Anda di halaman 1dari 3

Annas Madjid

Resume Surat An Naba


Surat an-Naba’ diturunkan setelah surat al-Ma’arij. Surat ini memuat sebuah berita besar yang
dipertanyakan dan didustakan oleh orang-orang kafir. Yaitu berita tentang hari kiamat yang selalu
membuat manusia penasaran dan mencari tahu kapan datangnya.

Siapapun orangnya takkan pernah mengetahui kapan tiba masanya hari kiamat; bahkan Nabi
Muhammad saw sekalipun. Karena itu bila ada yang mengaku-aku mengetahui kapan datangnya hari
kiamat, sudah bisa dipastikan bahwa orang tersebut adalah seorang pendusta, hanya pembual yang
bermulut besar.

”Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya? Tentang berita yang besar, yang mereka perselisihkan
tentang ini. Sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui. Kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka
mengetahui”. (QS. 78: 1-5)

 Imam al-Alusy menyebutkan bahwa kata ganti ketiga yang berbentuk plural di sini tanpa didahului
penyebutan mereka sebelumnya bisa jadi dimaksudkan untuk menghinakan mereka yang mendustakan
hari kiamat. Yaitu orang-orang kuffar quraisy. Sehingga mereka perlu dihadirkan dalam kesempatan ini.
Atau bisa jadi justru merekalah yang meneror kaum muslimin dengan pertanyaan yang bernada
penghinaan. Pada hakikatnya mereka bukanlah bertanya, karena sikap mereka sudah sangat jelas.
Mendustakan adanya hari kiamat. Apapun maksud mereka Allah sudah menegaskan bahwa penentuan
hari kebangkitan sudah dilakukan Allah dan tak seorang makhluk-Nya pun yang mengetahui rahasia
tersebut. Tidak juga orang terdekat-Nya, baginda Rasulullah saw atau malaikat Jibril as.

Dengan ini Allah sekaligus mengancam para pendusta tersebut bahwa kelak yang mereka olok-olokkan
akan menjadi kenyataan. Cepat atau lambat mereka akan segera mengetahui dan menyesal saat itu. Dan
penyesalan seperti ini tidaklah berguna, karena mereka telah menyia-nyiakan kesempatan yang
sebelumnya terbuka luas ketika di dunia.

 “Bukankah kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan? Dan gunung-gunung sebagai pasak?
Dan kami jadikan kamu berpasang-pasangan, Dan kami jadikan tidurmu untuk istirahat, Dan kami
jadikan malam sebagai pakaian, Dan kami jadikan siang untuk mencari penghidupan, Dan kami bina di
atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh, Dan kami jadikan pelita yang amat terang (matahari), Dan
kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah, Supaya kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian
dan tumbuh-tumbuhan, Dan kebun-kebun yang lebat?” (QS. 78; 6-16)

Bumi yang terhampar luas ini pada hakikatnya tidaklah seberapa jika dibanding dengan luasnya alam
semesta ciptaan Allah. Gunung-gunung yang dipasang sebagai pasaknya kelak akan dicabut bagaikan
bulu-bulu ringan. Allah jualah yang menciptakan apapun serba berpasangan. Menjadikan sebuah
perbedaan yang bahkan sangat mencolok, menjadi sebuah keserasian. Ia juga yang sanggup
menentukan hari kehancuran bagi apa saja.

Menariknya Allah menyebut tidur sebagai sebuah nikmat istirahat bagi manusia. Sekaligus sebagai tanda
hari kebangkitan. Bahwa tidurnya manusia di malam hari bagaikan sebuah kematian. Dan ketika ia
terbangun di pagi hari Allah telah membangkitkannya dari sebuah kematian. Maka kelak hari
kebangkitan yang sesungguhnya setelah mati juga demikian. Hanya saja tiada yang tahu kapan
terjadinya.

Dialah sang pencipta tujuh lapis langit tanpa tiang yang berada di atas bumi secara kokoh. Pernahkah
manusia membayangkan satu saja dari tujuh lapis langit tersebut terjatuh dan menimpa bumi, tempat
manusia berada dan melangsungkan kehidupannya.

Allah juga yang menurunkan dari awan-awan yang membawa air menjadi hujan yang mengguyur bumi.
Dari air yang satu itu kemudian diterima oleh tanah yang bermacam-macam jenisnya. Dari sana
kemudian tumbuh berbagai jenis biji-bijian dan tumbuhan yang macamnya sangat beragam dan sangat
banyak, sebagian diantaranya menjadi perkebunan dan taman-taman yang indah dan lebat. Dan setiap
waktu selalu saja ditemukan jenis tanaman dan tumbuhan baru. Semuanya berasal dari satu jenis air.
Yaitu air dari awan. Dzat yang bisa melakukannya tentu saja mampu membangkitkan manusia setelah
kebinasaannya

 “Sesungguhnya hari keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan. Yaitu hari (yang pada waktu itu)
ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok. Dan dibukalah langit, maka terdapatlah
beberapa pintu. Dan dijalankanlah gunung-gunung maka ia menjadi fatamorgana”. (QS. 78: 17-20)

Langit-langitpun membuka diri atas titah Tuhan-Nya. Di dalamnya terdapat pintu-pintu yang sangat
banyak. Gunung-gunung yang menjadi pasak bumi pun terserabut terbang dan dijalankan Allah bagai
bulu. Ia pun seperti fatamormana. Ada keberadaannya tapi seolah terlihat tidak di alam nyata. Karena
gunung yang demikian kokohnya terseret juga oleh arus dan mesti mengikuti titah dan perintah
Tuhannya. Gunung-gunung itu menjadi seperti fatamorgana. Seperti ada dan seperti tiada. Seolah
menjadi demikian ringannya. Ini adalah satu dari sekian gambaran kedahsyatan hari kemusnahan dan
kiamat. Dan setelahnya diikuti dengan datangnya hari kebangkitan kemudian dilanjutkan dengan
pembalasan.

 ”Sesungguhnya neraka Jahannam itu (padanya) ada tempat pengintai. Lagi menjadi tempat kembali
bagi orang-orang yang melampaui batas. Mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. Mereka
tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman. Selain air yang mendidih
dan nanah. Sebagai pambalasan yang setimpal. Sesungguhnya mereka tidak berharap (takut) kepada
hisab. Dan mereka mendustakan ayat-ayat kami dengan sesungguhnya. Dan segala sesuatu telah kami
catat dalam suatu kitab. Karena itu rasakanlah. dan kami sekali-kali tidak akan menambah kepada
kamu selain daripada azab”. (QS. 78: 21-30

 Orang-orang zhalim yang melampau batas kewajaran, yang lalim, penindas yang lemah, culas dan
serakah. Bagi mereka neraka jahannam. Seburuk-buruk tempat kembali di akhirat kelak. Yaitu neraka
yang selalu ada pengintainya. Menjaga mereka tanpa belas kasihan sama sekali. Sekali-kali takkan
pernah mereka merasakan kenyamanan dan kesejukan. Al-Farra’ menafsirkannya dengan kenyamanan
beristirahat dari panasnya hawa neraka sehingga disebut dengan ”la bardan”, takkan ada kesejukan dan
kenyamanan dari siksa neraka yang tak kenal ampun. Bahkan sekedar mendapatkan hembusan angin
pun tidak, seperti tutur Az-Zajjaj dalam tafsirnya. Tidak juga mereka mendapatkan sesuatu yang bisa
mengusir dahaga dan haus karena menahan panas yang sangat luar biasa. Tak ada air. Kecuali air yang
menggelegak atau nanah yang sangat menjijikkan dan baunya menyengat.
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan, (yaitu) kebun-kebun dan buah
anggur, dan gadis-gadis remaja yang sebaya, dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman). Di
dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak (pula) perkataan dusta. Sebagai
pembalasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak”. (QS. 78: 31-36)

Bagi mereka kepuasan dan kebahagiaan selain disertai berbagai ganjaran materi yang sangat gamblang
disebutkan di sini. Yaitu kebun-kebun yang sangat lebat nan indah serta buah anggur yang sangat
menggiurkan. Ditemani bidadari-bidadari yang cantiknya tak tertandingi dan tak pernah tua. Umur
mereka selalu sebaya. Yang tak pernah jemu dan bosan melayani mereka, menyodorkan aneka gelas
indah yang selalu penuh dengan berbagai jenis minuman, sesuai keinginan mereka.

tulah anugerah dari Dzat yang serba maha. “Tuhan yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada
di antara keduanya; yang Maha Pemurah.”. (QS. 78: 37)

“Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf-shaf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa
yang Telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang
benar. Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan
kembali kepada Tuhannya”. (QS. 78: 38-39)

Hari itu semuanya tunduk pada titah Sang Perkasa yang Berkuasa penuh atas kendali bagi siapapun dan
apapun. Dan penegakan hukum benar-benar dilakukan secara transparan dan adil tanpa ada pemihakan
dan kecondongan bagi siapapun.

“Sesungguhnya kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari
manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata:”Alangkah
baiknya sekiranya dahulu adalah tanah“. (QS. 78: 40)

Siapapun orangnya pasti kelak akan menyesali semua perbuatannya. Bagi yang diberikan nikmat surga
dan kemuliaan ia akan menyesal mengapa tak lagi giat dan terus menambah dan meningkatkan kualitas
dan kuantitas amal shalihnya. Apalagi bagi yang zhalim dan melampaui batas. Mereka justru berharap
seandainya menjadi debu saja. Karena debu tak dimintai pertanggungjawaban amal. Kelak manusia
bahkan jin akan dimintai pertanggujawaban atas perbuatannya.

Anda mungkin juga menyukai