JALAN RAYA 2
“PERENCANAAN PERKERASAN JALAN”
DOSEN
JOHN FRANS ST. MT
OLEH :
TUGAS BESAR
JALAN RAYA 2
Kupang, ..............................
Puji dan syukur saya haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas izin
dan perkenaan-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas besar Jalan Raya 2 tentang Perkerasan
Jalan.
kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak John Hendrik Frans, ST, MT yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan dengan
bidang studi yang saya tekuni.
kami menyadari, tugas ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan tugas ini.
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang
digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai adalah batu pecah atau batu
belah atau batu kali ataupun bahan lainnya. Bahan ikat yang dipakai
adalah aspal, semen ataupun tanah liat sebagai bahan ikatnya sehingga lapis konstruksi
tertentu, yang memiliki ketebalan, kekuatan, dan kekakuan, serta kestabilan tertentu
agar mampu menyalurkan beban lalulintas diatasnya ke tanah dasar secara aman.
Fungsi utama dari perkerasan sendiri adalah untuk menyebarkan atau mendistribusikan
beban roda ke area permukaan tanah-dasar (sub-grade) yang lebih luas dibandingkan
luas kontak roda dengan perkerasan, sehingga mereduksi tegangan maksimum yang
terjadi pada tanah-dasar. Perkerasan harus memiliki kekuatan dalam menopang beban
lalu-lintas. Permukaan pada perkerasan haruslah rata tetapi harus mempunyai
kekesatan atau tahan gelincir (skid resistance) di permukaan perkerasan. Perkersasan
dibuat dari berbagai pertimbangan, seperti: persyaratan struktur, ekonomis, keawetan,
kemudahan, dan pengalaman (Crhistiady, 2011).
Adapun ruang lingkup dalam tugas perancangan geometrik jalan ini adalah sebagai
berikut:
3. Distori
4. Kegemukan
5. Lubang – Lubang
6. Pengausan
7. Stripping
Perkerasan jalan adalah bagian jalan raya yang diperkeras dengan agregat dan
aspal atau semen (Portland Cement) sebagai bahan ikatnya sehingga lapis konstruksi
tertentu, yang memiliki ketebalan, kekuatan, dan kekakuan, serta kestabilan tertentu
agar mampu menyalurkan beban lalulintas diatasnya ke tanah dasar secara aman.
Fungsi utama dari perkerasan sendiri adalah untuk menyebarkan atau mendistribusikan
beban roda ke area permukaan tanah-dasar (sub-grade) yang lebih luas dibandingkan
luas kontak roda dengan perkerasan, sehingga mereduksi tegangan maksimum yang
terjadi pada tanah-dasar. Perkerasan harus memiliki kekuatan dalam menopang beban
lalu-lintas. Permukaan pada perkerasan haruslah rata tetapi harus mempunyai
kekesatan atau tahan gelincir (skid resistance) di permukaan perkerasan. Perkersasan
dibuat dari berbagai pertimbangan, seperti: persyaratan struktur, ekonomis, keawetan,
kemudahan, dan pengalaman (Crhistiady, 2011).
Gambar 3.1 Distribusi Beban Roda Pada Perkerasan (sumber: wiryanto, 2011)
Berdasarkan dari Gambar 3.1 distribusi beban dari roda keperkerasan, kerusakan
yang biasa terjadi di lapangan adalah kerusakan bagian lapis atas, seperti terjadi
cracking atau bleeding akibat kualitas aspal yang tidak dapat melayani kebutuhan
jalan. Oleh karena itu, peneliti mencoba menggunakan Aspal Starbit E-55 dan
Retona Blend E-55 sebagai alternatif peningkatan kualitas aspal yang tidak hanya
berupa peningkatan titik lembek, namun juga elastic recovery (sangat penting untuk
daerah dengan lalulintas berat), kelengketan terhadap agregat, ketahanan terhadap
oksidasi, ketahanan terhadap fatigue (kerekatan) dan ketahanan terhadap
deformasi.
3.2.1 Jenis Lapisan Pada Perkerasan Lentur
Struktur perkerasan jalan terdiri dari beberapa lapis material yang
diletakkan pada tanah-dasar. Kompenen material tersebut akan
memberikan sokongan penting dari kapasitas struktur perkerasan
(Christiady, 2011). Untuk mendapatkan kekuatan struktur perkerasan
yang optimal dan ekonomis, maka struktur perkerasan dibuat berlapis-
lapis berdasarkan besar beban yang diterima dari roda kendaraan sampai
ke tanah-dasar. Setiap lapis pada perkerasan mempunyai fungsi yang
berbeda-beda. Setiap lapisan juga harus bias mendistribusikan beban
sampai kebawah, jika salah satu lapisan tidak bisa mendistribusikan beban
dengan baik, maka akan merusak lapisan yang lain. Lapisan paling atas
terdiri dari 2 lapisan, yaitu: wearing course, kemudian binder course, lalu
lapisan pondasi atas (base course), lapisan pondasi bawah (sub-base),
kemudian tanah dasar (sub-grade). Gambar 3.2 adalah gambar dari lapis
perkerasan lentur
Aspal Modifikasi
No Jenis Pengujian Metode Pengujian Pen 60/70 Elastomer
Asbuton
Sintetis
1 Penetrasi pada 25°C SNI 06-2456-1991 60-70 40-55 Min 40
(dmm)
2 Viskositas 135°C SNI 06-6441-2000 385 385-2000 <3000
3 Titik lembek (°C) SNI 06-2434-1991 > 48 - >54
4 Indeks penetrasi - > -1,0 >-0,5 >-0,4
5 Duktilitas pada 25°C SNI 06-2432-1991 >100 >100 >100
(cm)
6 Titik nyala (°C) SNI 06-2433-1991 >232 >232 >232
7 Kelarutan dalam ASTM D5546 >99 >90 >99
Tolueno (%)
8 Berat jenis SNI 06-2441-1991 >1,0 >1,0 >1,0
9 Stabilitas ASTM D 5976 PART - <2,2 <2,2
Penyimpanan (°C) 6.1
Pengujian Residu hasil TFOT atau RTFOT :
10 Berat yang hilang SNI 06-2442-1991 <0,8 <0,8 <0,8
11 Penetrasi pada 25°C SNI 06-2456-1991 >54 >54 >54
12 Indeks penetrasi - >1,0 >0 >0,4
13 Keelastisan setelah AASHTO T 301-98 - - >60
pengembalian (%)
14 Duktilitas pada 25°C SNI 06-2432-1991 >100 >50 -
(cm)
15 Partikel yang lebih
halus dari 150 (pm) (%) - Min 95 Min 95
3.4 Agregat
Agregat merupakan salah satu komponen yang sangat penting di dalam
pekerjaan perkerasan jalan. Agregat merupakan batuan-batuan yang terdapat di
tanah yang berasal dari kulit bumi. Material agregat yang digunakan untuk
konstruksi perkerasan jalan tugas utamanya untuk memikul beban lalu lintas.
Agregat dengan kualitas dan sifat yang baik dibutuhkan untuk lapiosan
permukaan yang langsung memikul beban dan mendistribusikan ke lapisan di
bawahnya. Oleh karena itu, sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai
bahan perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu :
(Sukirman, 1999)
1. Kekuatan dan keawetan lapisan perkerasan dipengaruhi oleh :
a. Gradasi,
b. Ukuran maksimum,
c. Kadar lempung,
d. Kekerasan dan ketahanan,
e. Bentuk butir, dan
f. Tekstur permukaan.
2. Kemampuan dilapisi aspal dengan baik dipengaruhi oleh :
a. Porositas,
b. Kemungkinan basah, dan
c. Jenis agregat.
3. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang aman dan
nyaman dipengaruhi oleh :
a. Tahanan gesek (skid resistance), dan
b. Campuran yang memberikan kemudahan dalam pelaksanaan.
ASTM (mm)
1" 25 -
3/4 " 19 100
1/2 " 12,5 90 - 100
3/8 " 9,5 72 - 90
No. 4 4,75 43 - 63
No. 8 2,36 28 - 39,1
No. 16 1,18 19 - 25,6
No. 30 0,600 13 - 19,1
No. 50 0,300 9 - 15,5
No. 100 0,150 6 - 13
No. 200 0,075 4 - 10
Sumber: Divisi VI Bina Marga. 2010
ASTM (mm)
1" 25 -
3/4 " 19 100
1/2 " 12,5 90 - 100
3/8 " 9,5 75 - 85
No. 4 4,75 -
No. 8 2,36 50 - 72
No. 16 1,18 -
No. 30 0,600 35 - 60
No. 50 0,300 -
No. 100 0,150 -
No. 200 0,075 6 - 10
Sumber: Divisi VI Bina Marga, 2010
3.5 BAHAN PENGISI / FILLER
Bahan pengisi mineral adalah abu mineral tembus ayakan No.200 mesh. Jenis
bahan filler secara umum terdiri dari : debu batu kapur, debu dolomit, semen
portland, abu layang atau fly ash, atau bahan bahan mineral tidak plastis
lainnya. Berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010, bahan pengisi (Filler)
untuk beton aspal, mempunyai ketentuan bahwa bahan pengisi yang
ditambahkan harus bebas dari bahan yang tidak dikehendaki dan tidak
menggumpal. Debu batu (stone dust) dan bahan pengisi yang ditambahkan
harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan serta bila diuji dengan
penyaringan sesuai ketetapan Divisi VI Bina Marga, 2010 harus mengandung
bahan yang lolos saringan No.200 (75 mikron) tidak kurang dari 75% terhadap
beratnya.
3.6 MARSHALL TEST
Pengujian Marshall adalah suatu metode pengujian untuk mengukur
stabilitas dan kelelehan plastis campuran beraspal dengan menggunakan
Marshall. Merupakan metode yang paling umum digunakan dan sudah
distandarisasi. Dalam metode tersebut terdapat tiga parameter penting dalam
pengujian tersebut, yaitu beban maksimum yang dapat dipikul benda uji sebelum
hancur atau sering disebut dengan Marshall stability dan deformasi permanen
dari benda uji sebelum hancur yang disebut dengan Marshall Flow serta turunan
yang merupakan perbandingan antara keduanya (Marshall Stability dengan
Marshall Flow) yang disebut dengan Marshall Quotient (MQ).
Untuk mengetahui karateristik campuran beton aspal dapat diketahui dari sifat-
sifat Marshall yang ditunjukan dengan parameter di bawah ini:
1. Stabilitas (stability),
2. Kelelehan (flow),
3. MQ (Marshal Quotient),
4. VITM (Void in the Total Mix),
5. VFWA (Void Filled With Asphalt),
6. VMA (Void in Mineral Aggregate), dan
7. Kepadatan (density).
CBR Jumlah yang sama atau Persen yang sama atau lebih
No (%) lebih besar besar
1 2.3 24 24/24 x 100% = 100%
2 2.8 23 23/24 x 100% = 96%
3 2.8 - -
4 3.0 21 21/24 x 100% = 88%
5 3.5 20 20/24 x 100% = 83%
6 3.7 19 19/24 x 100% = 79%
7 3.8 18 18/24 x 100% = 75%
8 3.9 17 17/24 x 100% = 71%
9 4.2 16 16/24 x 100% = 67%
10 4.2 - -
11 4.3 14 14/24 x 100% = 58%
12 4.3 - -
13 4.3 - -
14 4.6 11 11/24 x 100% = 46%
15 4.7 10 10/24 x 100% = 42%
16 4.8 9 9/24 x 100% = 38%
17 5.1 8 8/24 x 100% = 33%
18 6.0 7 7/24 x 100% = 29%
19 6.5 6 6/24 x 100% = 25%
20 7.0 5 5/24 x 100% = 21%
21 7.2 4 4/24 x 100% = 17%
22 7.7 3 3/24 x 100% = 13%
23 8.4 2 2/24 x 100% = 8%
24 8.9 1 1/24 x 100% = 4%
Berdasarkan Tabel 4.1 di atas, maka dibuat grafik yang menghubungkan nilai
CBR dengan persentase nilai CBR di lapangan. Grafik dapat dilihat pada Gambar 4-1.
di bawah ini.
100% 100%
96%
90% 88%
80% 83%
79%
75%
70% 71%
67%
60% 58%
50%
46%
40% 42%
38%
30% 33%
29%
25%
20% 21%
17%
10% 13%
8%
4%
0%
2.3%2.8%3.0%3.5%3.7%3.8%3.9%4.2%4.3%4.6%4.7%4.8%5.1%6.0%6.5%7.0%7.2%7.7%8.4%8.9%
1. Kelas I 7 Ton
2. Kelas II 5 Ton
5. Kelas N 2 Ton
Untuk menentukan koefisien distribusi kendaraan (C) maka dapa dilihat pada
tabel 4.6. Koefisien Distribusi Kendaraan (C).
Dari tabel 4.6. dapat dilihat bahwa koefisien distribusi kendaraan ialah:
Mobil penumpang ringan = 0,3
Truck berat = 0,45
4.1.7. Menentukan Angka Ekivalen Beban Sumbu (E)
Untuk menentukan angka ekivalen beban sumbu kendaraan, dilihat pada tabel
4.7. berdasarkan asumsi beban sumbu masing-masing kendaraan.
n
LEP LHRj x CjxEj
i 1
LER = LET x FP
= 1256.96
𝑃 𝑥 ( 1 + 0,7 log(𝛿 𝑥 𝜂 𝑥 𝑛)
ℎ𝑒𝑘 = √ − Δ
2 𝑥 𝜋 𝑥 0,8 𝐶𝐵𝑅
hek = 7000(1+0,7 log (2,5 x 4 x 4342004))
-
2 x π x o,8 CBR 19.62266
= 35.96 cm 36 cm
hek = a1 x d1 + a2 x d2 + a3 x d3
d3 = 2.666666667 → 3 cm
1. Lapis permukaan D1 = 9 cm
2. Lapis pondasi D2 = 16 cm
3. Lapis pondasi bawah D3 = 3 cm
4.2. Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Metoda Bina Marga Dengan Konstruksi
Langsung
Untuk merencanakan konstruksi perkerasan lentur dengan metoda Bina Marga
dapat dilakukan dengan langkah berikut.
4.2.1 Menentukan Nilai DDT
Karena curah hujan ialah 634 mm/tahun maka diambil iklim II. Diasumsikan
menggunakan kelandaian jalan I dan setelah dilakukan perhitungan diketahui bahwa
presentasi kendaraan berat < 30% maka berdasarkan Tabel 4.10. Faktor Regional (FR),
didapat nilai FR = 0,5.
Laston
Lapen (Manual)
Sirtu (kelas A)
1. Lapis permukaan D1 = 10 cm
2. Lapis pondasi D2 = 20 cm
3. Lapis pondasi bawah D3 = 22 cm
Gambar hasil desain tebal perkerasan jalan dengan metode Bina Marga Konstruksi
Langsung:
Gambar 4-5. Perencanaan Tebal Perkerasan dengan Metode Bina Marga Konstruksi
Langsung
4.3. Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Metode Bina Marga Dengan Konstruksi
Bertahap
Setelah dilakukan perhitungan pada bagian 4.1, maka didapat nilai CBR tanah
dasar sebesar 2,85 % dan nilai FR yang didapat sebesar 0,5.
1. Data Volume Lalu Lintas awal umur rencana (tahun survei 2010)
a. Mobil penumpang = 2097 Kend/hari
b. Mobil pick up (6 ton) = 97 Kend/hari
c. Bus sedang (6 ton) = 43 Kend/hari
d. Bus besar (9
ton) = 59 Kend/hari
e. Truck sedang (13 ton) = 80 Kend/hari
f. Truck 2 As (18 ton) = 93 Kend/hari
g. Truck 3 As (25 ton) = 117 Kend/hari
h. Trailler (40
ton) = 53 Kend/hari
LHR = 2639 Kend/hari
Bahan perkerasan
Laston = 0.4
Batu pecah (Kelas A) = 0.14
Sirtu (Kelas C) = 0.11
4.3.1 Menghitung LHR pada awal umur rencana jalan (LHR 2021)
LHR awal LHR pada awal tahun pelaksanaan x (1 i) n
dimana : i angka pertumbuhan lalu lintas selama masa pelaksanaan (%)
n waktu pelaksanaan (tahun)
6 tahun 10 tahun
a. Mobil penumpang 2 ton
(1+1) 3527.34 kend 4798.90 kend
b. Mobil pick up 6 ton (3+3 163.16 kend 221.98 kend
c. Bus sedang 6 ton (2+4) 72.33 kend 98.40 kend
d. Bus besar 9 ton (3+6) 99.24 kend 135.02 kend
e. Truck sedang 13 ton (5+8) 134.57 kend 183.08 kend
f. Truck 2 As 18 ton (6+12) 156.43 kend 212.83 kend
g. Truck 3 As 25 ton
(5+10+10) 196.80 kend 267.75 kend
h. Trailler 40 ton
(7+11+11+11) 89.15 kend 121.29 kend
4.3.3 Angka Ekivalen Beban Sumbu (E)
10 tahun
a. Mobil penumpang 2 ton (1+1) = 0.3 x 4798.90 x 0.0004 = 0.58
b. Mobil pick up 6 ton (3+3) = 0.3 x 221.98 x 0.0366 = 2.44
c. Bus sedang 6 ton (2+4) = 0.3 x 98.40 x 0.0613 = 1.81
d. Bus besar 9 ton (3+6) = 0.45 x 135.02 x 0.3106 = 18.87
e. Truck sedang 13 ton (5+8) = 0.45 x 183.08 x 1.0648 = 87.72
f. Truck 2 As 18 ton (6+12) = 0.45 x 212.83 x 4.9693 = 475.92
g. Truck 3 As 25 ton (5+10+10) = 0.45 x 267.75 x 4.652 = 560.51
h. Trailler 40 ton (7+11+11+11) = 0.45 x 121.29 x 10.4481 = 570.26
LEA10 = 1718.10
9,4 = 7,8+0,13xD3
D3 = 12,31 ≈ 13
10,6 = 7,8+0,13xD3
D3 = 21,54 ≈ 22
F'c= 40 MPa
(1+i)n − 1
R= = 87,218337
log(1+i)
Gambar 4-10. CBR Tanah Dasar Efektif dan Tebal Pondasi Bawah
Tabel 4.19. Analisa Fatik dan Erosi
Karena % rusak fatik (telah) lebih besar 100%, maka tebal pelat diambil 17 cm. Untuk
memperoleh analisa fatik, menggunakan Gambar 4-11. seperti yang terlihat di bawah
ini.
Gmabar 4-11. Analisis Fatik dan Beban Repetisi Ijin Berdasarkan Rasio Tegangan
Dengan/Tanpa Bahu Beton (untuk yang pertama)
Gambar 4-13 Analisis Erosi dan Jumlah Repetisi Beban Berdasarkan Faktor Erosi,
Dengan/Tanpa Bahu Beton ( yang pertama)
4.5.2. Perhitungan Tulangan
Tulangan Memanjang
L M g h
As
2 fs
As = 114,777 mm2/m'
D = 10
1
A = 4 𝑥 𝜋 𝑥 102 = 78,54 mm2
Jarak = 10 cm
Jumlah/m’ = 10 buah
L M g h
As
2 fs
As = mm2/m'
D = 8 mm
1
A = 4 𝑥 𝜋 𝑥 82 = 50,27 mm2
Jarak = 20 cm
Jumlah/m’ = 5 buah