Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) HIPERTENSI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Hipertensi menjadi momok bagi sebagian besar penduduk dunia termasuk


Indonesia. Hal ini karena secara statistik jumlah penderita yang terus meningkat dari
waktu ke waktu. Berbagai faktor yang berperan dalam hal ini salah satunya adalah gaya
hidup modern. Pemilihan makanan yang berlemak, kebiasaan aktifitas yang tidak sehat,
merokok, minum kopi serta gaya hidup sedetarian adalah beberapa hal yang disinyalir
sebagai faktor yang berperan terhadap hipertensi ini. Penyakit ini dapat menjadi akibat
dari gaya hidup modern serta dapat juga sebagai penyebab berbagai penyakit non
infeksi. Hal ini berarti juga menjadi indikator bergesernya dari penyakit infeksi menuju
penyakit non infeksi, yang terlihat dari urutan penyebab kematian di Indoensia. Untuk
lebih mengenal serta mengetahui penyakit ini, maka kami akan membahas tentang
hipertensi. Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan darah sistolik lebih besar atau
sama dengan 140 mmHg atau peningkatan tekanan darah diastolik lebih besar atau
sama dengan 90 mmHg (Anindya, 2009).

Hipertensi menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal


jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. Tanpa melihat usia atau jenis kelamin,
semua orang bisa terkena hipertensi dan biasanya tanpa ada gejala-gejala
sebelumnya. Hipertensi juga dapat mengakibatkan kerusakan berbagai organ target
seperti otak, jantung, ginjal, aorta, pembuluh darah perifer, dan retina.

Oleh karena itu, negara Indonesia yang sedang membangun di segala bidang perlu
memperhatikan pendidikan kesehatan masyarakat untuk mencegah timbulnya penyakit
seperti hipertensi, kardiovaskuler, penyakit degeneratif dan lain-lain, sehingga potensi
bangsa dapat lebih dimanfaatkan untuk proses pembangunan. Golongan umur 45
tahun ke atas memerlukan tindakan atau program pencegahan yang terarah. Hipertensi
perlu dideteksi dini yaitu dengan pemeriksaan tekanan darah secara berkala, yang
dapat dilakukan pada waktu check-up kesehatan atau saat periksa ke dokter.

B. Tujuan  
1. Tujuan Umum

Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan


hipertensi.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami definisi hipertensi.
b. Mengetahui dan memahami etiologi/ faktor pencetus hipertensi.
c. Menyebutkan dan memahami manifestasi klinis hipertensi.
d. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang pada hipertensi.
e. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan hipertensi.
f. Mengetahui dan memahami komplikasi dari hipertensi.
g. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan hipertensi.

3. Manfaat 

1. Dapat mengetahui dan memahami definisi hipertensi.


2. Dapat mengetahui dan memahami etiologi/ faktor pencetus hipertensi.
3. Dapat menyebutkan dan memahami manifestasi klinis hipertensi.
4. Dapat mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang pada hipertensi.
5. Dapat mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan hipertensi.
6. Dapat mengetahui dan memahami komplikasi dari hipertensi.
7. Dapat menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan hipertensi.

 
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Hipertensi

Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan
tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai
sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat
istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah yang selalu
tinggi adalah salah satu faktor risiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung dan
aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis. (Armilawaty,
2007)

Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi
diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh
pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg
didefinisikan sebagai "normal". Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan
tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90
mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu.

B. Klasifikasi 

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII [1]


Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg
Pre-hipertensi 120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg
Stadium 2 >= 160 mmHg (atau) >= 100 mmHg

Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih,
tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam
kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan
darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik
terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau
bahkan menurun drastis.

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :

1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui
penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari
adanya penyakit lain.

Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan pada


jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya
tekanan darah. Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada
sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-
2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil
KB). Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada
kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin
(noradrenalin). Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga),
stres, alkohol atau garam dalam makanan; bisa memicu terjadinya hipertensi pada
orang-orang memiliki kepekaan yang diturunkan. Stres cenderung menyebabkan
kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan
darah biasanya akan kembali normal.

Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:

1. Penyakit Ginjal
o Stenosis arteri renalis
o Pielonefritis
o Glomerulonefritis
o Tumor-tumor ginjal
o Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
o Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
o Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
2. Kelainan Hormonal
o Hiperaldosteronisme
o Sindroma Cushing
o Feokromositoma
3. Obat-obatan
o Pil KB
o Kortikosteroid
o Siklosporin
o Eritropoietin
o Kokain
o Penyalahgunaan alkohol
o Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
4. Penyebab Lainnya
o Koartasio aorta
o Preeklamsi pada kehamilan
o Porfiria intermiten akut
o Keracunan timbal akut.

C. Etiologi Hipertensi
1. Hipertensi Primer (esensial)           

Lebih dari 90% pasien hipertensi merupakan hipertensi esensial, yang tidak
diketahui penyebab aslinya yang dapat mempengaruhi regulasi tekanan darah.
Kemungkinan karena volume darah yang dipompa jantung meningkat, yang
mengakibatkan bertambahnya volume darah di pembuluh arteri. Hipertensi esensial
adalah istilah yang menunjukkan bahwa hipertensi yang terjadi tidak diketahui
penyebabnya. Walaupun begitu, pada kebanyakan pasien dengan hipertensi
esensial ini terdapat kecenderungan herediter yang kuat.
Riwayat keluarga hipertensi meningkatkan kemungkinan bahwa seorang individu
akan mengalami hipertensi. Faktor keturunan bersifat poligenik yang terlihat dari
adanya riwayat penyakit kardiovaskular dalam keluarga. Jika salah satu atau kedua
orangtua mengidap hipertensi, maka kemungkinan anaknya juga terkena hipertensi.
Faktor predisposisi genetik dapat berupa sensitivitas terhadap natrium, kepekaan
terhadap stress, peningkatan reaktivitas vascular (terhadap vasokonstriktor), dan
resistensi insulin.

Hipertensi esensial menyerang empat kali lebih sering pada pria  middle age
daripada pada wanita middle age. Faktor-faktor lingkungan yang menjadi faktor
predisposisi yang lebih dapat menyebabkan terjadinya hipertensi esensial antara
lain gaya hidup yang buruk (stres), banyak konsumsi garam, obesitas, merokok.

2. Hipertensi Sekunder
2.1. Hipertensi Goldblatt

Hipertensi goldblatt dibagi menjadi 2, yang pertama hipertensi Goldblatt


dengan satu ginjal yang memiliki 2 fase. Fase pertama adalah tipe hipertensi
vasokonstriktor yang disebabkan oleh angiotensin namun bersifat sementara.
Fase kedua adalah tipe hipertensi beban-volume. Sebenarnya dalam
hipertensi tipe ini tidak terjadi kenaikan terhadap volume darah maupun curah
jantung, tetapi yang meningkat adalah tahanan perifer total.

Kenaikan awal tekanan arteri pada kasus hipertensi ini disebabkan oleh
mekanisme vasokonstriksi renin-angiotensin. Akibat sedikitnya aliran darah
yang melalui ginjal sesudah penurunan tekanan arteri renalis yang
berlangsung akut, ginjal tersebut akan menyekresi banyak renin. Hal  ini
mengakibatkan terbentuknya angiotensin dalam darah. Angiotensin ini
kemudian akan meningkatkan tekanan arteri secara akut. Sekresi renin akan
mencapai puncaknya dalam 1 jam atau lebih, tetapi dalam 5-7 hari akan
kembali normal karena pada waktu itu arteri renalis juga meningkat pada
keadaan normal sehingga tidak terjadi iskemik ginjal.
Kenaikan kedua pada tekanan arteri disebabkan oleh retensi cairan. Dalam
waktu 5-7 hari cairan akan meningkat cukup tinggi sehingga mengakibatkan
kenaikan tekanan arteri menjadi nilai baru yang dipertahankan. Nilai kuantitatif
tekanan yang dipertahankan ini dipengaruhi oleh derajat kontriksi yang terjadi
pada arteri renalis. Jadi, tekanan tekanan aorta harus meningkat cukup tinggi
sehingga tekanan arteri renalis yang di sebelah distal dari bagian yang
mengalami kontriksi akan cukup untuk menyebabkan keluaran urin yang
normal.

Yang kedua adalah hipertensi Goldblatt dengan dua ginjal. Mekanisme


terjadinya hipertensi ini adalah sebagai berikut: ginjal yang mengalami
konstriksi menahan air dan garam akibat menurunnya tekanan arteri renalis
pada ginjal tersebut. Ginjal yang normal juga menahan air dan garam akibat
renin yang dihasilkan oleh ginjal yang mengalami iskemik. Renin ini
menyebabkan terbentuknya angiotensin yang bersirkulasi ke ginjal yang
berlawanan dan menyebabkannya juga menahan air dan garam. Jadi dengan
alasan yang berbeda kedua ginjal menjadi penahan garam dan air yang
mengakibatkan hipertensi.

2.2 Hipertensi Neurogenik

Merupakan hipertensi yang disebabkan oleh rangsangan yang kuat pada


sistem saraf simpatis. Contohnya apabila seseorang menjadi begitu
terangsang karena alasan apapun atau bila saat sedang gelisah, maka sistem
simpatis akan sangat terangsang yang menimbulkan vasokonstriksi perifer di
setiap tempat dalam tubuh dan terjadilah hipertensi akut. Hipertensi
neurogenik juga bisa disebabkan oleh baroreseptor yang dipotong atau bila
traktus solitarius yang terdapat pada setiap sisi medula oblongata dirusak.
Hilangnya sinyal saraf normal dari baroreseptor secara mendadak memiliki
pengaruh yang sama pada mekanisme pengaturan tekanan oleh saraf seperti
pengurangan tekanan arteri pada aorta dan arteri karotis secara mendadak.
Akibatnya pusat vasomotor tiba-tiba menjadi sangat aktif dan tekanan arteri
rata-rata meningkat, namun dalam beberapa hari tekanan akan kembali
normal. Oleh sebab itu, hipertensi neurogenik termasuk hipertensi akut.

3. Hipertensi pada Toksemia Gravidarum

Selama masa kehamilan, banyak ibu yang mengalami hipertensi. Hal ini merupakan
manifestasi dari sindrom toksemia gravidarum. Prinsip patoligis yang menyebabkan
hipertensi ini diduga akibat penebalan membran glomerulus (mungkin terjadi karena
proses autoimun), yang mengurangi kecepatan filtrasi aliran dari glomerulus
kedalam tubulus ginjal. Dengan alasan yang jelas, tekanan arteri  yang diperlukan
untuk menyebabkan pembentukan urin normal akan ditingkatkan. Selain itu, nilai
tekanan arteri jangka panjang juga meningkat. Pasien-pasien ini cenderung
menderita hipertensi karena konsumsi garam berlebih.

4. Hipertensi Akibat Aldosteronisme Primer

Merupakan tipe lain dari hipertensi beban-volume yang disebabkan oleh aldosteron
dalam tubuh berlebih atau kelebihan jenis steroid yang lain. Sebuah tumor kecil
yang terdapat pada salah satu kelenjar adrenal yang terkadang menyekresikan
banyak sekali aldosteron disebut sebagai “Aldosteronisme Primer”. Aldosteron
memiliki efek dapat meningkatkan kecepatan reabsorbsi garam dan air oleh tubulus
ginjal sehingga akan mengurangi hilangnya garam dan air dalam urin namun
menaikkan volume cairan ekstraseluler, akibatnya terjadi hipertensi. Bila keadaan
ini diteruskan, maka kelebihan aldosteron tersebut akan menyebabkan perubahan
patologis pada ginjal sehingga mengakibatkan ginjal menahan garam dan air lebih
banyak lagi disamping yang disebabkan oleh aldosteron tersebut. Oleh karena itu,
akhirnya hipertensi sering menjadi parah.

D. Manifestasi Klinis

      Manifestasi klinis dari hipertensi adalah sebagai berikut :


1. Pusing
2. Mudah marah
3. Telinga berdengung
4. Mimisan (jarang)
5. Sukar tidur
6. Sesak nafas
7. Rasa berat di tengkuk
8. Mudah lelah
9. Mata berkunang-kunang

Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai adalah :

1. Gangguan penglihatan
2. Gangguan saraf
3. Gagal jantung
4. Gangguan fungsi ginjal
5. Gangguan serebral (otak) yg mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh
darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga
koma. (www.id.novartis.com)

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara
tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan
tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa
saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan
darah yang normal.

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:

1. sakit kepala
2. kelelahan
3. mual
4. muntah
5. sesak nafas
6. gelisah
7. pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma
karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang
memerlukan penanganan segera. (www.medicastore.com)

E. Pemeriksaan Diagnostik dan  Laboratorium


a. Pemeriksaan Diagnostik

1. Hemoglobin / hematokrit : mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume


cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor resiko seperti
hipokoagulabilitas, anemia.
2. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
3. Glukosa : Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
4. Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
5. Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan
hipertensi.
6. Kolesterol dan trigeliserida serum : peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa
(efek kardiofaskuler)
7. Pemeriksaan tiroid : hipertiroidisme dapat mengakibatkan vasikonstriksi dan
hipertensi.
8. Kadar aldosteron urin dan serum : untuk menguji aldosteronisme primer
(penyebab).
9. Urinalisa : darah, protein dan glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan
atau adanya diabetes.
10. VMA urin (metabolit katekolamin) : kenaikan dapat mengindikasikan adanya
feokomositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat digunakan untuk
pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
11. Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko
terjadinya hipertensi.
12. Steroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma atau disfungsi ptuitari, sindrom Cushing’s; kadar renin dapat
juga meningkat.
13. IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti penyakit parenkim
ginjal, batu ginjal dan ureter.
14. Foto dada : dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub; deposit
pada dan/ EKG atau takik aorta; perbesaran jantung.
15. CT scan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensevalopati, atau feokromositoma.
16. EKG: dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi. Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda
dini penyakit jantung hipertensi.

F. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam
plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
2. Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
bersepeda atau berenang.
b. Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulakn intoleransi.
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.

Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,
golongan penghambat konversi rennin angitensin.

G.   Komplikasi

Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata
berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan,
gagal jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

 
A. Pengkajian
a. Identitas pasien

Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan

b. Riwayat kesehatan

1. Riwayat penyakit keluarga hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, penyakit


jantung koroner, stroke atau penyakit ginjal.
2. Lama dan tingkat tekanan darah tinggi sebelumnya dan hasil serta efek
sampinng obat antihipertensi sebelumnya.
3. Riwayat atau gejala sekarang penyakit jantung koroner dan gagal jantung,
penyakit serebrovaskuler, penyakit vaskuler perifer, diabetes mellitus, pirai,
dislipidemia, asma bronkhiale, disfungsi seksual, penyakit ginjal, penyakit nyata
yang lain dan informasi obat yang diminum.
4. Penilaian faktor risiko termasuk diet lemak, natrium, dan alcohol, jumlah rokok,
tingkat aktifitas fisik, dan peningkatan berat badan sejak awal dewasa.
5. Riwayat obat-obatan atau bahan lain yang dapat meningkatkan tekanan darah
termasuk kontrasepsi oral, obat anti keradangan nonsteroid, liquorice, kokain
dan amfetamin. Perhatian juga untuk pemakaian eritropoetin, siklosporin atau
steroid untuk penyakit yang bersamaan.
6. Faktor pribadi, psikososial, dan lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil
pengobatan antihipertensi termasuk situasi keluarga, lingkungan kerja, dan latar
belakang pendidikan.

c. Pengkajian data dasar

1. Aktivitas/Istirahat

Gejala: Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.

Tanda: Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.

2. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung kroner/katup dan

penyakit serebrovaskular, episode palpitasi, presipitasi.

Tanda: Kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan TD diperlukan


untukmenegakkan diagnosis), Hipotensi postural (mungkin berhubungan dengan
regimen obat), Nadi: denyutan jalas dari karotis, jugularis, radialis, perbedaan
denyut seperti denyut femoral melambat sebagai kompensasi denyutan radialis
atau brakialis; denyut popliteal, tibialis posterior, pedalis tidak teraba atau lemah.
Denyut apikal: PMI kemungkinan bergeser dan/atau sangat kuat.
Frekuensi/irama : takikardia, berbagai disritmia. Bunyi jantung: terdengar s2 pada
dasar ; s3 (CHF dini) ; s4 (pergeseran ventrikel kiri/hipertrofi ventrikel kiri).
Murmur stenosis valvular. Desiran vaskular terdengar diatas karotis, femoralis,
atau epigastrium (stenosis arteri). DVJ [distensi vena jugularis] (kongesti vena).
Ekstrimitas: perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokonstriksi perifer);
pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda (vasokonstriksi). Kulit-pucat, sianosia
dan diaforesis (kongesti, hipoksemia); kemerahan (feokromositoma).

3. Integritas Ego

Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euforia, atau marah


kronik (dapat mengindikasikan kerusakan serebral).

Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan


yang meledak. Gerak tangan empati, otot muka tegang (khusus sekitar mata),
gerakan fisik cepat, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.

4. Eliminasi

Gejala:Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti, infeksi/obstruksi atau
riwayat penyakit ginjal masa yang lalu).
5. Makanan/Cairan

Gejala: Makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
tinggi lemak, tinggi kolestrol (seperti makanan yang digoreng, keju, telur); gula-
gula yang bewarna hitam; kandungan tinggi kalori. Mual, muntah. Perubahan
berat badan akhir-akhir ini (meningkar/menurun). Riwayat penggunaan diuretik.

Tanda: Berat badan normal atau obesitas. Adanya edema (mungkin umum atau
tertentu); kongesti vena, DVJ; glikosuria (hampir 10% pasien hipertensi adalah
diabetik).

6. Neurosensori

Gejala:Keluhan pening/pusing. Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat


bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam). Episode kebas
dan /atau kelamahan pada satu sisi tubuh. Gangguan penglihatan ( diplopia,
penglihatan kabur). Episode epistaksis.

Tanda: Status mental: perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, afek,


proses pikir, atau memori (ingatan). Respon motorik: penurunan kekuatan
genggaman tangan dan/ atau reflaks tendon dalam. Perubahan-perubahan
retinal optik: dari sklerosis/penyempitan arteri ringan sampai berat dan
perubahan sklerotik dengan edema atau papilaedema, eksudat, dan hemoragi
tergantung pada berat/lamanya hipertensi.

7. Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung). Nyeri hilang timbul


pada tungkai/klaudikasi (indikasi arteriosklerosis pada arteri

Tanda: Distres respirasi/penggunaan otot aksesori pernafasan. Bunyi nafas


tambahan (krakles/mengi). Sianosis

8. Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan. Episode parestesia unilateral
transien hipotensi postural.

9. Pembelajaran/Penyuluhan

Gejala: Faktor-faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosklesosis, penyakit


jantung, diabetes melitus, penyakit serebrovaskular/ginjal. Faktor-faktor resiko
etnik, seperti orang Afrika-Amerika, AsiaTenggara. Penggunaan pil KB atau
hormon lain; penggunaan obat/ alkohol.

d. Pemeriksaan Fisik

1. Pengukuran tinggi dan berat serta kalkulasi BMI (Body Mass Index) yaitu berat
dalam kg dibagi tinggi dalam m².
2. Pengukuran tekanan darah
3. Pemeriksaan system kardiovaskuler terutama ukuran jantung, bukti adanya
gagal jntung, penyakit arteri karotis, renal, dan perifer lain serta koarktasio aorta.
4. Pemeriksaan paru adanya ronkhi dan bronkhospasme serta bising abdomen,
pembesaran ginjal serta tumor yang lain.
5. Pemeriksaan fundus optikus dan system syaraf untuk mengetahui kemungkinan
adanya kerusakan serebrovaskuler.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d meningkatnya beban awal, penurunan curah
jantung sekunder terhadap infark miokard
2. Risiko Tinggi terhadap Penurunan Curah Jantung
3. Gangguan Pola tidur b.d memerlukan waktu yang berlebihan sekunder terhadap
obat-obatan antihipertensi
C. Intervensi
1. Kelebihan volume cairan b.d meningkatnya beban awal,
penurunan curah jantung sekunder terhadap infark miokard

 
INTERVENSI RASIONAL
1. Identifikasi faktor penyebab dan Pengawasan intake diet dipantau untuk
penunjang, misal diet yang tidak menjaga kestabilan tekanan darah
tepat (intake natrium berlebih), agar tidak terjadi penumpukan cairan
kurangnya pengetahuan tentang yang dapat menyembabkan edema
pemenuhan hal-hal yang jaringan.
berkaitan dengan pengobatan.
 

 
1. Identifikasi dan awasi intake diet Pengawasan intake makanan pasien
klien dan kebiasaan-kebiasaan sangat diperlukan untuk mencegah
yang mungkin menyokong bertambahnya volume cairan dengan
terjadinya retensi urin. intake makanan yang tidak terkontrol.
Intake natrium yang tinggi dapat
Lanjutkan dengan memberikan intake
menyebabkan retensi air.
yang seseuai dengan kebutuhan klien.
1. Identifikasi pengetahuan klien  
mengenai diagnosa medis, diet,
pengobatan, aktivitas dan
penggunaan balutan ACE dan
stoking emboli.

Lanjutkan dengan penyuluhan


kesehatan jika diindikasikan.

 
3.3.2        Risiko Tinggi terhadap Penurunan Curah Jantung

INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau tekanan darah. Ukur pada Perbandingan dari tekanan
kedua tangan/paha untuk evaluasi memberikan gambaran yang lebih
awal. Gunakan ukuran manset lengkap tentan keterlibatan/bidang
yang tepat dan teknik yang akurat. masalah vaskular. Hipertensi berat
diklasifikasikan pada orang dewasa
dengan pengukuran diastolik > 130 dan
dipertimbangkan sebagai peningkatan
pertama, kemudian maligna. Hipertensi
sistolik juga merupakan faktor risiko
yang ditentukan untuk penyakit
serebrovaskular dan penyakit iskemia
jantung bila tekanan diastolik 90 – 115.
2. Catat keberadaan, kualitas Denyutan karotis, jugularis, radialis dan
denyutan sentral dan perifer. femoralis mungkin terpalpasi. Denyut
pada tungkai mungkin menurun,
mencerminkan efek dari vasokonstriksi
dan kongesti vena.
3. Amati warna kulit, kelembaban, Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan
suhu, dan masa pengisian kapiler. masa pengisian kapiler lambat
mungkin berkaitan dengan
vasokonstriksi atau mencerminkan
dekompensasi/penurunan curah
jantung.
4. Berikan lingkungan tenang, Membantu untuk menurunkan rangsan
nyaman, kurangi aktivitas/keributan simpatis  dan meningkatkan relaksasi.
lingkungan. Batasi jumlah
pengunjung dan lamanya tinggal.
5. lakukan tindakan-tindakan yang Menurunkan stres dan ketegangan
nyaman, seperti pijantan punggung yang mempengaruhi tekanan darah
dan leher, meninggikan kepala dan perjalanan penyakit hipertensi.
tempat tidur,dll.

6. Anjurkan teknik relaksasi, Dapat menurunkan rangsangan yang


panduan memijat, aktivitas dapat menimbulkan stres, membuat
pengalihan. efek tenang sehingga menurunkan
tekanan darah.
7. Pantau respon obat untuk Respin terhadap terapi obat ”stepped”
mengontrol tindakan. (yang terdiri atas diuretik, inhibitor
simpati dan vasodilator) tergantung
pada individu dan efek sinergis obat.
Karena efek samping tersebut, maka
penting untuk menggunakan obat
dalam jumlah paling sedikit dan dosis
paling rendah.

            3.3.3 Gangguan Pola tidur b.d memerlukan waktu yang berlebihan
sekunder terhadap obat-obatan antihipertensi

             

INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan tempat tidur yang Meningkatkan kenyamanan tidur serta
nyaman, seperti bantal dan guling. dukungan fisiologis/psikologis.

2. Dorong beberapa aktivitas Aktivitas siang hari dapat membantu


ringan selama siang hari. Jamin pasien menggunakan energi dan siap
pasien berhenti beraktivitas untuk tidur malam. Namun, kelanjutan
beberapa jam sebelum tidur. aktivitas yang dekat dengan waktu tidur
dapat bertindak sebagai stimulan
penghambat tidur.
3. Tingkatkan regimen Meningkatkan efek relaksasi. Catatan:
kenyamanan waktu tidur, misal susu mempunyai kualitas soporfik,
mandi air hangat dan masase, meningkatkan sintesis serotonin,
segelas susu hangat sebelum tidur neurotransmiter yang membantu
pasien tertidur dan tidur lebih lama.
4. Instruksikan tindakan relaksasi Membantu menginduksikan tidur.

5. Kurangi kebisingan dan lampu Memberikan situasi kondusif untuk


tidur.
6. Hindari mengganggu bila Tidur tanpa gangguan lebih
mungkin, misal membangunkan menimbulkan rasa segar dan pasien
untuk obat atau terapi. mungkin tidak mampu kembali tidur bila
terbangun.

BAB 4

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah


yang abnormal dengan diastol > 90 mmHg dan sistol > 140 mmHg yang
dipengaruhi oleh banyak faktor risiko.
2. Hipertensi dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu hipertensi primer (essensial)
dan hipertensi sekunder.
3. Hipertensi primer merupakan penyebab kematian terbesar dengan presentase
90% dibandingkan dengan hipertensi sekunder dengan presentase 10% karena
penyebab dari langsung (etiologi) dari hipertensi primer tidak diketahui dan
penderita yang mengalami hipertensi primer tidak mengalami gejala
(asimtomatik).
4. Terapi hipertensi dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu terapi medis dan
non-medis.
5. Kontrol pada penderita hipertensi sangat diperlukan untuk mencegah komplikasi
lebih lanjut.

B. Saran

Untuk menurunkan resiko hipertensi, pasien yang menderita hipertensi hendaknya


melakukan terapi medis maupun non-medis secara kontinyu, melakukan pola gaya
hidup sehat seperti olahraga teratur, diet teratur sesuai dengan kebutuhan dan lain-
lain.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan Jilid 6. Jakarta : EGC

Doenges, ME., Moorhouse, MF., Geissler, AC. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :
EGC

Guyton, AC. & Hall, JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Khatib, Oussama M.N. 2005. Clinical Guidelines for the Management of Hypertension.
WHO
Mycek, MJ dkk. 1997. Lippincott’s Illustrated Reviews : Pharmacology, 2nd edition.
Philadelphia : Lippincott-Raven Publishers 

Price, SA. & Wilson, LM. 2006.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC

Rilantono, Lily Ismudiati dkk. 1996. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : FKUI

Syarif, Amir. 2003. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FKUI 

Aninomous. 2008. What Causes High Blood Pressure? akses internet di


http://www.americanheart.org/presenter.jhtml?identifier=2125 

Aninomous. 2008. High Blood Pressure, Factors that Contribute to. akses internet di
http://www.americanheart.org/presenter.jhtml?identifier=3053 

Armilawaty, dkk.2007. Hipertensi dan Faktor Risikonya Dalam Kajian Epidemiologi


akses internet di http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/12/08/hipertensi-dan-
faktor-risikonya-dalam-kajian-epidemiologi/

Anonim. 2010. Tekanan Darah Tinggi. Disitasi dari


http://id.wikipedia.org/wiki/Tekanan_darah_tinggi ( Selasa, 14 Desember 2010)

Anda mungkin juga menyukai