Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN
TRAUMA KAPITIS

DISUSUN OLEH :
YULIANA
2017 01 046
KELOMPOK 4

PEMBIMBING

NS. SAKA ADIJAYA PENDIT.,M.KEP

PROGRAM STUDI S1 NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN WIDYA NUSANTARA
PALU
2021
BAB I
KONSEP TEORI
A. Definisi
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara
langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di
kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan
jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Sjahrir,
2012).
Cedera kepala merupakan sebuah proses dimana terjadi cedera
langsung atau deselerasi terhadap kepala yang dapat mengakibatkan
kerusakan tengkorak dan otak (Pierce dan Neil, 2014).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, A. 2011).
Cidera kepala merupakan trauma yang mengenai otak yang dapat
mengakibatkan perubahan fisik intelektual, emosional, dan sosial. Trauma
tenaga dari luar yang mengakibatkan berkurang atau terganggunya status
kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik dan emosional
(Judha & Rahil, 2011).
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk
atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi-decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk di pengaruhi oleh
perubahan peningkatan dan percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta
notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan (Rendy, 2012)
B. Etiologi
Cedera pada otak bias berasal dari trauma langsung atau tidak
langsung pada kepala. Trauma tidak langsung atau tidak langsung pada
kepala. Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau
kekuatan yang disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang
merobek terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma merobek terkena
pada kepala akibat menarik leher.Trauma langsung bila kepala langsung
terluka. Semua itu berakibat langsung bila kepala langsung terluka. Semua itu
berakibat terjadinya akselerasi-deselerasi dan pembentukan rongga.
Terjadinya akselerasi-deselerasi dan pembentukan rongga, trauma langsung
juga menyebabkan rotasi tengkorak dan trauma langsung juga menyebabkan
rotasi tengkorak dan isinya. Kekuatan itu bias terjadi seketika tau menyusul
rusaknya otak oleh kompresi, isinya. Kekuatan itu bias terjadi seketika atau
menyusul rusaknya otak oleh kompresi, goresan atau tekanan.goresan atau
tekanan.
C. Patofisiologi
Cedera kepala atau trauma kapitis lebih sering terjadi dari pada trauma
tulang belakang. Trauma dapat timbul akibat gaya mekanik maupun non
mekanik. Kepala dapat dipukul, ditampar, atau bahkan terkena sesuatu yang
keras. Tempat yang langsung terkena pukulan atau penyebab tersebut
dinamakan dampak atau impact. Pada impact dapat terjadi indentasi, fraktur
linear, fraktur stelatum, fraktur impresi, atau bahkan hanya edema atau
perdarahan subkutan saja. Fraktur yang paling ringan ialah fraktur linear. Jika
gaya destruktifnya lebih kuat, dapat timbul fraktur stelatum atau fraktur
impresi (Mardjono & Sidharta, 2010).
Selain hal-hal tersebut, saraf-saraf otak dapat terkena oleh trauma
kapitis karena trauma langsung, hematom yang menekan pada saraf
otak,traksiterhadapsarafotakketikaotaktergeserkarenaakselerasi,atau kompresi
serebral traumatik akut yang secara sekunder menekan pada batang otak. Pada
trauma kapitis dapat terjadi komosio, yaitu pingsan sejenak dengan atau
tanpa amnesia retrograd. Tanda-tanda kelainan neurologik apapun tidak
terdapat pada penderita tersebut.
Sedangkan kemungkinan lain yang terjadi adalah penurunan kesadaran
untuk waktu yang lama. Derajat kesadaran tersebut ditentukan oleh integirtas
diffuse ascending reticular system. Lintasan tersebut bisa tidak berfungsi
sementara tanpa mengalami kerusakan yang irreversibel. Batang otak yang
pada ujung rostral bersambung dengan medula spinalis mudah terbentang dan
teregang waktu kepala bergerak secara cepat dan mendadak. Gerakan cepat
dan mendadak itu disebut akselerasi. Peregangan menurut poros batak otak
ini dapat menimbulkan blokade reversibel pada lintasan retikularis asendens
difus, sehingga selama itu otak tidak mendapat input aferen, yang berarti
bahwa kesadaran menurun sampai derajat yang terendah (Mardjono &
Sidharta, 2010).
Traumakapitisyangmenimbulkankelainanneurologikdisebabkanoleh
kontusio serebri, laserasio serebri, perdarahan subdural, perdarahan epidural,
atau perdarahan intraserebral. Lesi-lesi tersebut terjadi karena berbagai gaya
destruktif trauma. Pada mekanisme terjadinya trauma kapitis, seperti telah
disebutkan sebelumnya, terjadi gerakan cepat yang mendadak (akselerasi).
Selain itu, terdapat penghentian akselerasi secara mendadak (deakselerasi).
Pada waktu akselerasi berlangsung, terjadi akselerasi tengkorang ke arah
impact dan penggeseran otak ke arah yang berlawanan dengan arah impact.
Adanya akselerasi tersebut menimbulkan penggeseran otak serta
pengembangan gaya kompresi yang destruktif, yang akhirnya akan
menimbulkan terjadinya lesi kontusio. Lesi kontusio dapat berupa perdarahan
pada permukaan otak yang berbentuk titik-tik besar dan kecil tanpa kerusakan
duramater. Lesi kontusio di bawah impact disebut lesi kontusio coup,
sedangkan lesi di seberang impact disebut lesi kontusio countrecoup. Ada
pula lesi intermediate, yaitu lesi yang berada di antara lesi kontusio coup dan
countrecoup (Mardjono & Sidharta, 2010).
D. ManifestasiKlinik
Menurut Judha (2011), tanda dan gejala dari cidera kepala antara lain:
1. SkullFracture
Gejala yang didapatkan CSF atau cairan lain keluar dari telinga dan
hidung (othorrea, rhinorhea), darah dibelakang membran timphani,
periobital ecimos (brill haematoma), memar didaerah mastoid(battlesign),
perubahan penglihatan, hilang pendengaran, hilang indra penciuman,
pupil dilatasi, berkurangnya gerakan mata, danvertigo.
2. Concussion
Tanda yang didapat adalah menurunnya tingkat kesadaran kurang
dari 5 menit, amnesia retrograde, pusing, sakit kepala, mual dan muntah.
Contusins dibagi menjadi 2 yaitu cerebral contusion, brainsteam
contusion. Tanda yangterdapat:
a. Pernafasan mungkin normal, hilang keseimbangan secara perlahan
ataucepat.
b. Pupil biasanya mengecil, equal, dan reaktif jika kerusakan sampai
batang otak bagian atas (saraf kranial ke III) dapat menyebabkan
keabnormalan pupil.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah tepilengkap
2. Pemeriksaan protein S 100 B (bila tersedia fasilitas pemeriksaan),
bertujuanuntukmenilaiadakahindikasipemeriksaanCT-scandan untuk
menentukan prognosis.
3. Pemeriksaan CT scan kepala (lihatalgoritme)
F. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Cara mencegah trauma kapitis yang paling efisien adalah selalu
menggunakan pelindung kepala ketika berkendara, bekerja dan melakukan
hal-hal yang berpotensi terjadinya trauma pada kepala.
2. Pengobatan
Secara umum, pasien dengan cedera kepala harusnya dirawat di rumah
sakit untuk observasi. Pasien harus dirawat jika terdapat penurunan tingkat
kesadaran, fraktur kranium dan tanda neurologis fokal. Cedera kepala
ringan dapat ditangani hanya dengan observasi neurologis dan
membersihkan atau menjahit luka / laserasi kulit kepala. Untuk cedera
kepala berat, tatalaksana spesialis bedah saraf sangat diperlukan setelah
resusitasi dilakukan. Aspek spesifik terapi cedera kepala dibagi menjadi
dua kategori:
a. Bedah
1) Intrakranial: evakuasi bedah saraf segera pada hematom yang
mendesak ruang.
2) Ekstrakranial: inspeksi untuk komponen fraktur kranium yang
menekan pada laserasi kulit kepala. Jika ada, maka hal ini
membutuhkan terapi bedah segera dengan debridement luka dan
menaikkan fragmen tulang untuk mencegah infeksi lanjut pada
meningen dan otak.
b. Medikamentosa
1) Bolus manitol (20%, 100 ml) intravena jika terjadi peningkatan
tekanan intrakranial. Hal ini dibutuhkan pada tindakan darurat
sebelum evakuasi hematom intrakranial pada pasien dengan
penurunan kesadaran.
2) Antibiotik profilaksis untuk fraktur basis cranii.
3) Antikonvulsan untuk kejang.
4) Sedatif dan obat-obat narkotik dikontraindikasikan, karena dapat
memperburuk penurunan kesadaran (Ginsberg, 2007).
G. Komplikasi
Komplikasi dan Akibat Cedera Kepala Komplikasi akibat cedera kepala:
1. Gejala sisa cedera kepala berat: beberapa pasien dengan cedera kepala
berat dapat mengalami ketidakmampuan baik secara fisik (disfasia,
hemiparesis, palsi saraf cranial) maupun mental (gangguan kognitif,
perubahan kepribadian). Sejumlah kecil pasien akan tetap dalam status
vegetatif.
2. Kebocoran cairan serebrospinal: bila hubungan antara rongga subarachnoid
dan telinga tengah atau sinus paranasal akibat fraktur basis cranii hanya
kecil dan tertutup jaringan otak maka hal ini tidak akan terjadi. Eksplorasi
bedah diperlukan bila terjadi kebocoran cairan serebrospinal persisten.
3. Epilepsi pascatrauma: terutama terjadi pada pasien yang mengalami kejang
awal (pada minggu pertama setelah cedera), amnesia pascatrauma yang
lama, fraktur depresi kranium dan hematom intrakranial.
4. Hematom subdural kronik.
5. Sindrom pasca concusio : nyeri kepala, vertigo dan gangguan konsentrasi
dapat menetap bahkan setelah cedera kepala ringan. Vertigo dapat terjadi
akibat cedera vestibular (konkusi labirintin).

BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas : identitas adalah tanda pengenal bagi klien, identitas dibagi
menjadi 2 yaitu identitas pribadi dan identitas sosial. Identitas pribadi
yaitu identitas yang   melekat pada pribadi pasien ( termasuk ciri-cirinya)
misalnya Nama,Tanggal Lahir/Umur,Jenis Kelamin,Alamat, Status
Perkawinan dan lain-lain termasuk.Sedangkan identitas sosial meliputi
identitas yang menjelaskan tentang sosial,ekonomi dan budaya pasien
misalnya, agama, pendidikan,pekerjaan,identitas orang tua,identitas
penanggung jawab pembayaran dan lain-lain.
2. Pengkajian Primer (Primary Survey)
a. Airway (Jalan napas) dengan control cervical
Kaji ada tidaknya sumbatan jalan napas
1) Sumbatan jalan napas total :
a) Pasien sadar : memegang leher, gelisah, sianosis
b) Pasien tidak sadar : tidak terdengar suara napas, mendengkur

2) Sumbatan jalan napas parsial :


a) Tampak kesulitan bernapas
b) Retraksi supra sterna
c) Masih terdengar suara sursling, snoring, atau stridor
3) Distress pernapasan
a) Kemungkinan fraktur cervical
b. Breathing (pernafasan)
1) Kaji frekuensi napas
2) Suara napas
3) Adanya udara keluar dari jalan napas
Cara pengkajian : look (lihat pergerakan dada, kedalaman,
simetris atau tidak), listen (suara napas dengan atau tanpa
stetoskop), feel (rasakan hembusan napas, atau dengan perkusi dan
palpasi).
c. Circulation (sirkulasi)
1) Ada tidaknya denyut nadi karotis
2) Ada tidaknya tanda-tanda syok
3) Ada tidaknya perdarahan eksternal
d. Disability (tingkatkesadaran)
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon
seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran
dibedakan menjadi :
1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.
2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat
pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur
lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi
ada respon terhadap nyeri.
6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun
reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya).
Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital
sign. GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk
menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma
atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang
diberikan.
Tabel 2.1 Tingkat Kesadaran Glasglow Coma Scale

e. Exposure ( control pada kasus trauma, dengan membuka pakaian


pasien tetapi cegah hipotermi)
3. Pengkajian Sekunder (Secondary Survey)
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary
survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian
tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat
dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan,
plester,makanan).
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalanI pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat.
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit
yang pernahdiderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-
obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapajam sebelum kejadian, selain itu juga periode
menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian
yangmenyebabkan adanya keluhan utama)
Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada
pasien yang meliputi :

a. Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang


membuat nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih
buruk? apa yang anda lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu
membuat anda terbangun saat tidur?
b. Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti
diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik,
diremas? (biarkan pasien mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
c. Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah
nyeri terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
d. Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0
tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
e. Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat?
Berapa lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang
timbul?apakah pernah merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah
nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda?
Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah
pemeriksaan tanda-tanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi,
frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan darah, berat badan, dan skala
nyeri.
B. Diagnose Keperawatan
1. Resiko ketidak efektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
edema serebral, peningkatan tekanan intra cranial(TIK)
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kegagalan otot pernafasan.
C. Intervensi

NO DIAGNOSA NOC NIC


1 Resiko ketidak efektifan perfusi NOC : 1. MonitorTIK
- Circulation status - Monitor adanya keluhan
jaringan cerebral berhubungan
- Tissue Prefusion sakit kepala, mual,
dengan edema cerebral Cerebral muntah,gelisah
- Monitor status neurologi
Kriteria Hasil : - Monitor intake dan output
1. Perfusi jaringancerebral 2. Manajemen edema cerebral
- Tekanan intra cranial - Monitor adanya
normal kebingungan, keluhan
- Tidak ada nyeri pusing
kepala - Monitor status
- Tidak ada pernafasan, frekuensi dan
kegelisahan kedalaman pernafasan
- Tidak ada gangguan - Kurangi stimulus dalam
refleks saraf lingkungan pasien
2. Statusneurologi - Berikan sedasi sesuai
- Kesadaran normal kebutuhan
- Tekanan intra cranial 3. Monitor neurologi
normal - Monitor tingkat
- Pola bernafas normal kesadaran(GCS)
- Ukuran dan reaksi - Monitor refleks batuk danm
pupil normal enelan
- Laju pernafasan - Pantau ukuran
normal pupil,bentuk,
Tekanan darah normal kesimetrisan
4. MonitorTTV
5. Posisikan head up (30- 40derajat)
6. Beri terapi O2 sesuai anjuran medis
7. Kolaborasi pemberian terapi medis
2 Pola nafas tidak efektif NOC : 1. Airway Management
- Respiratory status : • Pertahankan bukaan jalan
berhubungan dengan kegagalan
Ventilation nafas
otot pernafasan - Respiratory status : • Beri posisi head up 30-40
Airway patency derajat untuk
- Vital sign Status • Memaksimalkan ventilasi.
• Keluarkan secret dengan
Kriteria Hasil :
suction.
- Irama pernafasan normal
• Monitor alat ventilator
- Frekuensi pernafasan
2. Oxygen Therapy
normal
• Pertahankan jalan nafas yang
- TTV dalam batas normal
paten
- Tidak ada tanda sesak
• Monitor aliran Oksigen
- Pasien tidak mengeluh
• Monitor adanya tanda-
sesak
tanda hypoventilasi
3. Vital Sign Monitoring
- Monitor TD, Suhu, RR
- Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
4. Kolaborasi pemberian therapi
medis
D. Implimentasi
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang sesuai dengan yang
telah direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.Tindakan
keperawatan mandiri merupakan tindakan berdasarkan analisis dan
kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lainnya.
Sedangkan tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan berdasarkan
hasil keputusan bersama dengan dokter atau tenaga kesehatan lainnya
(Mitayani,2010). Implementasi keperawatan pada studi kasus ini disesuaikan
dengan intervensi keperawatan yang telah disusunber dasarkan diagnose
keperawatan prioritas.
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah hasil perkembangan berdasarkan tujuan
keperawatan yang hendak dicapai sebelumnya (Mitayani, 2010). Evaluasi
yang digunakan mencakup dua bagian yaitu evalusi formatif yang disebut
juga evaluasi proses dan evaluasi jangka pendek adalah evaluasi yang
dilaksanakan terus menerus terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan. Evaluasi keperawatan pada studi kasus ini disesuaikan dengan
tujuan dan kriteria hasil yang telah disusunber dasarkan diagnose keperawatan
prioritas.
DAFTAR PUSTAKA
Mangunat, Irawan. Dkk. 2016. Rekomendasi Penatalaksanaan Trauma Kepala.
Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Nak Indonesia
Subiston, David C. 1995. Buku Ajar Bedah 3 Bagian 1. Jakarta : EGC
Egram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 3.
Jakarta : EGC
Nurachmah, Elly. 2000. Buku Saku Prosedur Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC
Willy Andriani. 2018. Asuhan Keperawatn Pada Pasien Dengan Cedera Kepala
Berat (CKB) Di Ruang Prioritas 1 RSUP DR Mohammad Hoesin Palembang
Https://Www.Academia.Edu/33428511/Asuhan_Keperawatn_Pada_Pasien_D
engan_Cedera_Kepala_Berat_CKB_Di_Ruang_Prioritas_1_RSUP_DR_Moha
mmad_Hoesin_Palembang Di Unduh Pada Tanggal 10 Maret 2020

Wiwi Rezky. 2017. Laporan Pendahuluan Trauma Kapitis


Https://Www.Academia.Edu/37081131/LAPORAN_PENDAHULUAN_TRA
UMA_CAPITIS?Auto=Download Di Unduh Pada Tanggal 10 Maret 2020

As Atmadja. 2016. Indikasi Pembedahan Trauma Kapitis.


Http://Www.Cdkjournal.Com/Index.Php/CDK/Article/Viewfile/8/6 Di Unduh
Pada Tanggal 04 Januari 2021

Anda mungkin juga menyukai