi, dan 3) Konteks. Hubungan Relationship
dikondisikan untuk hubungan interpersonal, bagaimana seorang
professional dapat meyakinkan orang tersebut. Profesional kesehatan
adalah seorang yang memiliki latar belakang pendidikan kesehatan,
training dan pengalaman dibidang kesehatan. Klien adalah individu yang
diberikan pelayanan. Orang lain penting untuk mendukung terjadinya
interaksi khususnya mendukung klien untuk mempertahankan kesehatan.
Transaksi merupakan kesepakatan interaksi antara partisipan didalam
proses kumunikasi tersebut. Konteks yaitu komunikasi kesehatan yang
memiliki topik utama tentang kesehatan klien dan biasanya disesuaikan
dengan temapt dan situasi. Penerapannya Terhadap komunikasi klien
Dewasa Model komunikasi ini juga dapat diterapkan pada klien dewasa,
karena professional kesehatan (perawat) memperhatikan karekterisitik dari
klien yang akan mempengaruhi interaksinya dengan orang lain. Transaski
yang dilakukan secara berkesinambungan, tidak statis dan umpan balik.
Komunikasi ini juga tidak melibatkan orang lain yang berpengaruh
terhadap kesehatn klien. Konteks komunikasi disesuaikan dengan tujuan,
jenis pelayanan yang diberikan.
Dalam berkomunikasi dengan orang dewasa memerlukan suatu
aturan tertentu seperti : sopan santun, bahasa tertentu, melihat tingkat
pendidikan, usia, factor, budaya, nilai yang dianut, factor psikologi dll,
sehingga perawat harus memperhatikan hal-hal tersebut agar tidak terjadi
kesakahpahaman. Pada komunikasi pada orang dewasa diupayakan agar
perawat menerima sebagaimana manusia seutuhnya dan perawat harus
dapat menerima setiap orang berbeda satu dengan yang lain. Berdasarkan
pada hal tertentu diatas, model konsep komunikasi yang tepat dan dapat
diterapkan pada klien dewasa adalah model komunikasi ini menunjukan
hubungan relationship yang memperhatikan karakteristik dari klien dan
melibatkan pengirim dan penerima, serta adanya umpan balik untuk
mengevalusi tujuan komunikasi.
Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi
tingkah laku manusia kearah yang lebih baik sehingga perawat perlu untuk
menguasai tehnik dan model konsep komunikasi yang tepat untuk setiap
karakteristik klien.
Orang dewasa memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan yang
menetap dalam dirinya yang sukar untuk dirubah dalam waktu singkat
sehingga perlu model komunikasi yang tepat agar tujuan dapat tercapai.

D. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik

1. Hubungan perawat dengan kliein adalah hubungan terapeutik yang


saling menguntungkan.
2. Prinsip yang sama dengan komunikasi interpersonal devitoyaitu
keterbukaan, empati, sifat mendukung, sikap positif dan kesetaraan.
3. Kualitas hubungan perawat dan klien ditentukan oleh bagaimana
perawat mendefinisikan dirinya sebagai manusia
4. Perawat menggunakan dirinya dengan teknik pendekatan yang khusus
untuk memberi pengertian dan merubah prilaku klien.
5. Perawat harus menghargai keunikan klien.
6. Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri.

E. Keberhasilan Komunikasi

Komunukasi yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu peristiwa


komunikasi tersebut yaitu komunikator, pesan dan komunikan. Untuk
mencapai komunikasi terapeutik dalam hubungan perawat dan klien,
kredibilitas perawat sebagai komunikatorakan menentukan keberhasilan
hubungan yang terapeutik. Karakteristik keberhasilan komunikasi yaitu :

1. Memiliki kesadaran yang tinggi


2. Mampu melaksanakan klarifikasi nilai
3. Mampu mengeksplorasikan perasaan
4. Mampu untuk menjadi model peran
5. Motifasi altruistic
6. Rasa tanggung jawab dan etik.

Elemen pesan yang dapat menentukan keberhasilan komunikasi, juga


harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Pesan yang harus direncanakan


2. Pesan menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh kedua pihak
3. Pesan harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima
4. Pesan harus berisi hal-hal yang dapat dipahami
5. Pesan yang disampaikan tidak samar-samar

F. Faktor Yang Menghambat Dalam Proses Terapeutik


1. Kemampuan pemahaman yang berbeda
2. Pengamatan atau penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu
3. Komunikasi satu arah
4. Kepentingan yang berbeda
5. Memberikan jaminan yang tidak mungkin
6. Memberi tahu apa yang harus dilakukan kepada penderita
7. Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi
8. Menurut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakan
9. Menghentikan atau mengalihkan pembicaraan
10. Memberikan kritik mengenai perasaan penderita
11. Terlalu banyak bicara
12. Memperlihatkan sifat jemu, bosan, dan pesimis.

G. Teknik-Teknik Komunikasi Terauppetik


1. Mendengarkan dengan penuh perhatian
2. Menunjukkanpenarimaan
3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan
4. Pertanyaan terbuka
5. Mengulang ucapan klien
6. Mengklarifikasikan
7. Memfokuskan
8. Menyatakan hasil observasi
9. Menawarkan informasi
10. Diam atau memelihara ketenangan
11. Meringkas
12. Memberikan penghargaan
13. Menawarkan diri
14. Mengajukan untuk meneruskan pembicaraan
15. Menempatkan kejadian secara berurutan
16. Memberikan nasehat
17. Memberikan kesempatan
18. Refleksi
19. Assertive
20. Humor

H. Gambaran Kasus

Resiko kesehatan pada masa dewasa awal berasal dari komunitas, gaya
hidup, dan riwayat keluarga. Semua kebiasaan gaya hidup yang mempengaruhi
respons terhadap stresdapat menyebabkan resiko untuk mendapatkan penyakit.
Merokok merupakan factor resiko untuk penyakit paru-paru, jantung, dan
pembuluh darah pada perokok aktif dan pasif. Yang dapat mengakibatkan pada
kerusakan atau kangker paru-paru, emfisemadan bronchitis kronik.

Penyalahgunaan obat, baik secara langsung atau tidak langsung, dapat


menyebabkan moralitas pada individu dewasa awal.Dapat mengakibatkan
keracunan, trauma, bahkan himgga kematian, atau masalah lalu lintas.
I. Strategi Pelaksanaan Komunikasi
1. Pra interaksi

Pra interaksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan


berkomunikasi dengan klien. Anda perlu mengevaluasi diri tentang
kemampuan yang anda miliki. Jika saudara telah siap, maka anda perlu
membuat rencana interaksi dengan klien.

1) Evaluasi Diri

Coba pertanyaan berikut:

a. Apa pengetahuan yang saya miliki tentang keperawatan jiwa?


b. Apa yang akan saya ucapkan saat bertemu dengan klien?
c. Bagaimana respon selanjutnya jika klien diam, menolak,marah
atau inkoheren?
d. Adakah pengalaman interaksi dengan klien yang
negatif/buruk/tidak menyenangkan?
e. Jika ada lakukan dengan koreksi dengan cara membaca cara-
cara berhubungan dengan klien. Konsultasi dengan
pembimbing klinik, diskusi dengan teman sekelompok.
f. Bagaimana tingkat kecemasan saya? Jika cemas ringan,
lakukan interaksi. Jika cemas sedang, usahakan sampai anda
dapat mengatasi kecemasan.

2) Penetapan Tahapan Hubungan/Interaksi

Berikut perlu di tetapkan tahapan hubungan anda berikutnya:

a. Apakah pertemuan/kontak pertama?


b. Apakah pertemuan lanjutan?
c. Apa tujuan pertemuan?
Mengkaji/observasi/pemantauan/tindakan keperawatan
terminasi?
d. Apa tindakan yang saya lakukan?
e. Bagaimana cara melakukannya?

3) Rencana Interaksi

Siapakan secara tertulis rencana percakapan yang akan anda


lakukan pada saat berhubungan dengan berkomunikasi bersama
klien. Teknik komunikasi apa yang anda akan terapkan,kaitkan
dengan tujuan anda melakukan hubungan dengan klien. Hal ini
berhubungan dengan tahapan hubungan yang akan dilakukan. Teknik
observasi apa yang perlu saudara lakukan selama berhubungan
dengan klien.

2. Fase Perkenalan atau Orientasi


1) Fase Perkenalan

Perkenalan merupakan kegiatan yang pertama kita lakukan


pertama kali bertemu dengan klien. Hal yang perlu dilakukan adalah:

a) Memberi Salam

Assalammua’laikum, selamat pagi, selamat siang,


selamat sore, malam atau sesuai dengan latar belakang social
budaya yang disertai dengan mengulurkankan tangan untuk
berjabat tangan.

b) Memperkenalkan Diri Perawat

Nama saya suster Santi, saya senang dipanggil suster Santi!

c) Mengenalkannama Klien

Nama Bapak atau Ibu, saudara atau saudari atau senang


dipanggil apa?
d) Menyepakati Pertemuan

Bunyi kesepakatan tentang pertemuan terkait dengan


kebersediaan klien untuk bercakap-cakap (tempat bercakap-
cakap dan lama percakapan).

Anda mungkin juga menyukai